Anda di halaman 1dari 15

Konsep Kepemimpinan Menurut Menurut

Prespektif Buya Hamka

Di Susun oleh

Sri WULANSARI, S.Sos


NIM. 22202078
Konsep Kepemimpinan Menurut Menurut Prespektif Buya Hamkah

Sri Wulansari, S.Sos


22202078

Pendahuluan

Menghadapi zaman yang serba cepat pada saat ini menuntut manusia untuk melakukan
tindakan yang cepat juga. Banyak persoalan dan masalah yang timbul pada institusi
membutuhkan pemecahan atau solusi yang jitu dan baru agar bisa menyelesaikan
masalah dan persoalan yang ada seperti cara mengembangkan kemampuan agar bisa
menghadapi kompetisi di masa depan dan melakukan upaya agar visi dan misi yang
telah dibuat bisa berjalan dengan baik. Untuk mencapai semua itu dibutuhkan
kepemimpinan yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang benar-benar memenuhi
kriteria seorang pemimpin, karena seorang pemimpin sangat berperan penting dalam
membangun dan mengembangkan suatu institusi atau organisasi yang dipimpinnya.

Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan faktor pendukung yang sangat


berpengaruh dalam mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan diharapkan dapat
menggerakkan seluruh komponen dan mengatur tindakan seluruh anggota dalam
organisasi. Kepemimpinan sebagai sebuah konsep manajemen di dalam kehidupan
organisasi mempunyai kedudukan yang strategis dan merupakan gejala sosial yanga
selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok. Dikatakan mempunyai kedudukan
strategis karena kepemimpinan merupakan titik sentral dan dinamisator dari seluruh
proses kegiatan organisasi. Sehingga kepemimpinan mempunyai peran utama dalam
menentukan dinamika dari semua sumber yang ada. Disamping kedudukannya yang
strategis, kepemimpinan juga mutlak diperlukan, dimana terjadi interaksi kerja sama
antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari seorang pemimpin


(leader) dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur unsur di dalam
kelompok atau organisasinya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan
sehingga menghasilkan kinerja pegawai yang maksimal. Dengan meningkatnya kinerja
pegawai berarti tercapainya hasil kerja seseorang atau pegawai dalam mewujudkan
tujuan organisasi. Kemampuan dan keterampilan dari seorang pimpinan adalah faktor
penting dalam memotivasi pegawainya agar lebih bekerja dengan baik. Dalam hal ini
pengaruh seorang pimimpinan sangat menentukan arah tujuan dari organisasi, karena
untuk merealisasikan tujuan organisasi perlu menerapkan peran dalam memimpin kerja
yang konsisten terhadap situasi kerja yang dihadapi. Selain itu seorang pemimpin
didalam melaksanakan tugasnya harus berupaya menciptakan dan memelihara
hubungan yang baik dengan bawahannya agar mereka dapat bekerja secara produktif.
Dengan demikian, secara tidak langsung motivasi dari pegawai semakin meningkat.

Untuk menciptakan kepemimpinan yang efektif, Setiap pemimpin dituntut memiliki


aspek-aspek kepribadian yang dapat menunjang usahanya dalam mewujudkan hubungan
manusia yang efektif dengan anggota organisasinya, demi mempermudah atau
memperlancar proses pelaksanaan tugas sehari-hari. Dalam melaksanakan tugas sehari-
hari didalam organisasi tentunya perlu adanya suatu motivasi kerja, yang berguna untuk
mempercepat proses pencapaian tujuan dari organisasi. Motivasi kerja itu sendiri dapat
timbul dan tumbuh secara sendirinya dari dalam diri anggota organisasi dan dapat pula
disebabkan karena adanya dorongan dari pimpinan organisasi dalam arti pimpinan
memberi motif atau dorongan kepada anggota organisasi. Sebab tidak dapat dipungkiri
Sumber Daya Manusia merupakan kebutuhan mendasar dalam organisasi, yang
merupakan roda penggerak dalam melaksanakan aktifitas organisasi.

Buya hamkah sebagai sastrawan, budayawan dan ulama Indonesia juga memaparkan
prespektifnya mengenai kepemimpinan. Menurutnya terdapat faktor-faktor pendukung
serta sifat dari seorang pemimpin ideal.

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis teori, konsep, dan tipe
kepemimpinan menurut Buya Hamkah
Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan adalah studi literature dimana penlulis menggarap informasi
melalui buku, jurnal dan artikel.

Pembahasan

Teori-teori Kepemipinan

Istilah Kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau
tuntun. Dari kata “pimpin” lahirlah kata kerja “memimpin” yang artinya membimbing
atau menuntun. Secara etimologi kepemimpinan dapat diartikan dari kata dasar
“pimpin” (dalam bahasa Inggris Lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu
didalamnya ada dua pihak, yaitu yang dipimpin (umat) dan yang memimpin (imam).
Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (dalam bahasa Inggris Leader)
berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi
sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Apabila
ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara
pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih
otokratis, sedangkan pemimpin (ketua) cenderung lebih demokratis. Setelah dilengkapi
dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” (dalam bahasa Inggris Leadership)
berarti kemampuan dan kepribadian sesorang dalam mempengaruhi serta membujuk
pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan
demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok (S.
Pamudji, 1992:25). Banyak definisi yang diberikan para ahli mengenai kepemimpinan,
diantaranya Stephen P. Robbins (2001:34) : “Leadership is the ability to influence a
group toward the achievement of goals”. (Kepemimpinan adalah suatu kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan). Menurut George R. Terry
(Hersey, Blanchard, & Johnson, 1996:90) : “Leadership is the activity of influencing
people to strive willingly for group objectives”. (Kepemimpinan adalah suatu aktivitas
mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok dengan
sukarela). Menurut Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, Fred Massarik (Hersey,
Blanchard, & Johnson, 1996:90) : “Leadership is interpersonal influence exercised in a
situation and directed through the communication process, toward the attainment of a
specified goal orgoals”. (Kepemimpinan adalah pengaruh interpersonal yang dijalankan
dalam suatu situasi dan ditunjukkan melalui proses komunikasi, untuk menuju
pencapaian dari suatu tujuan atau tujuan-tujuan yang spesifik). Berdasarkan definisi-
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk
mempengaruhi individuindividu lain di dalam kelompok untuk mencapai tujuan
bersama pada suatu situasi tertentu. Dengan demikian, proses kepemimpinan meliputi
faktor pemimpin, bawahan, dan situasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus
memperhatikan bawahan dan situasi yang dihadapi dalam menjalankan
kepemimpinannya.

Pola umum Gaya Kepemimpinan menurut Gibson ada 4, yaitu otoriter, paternalistik,
laissez faire dan demokrasi (Kartini Kartono, 2006: 35). Adapun ciri-ciri dari masing-
masing gaya kepemimpinan menurut Gibson tersebut adalah sebagai berikut: 1. Otoriter
Ciri-ciri perilaku kepemimpinan otoriter adalah:

a) Semua perilaku kebijaksanaan ditentukan oleh pimpinan.

b) Langkah kegiatan tekhnis ditentukan oleh pimpinan pada saat-saat tertentu, sehingga
biasanya langkah berikutnya tidak ada kepastian.

c) Pimpinan menditeksikan tugas-tugas tertentu dan para anggota adalah


pelaksanaannya.

d) Pimpinan cendrung untuk mencela atau memuji secara personal dan tetap
menjauhkan diri dari kegiata kelompok, kecuali dalam hal berdemonstrasi.

2. Paternalistik

Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang


masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris. Popularitas pemimpin
yang paternalistik di lingkungan masyarakat demikian disebabkan oleh faktor seperti
kuatnya ikatan primordial, extended family system, kehidupan masyarakat yang
komunalistik, peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,
masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seseorang anggota
masyarakat dengan anggota masyarakat yang lainnya. Ciri-ciri kepemimpinan
paternalistik adalah:

a) Pimpinan mampu berperan layaknya seorang bapak.

b) Terlalu bersifat melindungi.

c) Pengambilan keputusan pada diri pemimpin.

d) Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

e) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya

kreasi dan fantasi.

f) Menuntut alur atau proses pekerjaan sesuai

3. Laissez Faire

Ciri-ciri kepemimpinannya adalah:

a) Kebebasan sepenuhnya untuk megambil keputusan, yang diberikan kepada kelompok


maupun individual tanpa banyak campur tangan pimpinan

b) Bermacam-macam bahan atau data diberikan. Pimpinan dengan jelas menyatakan


hanya akan memberikan bahan informasi bila diminta saja. Pemimpin tidak mengambil
keaktifan dalam pembahasan bersama kelompok

c) Sama sekali tidak berpartisipasi serta kurang becus menjadi pemimpin

d) Jarang memberikan komentar secara spontan terhadap kegiatan bawahannya, kecuali


bila ditanya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengatur jalanya pekerjaan.
4. Demokrasi

Ciri-ciri perilaku kepemimpina demokratik adalah:

a) Semua kebijaksanaan dibahas dan ditentukan bersama oleh kelompok, dengan


dorongan dan bantuan pimpinan

b) Perspektif kegiatan diperoleh selama masa pembahasan, langkah-langkah umum


kebijaksanaan kelompok digariskan terlebih dahulu dan jika diperlukan dapat meminta
nasihat teknis. Pimpinan memberikan saran beberapa alternative prosedur yang dapat
dipilih

c) Para pegawai bawahan bebas untuk bekerjasama dengan siapa saja yang mereka
senangi. Pembagian tugas pekerjaan diserahkan kepada kelompok untuk ditentukan
bersama

d) Pemimpin selalu objektif dan berfikir serba fakta dalam memberikan semangat pada
kelompok.

Gaya kepemimpinan menurut Robbins dibagi atas 4 yaitu, gaya kepemimpinan


kharismatik, gaya kepemimpinan transaksional, gaya kepemimpinan transformasional
dan gaya kepemimpinan visioner (Kartini Kartono, 2006: 80) yaitu sebagai berikut:

1) Gaya kepemimpianan Kharismatik.

Adalah gaya kepemimpinan yang memicu para pengikutnya dengan memperlihatkan


kemampuan heroik atau luar biasa ketika mereka mengamati perilaku tertentu
pemimpin mereka

2) Gaya kepemimpinan transaksional

Adalah gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para pengikutnya menuju
ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.

3) Gaya kepemimpinan transformasional.


Adalah gaya kepemimpinan yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui
kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak yang mendalam dan luar
biasa pada pribadi para pengikut.

4) Gaya kepemimpinan visioner.

Merupakan gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan mengartikulasikan visi


yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit
organisasi yang tengah tumbuh.

Gaya Kepemimpinan menurut R. K. Burns dari Universitas Chicago (kepemimpinan


dalam organisasi; Yukl Gary, 2010: 56) yang membagi menjadi empat gaya
kepemimpinan :

1) Gaya Bereucratic – Regulative

Tipe ini yang mengatur, yang diutamakannya keselamatan dirinya. Tipe ini tidak berani
beranjak dari tempatnya. Dia benarbenar mengikuti peraturan secara harfiah. Pergaulan
dengan bawahan kurang sekali, dia tidak mau berkomunikasi. Akhirnya semangat
bawahan pun umumnya kurang acuh. Tipe ini kurang tepat menjadi pemimpin suprvisi.

2) Gaya Autocatic - Regulative

Tipe pemimpin ini selalu mencari kekuasaan dan tanggung jawab yang palling enak
baginya. Dia sangat kritis dan mendetail dalam mengawasi bawahannya. Tipe ini
mempraktekkan komunikasi satu arah, melaksanakan tugasnya tanpa menghiraukan
perasaan bawahannya. Dia melakukan pekerjaannya, bertolak pada kekuasaan dan
sedikit sekali perhatian pada bawahannya. Dalam kepemimpinan ini tercipta suasana
antagonis.

3) Gaya Idiocratic – Manipulatic

Tipe diplomat ini dapat bergaul dengan baik dengan pimmpinan atasan, maupun
dengan pegawai bawahan. Motivasinya yang utama adalah kemajuan an keamanan
bagi setiap individu. Dia sering berhubungan dengan bawahannya, aka tetapi tetap
dalam batas-batas sebagai atasan. Suasan yang diciptakan karenanya dalah iklim
persaingan dan antara para bawahannya mementingkan tujuan masingmasing.

4) Gaya Democratic – Integrative

Tipe pemimpin ini tujuannya menciptakan keserasian kerjasama yang sesungguhnya.


Dia sendiri terdorong oleh motivasi kepentingan kelompoknya. Berusaha mencari
kemajuan, pengakuan atas prestasinya dan keamanan, baik bagi bawahan maupun
dirinya sendiri. Hubungan kerja atasan-bawahan adalah saling mengayomi (informa)
give and take. Terjalin komunikasi dua arah yang harmonis, suasana kerja tenang dan
akrab.

Selanjutnya gaya kepemimpinan menurut BPKP (Keputusan Kepala BPKP KEP-


134/K/ SU/2005) yang disebut dengan role model dalam keputusan tersebut disebutkan
salah satu faktor penting penentu keberhasilan pengembangan budaya kerja dalam
lingkungan suatu organisasi adalah adanya keteladanan dari pimpinan. Pimpinan
organisasi mempunyai lingkar pengaruh yang luas, sehingga perilaku pimpinan akan
menjadi contoh bagi para bawahan untuk bertindak dan berperilaku. Perilaku pimpinan
yang baik sesuai dengan nilainilai yang dianut organisasi akan memudahkan usaha
untuk mengubah perilaku bawahannya. Dengan demikian, keteladanan merupakan
faktor kunci keberhasilan dalam menanamkan nilai-nilai. Untuk menanamkan nilai-
nilai yang dianut sehingga terintegrasi dan tercermin dalam setiap operasionalisasi
kegiatan organisasi serta perilaku setiap anggota organisasi bukanlah hal yang mudah.
Perlu suatu aksi nyata yang diimplementasikan dengan komitmen penuh agar
penanaman nilai-nilai tersebut berhasil diwujudkan. Suatu aksi nyata yang digagas
adalah “Role Model”. Menurut Britannica Encyclopedia, pengertian role model adalah
sebagai berikut: “a person whose behavior in a particular role is imitated by others”.
Dengan demikian role model adalah pejabat atau pimpinan yang selalu
mempromosikan dan menjalankan keteladanan berperilaku atas peran tertentu dalam
setiap kesempatan yang memungkinkan di lingkungan organisasi bersangkutan dan
dijadikan contoh oleh pegawai bawahannya.
Kepemimpinan Menurut Prespektif Buya Hamkah

Hamka dalam menilai keilmuan seseorang yang laik menjadi calon pemimpin. Apakah
ilmu kepemimpinan, atau ilmu pemerintahan, atau ilmu keagamaan dan sebagainya.
Hamka hanya menjelaskan bahwa seorang yang berpendidikan, memiliki ilmu
pengetahuan cenderung lebih memiliki kearifan, kecerdikan dan sebagainya, sehingga
memudahkannya dalam mengatur sebuah pemerintahan.

Menurut Hamka, terdapat beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk menjadi
pemimpin. Di antaranya faktor keturunan, kekuatan, kepandaian serta pemimpin lain
mengakuinya sebagai pemimpin,

Hamka menjelaskan: “Kerana dia diakui lebih kuat, lebih pandai dan lebih dapat
dikemukakan, dia bersedia naik yang lain bersedia turun, dia bersedia mengatur dan
yang lain bersedia diatur. Sebabnya bermacam-macam; ada kerana keturunan,
seumpama anak seorang ulama menjadi ulama pula lingkungan dan pergaulan dan
kebiasaan di dalam rumah ayahnya yang dilihatnya sejak kecil”.

lmu pengetahuan juga dapat menaikkan seseorang menjadi pemimpin, tetapi pemimpin
yang sejati sering kali tidaklah terdiri daripada orang yang sangat pintar dan mempunyai
ketulusan tinggi, malahan kerapkali pemimpin-pemimpin besar dunia mempergunakan
orang-orang yang berilmu sebagai pembantu untuk mencapai martabatnya, pemimpin
yang sejati adalah satu jiwa atau satu pribadi yang lain daripada yang lain. Oleh yang
demikian, keturunan dan keilmuan bukanlah merupakan faktor utama mendorong
seseorang untuk menjadi pemimpin dan tidak semua pemimpin yang sejati mempunyai
sifat yang sedemikian.

Terdapat faktor-faktor lain yang mendorong seseorang untuk menjadi pemimpin,


antaranya agama, pemahaman yang dipegang, perebutan pengaruh.

Hamka menegaskan: “Agama yang dipeluk atau kitab-kitab yang dibaca atau suatu
pemahaman yang dipegang teguh, semuanya pun menentukan corak pemimpin, bahkan
perlombaan perebutan pengaruh dan kuasa dengan pemimpin yang lain yang samasama
hidup menjadi saringan juga buat menentukan kelemahan dan kekuatan”.
Kegairahan untuk mendapatkan sesuatu pangkat dan kedudukan adalah salah satu faktor
mendorong seseorang menjadi munafik, bagi mereka gelaran pemimpin adalah
merupakan satu kemegahan peribadi, walaupun tidak ada garis panduan yang nyata
tentang apa yang akan dipimpinnya.

Hamka telah mencadangkan empat sifat yang perlu dimiliki oleh pemimpin yang
bertujuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang akan ditempuh oleh para pemimpin
agar mereka berjaya dalam pimpinan mereka, sifat-sifat tersebut adalah seperti berikut:

a) Amanah (jujur)
Makna amanah untuk pemimpin lebih tinggi daripada makna amanah yang
dimiliki orang biasa, oleh sebab itu, para pemimpin janganlah membelanjakan
harta awam untuk kepentingan diri sendiri, pemimpin juga dilarang
mengkhianati kawankawannya. Mereka wajib jujur, ikhlas, tidak terlalu banyak
menabur janji yang tidak dapat dipenuhi serta mereka hendaklah berusaha
bersungguh-sungguh. Mereka bukanlah seorang yang jujur jika keadaan yang
sebenarnya disembunyikan kepada pengikutnya. Kejujuran seorang pemimpin
terletak pada keberaniannya dalam meninjau kembali pendirian yang akan
berubah karena perubahan waktu atau tempat.

b) Berani
Sifat berani amat penting pada saat-saat genting, sebaliknya keraguan adalah
permulaan kepada kekalahan. Para pemimpin hendaklah mempunyai sifat berani
berterus terang untuk meluruskan kembali pendapat umum yang salah dan
menyeleweng, walaupun mereka akan marah atau murka terhadap tindakan
pemimpin tersebut.

c) Bijaksana
Bijaksana ialah pandangan jauh menampakkan sesuatu yang belum jelas
kelihatan oleh orang lain. Para pemimpin wajib mempunyai sifat bijaksana
tersebut karana sebuah negara banyak memeterai perjanjian dengan negara-
negara luar. Kebijaksanaan pemimpin diukur bukan sahaja dalam menjalankan
tugas-tugas dalam negara, malah ia merangkumi hal-hal luar negara. Pemimpin
yang bijaksana disebabkan banyak pengalaman adalah amat penting dan
pemimpin yang bijaksana dapat mengukur kekuatannya.

d) Timbang rasa
Para pemimpin hendaklah mempunyai sikap timbang rasa atau setia kawan,
yaitu keteguhan hubungan pemimpin dengan rakyat terutamanya dengan rekan
dekat. Para pemimpin sejati merasakan apa yang dirasa oleh rakyat-rakyatnya,
menyelami apa yang dideritai oleh rakyat jelata dan hati mereka sentiasa terbuka
menerima rakyat.

Tipe Kepemimpinan Buya Hamkah

1. Tipe Kepemimpinan Kharismatik Buya Hamka


Tipe kepemimpinan menurut Robbin terdiri dari 4 tipe, salah satunya adalah tipe
kepemimpinan kharismatik. Tipe kepemimpinan ini berlandaskan pada
kemampuan luar biasa seorang pemimpin dalam mengambil keputusan atau
dalam melakukan sesuatu yang dapat memberikan inspirasi dan pembelajaran
yang nyata bagi orang di sekitarnya. Hal ini dapat terlihat dari cara Buya Hamka
menanggapi segala fitnah yang dilontarkan kepadanya. Pada saat Buya Hamka
menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia pertama, banyak orang
terdekatnya yang memberikan label kepada Buya Hamka sebagai kacung istana.
Padahal dalam penentuan ketua Majelis Ulama Indonesia, beliau dipilih melalui
musyawarah nasional yang dikenal sebagai Muktamar Ulama Islam diikuti oleh
berbagai organisasi Islam di Indonesia, baik NU, Persis, Muhammadiyah, Al-
Irsyad, dan masih banyak lagi. Namun, berkat kemampuan kepemimpinan
kharismatiknya beliau tetap tenang dan tidak bereaksi sedikitpun atas segala
fitnah yang dilontarkan kepadanya.

2. Tipe Kepemimpinan Situasional, Konsultatif, dan Instruktif Buya Hamka


Tipe kepemimpinan situasional merupakan tipe kepemimpinan yang diprakarsai
oleh Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard. Tipe kepemimpinan situasional
merupakan kepemimpinan yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam rangka
memberikan pengaruh kepada aktivitas orang yang dipimpinnya dalam
mencapai tujuan organisasi berlandaskan pada situasi dan kondisi dari organisasi
secara menyeluruh. Tipe kepemimpinan situasional sendiri terbagi menjadi
empat, yaitu tipe instruktif, tipe konsultatif, tipe partisipatif, dan tipe delegatif.
Penerapan tipe kepemimpinan situasional oleh Buya Hamka dapat terlihat ketika
beliau menjabat sebagai ketua umum Yayasan Pesantren Islam (YPI). Buya
Hamka pernah menjabat sebagai ketua umum Yayasan Pesantren Islam (YPI)
mulai tahun 1976. Buya Hamka merupakan ketua umum generasi kedua setelah
sebelumnya YPI dipimpin oleh Anwar Tjokroaminoto. Buya Hamka menjabat
selama dua periode kepemimpinan mulai dari tahun 1976 hingga seharusnya
selesai pada tahun 1983. Namun, sebelum masa kepemimpinannya habis, beliau
terlebih dahulu berpulang ke hadapan yang maha kuasa pada tahun 1981.
Selama masa kepemimpinan Buya Hamka, terdapat beberapa permasalahan
yang terjadi dalam internal organisasi YPI. Salah satunya adalah kasus korupsi
yang dilakukan oleh beberapa pengurus organisasi atas dana hibah yang
diberikan oleh beberapa negara timur tengah.

3. Tipe Kepemimpinan Visioner Buya Hamka


Tipe kepemimpinan menurut Robbin terdiri dari 4 tipe, salah satunya adalah tipe
kepemimpinan visioner. Tipe kepemimpinan ini merupakan suatu cara
pemimpin dalam menciptakan dan melaksanakan suatu visi dan misi suatu
organisasi secara realistis, kredibel, dan konstruktif bagi perkembangan masa
depan organisasi baik secara menyeluruh maupun hanya bagian tertentunya saja.
Tipe kepemimpinan visioner dapat terlihat dari cara Buya Hamka
mengembangkan Yayasan Pesantren Indonesia dengan visi menjadikan Masjid
Agung Kebayoran sebagai pusat dakwah di Jakarta pada tahun 1953. Buya
Hamka membuat beberapa program pengajaran agama Islam sebagai langkah
dalam menjadikan Masjid Agung Kebayoran sebagai pusat dakwah. Beberapa
program diantaranya adalah Kuliah Subuh, Pengajian Malam Selasa, Kajian
Tasawuf, Pengajian Ibu-Ibu, dan lain sebagainya. Selain itu, Buya Hamka juga
membangun sarana pendidikan berupa Sekolah Diniyah untuk menunjang
pendidikan warga yang tidak mampu.

4. Tipe Kepemimpinan Democratic – Integrative Buya Hamka


Tipe kepemimpinan menurut R. K. Burns terdiri dari empat tipe kepemimpinan,
salah satunya adalah tipe kepemimpinan Democratic-Integrative. Tipe
kepemimpinan ini menekankan pada bentuk kerjasama yang terintegrasi antara
atasan dan bawahan. Kepemimpinan tipe ini juga berusaha menciptakan
motivasi setiap anggota organisasi untuk mendapatkan tujuannya baik tujuan
individu maupun tujuan organisasi. Bentuk kepemimpinan ini juga berusaha
menjaga hubungan baik antara atasan dan bawahan dengan cara give and take.
Tipe kepemimpinan Democratic-Integrative terlihat jelas dimiliki oleh Buya
Hamka. Hal ini dapat dilihat dari bentuk hubungan yang dimiliki oleh Buya
Hamka dengan bawahan di berbagai organisasi. Salah satu contoh nyatanya
adalah cara Buya Hamka memperlakukan marbot di Masjid Al-Azhar Jakarta.
Pada tahun 1970 Buya Hamka mewakili YPI pernah memberikan hadiah berupa
perjalanan haji kepada beberapa orang marbot. Hal ini dilakukan guna
menerapkan cara give and take, karena marbot tersebut telah setia bekerja di
masjid tersebut sejak tahun 1953. Bukti lainnya adalah cara Buya Hamka
memperlakukan dua orang seniman yang menggambar kaligrafi di Masjid Al-
Azhar. Dua orang seniman bernama Azhari dan Kausar asal medan dipekerjakan
oleh Buya Hamka dengan tugas melukis kaligrafi pada dinding Masjid Al-Azhar
lantai dua. Selama fase pengerjaan, mereka tidak meminta upah sedikitpun dan
memilih untuk tinggal di masjid sampai pekerjaannya selesai. Melihat
keikhlasan dua orang seniman tersebut. Buya Hamka mewakili YPI memberikan
hadiah berupa perjalanan haji kepada dua orang tersebut.
Kesimpulan

Kelayakan seseorang untuk menjadi pemimpin dilatar belakangi oleh beberapa faktor;
keturunan, kekuatan, kepandaian dan pengakuan dari pemimpin yang lain. Di samping
itu, menurut Hamka, seorang pemimpin ideal harus memiliki beberapa sifat amanah,
berani, bijaksana serta timbang rasa. Tipe kepemimpinan yang dimiliki buya hamkah
antara lain : Tipe Kepemimpinan Kharismatik, Tipe Kepemimpinan Situasional,
Konsultatif, dan Instruktif, Tipe Kepemimpinan Visioner.

Daftar Pustaka

Erlangga, F., Frinaldi, A., & Magriasti, L. (2014). Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Paternalistik terhadap motivasi Kerja Pegawai Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota
Padang. Humanus, 12(2), 174. https://doi.org/10.24036/jh.v12i2.4037

Hamka, I., Wisal, C., Santosa, M. I., & Andriyati. (2013). Ayah Kisah Buya Hamka.
Penerbit Republika.

Hamka, Pemimpin dan Pimpinan, (Kuala Lumpur: Pustaka Melayu Baru & Pustaka
Budaya Agensi, 1973),

HAMKA, Tafsir al-Azhar , (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988). ------------, Islam dan
Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984).

Hersey, Paul. 1996. Manajemen Perilaku Organisasi, (Terjemahan). Jakarta: Gramedia

https://kumparan.com/csp/tipe-kepemimpinan-buya-hamka-seorang-pemimpin-yang-
berjiwa-besar-1zSs3WTh76u/full - diakses tanggal 10 Juni 2023

Kartini Kartono. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persad.

Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara

S Pamudji. 1992. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

Yulk, Gary. 2010. Kepemimpinan dalam Oganisasi. Jakarta: PT Indeks.

Anda mungkin juga menyukai