Di Susun oleh
Pendahuluan
Menghadapi zaman yang serba cepat pada saat ini menuntut manusia untuk melakukan
tindakan yang cepat juga. Banyak persoalan dan masalah yang timbul pada institusi
membutuhkan pemecahan atau solusi yang jitu dan baru agar bisa menyelesaikan
masalah dan persoalan yang ada seperti cara mengembangkan kemampuan agar bisa
menghadapi kompetisi di masa depan dan melakukan upaya agar visi dan misi yang
telah dibuat bisa berjalan dengan baik. Untuk mencapai semua itu dibutuhkan
kepemimpinan yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang benar-benar memenuhi
kriteria seorang pemimpin, karena seorang pemimpin sangat berperan penting dalam
membangun dan mengembangkan suatu institusi atau organisasi yang dipimpinnya.
Buya hamkah sebagai sastrawan, budayawan dan ulama Indonesia juga memaparkan
prespektifnya mengenai kepemimpinan. Menurutnya terdapat faktor-faktor pendukung
serta sifat dari seorang pemimpin ideal.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis teori, konsep, dan tipe
kepemimpinan menurut Buya Hamkah
Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan adalah studi literature dimana penlulis menggarap informasi
melalui buku, jurnal dan artikel.
Pembahasan
Teori-teori Kepemipinan
Istilah Kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau
tuntun. Dari kata “pimpin” lahirlah kata kerja “memimpin” yang artinya membimbing
atau menuntun. Secara etimologi kepemimpinan dapat diartikan dari kata dasar
“pimpin” (dalam bahasa Inggris Lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu
didalamnya ada dua pihak, yaitu yang dipimpin (umat) dan yang memimpin (imam).
Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (dalam bahasa Inggris Leader)
berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi
sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Apabila
ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara
pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih
otokratis, sedangkan pemimpin (ketua) cenderung lebih demokratis. Setelah dilengkapi
dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” (dalam bahasa Inggris Leadership)
berarti kemampuan dan kepribadian sesorang dalam mempengaruhi serta membujuk
pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan
demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok (S.
Pamudji, 1992:25). Banyak definisi yang diberikan para ahli mengenai kepemimpinan,
diantaranya Stephen P. Robbins (2001:34) : “Leadership is the ability to influence a
group toward the achievement of goals”. (Kepemimpinan adalah suatu kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan). Menurut George R. Terry
(Hersey, Blanchard, & Johnson, 1996:90) : “Leadership is the activity of influencing
people to strive willingly for group objectives”. (Kepemimpinan adalah suatu aktivitas
mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok dengan
sukarela). Menurut Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, Fred Massarik (Hersey,
Blanchard, & Johnson, 1996:90) : “Leadership is interpersonal influence exercised in a
situation and directed through the communication process, toward the attainment of a
specified goal orgoals”. (Kepemimpinan adalah pengaruh interpersonal yang dijalankan
dalam suatu situasi dan ditunjukkan melalui proses komunikasi, untuk menuju
pencapaian dari suatu tujuan atau tujuan-tujuan yang spesifik). Berdasarkan definisi-
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk
mempengaruhi individuindividu lain di dalam kelompok untuk mencapai tujuan
bersama pada suatu situasi tertentu. Dengan demikian, proses kepemimpinan meliputi
faktor pemimpin, bawahan, dan situasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus
memperhatikan bawahan dan situasi yang dihadapi dalam menjalankan
kepemimpinannya.
Pola umum Gaya Kepemimpinan menurut Gibson ada 4, yaitu otoriter, paternalistik,
laissez faire dan demokrasi (Kartini Kartono, 2006: 35). Adapun ciri-ciri dari masing-
masing gaya kepemimpinan menurut Gibson tersebut adalah sebagai berikut: 1. Otoriter
Ciri-ciri perilaku kepemimpinan otoriter adalah:
b) Langkah kegiatan tekhnis ditentukan oleh pimpinan pada saat-saat tertentu, sehingga
biasanya langkah berikutnya tidak ada kepastian.
d) Pimpinan cendrung untuk mencela atau memuji secara personal dan tetap
menjauhkan diri dari kegiata kelompok, kecuali dalam hal berdemonstrasi.
2. Paternalistik
3. Laissez Faire
c) Para pegawai bawahan bebas untuk bekerjasama dengan siapa saja yang mereka
senangi. Pembagian tugas pekerjaan diserahkan kepada kelompok untuk ditentukan
bersama
d) Pemimpin selalu objektif dan berfikir serba fakta dalam memberikan semangat pada
kelompok.
Adalah gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para pengikutnya menuju
ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.
Tipe ini yang mengatur, yang diutamakannya keselamatan dirinya. Tipe ini tidak berani
beranjak dari tempatnya. Dia benarbenar mengikuti peraturan secara harfiah. Pergaulan
dengan bawahan kurang sekali, dia tidak mau berkomunikasi. Akhirnya semangat
bawahan pun umumnya kurang acuh. Tipe ini kurang tepat menjadi pemimpin suprvisi.
Tipe pemimpin ini selalu mencari kekuasaan dan tanggung jawab yang palling enak
baginya. Dia sangat kritis dan mendetail dalam mengawasi bawahannya. Tipe ini
mempraktekkan komunikasi satu arah, melaksanakan tugasnya tanpa menghiraukan
perasaan bawahannya. Dia melakukan pekerjaannya, bertolak pada kekuasaan dan
sedikit sekali perhatian pada bawahannya. Dalam kepemimpinan ini tercipta suasana
antagonis.
Tipe diplomat ini dapat bergaul dengan baik dengan pimmpinan atasan, maupun
dengan pegawai bawahan. Motivasinya yang utama adalah kemajuan an keamanan
bagi setiap individu. Dia sering berhubungan dengan bawahannya, aka tetapi tetap
dalam batas-batas sebagai atasan. Suasan yang diciptakan karenanya dalah iklim
persaingan dan antara para bawahannya mementingkan tujuan masingmasing.
Hamka dalam menilai keilmuan seseorang yang laik menjadi calon pemimpin. Apakah
ilmu kepemimpinan, atau ilmu pemerintahan, atau ilmu keagamaan dan sebagainya.
Hamka hanya menjelaskan bahwa seorang yang berpendidikan, memiliki ilmu
pengetahuan cenderung lebih memiliki kearifan, kecerdikan dan sebagainya, sehingga
memudahkannya dalam mengatur sebuah pemerintahan.
Menurut Hamka, terdapat beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk menjadi
pemimpin. Di antaranya faktor keturunan, kekuatan, kepandaian serta pemimpin lain
mengakuinya sebagai pemimpin,
Hamka menjelaskan: “Kerana dia diakui lebih kuat, lebih pandai dan lebih dapat
dikemukakan, dia bersedia naik yang lain bersedia turun, dia bersedia mengatur dan
yang lain bersedia diatur. Sebabnya bermacam-macam; ada kerana keturunan,
seumpama anak seorang ulama menjadi ulama pula lingkungan dan pergaulan dan
kebiasaan di dalam rumah ayahnya yang dilihatnya sejak kecil”.
lmu pengetahuan juga dapat menaikkan seseorang menjadi pemimpin, tetapi pemimpin
yang sejati sering kali tidaklah terdiri daripada orang yang sangat pintar dan mempunyai
ketulusan tinggi, malahan kerapkali pemimpin-pemimpin besar dunia mempergunakan
orang-orang yang berilmu sebagai pembantu untuk mencapai martabatnya, pemimpin
yang sejati adalah satu jiwa atau satu pribadi yang lain daripada yang lain. Oleh yang
demikian, keturunan dan keilmuan bukanlah merupakan faktor utama mendorong
seseorang untuk menjadi pemimpin dan tidak semua pemimpin yang sejati mempunyai
sifat yang sedemikian.
Hamka menegaskan: “Agama yang dipeluk atau kitab-kitab yang dibaca atau suatu
pemahaman yang dipegang teguh, semuanya pun menentukan corak pemimpin, bahkan
perlombaan perebutan pengaruh dan kuasa dengan pemimpin yang lain yang samasama
hidup menjadi saringan juga buat menentukan kelemahan dan kekuatan”.
Kegairahan untuk mendapatkan sesuatu pangkat dan kedudukan adalah salah satu faktor
mendorong seseorang menjadi munafik, bagi mereka gelaran pemimpin adalah
merupakan satu kemegahan peribadi, walaupun tidak ada garis panduan yang nyata
tentang apa yang akan dipimpinnya.
Hamka telah mencadangkan empat sifat yang perlu dimiliki oleh pemimpin yang
bertujuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang akan ditempuh oleh para pemimpin
agar mereka berjaya dalam pimpinan mereka, sifat-sifat tersebut adalah seperti berikut:
a) Amanah (jujur)
Makna amanah untuk pemimpin lebih tinggi daripada makna amanah yang
dimiliki orang biasa, oleh sebab itu, para pemimpin janganlah membelanjakan
harta awam untuk kepentingan diri sendiri, pemimpin juga dilarang
mengkhianati kawankawannya. Mereka wajib jujur, ikhlas, tidak terlalu banyak
menabur janji yang tidak dapat dipenuhi serta mereka hendaklah berusaha
bersungguh-sungguh. Mereka bukanlah seorang yang jujur jika keadaan yang
sebenarnya disembunyikan kepada pengikutnya. Kejujuran seorang pemimpin
terletak pada keberaniannya dalam meninjau kembali pendirian yang akan
berubah karena perubahan waktu atau tempat.
b) Berani
Sifat berani amat penting pada saat-saat genting, sebaliknya keraguan adalah
permulaan kepada kekalahan. Para pemimpin hendaklah mempunyai sifat berani
berterus terang untuk meluruskan kembali pendapat umum yang salah dan
menyeleweng, walaupun mereka akan marah atau murka terhadap tindakan
pemimpin tersebut.
c) Bijaksana
Bijaksana ialah pandangan jauh menampakkan sesuatu yang belum jelas
kelihatan oleh orang lain. Para pemimpin wajib mempunyai sifat bijaksana
tersebut karana sebuah negara banyak memeterai perjanjian dengan negara-
negara luar. Kebijaksanaan pemimpin diukur bukan sahaja dalam menjalankan
tugas-tugas dalam negara, malah ia merangkumi hal-hal luar negara. Pemimpin
yang bijaksana disebabkan banyak pengalaman adalah amat penting dan
pemimpin yang bijaksana dapat mengukur kekuatannya.
d) Timbang rasa
Para pemimpin hendaklah mempunyai sikap timbang rasa atau setia kawan,
yaitu keteguhan hubungan pemimpin dengan rakyat terutamanya dengan rekan
dekat. Para pemimpin sejati merasakan apa yang dirasa oleh rakyat-rakyatnya,
menyelami apa yang dideritai oleh rakyat jelata dan hati mereka sentiasa terbuka
menerima rakyat.
Kelayakan seseorang untuk menjadi pemimpin dilatar belakangi oleh beberapa faktor;
keturunan, kekuatan, kepandaian dan pengakuan dari pemimpin yang lain. Di samping
itu, menurut Hamka, seorang pemimpin ideal harus memiliki beberapa sifat amanah,
berani, bijaksana serta timbang rasa. Tipe kepemimpinan yang dimiliki buya hamkah
antara lain : Tipe Kepemimpinan Kharismatik, Tipe Kepemimpinan Situasional,
Konsultatif, dan Instruktif, Tipe Kepemimpinan Visioner.
Daftar Pustaka
Erlangga, F., Frinaldi, A., & Magriasti, L. (2014). Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Paternalistik terhadap motivasi Kerja Pegawai Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota
Padang. Humanus, 12(2), 174. https://doi.org/10.24036/jh.v12i2.4037
Hamka, I., Wisal, C., Santosa, M. I., & Andriyati. (2013). Ayah Kisah Buya Hamka.
Penerbit Republika.
Hamka, Pemimpin dan Pimpinan, (Kuala Lumpur: Pustaka Melayu Baru & Pustaka
Budaya Agensi, 1973),
HAMKA, Tafsir al-Azhar , (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988). ------------, Islam dan
Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984).
https://kumparan.com/csp/tipe-kepemimpinan-buya-hamka-seorang-pemimpin-yang-
berjiwa-besar-1zSs3WTh76u/full - diakses tanggal 10 Juni 2023