Anda di halaman 1dari 4

ETIKA DEMONSTRASI DALAM KEBEBASAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT

DI MUKA UMUM
Oleh :
Demokrasi memberikan ruang ekspresi yang terbuka bagi setiap orang untuk
menyuarakan aspirasinya secara bebas dan terbuka. Saat ini, kebebasan dalam berpendapat
adalah hak bagi setiap warga negara, tidak ada satu pun aturan perundang-undangan yang
melarang seseorang untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum. Ini membuktikan
bahwa bangsa Indonesia sudah mengenal dan mengakui hak-hak individu, terutama hak
mengemukakan pendapat di muka umum. Sebenarnya, jika dilihat dari sejarah, kebebasan
berpendapat di muka umum bukan merupakan warisan sejarah abad modern. Jauh sebelum
AS melakukan ekspansi ideologi demokrasi, bangsa Indonesia sudah mengenal budaya unjuk
rasa yaitu pada masa Keraton Surakarta. Ketika itu, unjuk rasa didefinisikan sebagai bagian
kontrol sosial terhadap kebijaksanaan raja atau istana.  
Unjuk rasa atau demonstrasi selalu mengiringi perjalanan bangsa Indonesia
mulaisebelum Indonesia merdeka, Orde lama, Orde baru hingga era Reformasi, bahkan
beralihnya Orde baru ke era Reformasi adalah hasil perjuangan dari para demonstran, demo
pada masaini adalah demo terbesar sepanjang sejarah berdirinya Indonesia, bahkan hingga di
warnaidengan insiden penembakan oleh aparat, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa
karenapada masa orde baru, hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat sangat dikekang
olehpemerintah. Media massa dicekal, pelopor demonstrasi ditangkap dan demonstran
dibubarkandengan kekerasan. Namun akhirnya perjuangan itupun berhasil dan hasil
perjuangan ituadalah era reformasi.
Mulai era reformasi hingga sekarang demonstrasi masih tetap
bermunculan,demonstrasi sesalu muncul ketika ada permasalahan yang muncul. Sebagai
negara yangdemokrasi pelaksanaan demonstrasi tentunya di anggap sebuah hal yang wajar,
karena dalamdemokrasi Negara harus mengakui, melaksanakan serta melindungi adanya Hak
Asasi Manusia (HAM). HAM sendiri terdiri atas beberapa macam, salah satunya adalah hak
untukmengemukakan pendapat yang diatur dalam Undang.
Di Indonesia, kebebasan menyampaikan pendapat diatur dalam : (1)Undang-Undang
Dasar 1954 (Amandemen IV), dalam Pasal 28, ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undangundang” dan Pasal 28 E Ayat 3, ”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, danmengeluarkan pendapat.” (2)Ketetapan MPR No. XVV/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia Pasal 19. ”Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.” (3) UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 2. ”Setiap warga negara, secara perorangan
atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”
Undang-undang ini mengatur tentang:
1. Konsep Dasar dan Asas
a) Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara.
b) Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau
lebih,untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara
demonstratif dimukaumum berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapatdi Muka Umum.
c) Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum.
d) Mimbar bebas adalah kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum secara
bebasdan terbuka tanpa tema tertentu. Asasnya adalah keseimbangan antarahak dan
kewajiban,musyawarah mufakat, kepastian hukum dan keadilan, proposionalitas, serta
asas manfaat.

2. Hak dan Kewajiban:


a) Mengeluarkan pikiran secara bebas.
b) Memperoleh perlindungan hukum.
c) Menghormati hak-hak kebebasan orang lain.
d) Menghormati aturan-atauran moral umum yang dihormati.
e) Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f) Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum.
g) Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.Hak dan kewajiban aparatur negara
adalah
h) Melindungi Hak Asasi Manusia.
i) Menghargai asas legalitas.
j) Menghargai prinsip praduga tak bersalah.
k) Menyelengarakan pengamanan.

3. Bentuk-bentuk Penyampaian Pendapat


a) Unjuk rasa atau demonstrasi.
b) Pawai.
c) Rapat umum.
d) Mimbar bebas.

4. Tata Cara Pemberitahuan Kegiatan


a) Penyampain pendapat di muka umum dalam bentuk unjuk rasa atau
demonstrasi,pawai, rapat umum dan mimbar bebas wajib diberitahukan secara tertulis
kepada Polri. Pemberitahuan disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau
penangung jawabkelompok. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana di atas, tidak
berlaku bagi kegiatan-kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
b) Pemberitahuan dilakukan selambat-lambatnya 3x24 ( tiga kali dua puluh empat)
jamsebelum kegiatan dimulai dan telah diterima oleh Polri setempat.

5. Surat PemberitahuanSurat pemberitahuan ini mencakup:


a. Maksud dan tujuan.
b. Tempat, lokasi, dan rute.
c. Waktu dan lama.
d. Bentuk.
e. Penangung jawab.
f. Nama dan alamat organisasi, kelompok, atau perorangan.
g. Alat peraga yang digunakan.
h. Jumlah peserta. Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau
demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung
jawab.
Setelah menerima surat pemberitahuan, Polri wajib :
 segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan
 berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum
 berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan
penyampaianpendapat
 mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
 Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan
secaratertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya
24 (dua puluhempat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
Dari penjabaran tersebut demonstrasi merupakan salah satu perwujudan dari hak
untukmengeluarkan pendapat, unjuk rasa masih dianggap sah dan sesuai dengan nila-
nilaidemokrasi pancasila apabila masih berada pada alur yang benar, berjalan tertib,
tidakmenggunakan kekerasan atau anarkisme serta tidak melanggar peraturan yang ada. Etika
atautata cara demonstrasi yang sesuai dengan nila-nilai demokrasi pancasila telah diatur
dalamundang-undang.
Penjelasan dan aturan yang ditetapkan oleh undang-undang tersebut, tentu
mempunyaitujuan dan makna tentang bagaimana seharusnya aksi dan tindakan pelaksanaan
dari padademontrasi itu sendiri, yang dibuat secara struktur dan sistematis serta sesuati
dengan nilai-nilai demokrasi pancasila. Dengan tujuan bahwa baik pelaksanaan (pendemo)
maupun yangdituju (didemo), haknya dijamin dengan pagar undang-undang dan aturan yang
berlaku,dengan tujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadinya
pelanggaran HAM yang memakan korban jiwa.Akan tetapi demonstrasi yang terjadi dewasa
ini, masyarakat seolah menganggapunjuk rasa sebagai wahana atau tempat untuk menghina,
mencaci dan memaki para lawan politik, atau pihak yang tidak sependapat dan para pejabat
pemerintahan lainnya. Unsurkearifan, moralitas, kesantunan, serta pentingnya ditegakkannya
keadilan yang dahulu sangatditonjolkan dalam unjuk rasa saat ini telah jauh memudar.
Dalam hal ini, demonstrasi tidaksesuai dengan demokrasi pancasila. Selain itu, saat ini
pelaksanaan unjuk rasa parademonstran bukan hanya sekedar mengemukakan pendapat
namun lebih mengarah padamemaksakan pendapat, sehingga untuk memaksakan
kehendaknya ini mereka melakukantindakan anarkis. Jadi tindakan anarkis yang dilakukan
merupakan wujud dari pemaksaankehendak, dengan harapan agar kehendak atau aspirasi
yang mereka suarakan diperhatikannamun mengabaikan nilai-nilai demokrasi Pancasila
dimana etika atau tata cara penyampaianpendapat telah diatur dalam undang-undang.
Referensi
Anggraeni,H,N, dkk. 2015. Etika Demonstrasi dalam Sistem Demokrasi di Indonesia
Nurul Anggraeni Hidayati. Makalah : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang
Jimly Asshidique, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta:Sinar Grafik, 2010),
hlm. 7-9.
Tri Pranaji, Aksi Unjuk Rasa Dan Radikalisme “serta Penanganannya dalam Alam
Demokrasi Indonesia. Jurnal Penelitian Agro Ekonomi. Volume 26, 2(Desember
2008),hlm. 139.

Penulis adalah mahasiswa Fakultas hukum


Universitas Jambi

Anda mungkin juga menyukai