Abstrak
Istilah demokrasi secara singkat didefinisikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Jika ditinjau dari sudut organisasi, negara demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, negara demokrasi yaitu negara
kedaulatan rakyat. Sedangkan etika memiliki arti: ilmu yang membahas tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan; etika dapat juga dijelaskan sebagai “ilmu pengetahuan
yang membahas tentang asas-asas akhlak (moral). Adapun visi dari Pendidikan Kewarganegaraan itu
sendiri yaitu agar menjadi warga negara yang baik yang memiliki civic knowledge, civic dispositions,
serta mempu mengartikulasi civic skills (berkaitan dengan kecakapan intelektual: mengidentifikasi,
menggambarkan, menjelaskan, menganalisis, menilai, dan mengambil serta mempertahankan posisi atas
suatu isu; dan kecakapan partisipatif: berinteraksi, memantau, dan memengaruhi) dalam kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang demokratis. Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat
melahirkan warga negara demokratis yang memiliki kecerdasan, kritis, bertanggung jawab serta
partisipatif dalam menghadapi perubahan sabagai akibat dan tantangan globalisasi.
Kata kunci: Etika Demokrasi, Demokrasi Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan
abstract
The term democracy is briefly defined as the government or power of the people, by the people, and for
the people. When viewed from the point of view of the organization, a democratic state is a country
organized based on the will and will of the people, a democratic state that is a country of people's
sovereignty. While ethics has a meaning: science that discusses what is commonly done or the science of
customs; ethics can also be described as "the science of moral principles." The vision of Citizenship
Education itself is to be a good citizen who has civic knowledge, civic dispositions, and articulate civic
skills (relating to intellectual proficiency: identifying, describing, describing, analyzing, assessing, and
taking and maintaining positions on an issue; and participatory skills: interacting, monitoring, and
influencing) in the lives of democratic societies, nations, and countries. Citizenship Education is expected
to give birth to democratic citizens who have intelligence, critical, responsible and participatory in the
face of changes such as the consequences and challenges of globalization.
Keywords: Democratic Ethics, Pancasila Democracy, Citizenship Education
manusia. Dalam hidup berkelompok hak ini pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 19
diambil atau didelegasikan kepada Deklarasi Universal HAM yang berbunyi:
kelompoknya untuk pengaturan hidup “Setiap orang berhak atas kebebasan
bersama. mempunyai dan mengeluarkan pendapat,
Setiap negara wajib melindungi hak dalam hak ini termasuk kebebasan
asasi manusia setiap warga negaranya. Di mempunyai pendapat dengan tidak
Inonesia HAM manusia diatur dalam UUD mendapat gangguan dan untuk mencari,
1945 Pasal 27-34, termasuk hak atas menerima, dan menyampaikan keterangan
kebebasan dalam berserikat, berkumpul dan pendapat dengan cara apapun juga dan
dan dalam mengeluarkan pendapat (Pasal dengan memandang batas-batas.”
28E (3). Berkaitan dengan kebebasan Dengan demikian, maka
mengeluarkan pendapat, juga diatur dalam kemerdekaan pendapat di muka umum
UU No. 9 Tahun 1998 yang merupakan harus dilaksanakan dengan penuh
ketentuan yang bersifat regulatif. Pasal 1 tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan
ayat (1) dijelaskan bahwa: “Kemerdekaan peraturan perundang-undangan yang
menyampaikan pendapat adalah hak setiap berlaku. Bertanggung jawab berarti dapat
warga negara untuk menyampaikan pikiran menjawab, bila ditanyai tentang
dengan lisan. tulisan. dan sebagainya secara perbuatan-perbuatan yang dilakukan.
bebas dan bertanggung jawab sesuai Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak
dengan ketentuan peraturan perundang- boleh mengelak, bila diminta penjelasan
undangan yang berlaku.” tentang perbuatannya. Kepada siapa
Kemudian dijelaskan pula mengenai jawaban itu diberikan? Kepada dirinya
asas dan tujuan dalam mengemukakan sendiri, kepada masyarakat luas dan
pendapat dalam pasal 3 ayat (1), (2), (3), bahkan kalau orang beragama kepada
dan (4) dan pasal 4 a, b, c, dan d yaitu Tuhan. (Bertens, 1993: 135). Pelaksanaan
kemerdekaan menyampaikan pendapat di demokrasi masa kini sarat dengan
muka umum dilaksanakan berlandaskan demonstrasi atau unjuk rasa. Demonstrasi
asas keseimbangan antara hak dan atau unjuk rasa merupakan wujud dari
kewajiban; musyawarah dan mufakat; adanya kebebasan dalam menyampaikan
kepastian hukum dan keadilan; pendapat. Kebebasan menyampaikan
professional dan manfaat; serta bertujuan merupakan implementasi dari nilai-nilai
mewujudkan kebebasan yang bertanggung HAM. Seperti yang ditulis oleh James W.
jawab sebagai salah satu pelaksanaan HAM Nickel dalam Bukunya yang berjudul
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945; Making Sense of Human Rights
perlindungan hokum dalam menjamin sebagaimana dikutip I Gede Pasek Eka
kebebasan menyampaikan pendapat; Wisanjaya (2013), menyatakan bahwa
mewujudkan berkembangnya iklim yang “ketika hak asasi manusia
kondusif bagi berkembangnya partisipasi diimplementasikan didalam hukum
dan kreativitas warga negara sebagai internasional, kita masih menyebutnya
perwujudan hak dan tanggung jawab sebagai hak asasi manusia; namun
dalam kehidupan berdemokrasi; dan manakala itu diimplementasikan didalam
mampu menempatkan tanggung jawab hokum domestik, kita condong
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, menggambarkannya sebagai hak sipil atau
berbangsa, dan bernegara, tanpa hak konstitusional.” Dengan demikian,
mengabaikan kepentingan perorangan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
atau kelompok. Berdasarkan penjelasan dalam konteks hukum nasional Indonesia
mengenai kebebasan menyampaikan hak konstitusional warga negara tentang
bertanggung jawab juga merupakan isu dari Bahasa Yunani Kuno ethos (dalam
penting dalam proses demokratisasi saat bentuk tunggal) berarti: tempat tinggal
ini. Sebagaimana diyakini bahwa ethos yang biasa; padang rumput, kandang
demokrasi sesungguhnya tidaklah habitat: kebiasaan adat; akhlak, perasaan:
diwariskan, tetapi dipelajari, dan dialami. perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
Oleh karena itu pendidikan (dalam bentuk jamak) etika berarti adat
kewarganegaraan sebagai wahana kebiasaan. Dalam arti jamak inilah yang
pendidikan demokrasi dalam arti luas melatarbelakangi filsuf Yunani Aristoteles
memegang peranan yang strategis, karena memakai istilah etika untuk menunjukkan
secara langsung menyentuh sasaran filsafat moral, maka “etika” berarti ilmu
potensial kewarganegaraan yang tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
demokratis untuk berbagai usia. Proses tentang adat kebiasaan. Etika dapat juga
demokratisasi yang harus dikembangkan dijelaskan sebagai “ilmu pengetahuan yang
bukanlah hanya untuk berdemokrasi hari membahas tentang asas-asas akhlak
ini, tetapi lebih jauh lagi untuk (moral). Kata “etika biasa dipakai dalam
berdemokrasi di hari esok (Udin S. arti: nilai-nilai dan norma moral yang
Winataputra & Dasim Budimansyah, 2012: dijadikan pedoman bagi seseorang atau
218). suatu kelompok dalam mengatur tingkah
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat lakunya. Etika berkaitan dengan masalah
disimpulkan bahwa pendidikan nilai karena pokok pembicaraan etika yaitu
kewarganegaraan sebagai pendidikan “baik” dan “buruk”. Etika bersifat normatif
demokrasi memegang peranan penting untuk mengatur perilaku manusia artinya
dalam membangun ethos demokrasi yang memberi norma atas apa yang harus
dibutuhkan dalam mengahadapi situasi dilakukan dan tidak boleh dilakukan
dan kondisi demokratisasi di era global (Bertens, 1993: 4-6). Dalam kehidupan
saat ini. Selanjutnya secara teori akan sehari-hari perlu adanya sebuah nilai dan
dibahas secara mendalam berikut. norma yang mengatur segala perilaku bagi
seseorang maupun kelompok.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kata demokrasi berasal dari Bahasa
Apa Etika Demokrasi itu? Yunani “demos” berarti orang-orang dan
Sebelum membahas etika demokrasi, “kratos” berarti kekuasaan atau wewenang.
terlebih dahulu akan dibahas mengenai Demokrasi dapat diartikan kekuatan atau
konsep etika dan konsep demokrasi. Sering otoritas rakyat. Istilah demokrasi secara
kita mendengar kalimat-kalimat seperti ini: singkat didefinisikan sebagai
“Etika dan moral perlu ditegaskan pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat,
kembali”, “Di televisi akhir-akhir ini banyak oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jika ditinjau
iklan yang kurang etis”, dan sebagainya. dari sudut organisasi, negara demokrasi
Kemudian pada masa Orde Baru kita sering adalah negara yang diselenggarakan
mendengar tentang “moral Pancasila” dan berdasarkan kehendak dan kemauan
“etika pembangunan”. Pendeknya, kata- rakyat, negara demokrasi yaitu negara
kata seperti itu sering mewarnai kedaulatan rakyat. Hornby., et. al (1998)
kehidupan kita sehari-hari. Dalam kondisi mengemukakan democracy adalah “country
seperti itu, kata-kata tersebut tidak with principles of government in which all
berfungsi dalam suasana iseng dan remeh, adult citizens share through their elected
tapi sebaliknya dalam suatu konteks yang representative”, demokrasi merujuk pada
serius bahkan prinsipil. konsep kehidupan negara atau masyarakat
Secara etimologi, istilah etika berasal dimana warga negara dewasa turut
analitis dan krirtis yang memiliki tanggung selanjutnya dijabarkan kedalam misi
serta menjunjung nilai-nilai Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun
kewarganegaraan guna menghadapi misi yang diemban yaitu: sosio-pedagogis
tantangan abad ke 21. Berdasarakan yaitu mengembangkan potensi individu
pemaparan tersebut, dapat ditarik sebuah sebagai insan Tuhan dan makhluk sosial
benang merah bahwa pada hakikatnya agar menjadi warga negara Indonesia yang
pendidikan kewarganegaraan sebagai cerdas, demokratis, taat hukum, beradab,
program pendidikan mampu mengajarkan dan religius; sosio-kultural yaitu
inti daripada demokrasi politik yaitu memfasilitasi perwujudan cita-cita, sistem
bagaimana nilai-nilai demokrasi kepercayaan/nilai, konsep, prinsip, dan
ditanamkan melalui proses pembelajaran praksis demokrasi dalam konteks
guna membentuk peserta didik yang pembangunan masyarakat madani
bertanggung jawab dalam menghadapi era Indonesia melalui pengembangan
global. Berkaitan dengan nilai, Hermann partisipasi warga negara secara cerdas dan
(1972) sebagaimana dikutip Udin S. bertanggung jawab melalui berbagai
Winataputra dan Dasim Budimansyah kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang
(2012: 180) secara teoritik konsep dasar bermuara pada tumbuh kembangnya
pendidikan nilai sebagai esensi pendidikan komitmen moral dan sosial
kewarganegaraan, mengemukakan bahwa kewarganegaraan; dan substantif-
“…value is neither thaught nor cought, it is akademis yaitu mengembangkan struktur
learned”, yang artinya bahwa substansi atau tubuh pengetahuan pendidikan
nilai tidaklah semata-mata diajarkan dan kewarganegaraan, termasuk di dalamnya
ditangkap, tetapi lebih jauh nilai dicerna konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai
dalam arti ditangkap, diinternalisasi, dan dan yang berkenaan dengan civic virtue
dibakukan sebagai bagian yang melekat atau kebajikan kewarganegaraan dan civic
dalam kualitas pribadi seseorang melalui culture atau budaya kewarganegaraan
proses belajar. melalui kegiatan penelitian dan
Dalam konteks proses reformasi pengembangan (fungsi epistemologis) dan
menuju Indonesia baru dengan konsepsi memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan
masyarakat madani sebagai tatanan ideal sosio-kultural dengan hasil penelitian dan
sosial-kulturalnya, maka secara pengembangannya itu (fungsi aksiologis)
paradigmatik pendidikan (Winarno, 2014: 12, 13).
kewarganegaraan memiliki tiga komponen Seperti yang telah dikemukakan
atau domain, yakni (a) sebagai kajian sebelumnya, bahwa komponen utama
ilmiah pendidikan ilmu kewarganegaraan; pendidikan kewarganegaraan yang perlu
(b) sebagai program kurikuler Pendidikan diajarkan kepada peserta didik mencakup
Kewarganegaraan; dan (c) sebagai gerakan pengetahuan kewarganegaraan (civic
sosial-kultural kewarganegaraan, yang knowledge), keterampilan/kecakapan
secara koheren bertolak dari esensi dan kewarganegaraan (civic skills), dan
bermuara pada upaya pengembangan sikap/watak kewarganegaraan (civic
pengetahuan kewarganegaraan (civic disposition) (Branson, 1999). Berdasarkan
knowledge), nilai dan sikap pendapat tersebut, penulis akan fokus
kewarganegaraan (civic virtue/civic dalam memaparkan teori mengenai
dispositions), dan keterampilan keterampilan/kecakapan
kewarganegaraan (civic skills) kewarganegaraan (civic skill) yang
(Winataputra (2001,2006) sebagaimana berkaitan dengan judul dalam tulisan ini.
dikutip Winarno (2014: 7, 8). Yang Keterampilan atau kecakapan-
kecakapan kewarganegaraan (civic skill) dan berunding dengan cara yang santun.
merupakan komponen esensial kedua dari Selain itu, kemampuan berinteraksi
Civic Education (Pendidikan meliputi (1) mendengarkan dengan penuh
Kewarganegaraan). Branson (1998) perhatian; (2) bertanya dengan efektif; (3)
menyatakan sebagai berikut. “If citizens are mengutarakan pikiran dan perasaan; dan
to exercise their rights and discharge their (4) mengelola konflik melalui mediasi,
responsibilities as members of self- kompromi, dan kesepakatan. Selanjutnya,
governing communities, they not only need kecakapan partisipatoris dalam hal
to acquire a body of knowledge such as that memengaruhi (influencing)
embodied in the five organizing questions mengisyaratkan pada kemampuan warga
just described; they also need to acquire negara untuk mempengaruhi proses politik
relevant intellectual and participatory dan pemerintahan (formal-informal) dalam
skills”. Dapat diartikan bahwa jika warga masyarakat, yaitu meliputi: membuat
negara mempraktikkan hak-haknya dan petisi, berbicara di depan umum, bersaksi
menunaikan kewajiban-kewajibannya di depan badan publik, terlibat dalam
sebagai anggota masyarakat yang kelompok advokasi, membangun aliansi,
berdaulat, mereka tidak hanya perlu dan memberikan suara (Winarno, 2014:
menguasai pengetahuan dasar, namun 148).
mereka perlu memiliki kecakapan- Adalah yang penting dan perlu
kecakapan intelektual dan partisipatoris dikembangkan terhadap mahasiswa
yang relevan) (Winarno, 2014: 145). sebagai akademisi yaitu memiliki
Kecakapan-kecakapan intelektual keterampilan dalam mengelola
yang penting untuk seorang warga negara pengetahuan yang menjadi tolok ukur
yang berpengetahuan, efektif, dan dalam mengidentifikasi, menggambarkan,
bertanggung jawab, disebut sebagai menjelaskan, menganalisis, menilai,
kemampuan berpikir kritis yang meliputi mengambil, dan mempertahankan posisi
kemampuan mengidentifikasi, terhadap suatu isu yang selanjutnya
menggambarkan, menjelaskan, disebut dengan kemampuan berpikir kritis
menganalisis, menilai, mengambil, dan yang menjadi kemampuan dasar
mempertahankan posisi atau suatu isu. Di partisipasi, bagaimana mereka mampu
samping mensyaratkan pengetahuan dan berkomunikasi (berinteraksi) dan
kemampuan intelektual, pendidkan untuk berbicara di depan umum dengan cara
warga negara dan masyarakat demokratis yang santun. Berkaitan dengan
harus difokuskan pada kecakapan- communication skills, Torney-Purta &
kecakapan yang dibutuhkan untuk Vermeer (2004) memberikan contoh
partisipasi yang bertanggung jawab, tentang penjabarannya yang merupakan
efektif, dan ilmiah, dalam proses politik bagian dari civic skills, yang terdiri atas
dan dalam civil society. Kecakapan cognitive and participatory civic skills.
partisipatif tersebut dapat dikategorikan “(1) Public speaking (present relevant
sebagai interacting, monitoring, dan information to a group clearly and
influencing (Branson (1998) sebagaimana effectively; clearly articulate what has been
dikutip Winarno, 2014: 146, 147). Adapun learned about a particular topic; explain
kecakapan berinteraksi (interacting) how classroom and other learning
berkaitan dengan kecakapan warga negara contributes to the effectiveness of the
dalam berkomunikasi (berinteraksi) dan project); (2) Constructive criticsm
bekerja sama dengan orang lain. Dalam hal (recognize different viewpoints on an
ini, interaksi berarti bertanya, menjawab, issueand understand that different
menggunakan aneka sumber yang ada. kenegaraan. Hal ini sesuai dengan Tujuan
n. Kemampuan memimpin kegiatan Pendidikan Nasional sebagaimana
kemasyarakatan secara tanggung jawab. tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003
o. Kemampuan memberikan dukungan tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
yang sehat dan penuh tanggung jawab “… menjadi warga negara yang demokratis
kepada calon pemimpin dalam serta bertanggung jawab” (Sapriya, 2012:
lingkungannya. 30).
p. Kemampuan memberikan dukungan Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
yang sehat dan tulus terhadap pimpinan disimpulkan bahwa dalam pembelajaran
yang terpilih secara demokratis. PKn untuk mengembangkan civic skills
q. Kemampuan menunaikan berbagai perlu sejalan dengan pengembangan civic
kewajiban sosial sebagai anggota virtue/civic value/civic dispositions. Guna
masyarakat dengan penuh kesadaran. membentuk peserta didik agar menjadi
r. Kemampuan membangun saling warga negara yang demokratis dan
pengertian antarsuku, agama, ras, dan bertanggung jawab, yang mampu mampu
golongan guna memelihara keutuhan berpikir secara kritis, analitis, dan
dan semangat kekeluargaan. berinteraksi dalam komunikasi yang tidak
s. Kemampuan berusaha membangun mengesampikan nilai-nilai etis.
saling pengertian antarbangsa melalui Seperti yang sudah dijelaskan
berbagai media komunikasi yang sebelumnya bahwa moral erat kaitannya
tersedia. dengan ajaran tentang sesuatu yang baik
t. Kemampuan berusaha untuk dan buruk yang menyangkut tingkah laku
meningkatkan kemampuan pribadi dan dan perbuatan manusia. Dalam konteks
kegiatan sosial budaya dengan etika, setiap orang akan memiliki perasaan
kesadaran untuk berbuat baik. apakah yang dilakukan itu benar atau
salah, baik atau jelek? Pertimbangan ini
Selanjutnya, berkaitan dengan nilai- dinamakan pertimbangan nilai moral
nilai kewarganegaraan (civic values/civic (moral values). Pertimbangan nilai moral
virtue) seperti yang disebutkan merupakan aspek yang sangat penting
sebelumnya, secara yuridis-formal, khususnya dalam pembentukan warga
pendidikan nilai, moral, dan norma di negara yang baik (be good citizen) sebagai
Indonesia dilaksanakan melalui pendidikan tujuan pendidikan kewarganegaraan
kewarganegaraan yang berlandaskan pada (Sapriya, 2012: 29. Konsepsi moralitas
Undang-Undang Dasar Negara Republik perlu dikaitkan dan diintegrasikan antara
Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan pemikiran moral dan tindakan bermoral
konstitusional yang pada bagian serta pengalaman dalam kehidupan sosial.
Pembukaan alinea keempat memberikan Pemikiran moral dapat berkembang dari
dasar pemikiran tentang tujuan negara tingkat yang paling rendah yang
yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”. berorientasi pada kepatuhan otoritas
Mencerdaskan kehidupan bangsa karena takut akan hukuman fisik ke tingkat
mengandung pesan terhadap pentingnya yang lebih tinggi yaitu berorientasi pada
pendidikan bagi seluruh anak bangsa agar pemenuhan keinginan pribadi, loyalitas
memiliki kemampuan dalam berpikir, pada kelompok, pelaksanaan tugas dalam
bersikap, dan berperilaku secara cerdas masyarakat sesuai dengan peraturan dan
baik dalam proses pemecahan masalah hukum, sampai yang paling tinggi yakni
maupun dalam pengambilan keputusan mendukung kebenaran atau nilai-nilai
lingkup kemasyarakatan, kebangsaan, dan hakiki, khususnya mengenai kejujuran,
keadilan, penghargaan atas HAM, dan materi, metode, dan evaluasi pembelajaran.
kepedulian sosial. Tindakan moral yang Berdasarkan pengalaman saya (penulis)
selaras dengan pemikiran moral hanya sejak 2016-sekarang dalam mengampu
mungkin dicapai melalui pencerdasan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
emosional dan spiritual serta pembiasaan. di IAIN Ponorogo lebih menekankan pada
Demikian juga tindakan demokratis tidak proses pembelajaran yang demokratis,
akan mewarnai kehidupan suatu ditunjukkan dengan materi-materi yang
masyarakat, apabila kondisi yang ada tidak disampaikan selama proses perkuliahan
mendorong untuk bertindak demokratis dirancang dalam pembelajaran yang
serta bertanggung jawab (Darmiyati menekankan pada prinsip-prinsip model
Zuchdi, 2009: 7). pembelajaran aktif (active learning)
Berdasarkan penjelasan tersebut, dengan evaluasi pembelajaran kolaboratif
dapat ditarik kesimpulan bahwa antara kuantitatif dan kualitatif.
pertimbangan nilai moral (moral values) Dalam pembelajaran pendidikan
yang mencakup pemikiran moral (moral kewarganegaraan di perguruan tinggi,
thinking) dan tindakan moral (moral sebagaimana yang disusun oleh Dirjen
action) mutlak diperlukan dalam tatanan Pembelajaran dan Kemahasiswaan
kehidupan suatu masyarakat demokratis Kemenristek Dikti RI (2016) terdapat
kini, mengingat adanya kebebasan dalam buku “Pendidikan Kewarganegaraan
berinteraksi dan berkomunikasi untuk Perguruan Tinggi” materinya terdiri
(mengemukakan pendapat) sebagai wujud dari:
partisipasi politik dan pemerintah saat ini 1. Esensi Dan Urgensi Identitas Nasional
yang dinilai kebablasan, sehingga pada Sebagai Salah Satu Determinan
ahirnya memunculkan sebuah cita-cita Pembangunan Bangsa Dan Karakter.
terhadap pelaksanaan demokrasi 2. Urgensi Integrasi Nasional Sebagai Salah
“democracy not demo crazy”. Satu Parameter Persatuan Dan Kesatuan
Mengacu pada realitas demokrasi di Bangsa.
Indonesia, yang disubordinasikan dalam 3. Nilai Dan Norma Konstitusional UUD
Pendidikan Kewarganegaraan dengan NRI 1945 Dan Konstitusionalitas
tujuan untuk membangun kesadaran Ketentuan Perundang-Undangan Di
peserta didik akan hak dan kewajibannya Bawah UUD.
sebagai warga negara dan mampu 4. Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara
menggunakannya secara demokratis dan Dan Warga Negara Dalam Demokrasi
beradab yang sesuai dengan konsep Yang Bersumbu Pada Kedaulatan Rakyat
demokrasi sudah saatnya dilakukan. Dalam Dan Musyawarah Mufakat.
konteks pendidikan demokrasi, John 5. Hakikat, Instrumentasi, Dan Praksis
Dewey sebagaimana dikutip A. Ubaidillah Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia.
(2009) menjelaskan bahwa demokrasi 6. Historis Konstitusional, Sosial-Politik,
bukan hanya suatu bentuk pemerintahan, Kultural, Serta Konteks Kontemporer
tetapi lebih sebagai pola hidup bersama Penegakkan Hukum Yang Berkeadilan
dan hubungan dari pengalaman 7. Dinamika Historis Dan Urgensi
berkomunikasi. Wawasan Nusantara Sebagai Konsepsi
Dan Pandangan Kolektif Kebangsaan
Pengalaman di IAIN Ponorogo Indonesia Dalam Konteks Pergaulan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan Dunia
dalam pembelajaran pendidikan 8. Urgensi Dan Tantangan Ketahanan
kewarganegaraan adalah orientasi/tujuan, Nasional Dan Bela Negara Bagi
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 1993. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Branson, Margaret S, et. al. 1999. Belajar “Civic Education” dari Amerika. Yogyakarta: LKiS.
Cogan, John J. & Derricot, Ray. 1998. Citizenship for The 21st Century: An International
Perspective on Education. London: Kogan Page.
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: Kemenristekdikti.
European Commission (Directorate-General for Education and Culture). 2005. Citizenship
Education at School in Europe (Survey). Belgium: Eurydice.
Kaelan. 2013. Negara Kebangsaan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Lickona, T. 1991. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. Buku terjemahan Juma Abdu Wamaungo. Jakarta: Bumi Aksara.
Sapriya. 2012. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam, Kemenag RI.
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 09 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Winarno. 2014. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: Isi, Strategi, dan Penilaian.
Jakarta: Bumi Aksara.
Winataputra, Udin S. & Budimansyah, Dasim. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Perspektif Internasional: Konteks, Teori, dan Profil Pembelajaran. Bandung: Widya Aksara
Press.
Zamroni. 2003. Pendidikan untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society. Yogyakarta:
BIGRAF Publishing.
Zuchdi, Darmiyati. 2009. Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.
https://suud.co.id/pendidikan/pendidikan-kewarganegaraan-dan-demokrasi-indonesia/
Diakses pada tanggal 07-08-2018, pukul 15.07.
https://mti.binus.ac.id/2017/07/03/penyalahgunaan-informasiberita-hoax-di-media-sosial/
Diakses pada tanggal 10-08-2018, pukul 09.48.