Anda di halaman 1dari 7

PERILAKU POLITIK A.

PENGERTIAN PERILAKU POLITIK Perilaku politik dapat dirumusakan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya perilaku politik. Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai Berkaitan dengan sikap politik, satu hal yang perlu dibahas adalah apa yang disebut sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, namun keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan kecenderungan atau predisposisi. Dari suatu sikap tertentu dapat diperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan berkenaan dengan obyek apa yang dimaksud. Sikap mengandung 3 komponen: (1). Kognisi, kognisi berkaitan dengan ide dan konsep (2). Afeksi, afeksi menyangkut kehidupan emosional, (3). Konasi, merupakan kecenderungan bertingkah laku. Dalam kehidupan politik ada berbagai macam gejala/reaksi dalam menyikapi seatu kebijakan. Ada yang menerima sebagaimana adanya, ada yang menyatakan penolakan, ada yang melakukan protes secara halus, ada yang melakukan unjuk rasa, dan ada pula yang lebih suka diam tampa memberikan reaksi apa-apa (silent majority). Diam itu sendiri dapat dikatakan sebagai sikap politik, sebab dengan diam tidak berarti bahwa yang bersangkutan tidak memiliki penghayatan terhadap objek atau persoalan tertentu yang ada di sekitarnya. Perilaku politik tidak selamanya mewakili sikap politik seseorang. Apabila seseorang merasa tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, misalnya ketidaksetujuan itu adalah sikap politik. Dengan sikap politik yang demikian, tidak mesti akan muncul pernyataan penolakan, protes atau menolak melaksanakan kebijakan tersebut. Bisa jadi karena adanya faktor-faktor dari luar dirinya orang yang bersangkutan tetap melakukan keputusan tersebut. Kegiatan yang termasuk dalam pengertian partisipasi politik mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Partisipasi politik terwujud sebagai kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati dan bukan berupa sikap dan orientasi. 2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. 3. Kegiatan yang berhasil maupun yang gagal dalam mempengaruhi keputusan politik pemerintah termasuk dalam partisipasi politik.

4. Kegiatan mempengaruhi politik pemerintah dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui perantara, dan secara tidak langsung. 5. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar tanpa kekerasan dan dengan cara-cara yang tidak wajar. B. KATEGORISASI PERILAKU POLITIK 1. Berdasarkan kegiatan a. partisipasi politik aktif seperti pengajuan alternatif mengenai kebijakan umum, mengajukan kritik, mengajukan petisi, membayar pajak dsb. Orientasi pada segi masukan dan keluaran dari suatu sistem politik. b. partisipasi politik pasif seperti ketaatan dan penerimaan atas hal-hal yang telah menjadi keputusan pemerintah. Orientasi hanya pada aspek keluaran dari sistem politik. 2. Bedasarkan tingkatannya a. apatis, artinya tidak menaruh perhatian sama sekali pada kegiatan politik dan bersikap masa bodoh. b. spektator, orang yang bersangkutan setidak-tidaknya ikut menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. c. gladiator, tingkat partisipasi politiknya sampai pada keikutsertaan secara aktif dalam proses politik. Partisipasi politik dengan cara menempatkan diri sebagai pengkritik termasuk dalam kategori partisipasi yang tidak konvensional. 3. Berdasarkan lapisan partisipasi politik a. pemimpin politik b. aktivis politik c. komunikator politik d. warga negara marginal e. orang yang terisolasi 4. Jumlah Pelaku a. partisipasi individu adalah partisipasi yang dilakukan secara perorangan. b. partisipasi kolektif adalah kegiatan warga negara secara serempak untuk mempengaruhi penguasa, seperti dalam kegiatan pemilihan umum. 5. Tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah atau suatu sistem politik a. partisipasi aktif,masyarakat memiliki tingkat kesadaran politik yang tinggi dan percaya pada sistem yang ada. b. partisipasi pasif-tertekan (apatis), kesadaran politik ada dan kepercayaan terhadap sistem politik sangat rendah. c. partisipasi militann radikal, kesadaran masyarakat poliik, sedangkan kepercayaan terhadap sitem polittik sangat rendah. d. partisipasi yang tidak aktif, apabila kesadara politik masyarakat sangat rendah, tetapi kepercayaan terhadap sostem politiksangat tinggi. C. RUANG LINGKUP

Perilaku politik merupakan tindakan yang dilakukan oleh suatu subjek. Subjek dapat berupa pemerintah dan dapat juga masyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah berupa pembuatan keputusankeputusan politik dan upaya pelaksanaan keputusan politik tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat berupaya untuk dapat mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik oleh pemerintah sesuai dengan kepentingannya. Pemerintah dan masyarakat merupakan kumpulan manusia. Pada dasarnya manusia yang melakukan kegiatan dapat dibedakan menjadi dua: (1) warga negara yang memiliki fungsi pemerintahan (pejabat pemerintah). (2) warga negara biasa yang tidak memiliki fungsi pemerintahan tetapi memiliki hak untuk mempengaruhi orang yang memiliki pemerintahan (fungsi politik). Kajian perilaku politik menggunakan 3 unit analisis yaitu 1. individu sebagai aktor politik 2. agregasi politik adalah kelompok individu yang tergabung dalam suatu orgnisasi seperti partai politik, kelompok kepentingan, birokrasi dan lembaga-lembaga pemerintahan. 3. tipologi kepribadian politik adalah tipe-tipe kepribadian pemimpin seperti pemimpin otoriter, pemimpin demokratis. Di samping perilaku politik individu sebagai aktor politik, ada juga perilaku politik kelembagaan. Walaupun di dalamnya terdiri dari individu-individu, lembaga politik memiliki missi tersendiri sesuai dengan tugas dan wewenangnya. (1) lembaga politik pemerintahan (suprastruktur politik). Contoh: Legislatif, Eksekutif, Yudikatif. (2) lembaga politik kemasyarakatan (insfrastruktur politik). Contoh: partai politik, kelompok kepentingan (interest groups), kelompok penekan (pressure group) serta media komunikasi politik. D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU POLITIK Perilaku politik merupakan produk sosial sehingga untuk memahami diperlukan dukungan konsep dari beberapa disiplin ilmu seperti sosiologi, psikologi sosial, antropologi sosial, geopolitik, ekonomi, dan sejarah. Sebagai manifestasi sikap politik, perilaku politik tidak dapat dipisahkan dari budaya politik Gabriel Almond dan Verba. Kebudayaan politik suatu bangsa sebagai distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik di antara masyarakat bangsa itu. Pola tingkah laku individu yang berkaitan dengan kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik: 1. lingkungan politik tidak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa. 2. lingkungan politik langsung, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan. Lingkungan ini memberikan bentuk-bentuk sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat pada aktor politik, serta memberikan pengalaman-pengalaman hidup. 3. struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

4. faktor sosial politik langsung yang berupa situasi yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, kehadiran seseorang, keadaan ruang, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya. Dua variabel yang mempengaruhi partisipasi politik warga negara biasa.: (1) kesadaran politik (2)kepercayaan pada pemerintah (sistem politik) Empat faktor utama yang mempengaruhi Perilaku Politik--Milbrath. 1. sejauh mana orang menerima perangsang politik. 2. karakteristik pribadi seseorang 3. karakteristik sosial seseorang 4. keadaan politik atau lingkungan politik tempat seseorang dapat menemukan dirinya sendiri. E. KONSEP DASAR Konsep pokok dari kaum behavioral: 1. tingkah laku politik memperlihatkan keteraturan yang dapat dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi 2. generalisasi-generalisasi itu pada asasnya harus dapat dibuktikan kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku yang relevan 3. untuk mengumpulkan dan penafsiran data diperlukan teknik penelitian yang cermat 4. untuk mencapai kecermatan dalam penelitian diperlukan teknik penelitian yang cermat 5. dalam membuat analisis politik, nilai-nilai pribadi peneliti sedapat-dapatnya mungkin tidak main peranan (value free). 6. penelitian politik memiliki sikap terbuka terhadap konsep-konsep, teoriteori dari ilmu-ilmu sosial lainnya. Pendekatan Kelembagaan 1. lembaga-lembaga politik sebagai unit analisis 2. banyak bersandar pada safat 3. lebih bersifat historis-yuridis 4. menekankan analisi kuantitatif 5.lebih mendasarkan nilai-nilai dan norma 6. lebih mengarah pada pemngembangan ilmu terapan Pendekatan Behavioral 1.mengambil individu sebagai satuan analisis 2. lebih bersandar pada penelitian empiris 3. lebih diwarnai konsep-konsep sosiologis-psikologis 4. menekankan analisis kualitatif 5. lebih mendasarkan pada fakta 6. lebih mengarah pada pengembangan ilmu murni

BUDAYA POLITIK Budaya politik merupakan fenomena dalam masyarakat, yang memiliki pengaruh dalam struktur dan sistem politik. Kebudayaan Politik-----Almond dan Verba Sebagai distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat yang merupakan pola tingkah laku individu yang berkaitan dengan kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. Manfaat mempelajari Kebudayaan politik: (1) sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik akan mempengaruhi tuntutan-tuntutan, respon-responnya, dukungan, dan orientasinya terhadap sistem politik. (2) dengan memahami hubungan antara kebudayaan politik dengan sistem politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatannya dalam sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat dimengerti. Tiga komponen dalam pandangan tentang objek politik (1) kognitif yaitu komponen yang menyangkut pengetahuan tentang politik dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya. (2) afeksi yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan penampilannya. (3) evaluasi yaitu keputusan dan praduka tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK (1) Budaya politik parokial Biasanya terdapat dalam sistem politik tadisional dan sederhana, dengan ciri khas spesialisasi, masih sangat kecil, sehingga pelaku-pelaku politik belumlah memiliki pengkhususan tugas tetapi peranan yang satu dilakukan bersamaann dengan peranan yang lain seperti aktivitas dan peranan pelaku politik dilakukan bersamaan dengan peranny baik dalam bidanga ekonomi, sosial maupun keagamaan. Tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri Masyarakat secara umum tidak menaruh minat begitu besar terhadap objek politik yang luas tetapi hanya dalam batas tertentu yaitu keterikatan pada objek yang relatif sempit seperti keterikatan pada profesi. Collemen---masyarakat dalam budaya parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem politik termasuk bagian-bagian terhadap perubahan sekalipun. Dengan demikian parokialisme dalam

sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan orientatif daripada kognitifnya. Unsur-unsur parokial dalam masyarakat indonesia masih terdapat, terutama dalam masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, serta unsur-unsur adat lebih banyak dipegang teguh daripada persoalan pembagian peran politik. Pemimpin adat atau kepala suku sebagai pimpinan politik sekaligus berfungsi sebagai pimpinan agama, pimpinan sosial masyarakat bagi kepentingan-kepentingan ekonomi. Yang menonjol dalam budaya politik parokial adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan politik dalam masyarakat. (2) Budaya Politik Subjek Memiliki frekuensi yang tinggi terhadap sistem politiknya namun frekuensi orientasi terhadap masukan dan partisipasinya dalam aspek keluaran sangat rendah. Beranggapan bahwa dirinya adalah subjek yang tidak berdaya untuk mempengaruhi atau mengubah sistem Menerima segala keputusan yang diambil dan segala kebijakan pejabat yang berwenang dalam masyarakat. Memiliki keyakinaan apapun keputusan pejabat bersifat mutlak, tidak dapat diubah-ubah, dikoreksi apalagi di tentang. Mematuhi perintahnya, menerima, loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta kebijaksanaan pimpinannya. Sifat-sifat ini muncul dikarenakan proses kolonialisasi dan kediktatoran (3) Budaya Politik Partisipan Memiliki orientasi politik yang secara eksplisit ditujukan kepada sistem secara keseluruhan, bahkan terhadap struktur, proses politik dan administrasi. Memiliki kesadaran totalitas, masukan, keluaran, dalam konstelasi sistem politik yang ada. Tiga kebudayaan politik murni tersebut merupakan awal bagi tipe-tipe kebudayaan politik atau disebut budaya politik campuran (mixed political cultures): (1) kebudayaan subjek parokial (the parochial-subjek culture). Terdapat sebagaian besar yang menolak tuntutan-tuntutan ekslusif masyarakat kerukunan desa atau otoritas feodal. (2) kebudayaan subjek partisipan (subject partisipant culture). Lucian W Pye: penanaman rasa loyalitas normal dan identifikasi serta kecenderungan untuk menaati peraturan pemerintah pusat merupakan masalah prioritas pertama bagi bangsa-bangsa yang baru muncul. (3) kebudayaan parokial partisipan (the parocial participant culture). Budaya politik ini banyak didapati di negara-negara yang relatif masih muda (negaranegara berkembang). Negara-negara tersebut sedang giat melakukan pembangunan , termasuk didalamnya pembangunan kebudayaan.

Transformasi parokial, satu pihak cenderung ke arah otoritarianisme, dan pihak lain ke arah demokrasi. Model orientasi terhadap pemerintahan dan politik: (1) masyarakat demokratis industriil. Dalam sistem ini terdapat cukup banyak aktivitas politik yang akan menjamin adanya kompetisi partai-partai politik dan kehadiran pemberi suara yang besar. Selain itu terdapat peminat politik yang selalu mendiskusikan secara kritis moral-moral kemasyarakatan dan pemerintahan. Kelompokkelompok yang selalu mengusulkan kebijakan-kebijakan baru dan melindungi kepentingan khusus mereka dalam sistem. (2) sistem otoriter Terdapat beberapa kelompok masyarakat yang memiliki sikap politik berbeda.kelompok organisasi politik dan partisipan politik, mahasiswa dan kaum intelektual yang berusaha menentang dan mengubah sistem melalui tindakan persuasif atau proses yang agresif. Kelompok-kelompok terhormat seeprti pengusaha, kepala gereja, tuan tanah, mendiskusikan masalah-masalah pemerintahan dan aktif dan lobbying. Sementara itu sebagaian rakyatnya hanyalah menjadi subjek yang pasif, mengakui pemerintah dan tunduk kepadanya, tetapi tidak melibatkan diri dalam urusan pemerintahan. (3) sistem demokrasi praindustri. Dalam negara dengan model seperti ini hanya sedikit sekali partisipan yang terutama dari profesional terpelajar. Usahawan dan tuan tanah. Sejumlah besar warga negaranya seperti pegawai, buuh, dan petani bebas secara langsung terpengaruh atau terkena sistem perpajakan dan kebijakan resmi pemerintah lainnya. Hanya saja kelompok terbesarseperti buruh tani yang buta huruf, memiliki pengetahuan dan keterlibatan dalam kehidupan politik yang sangat kecil. PERILAKU POLITIK DAN BUDAYA POLITIK Alasan orang yang tidak mau terlibat dalam politik (Dahl): 1. memandang rendah terhadap segala manfaat yang diharapkan dari keterliabtan politik, dibanding dengan manfaat yang akan diperoleh dari berbagai aktivitas lainnya. 2. tidak melihat adanya perubahan yang tegas antara keadaan sebelumnya. 3. merasa tidak ada masalah terhadap hal yang dilakukan, karena tidak dapat mengubah dengan jelas hasilnya. 4. merasa hasil-hasilnya relatif akan memuaskan orang tersebut, sekalipun tidak berperan di dalamnya. 5. keterbatasan pengetahuan politik 6. kendala yang dihadapi dalam perjalanan hidup. Semakin besar kendala yang dihadapi maka kemungkinan bagi seseorang untuk terlibat dalam politik sangat kecil.

Anda mungkin juga menyukai