Anda di halaman 1dari 22

KONFORMITAS & PERILAKU

MENYIMPANG
OLEH:
MUHAMMAD ARIF, S.IP, M.IK

PENGANTAR SOSIOLOGI
PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

Pengertian Konformitas
Konformitas

adalah
:
Kesesuaian,
kecocokan, keselarasan sebagai prilaku
mengikuti tujuan yang telah disepakati
dalam masyarakat, dan mengikuti cara
yang terlembagakan dalam masyarakat
untuk mencapai tujuan tersebut.
Lalu
muncul pertanyaan, mengapa
dalam kehidupan bermasyarakat masih
sering kita jumpai prilaku menyimpang?

Secara umum, yang


digolongkan sebagai perilaku
menyimpang
1. Tindakan
yang nonconform, yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan nilainilai atau norma-norma yang ada.
Contoh: tindakan nonconform
- membolos atau meninggalkan pelajaran
pada jam-jam sekolah atau jam kuliah,
- merokok di area yang di larang merokok,
- membuang sampah bukan di tempat yang
semestinya, dan sebagainya.

Lanjutan Perilaku
Menyimpang
Tindakan yang anti sosial atau
asosial,
yaitu tindakan yang melawan kebiasaan
masyarakat atau kepentingan umum.
Bentuk tindakan asosial itu antara lain:
menarik diri dari pergaulan, tidak mau
berteman, keinginan untuk bunuh diri,
minum-minuman keras, menggunakan
narkotika atau obat-obat berbahaya,
terlibat di dunia prostitusi atau pelacuran,
penyimpangan seksual (homoseksual dan
lesbian), dan sebagainya.
2.

Lanjutan Perilaku Menyimpang

3. Tindakan-tindakan kriminal, yaitu


tindakan yang nyata-nyata telah melanggar
aturan-aturan hukum tertulis dan
mengancam jiwa atau keselamatan orang
lain.
Tindakan kriminal yang sering kita temui itu
misalnya: pencurian, perampokan,
pembunuhan, korupsi, perkosaan, dan
berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya,
baik yang tercatat di kepolisian maupun yang
tidak karena tidak dilaporkan oleh
masyarakat, tetapi nyata-nyata mengancam
ketenteraman masyarakat.

EMPAT KELOMPOK DEFINISI


PERILAKU MENYIMPANG
Pertama,

secara statistikal.
Definisi
secara statistikal adalah
segala perilaku yang bertolak dari
suatu tindakan yang bukan rata-rata
atau perilaku yang jarang dan tidak
sering dilakukan. Pendekatan ini
berasumsi, bahwa sebagian besar
masyarakat dianggap melakukan
cara-cara dan tindakan yang benar.

Kedua,

secara absolut atau mutlak.


Definisi perilaku menyimpang berangkat
dari aturan-aturan sosial yang dianggap
sebagai sesuatu yang mutlak atau jelas
dan nyata, sudah ada sejak dahulu, serta
berlaku tanpa terkecuali, untuk semua
warga masyarakat.
Kelompok absolutis berasumsi, bahwa
aturan-aturan dasar dari suatu masyarakat
adalah jelas dan anggota-anggotanya
harus menyetujui tentang apa yang
disebut sebagai menyimpang dan bukan.

Ketiga,

secara reaktif.

Perilaku menyimpang berkenaan dengan reaksi


masyarakat atau agen kontrol sosial terhadap
tindakan yang dilakukan seseorang. Artinya,
apabila ada reaksi dari masyarakat atau agen
kontrol sosial dan kemudian mereka memberi cap
atau tanda (labeling) terhadap si pelaku, maka
perilaku itu telah dicap menyimpang, demikian
pula si pelaku juga dikatakan menyimpang.
Menurut Becker (dalam Clinard dan Meier, 1989:
5), penyimpangan adalah sesuatu akibat yang
kepada siapa cap itu telah berhasil diterapkan;
perilaku menyimpang adalah perilaku yang
dicapkan kepadanya atau orang lain telah
memberi cap kepadanya.

Keempat,

secara normatif.
Sudut pandang ini didasarkan
atas
asumsi,
bahwa
penyimpangan adalah suatu
pelanggaran
dari
suatu
norma sosial.

Penyebab Perilaku Menyimpang


Menurut Soerjono Soekanto, al. :
1. Norma sos. yang ada tdk memuaskan pihak
tertentu, karena tdk dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Norma sos. yg ada kurang jelas perumusan
nya, shg menimbulkan aneka penafsiran/
penerapannya
3. Dalam masy terjadi konflik antara peran-peran
yang dipegang warga
4. Tdk mungkin untuk mengatur kepentingan
semua warga masy

Faktor lain mengapa individu


berperilaku
menyimpang al.;
1. Individu tdk mendapatkan
sosialisasi yg cukup memadai
2. Kontrol sosial yang lemah
3. Sanksi yang relatif ringan
4. Menyimpang itu menguntungkan

TEORI PERILAKU
MENYIMPANG
1.Teori
Anomie
berasumsi
bahwa
penyimpangan adalah akibat dari adanya
berbagai ketegangan dalam suatu struktur
sosial sehingga ada individu-individu yang
mengalamai tekanan dan akhirnya menjadi
menyimpang.
Pandangan
tersebut
dikemukakan oleh Robert Merton pada
sekitar tahun
1930-an, di mana konsep
anomie itu sendiri pernah digunakan oleh
Emile Durkheim dalam analisisnya tentang
suicide anomique.

2. Teori Belajar atau Teori Sosialisasi


Teori
ini
menyebutkan
bahwa
penyimpangan perilaku adalah hasil dari
proses belajar. Salah seorang ahli teori
belajar yang banyak dikutip tulisannya
adalah Edwin H. Sutherland (dalam
Atmasasmita, 1992:13). Ia menamakan
teorinya dengan Asosiasi Diferensial.
Menurut Sutherland, penyimpangan adalah
konsekuensi
dari
kemahiran
dan
penguasaan atas suatu sikap atau
tindakan yang dipelajari dari norma-norma
yang
menyimpang,
terutama
dari
subkultur atau di antara teman-teman
sebaya yang menyimpang.

Teori Asosiasi Diferensial memiliki sembilan


proposisi:
1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses
belajar atau yang dipelajari. Ini berarti bahwa
penyimpangan bukan diwariskan atau
diturunkan, bukan juga hasil dari intelegensi
yang rendah atau karena kerusakan otak.
2. Perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang
dalam interaksinya dengan orang-orang lain dan
melibatkan proses komunikasi yang intens.
3. Bagian utama dari belajar tentang perilaku
menyimpang terjadi di dalam kelompokkelompok personal yang intim atau akrab.
Sedangkan media massa, seperti TV, majalah
atau koran, hanya memainkan peran sekunder
dalam mempelajari penyimpangan.

4.

5.

6.

Hal-hal yang dipelajari di dalam proses


terbentuknya perilaku menyimpang
adalah : (a) teknis-teknis penyimpangan,
(b) petunjuk-petunjuk khusus tentang:
motif, dorongan, rasionalisasi dan sikapsikap berperilaku menyimpang.
Petunjuk-petunjuk khusus tentang motif dan
dorongan untuk berperilaku menyimpang
itu dipelajari dari definisi-definisi tentang
norma-norma yang baik atau tidak baik.
Seseorang menjadi menyimpang karena ia
menganggap lebih menguntungkan untuk
melanggar norma dari pada tidak.

7.

8.

9.

Terbentuknya
asosiasi
diferensial
itu
bervariasi tergantung dari: frekuensi, durasi,
prioritas dan intensitas.
Proses mempelajari penyimpangan perilaku
melalui kelompok yang memiliki pola-pola
menyimpang atau sebaliknya, melibatkan
semua mekanisme yang berlaku di dalam
setiap proses belajar.
Meskipun perilaku menyimpang merupakan
salah satu ekspresi dari kebutuhan dan nilainilai masyarakat yang umum, tetapi
penyimpangan perilaku tersebut tidak dapat
dijelaskan melalui kebutuhan dan nilai-nilai
umum tersebut. Karena perilaku yang tidak
menyimpang juga sebagai ekspresi dari nilainilai dan kebutuhan yang sama.

3. Teori Labeling
(Teori Pemberian Cap/Teori Reaksi
Masyarakat)
Becker, salah seorang pencetus teori
labeling (dalam Clinard & Meier, 1989:92)
mendefinisikan penyimpangan sebagai
suatu konsekuensi dari penerapan aturanaturan dan sanksi oleh orang lain kepada
seorang pelanggar
Melalui definisi itu dapat ditetapkan bahwa
menyimpang adalah tindakan yang
dilabelkan kepada seseorang, atau pada
siapa label secara khusus telah ditetapkan.

4. TEORI KONTROL
Teori

ini dibangun atas dasar


pandangan bahwa setiap manusia
cenderung untuk tidak patuh pada
hukum atau memiliki dorongan untuk
melakukan pelanggaran hukum.
Oleh sebab itu para ahli teori kontrol
menilai perilaku menyimpang adalah
konsekuensi logis dari kegagalan
seseorang untuk mentaati hukum.
Dalam konteks ini, teori kontrol sosial
paralel dengan teori konformitas.

Salah satu ahli yang mengembangkan


teori
Kontrol ini adalah Hirschi (1969, dalam
Atrmasasmita, 1992).
Beberapa proposisi teoritisnya, yaitu:
1)

Bahwa berbagai bentuk pengingkaran


terhadap aturan-aturan sosial adalah
akibat dari kegagalan mensosialisasi
individu warga masyarakat untuk
bertindak konform terhadap aturan
atau tata tertib yang ada;

LANJUTAN
2)

3)

4)

Penyimpangan dan bahkan kriminalitas


atau perilaku kriminal, merupakan bukti
kegagalan kelompok-kelompok sosial
konvensional untuk mengikat individu
agar tetap konform, seperti: keluarga,
sekolah atau institusi pendidikan dan
kelompok-kelompok dominan lainnya;
Setiap individu seharusnya belajar untuk
konform dan tidak melakukan tindakan
menyimpang atau kriminal;
Kontrol internal lebih berpengaruh dari
pada kontrol eksternal.

LANJUTAN

1)
2)
3)
4)

Masih berdasarkan proposisi Hirschi,


kurang lebih ada empat unsur utama di
dalam kontrol sosial yang internal, yaitu:
attachement (kasih sayang);
commitment (tanggung jawab),
involvement (keterlibatan atau partisipasi),
believe (kepercayaan/keyakinan).
Keempat unsur tersebut dianggap
merupakan social bonds yang berfungsi
untuk mengendalikan perilaku individu.

5.

TEORI KONFLIK

Teori

konflik lebih menitikberatkan


analisisnya pada asal-usul terciptanya suatu
aturan atau tertib sosial.
Perspektif konflik lebih menekankan sifat
pluralistik dari masyarakat dan
ketidakseimbangan distribusi kekuasaan
yang terjadi di antara berbagai
kelompoknya. Karena kekuasaan yang
dimiliki oleh kelompok-kelompok elit maka
kelompok-kelompok itu juga memiliki
kekuasaan untuk menciptakan peraturan,
khususnya hukum yang dapat melayani
kepentingan-kepentingan mereka.

Anda mungkin juga menyukai