Anda di halaman 1dari 11

JA: Jurnal Al-Wasath 2 No.

1: 33-44
Journal homepage: https://journal.unusia.ac.id/index.php/alwasath/index
ISSN 2721-6160 (Online)
HAM dan Kebebasan Berpendapat dalam Undang- JA
Undang Dasar 1945
33
Mara Ongku Hsb
UIN Sultan Syarif Kasim Riau Classification
Conceptual Article
Abstrak
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada diri
seseorang sudah ada sejak ia lahir yang tidak bisa diganggu gugat
oleh siapa pun karena sudah menjadi hak milik pribadi dan dijamin Submitted: 28 Februari 2021
oleh negara melindungi setiap warganya, salah satunya kebebasan Accepted: 24 April 2021
berpendapat secara lisan maupun tulisan, yang diatur didalam Online: 24 April 2021
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, di dalam Undang-Undang
Dasar 1945. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ham dan
kebebasan berpendapat dalam uud 1945 Metode penelitian library
research (studi kepustakaan), dalam penelitian hukum metode
pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan
yang artinya suatu pendekatan berdasarkan aturan-aturan hukum
sebagai suatu ketentuan dan juga undang-undang dasar. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Kebebasan berpendapat didalam
Undang-Undang Dasar 1945 diatur dalam undang-undang adalah
hak untuk berpendapat, menyatakan pikiran dan bersertikat (UUD
1945 pasal 28 E,F), Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang
hak asasi manusia, dalam pasal 14, 23, 24, dan 25. UU No, 9 tahun
1998 menegaskan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak
mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan diliindungi oleh
negara. Belakangan ini kebebasan berpendapat terkadang hanya
masih wajar kritik membangun yang dilakukan oleh masyarakat
tapi kerap kebebasan berpendapat mengalami penyempitan ruang
publik baik itu lisan, maupun tulisan.

Keywords:
HAM, UUD 1945, Kebebasan Berpendapat.

Corresponding Author:
Mara Ongku Hsb
UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Email: hasibuanongku@gmail.com
© The Author(s) 2021
DOI: 10.47776/alwasath.v2i1.135

CC BY: This license allows reusers to distribute, remix, adapt, and build
upon the material in any medium or format, so long as attribution is given
to the creator. The license allows for commercial use.
Ham dan Kebebasan Berpendapat Dalam Undang-Undang Dasar 1945

PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada diri seseorang sudah ada sejak ia
lahir yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun karena sudah menjadi hak milik pribadi dan
dijamin oleh negara melindungi setiap waganya keabsahannya sangat kuat didalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia bahkan sebelum deklarasi Hak Asasi Manusia PBB pada tahun
1948 Indonesia telah membuat pernyataan hak-hak asasi manusia telah mengangkat hak-hak asasi
manusia dan melindunginya dalam kehidupan negara yang tertuang dalam UUD 1945, deklarasi
bangsa Indonesia pada prinsipnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 dan pembukaan inilah
yang merupakan sumber normatif bagi hukum positif Indonesia, dalam pembukaan UUD 1945
alinea I dinyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa”, dalam pernyataan ini
terkandung pengakuan secara yuridis hak-hak asasi manusia.1
Pada prinsipnya tujuan hak asasi manusia adalah untuk melindungi manusia sesama
manusia agar tidak terjadi diskriminasi dari yang kuat kepada yang lemah, mengedepankan
persamaan (egaliter) dihapadan hukum, maka negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak
asasi manusia para warganya, terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya, baik
jasmaniah maupun rohaniya, hak dasar untuk menikmati pendidikan, kesehatan, tempat tinggal,
lingkungan yang layak, dalam kondisi seperti ini untuk melahirkan negara yang damai, sejahtera
dan berkeadilan sebagai tujuan final bangsa Indonesia masih perlu perjuangan ekstra keras.2
Hak-hak dasar diatas sudah tertuang didalam pasal-pasal UUD 1945 pada bab XA Hak
Asasi Manusia, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya, setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dan sudah ada undang-udang tersendiri yang
mengatur hak asasi manusia UU No. 39 tahun 1999 salah satu dasar pemikiran pembentukan
undang-undang ini adalah hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapa pun dalam keadaan
apa pun, manusia dianugerahi jiwa, bentuk struktur, kemampuan, serta berbagai kemampuan oleh
Penciptanya untuk menjamin kelangsungan hidupnya. karena pada diri manusia selalu melekat tiga
hal yaitu; hidup, kebebasan dan kebahagiaan ketiga hal tersebut hal yang mendasar dimiliki manusia
tanpa hal tersebut manusia akan hidup tanpa arah, bahkan tidak akan menjadi seutuhnya. Ketentuan
HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law adalah norma tertinggi yang harus dipatuhi oleh
negara karena letaknya dalam konstitusi maka ketentuan-ketentuan mengenai HAM harus
dihormati dan dijamin pelaksanannya oleh negara.3
Salah satu pasal 28 E pada bab XA tentang hak asasi manusia ayat 3 setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, negara menjamin dan
memberikan kebebasan berpendapat kepada rakyatnya memberikan aspirasi seluas-luasnya,
memberikan ruang kepada rakyatnya untuk berkontribusi dalam memberikan kritik dan saran yang
membangun, mulai dari pendekatan persuasif seperti berdialog, berdiskusi, bersilaturrahim,
konsolidasi, sampai kepada pendekatan secara massif sebut saja melalui unjuk rasa atau
demonstrasi, yang mengatasnamkan rakyat dan perpanjang tangan rakyat, tetapi realitanya hak
kebebasan ini sering terdengar sumbang antara pembawa aspirasi dengan penerima aspirasi,
dimanakah letak kesalahan dan tata cara pembawa aspiras tersebut suara-suara jujur dan suci itu
sering terbungkam. Dari latar belakang permasalahan di atas, rumusan penelitian ini adalah sebagai

1
Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi (Yogyakarta : Paradigma, 2010),
hlm. 102
2
Maghfur Ahmad, Nahdlatul Ulama dan Pengegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia, dalam Jurnal “Religia”, Vol,13
No, 02 Oktober 2010, hlm. 177
3
Tanang Haryanto dkk, Pengaturan tentang Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum
dan setelah Amandemen, dalam jurnal “Dinamika Hukum”, Vol. 8 No, 2 Mei 2008, hlm. 141

34
Jurnal Al-Wasath
Volume 2, Nomor 1, 2021. 33-44

berikut: 1) Bagaimana hak asasi manusia mengatur kebebasan berpendapat?, 2) Bagaimana


kebebasan perpendapat dalam undang-undang dasar?

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah library research (studi kepustakaan), dalam
penelitian hukum metode pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang
artinya suatu pendekatan berdasarkan aturan-aturan hukum sebagai suatu ketentuan dan juga
undang-undang dasar, menelusuri dari buku-buku yang berkaitan dan relevan dengan pembahasan
dalam tulisan ini, selain buku-buku tentang hak asasi manusia juga data-data yang bersumber dari
jurnal penelitian yang berkaitan, selian itu juga dari website yang berhubungan dengan judul
penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Berpendapat
Kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan
dilindungi oleh negara implementasi dalam kebebasan berekpresi dapat berupa tulisan, buku,
diskusi, atau dalam kegiatan pers, setiap warga negar secara sah dapat mengemukakan apa yang
ada dalam pikirannya, sehingga sering ditungkan dalam story media sosialnya mengutarakan
pendapatnya yang bermacam-macam termasuk masalah kenegaraan, hukum dan politik, baik
berupa kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya, pendapat atau
kritikan atas setiap kebijakan publik merupakan suatu kontrol terhadap jalannya pemerintahan.4
Kebebasan berpendapat dan berkespresi dinilai penting karena empat hal yaitu: (1)
kebebasan berekspresi penting sebagi cara untuk menjamin pemenuhan diri seseorang dan juga
untuk mencapai potensi maksimal seseorang (2) untuk pencarian kebenaran dan kemajuan
pengetahuan atau dengan kata lain seseorang yang mencari pengetahuan dan kebenaran harus
mendengar semua sisi pertanyaan, mempertimbangkan seluruh alternatif, menguji penilaiannya
dengan menghadapkan penilaian tersebut kepada pandangan yang berlawanan, serta memanfaatkan
berbagai pemikiran yang berbeda seoptimal mungkin. (3) kebebasan berekspresi agar orang dapat
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan khususnya di arena politik, (4) kebebasan
berekpresi memungkinkan masyarakat dan negara untuk mencapai stabilitas dan adaptasi.5
Baru-baru ini media tempo.co memberikan ulasan terhadap perkembangan demokrasi,
memburuknya indeks demokrasi Indonesia teleh menampar pemerintahan Joko Widodo meski
demokrasi sebuah negara tidak akan lenyap tiba-tiba sekecil apa pun kemunduran tersebut
mendapat perhatian serius. Sinyal kemerosotoan itu tampak dari laporan tahunan The Economist
Intelligence Unit (EIU) yang dirilis baru-baru ini, dimana laporan tersebut menempatkan indeks
demokrasi Indonesia pada peringkat ke-64 dunia, dengan skor 6,3 posisi Indonesia bahkan
tertinggal oleh Malaysia, Timor Leste, dan Filipina. Capaian ini merupakan yang terendah selama
14 tahun terakhir Indonesia masuk kategori demokrasi cacat satu peringkat dibawah negara dengan
status demokrasi penduh, kemunduran demokrasi ini dipicu oleh tekanan terhadap kebebasan sipil,
yang ditandai dengan maraknya kekerasan penangkapan terhadap aktivis dan masyarakat adat.
Intimidasi juga menyasar mahasiswa dan akademikus yang menggelar diskusi ilmiah. 6

4
Latipah Nasution, Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekpresi dalam Ruang Publik di Era Digital, Buletin Hukum
dan Keadilan “’Adalah, Volume 4 No,3 2020, hlm. 38
5
Marwandianto dan Helmi Ardani Nasution, Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekpresi dalam Koridor
Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP, dalam Jurnal “Jurna Ham”, Vol. 11, Nomor, 1 April 2020, hlm. 2
6
https://koran.tempo.co/read/editorial/462207/mengapa-indeks-demokrasi-merosot-di-era-jokowi?#.YDb8jUAA3qo.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2021 pukul 09.36

35
Ham dan Kebebasan Berpendapat Dalam Undang-Undang Dasar 1945

Suara kritis yang berseberangan dengan pemerintah kerap diserang di ranah digital,
menyempitnya ruang kebebasan sipil itu tidak lepas dari kebijakan pembangunanisme, tidak hanya
mengedepankan kekuasaan yang mematikan proses deliberatif dan partisipasi publik pendekatan
ini juga ditopang oleh alat represi negara, akibatnya sengketa dan kekerasan kerap terjadi dalam
proyek infrastruktur, memandang sumber agraria dan alam sebagai aset pembangunan, proses
pembangunan digeber demi keuntungan pebisnis walau harus menggusur penduduk dan merusak
alam.7
Opini koran tempo tersebut memberikan pandangan bahwa belakangan ini perkembangan
demokrasi di Indonesia menurun dalam catatan hasil laporan The Economist Intelligence Unit
(EIU), salah satunya dipicu oleh menyempitnya ruang kebebasan sipil, para aktivits dan masyarakat
adat sepertinya tidak leluasa menyampaikan aspirasi secara terbuka kebebasan berpendapat menjadi
bahan pertimbangan bagi para aktivis ditandai dengan maraknya kekerasan dan penangkapan
terhadap pemberi aspirasi atau sebagai penyambung lidah rakyat. Suara kritis yang berseberangan
dengan pemerintah mengakibatkan demokrasi mulai melemah sementara otoritarianisme telah
menguat. Lokatarau Foundation menilai kebebasan berpendapat di era Presidean Jokowi
mengalami penyempitan ruang ekspresi publik, hal ini terlihat dari kebijakan pemerintah yang
diambil seperti dalam isu Papua, kekerasan dan intimidasi kepada demonstran, penyempitan
kebebasan akademik, hingga pemberangusan serikat buruh.8
Wacana merevisi UU ITE menunjukkan ruang masyarakat lebih aktif memberikan masukan
dan kritik, presiden Jokowi menginisiasi wacana untuk merevisi UU ITE, wacana yang tentu
disambut baik oleh sebagian besar masyarakat, keluarnya isu UU ITE dan persoalan lingkungan
tentu menarik, sisi lain tentu banyak yang menghardik UU ITE dengan menyebutnya sebagai
senjata politik (political weapon) untuk menjebloskan para pengkritik pemerintah ke dalam jeruji
besi, bisa saja fenomena itu terjadi dan mungkin sulit dibantahkan. 9
Adanya wacana tersebut mempunyai tujuan bersama agar hate speech tidak begitur ramai
di media sosial salah satunya, maka rencana revisi UU ITE berkaitang dengan kebebasan
berpendapat, karena kebebasan berpendapat sebenarnya sangat dilindungi oleh negara, disamping
kebebasan tersebutlah terkadang hal-hal yang tidak wajar terucap menjadi terucap berujung dengan
merugikan orang lain, dan negara, bisa saja disini pentingnya UU ITE perlu diperketat untuk
mengawasi jalannya demokrasi kebebasan berpendapat, sisi lain masyarakat beranggapan bahwa
didalam UU ITE tersebut banyak pasal-pasal karet yang merugikan orang lain, sekarang lebih
hangat diperbincangan pasal-pasal karet tersebut dalam UU ITE, pasal karet adalah pasal dalam
undang-undang yang tidak jelas tolak ukurnya, pasal karet sebagai senjata politik warisan kolonial
isinya multitafsir dan sengaja diciptakan untuk menjerat aktivis kemerdekaan Indonesia.10
Adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang
memungkinkan dilakukan upaya paksa terhadap pelaku pencemaran nama baik di media sosial,
hukuman yang demikian dipandang berseberangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia, khususnya
hak atas kebebasan berpendapat dan berekpresi.11 Jika merujuk kepada kovenan hak sipil politik
sendiri terutama pasal 19 ayat (3) hak ekspresi dari pendapat tersebut tidaklah bersifat mutlak,
dengan kata lain meskipun kebebasan berekpresi merupakan hak yang diterima secara luas namun
keberadaannya bukannya tanpap restriksi (pembatasan), pembatasan dalam hal ini bukan pada hak
untuk berfikir atau berpendapat yang mutlak tidak bisa dikecualikan atau dibatasi, komite HAM

7
Ibid,
8
Latipah Nasution, Op,Cit, hlm. 38
9
https://www.pinterpolitik.com/in-depth/jokowi-justru-butuhkan-uu-ite. Diakses pada tanggal 25 Februari 2021 pada
pukul 12.15
10
Ibid,
11
Marwandianto dan Helmi Ardani Nasution, Op,Cit, hlm. 16

36
Jurnal Al-Wasath
Volume 2, Nomor 1, 2021. 33-44

PBB menegaskan bahwa restriksi hak berpendapat dapat dilakukan untuk menghormati dan
menjaga reputasi orang lain yaitu seseorang yang secara individu sebagai bagian atau anggota dari
suatu komunitas. 12
Mengacu kepada tataran aturan internasional jaminan hak atas kebebasan berpendapat dan
berekpresi dimuat dalam beberapa instrumen hukum internasional, pertama, universal declaration
of human rights atau deklarasi hak asasi manusia 1948 dalam pasal 19 menyebutkan: “setiap orang
berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan
mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima
dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan
tidak memandang batas”. Jelas kiranya bahwa jaminan untuk bicara dan menyampaikan pendapat
secara universal termaktub dalam deklarasi universal HAM. 13 Setiap orang harus mampu
membagikan pendapatnya dengan pihak lain melalui cara atau format apa pun termasuk dengan
orang-orang dan negara lain, karena bagi negara demokrasi isu kebebasan berpendapat sangat
penting dan signifikan bagi pembangunan negara.14
Deklarasi umum Hak Asasi Manusia dipandang sebagai panduan HAM di dunia mengenai
kebebasan berpendapat disebutkan, “setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat dan berekspresi dalam hal ini termasuk kebebasan berpendapat tanpa
mendapat gangguan, dan untuk mencari menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan
pendapat dengan cara apa pun dengan tidak memandang batas-batas. Namun sekalipun diberikan
pembebasan berpendapat ada ketentuan-ketentuan deklarasi umum hak asasi manusia mengenai
kebebasan berpendapat dan berkekspresi diatas dibatasi oleh ketentuan pasal 29 deklarasi umum
hak asasi manusia mengakui adanya pembatasan terhadap kebebasan yang dijamin oleh dekrasari
umum hak asasi manusia sendiri dengan persyaratan yang harus diakomodir, pembatasan kebebasan
yang ditetapkan undang-undang tujuannya semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan yang tepat terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.15
Di Indonesia kebebasan perpendapat dimuka umum secara khusus telah diatur dalam uu no.
9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, uu no. 9 tahun 1998
tentang hak bicara didepan umum, kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, artinya
pendapat aspirasi kita jika merasa bertentangan tidak ada salahnya kita memberikan argumenatatif
baik itu melalui tulisan atau dimuka umum seperti demonstran (unjuk rasa), aktifitas ini dijamin
oleh pemerintah dengan syarat para demonstran sebelum menggelar aksi unjuk rasa agar dapat
membuat surat pemberitahuan secara tertulis kepada polri, namun dilapangan sering kontradiktif
dengan antara mahasiswa dan polri satu sisi polisi meelaksanakan kewajibannya menjaga keamanan
negara sisi lain mahasiswa memperjuangkah aspirasi rakyat dan ini salah satu fungsi mahasiswa
sebagai agen of change sering melakukan yang tidak-tidak untuk menembuh batas karena kalau
tidak seperti itu suara mereka tidak didengar karena dihalangi oleh polisi. Dalam hal ni mengenai
unjuk rasa Nahdlatu Ulama (NU) telah memberikan petujunk ajar agar tertib yaitu dengan pendapat
berdasarkan hasil bahtsul masail, untuk menegakkan ‘amar ma’ruf nahi munkar untuk
memperjuangkan kebenaran serta untuk menegakkan keadilan boleh dilakukan dengan syarat-
syarat berukut :
Pertama, tidak menimbulkan kerusakan dipihak lain, kedua, tidak mendatangkan bahaya
terhadap pihak lain, ketiga, ia dilakukan sebagai alternatif terakhir karena jalan lain seperti

12
M. Choirul Anama dan Muhammad Hafiz, Surat Edaran Kapolri tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate
Speech) dalam kerangkan Hak Asasi Manusia, dalam jurnal “Keamanan Nasional” Vol. I No. 3, 2015, hlm., 344
13
Mardanis, Kontemplasi dan Analisis terhadapa Klasifikasi dan Politik Hukum Penegakan HAM di Indonesia, dalam
jurnal “Rechtsvinding”, Vol. 2 Nomor,3 Desember 2013, hlm. 445
14
Marwandianto dan Helmi Ardani Nasution, Op,Cit, hlm. 3
15
Ibid, hlm. 4

37
Ham dan Kebebasan Berpendapat Dalam Undang-Undang Dasar 1945

musyawarah dan lobi tidak dapat dilakukan lagi, keempat, apabila ditunjukkan kepada pemerintah
unjuk rasa atau menyampaikan pendapat hanya boleh dilakukan dengan cara ta’rif (menyampaikan
penjelasan) dan al-wa’zhu (pemberian nasihat).16
Kebebasan Perpendapat dalam Undang-Undang Dasar
Undang-Undang Dasar merupakan hasil kerja kolektif tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang
sebagian besar beragama Islam, sejak ditetapkannya UUD 1945 adalah undang-undang dasar
nasional yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Di Indonesia telah empat kali perganitan
Undang-Undang Dasar yaitu: pertama, tahun 1945 ( Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
yang de facto berlaku hanya di Jawa, Madura dan Sumatera), kedua, tahun 1949 (Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Serikat yang de facto berlaku diseluruh Indonesia kecuali Irian Barat),
ketiga, Tahun 1950 (Undang-Undang Dasar Indonesia Sementara) negara kesatuan yang de facto
berlaku diseluruh Indonesia kecual Irian Barat, keempat, tahun 1959 (Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945), Undang-Undang Dasar ini berlaku di seluruh Indonesia termasuk Irian
Barat, pada awal reformasi semangat untuk mengubah UUD 1945 bergelora dan MPR telah
melakukan amandemen berupa perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat, masing-masing
pada tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002.17
Salah satu jaminan hak yang diatur dalam undang-undang adalah hak untuk berpendapat,
menyatakan pikiran dan bersertikat (UUD 1945 pasal 28 E,F).18 didalam Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945) tentang hak asasi manusia terdapat pada pasal 28 E sebagai berikut :
(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal, di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap,
sesuai dengan hatinya nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan peribadi dan lingkungan sosialnya serta untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 19
Kemudian penafsiran dari pasal tersebut diakomodir melalui Undang-Undang Nomor 9
tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum pasal 1 ayat (1)
“kemmerdekaan menyampaikan pendapat pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas
dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku”. Kebebasan
berpendapat dalam UUD 1945 dan UU No, 9 tahun 1998 menegaskan bahwa kebebasan
berpendapat merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan diliindungi oleh negara.
Konsep HAM dalam kebebasan berpendapat berkaitan dengan konsepsi negara hukum. Negara
Indonesi sebagai negara hukum telah meratifikasi berbagai aturan internasional dalam menjungjung
tinggi hak kebebasan berekspresi dan berpendapat, konstitusi teleh menjamin hal tersebut, oleh
sebab itu kritikan kepada pemeritah bukan merupakan pelanggaran hukum, kebebasan dalam
berpendapat dijamin dalam konstitusi Indonesia. Adapun pembatasan dalam kebebasan berekspresi

16
Jaih Mubarok, Fiqh Siyasah (Bandung ; Bani Quraisy, 2005), hlm. 139
17
Akhmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar NRI 1945 Kajian Perbandingan tentang Dasar
Hidup Bersama dalam Masyarakat yang Majemuk, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 228
18
Moh Faizur Rohman, Hak Kebebasan Berpendapat dalam Hubungannya dengan Pencemaran Nama Baik Menurut
KUHP Perspektif Teori Maqasi Sharia’h, dalam jurnal, “Tafaqquh”, Vol. 5 Nomor 2, Desember 2017, hlm. 50
19
Sekretariat Jenderal MPR RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2018, hlm. 67-68

38
Jurnal Al-Wasath
Volume 2, Nomor 1, 2021. 33-44

dan berpendapat ditujukan agar terciptanya suatu keamanan dan kesejahteraan antar sesama warga
negara. 20
Masuknya hak asasi manusia (HAM) pada perubahan kedua kedalam UUD 1945 yang
sebelumnya belum ada bab tentang hak asasi manusia (HAM), pada 1999 sampai 2002 MPR
melakukan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi tuntutan reformasi 1998, dimana
pada awal reformasi mucul desakan di tengah masyarakat yang menjadi tuntutan reformasi dari
berbagai komponen bangsa, termasuk mahasiswa dan pemuda, tuntutan itu salah satu adalah
penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). merupakan kemajuan besar dalam proses perubahan Indonesia
sekaligus menjadi salah satu ikhtiar bangsa Indonesia menjadikan Undang-Undang Dasar 1945
tahun 1945 menjadi Undang-Undang Dasar yang makin modern dan demokratis. Dengan adanya
hak asasi manusia (HAM) dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka secara konstitusional hak asasi
setiap warga negara dan penduduk Indonesia telah dijamin. 21
Bangsa Indonesia berpandangan bahwa HAM harus memperhatikan karakteristik Indonesia
dan sebuah hak asasi harus diimbangi dengan kewajiban, sehingga diharapkan akan tercipta saling
menghargai dan menghormati akan hak asasi tiap-tiap pihak. Rumusan HAM yang masuk dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dapat dibagi dalam beberap aspek
yaitu: pertama, HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan, kedua, HAM berkaitan dengan
keluarga, ketiga, HAM berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, keempat,
HAM berkaitan dengan pekerjaan, kelima, HAM berkaitan dengan kebebasan beragama, dan
meyakini kepercayaan, kebebasan bersikap, berpendapat, berserikat, keenam, HAM berkaitan
dengan informasi dan komunikasi, ketujuh, HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan
dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia, kedelapan, HAM berkaitan
dengan kesejahteraan sosial, kesembilan, HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan,
kesepuluh, HAM berjewajiban menghargai hak orang dan pihak orang lain.22
Jika rumusan HAM dalam Undang-Undanng Dasar 1945 itu diimplementasikan secara
konsisten, baik oleh negara maupun oleh rakyat, diharapkan laju peningkatan kulaitas peradaban,
demokrasi, dan kemajuan Indonesia jauh lebih cepat dan jauh lebih mungkin dibandingkan dengan
dengan tanpa adanya rumusan jaminan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan
HAM dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 23 Rumusan HAM dan isinya
didalam Undang-Undang Dasar sangat positif untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dan
beberapa jaminan yang disebutkan didalam pasal-pasal HAM tersebut, tetapi terkadang
berseberangan antara pemerintah dengan rakyat sebut saja para aktivis yang membawa aspirasi
rakyat menyampaikan pendapat dimuka umum berbentuk lisan, belum lagi menyatakan pendapat
secara lisan di media sosial misalnya, jaminan keamanan kurang dirasakan oleh masyarakat sesuai
ruh HAM didalam undang-undang dasar, dan terjadinya pembungkaman antara para politisi.
Menyampaikan pendapat dimuka umum seharusnya tidak terdapat seperti unjuk rasa
berdarah antara polisi dan mahasiswa karena diawal telah disepakati tidak ada keributan tentang
menyampaikan pendapat bahwa pernyataan pendapat itu dilakukan secara damai, tidak bisa
terbendung oleh api amarah antara pembawa aspirasi dan yang mengamankan pada ujungnya
membawa kemudratan, bahkan sampai ada yang harus kehilangan nyawa, belum lagi fasilitas
umum habis dihancurkan supaya unjuk rasa menyempaikan pendapat terlihat begitu hidup, padahal
sudah bertentangan dengan undang-undang dasar didalam pasal-pasal hak asasi manusia disebutkan
diatas “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”,
dan adanya jaminan keamana dari negara hal itu tidak berjalan dengan sepenuhnya, dimana negara
memiliki tiga kewajiban generik terkait hak asasi manusia yaitu menghormati ( obligation of

20
Latipah Nasution, Op, Cit, hlm, 47
21
Sekretariat Jenderal MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia, 2018, hlm. 180
22
Ibid, hlm. 182
23
Ibid

39
Ham dan Kebebasan Berpendapat Dalam Undang-Undang Dasar 1945

respect), melindungi (obligation to protect), dan memenuhi (obligation to fulfil). Individu disisi lain
diikat oleh kewajiban untuk tidak mengganggu hak asasi manusia lainnya.24
Bentuk pengaturan lebih lanjut tentang hak asasi manusia sebagaiman amant Undang-
Undang Dasar adalah sebagai berikut, (1) sesuai dengan pengaturan pasal 28 tentang kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, telah
ditetapkan Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat
dimuka umum dan Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dalam pasal
14, 23, 24, dan 25, yang menyatakan perlindungan dalam kebebasan berekspresi dan
menyampaikan pendapat maupun menyamapikan informasi. 25 (2) sesuai dengan pengaturan
kesamaan kedudukan didalam hukum dan pemerintahan, telah ditetapkan Undang-Undang nomor
40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis, (3) sesuai dengan pengaturan pasal
28I ayat (5) tentang penegakan dan perlindungan hak asasi manusia, telah ditetapkan Undang-
Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik.26
Dibalik kebebasan berpendapat tersebut yang dijamin oleh undang-undang telah dibatasi
oleh pasal-pasal yang tercantum dalam KUHP yaitu terkait dengan pasal-pasal pencemaran nama
baik, fitnah, penghinaan, dan tuduhan palsu antara lain dalam pasal: (1) pasal 207, 208, 209 KUHP;
penghinaan terhadap penguasa dan badan usaha umum diancam pidana 6 tahun penjara, (2) pasal
310, 311, 315, 316 KUHP; penyerangan atau pencemaran kehormatan atau nama baik seseorang,
tuduhan dengan tulisan, diancam pidana 9 bulan, dan 16 bulan penjara. (3) pasal 317 KUHP; fitnah
pemberitahuan palsu, pengaduan palsu, diancam pidana 4 tahun penjara. (4) pasal 320, 321 KUHP;
penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap orang mati, diancam pidana 4 bulan penjara. 27
Terkait pasal 310,311 KUHP mengenai ancaman pidana 9 bulan, dan 16 bulan penjara
menurut Marwandianto sanksi atau hukuman bagi tindak pidana pencemaran nama baik seharusnya
diperluas tidak hanya terbatas pada “demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela
diri”, dan juga pasal 311 KUHP yang menjadi kontroversi di masyarakat justru merupakan pasal
yang paling sering dikenakan kepada pelaku kepada pencemaran nama baik.28 Sebenarnya dalam
UU tentang pers telah diatur bagaimana cara menyampaikan dan menyajikan suatu pendapat ketika
dipulikasikan, salah satu diantaranya adalah harus menjaga etika dan estetika dalam berbicara
maupun menyampaikan pendapat, tidak merusak harga diri orang lain dan tidak menimbulkan
keresahan di masyarakat. Menyatakan pendapat bukan berarti harus semena-mena dalam
menyampaikanny, harus ada etika yang harus dipenuhi dalam menyampaikannya. Hal tersebut
dimaksudkan untuk melindungi hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam konstitusi bahwa
setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan martabat, dan harta
benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.29
Terjeratnya sebagian kedalam jeruji bisa salah satunya etika dalam menyampaikan pendapat tidak
terkendali, lepas begitu saja sehingga muncul suara-suara yang dapat merugikan orang lain,
mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, membuat para petugas kemanan marah dan tidak terima
atas tuduhan-tuduhan yang diamalatkan kepada mereka maupun kepada pemerintah, hal ini jelas
memancing permasalahan besar ketika menyampaikan pendapat dimuka umum misalnya. Disitu
pula terkadang jaminan kemanana terhadap masyakata ketika menyampaikan pendapat tidak
terkontrol dengan baik, karena masing-masing sudah mengedepankan emosi dan ego sektoral.
Tujuan suci dari perumusan HAM didalam undang-undang dasar ujung-ujungnya tidak sampai

24
Marwandianto dan Helmi Ardani Nasution, Op,Cit, hlm. 2
25
Moh Faizur Rohman, Op,Cit, hlm. 57
26
Sekretariat Jenderal MPR RI, Op,Cit, 183
27
Moh Faizur Rohman, Op,Cit, hlm.59
28
Marwandianto dan Helmi Ardani Nasution, Op,Cit, hlm. 23
29
Moh Faizur Rohman, Op,Cit, hlm. 60

40
Jurnal Al-Wasath
Volume 2, Nomor 1, 2021. 33-44

kepada yang dimaksud bahwa menyampaikan pendapat merupakan hak dasar yang dilindungi oleh
konstituis. Belum lagi menyampaikan pendapat diruang tulisan hari ini seperti di media sosial yang
di kerumuni bebepa kasus yang menjerat orang lain dan diri sipembuat.
Direrktorat Siber Bareskrim POLRI dalam datanya menyebutkan bahwa pidana pencemaran
nama baik melalui media sosial adalah yang paling banyak ditangani kepolisian. Kasus pencemaran
nama baik mendominasi dibanding kasus-kasus kejahatan dunia maya lainnya. Pada tahun 2017
terdapat 1.451 laporan, dan tiga bulan pertama di tahun 2018 terdapat 338 laporan terkait
pencemaran nama baik. Tekadang persoalan sepele seperti saling ejek, kritik yang dianggap
menghina, sampai-sampai penagih utang yang dialporkan ke Polisi karena dianggap mencemarkan
nama baik. Muncul juga pelaporan dengan nada yang sama terkait merebaknya informasi-informasi
yang tidak benar (hoax) di masyarakat.30

KESIMPULAN DAN SARAN


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri seseorang sudah ada
sejak ia lahir yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun karena sudah menjadi hak milik pribadi
dan dijamin oleh negara melindungi setiap waganya, termasuk hak kebebasan berpendapat
merupakan kegiatan yang sah didepan hukum. Kebeasan berpendapat didalam HAM, universal
declaration of human rights atau deklarasi hak asasi manusia 1948 dalam pasal 19 menyebutkan:
“setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini
termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk
mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara
apapun juga dan tidak memandang batas. Dan juga diatur didalam UUD 1945.
Kebebasan berpendapat didalam Undang-Undang Dasar 1945 diatur dalam undang-undang
adalah hak untuk berpendapat, menyatakan pikiran dan bersertikat (UUD 1945 pasal 28 E,F)”Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kemudian dalam
Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum pasal 1 ayat (1) “kemerdekaan menyampaikan pendapat pikiran dengan lisan, tulisan dan
sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan perundangan yang
berlaku”. Kebebasan berpendapat dalam UUD 1945 dan UU No, 9 tahun 1998 menegaskan bahwa
kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan diliindungi
oleh negara, selain itu Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, dalam
pasal 14, 23, 24, dan 25, yang menyatakan perlindungan dalam kebebasan berekspresi dan
menyampaikan pendapat maupun menyamapikan informasi. Menurut penulis terlihat kuat undang-
undang yang meilndungi tentang kebebasan berpendapat yang merupakan Hak asasi manusi yang
dijamin, tetapi belakangan ini kebebasan berpendapat terkadang hanya masih wajar kritik
membangun yang dilakukan oleh rakyat tapi kerap kebebasan berpendapat mengalami penyempitan
ruang publik baik itu lisan, maupun tulisan.

30
Marwandianto dan Helmi Ardani Nasution, Op,Cit, hlm. 3

41
Ham dan Kebebasan Berpendapat Dalam Undang-Undang Dasar 1945

REFERENSI
Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945 Sekretariat Jenderal MPR RI. 2018.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekeaan berpendapat di muka umum

Akhmad Sukardja. 2012. Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar NRI 1945 Kajian
Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat yang Majemuk. SInar
Grafika. Jakarta.
Jaih Mubarok. 2005. Fiqh Siyasah. Bani Quraisy. Bandung
Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi.
Paradigma. Yogyakarta.
Latipah Nasution. Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekpresi dalam Ruang Publik di Era Digital.
Buletin Hukum dan Keadilan. Vol. 4. No. 3 2020.
M. Choirul Anama dan Muhammad Hafiz. Surat Edaran Kapolri tentang Penanganan Ujaran
Kebencian (Hate Speech) dalam kerangkan Hak Asasi Manusia. Jurnal Kemanan Nasional
Research Vol. 1 No, 03. 2015
Maghfur Ahmad. Nahdlatul Ulama dan Pengegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jurnal
Religia Research Vol.13, No.2, Oktober 2010.
Mardanis. Kontemplasi dan Analisis terhadapa Klasifikasi dan Politik Hukum Penegakan HAM di
Indonesia. Jurnal Rechtsvinding. Research Vol. 2 No. 3 Desember 2013
Marwandianto dan Helmi Adrdani Nasution. Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekpresi
dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP. Jurnal HAM. Vol. 11 No. 1 April 2020
Moh Faizur Rohman. Hak Kebebasan Berpendapat dalam Hubungannya dengan Pencemaran
Nama Baik Menurut KUHP Perspektif Teori Maqasi Sharia’h. Jurnal Tafaqquh. Research
Vol. 5 No. 2. Desember 2017
Pinter Politik (b). Jokowi justru Butuhkan UU ITE, (2021). https://www.pinterpolitik.com/in-
depth/jokowi-justru-butuhkan-uu-ite, 25 Februari 2021, accessed 25 April 2021.
Sekretariat Jenderal MPR RI. 2018. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia.
Jakarta.
Tanang Haryanto dkk. Pengaturan tentang Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 sebelum dan setelah Amandemen. jurnal Dinamika Hukum. Researcah Vol. 8.
No. 2 Mei 2008.
Yandhrie Arvian (a). Jokowi Jalan Mundur Demokrasi .
https://koran.tempo.co/read/editorial/462207/mengapa-indeks-demokrasi-merosot-di-era-
jokowi?#.YDb8jUAA3qo, 09 Februari 2021, accessed 25 Februari 2021

42
Jurnal Al-Wasath
Volume 2, Nomor 1, 2021. 33-44

Competing interests
No conflict interest.

Funding.
None.

Acknowledgements.
Thank you to all those who have supported and helped this research.

About the Authors


The authors is a lecture at UIN Sultan Syarif Kasim Riau

43

Anda mungkin juga menyukai