Anda di halaman 1dari 34

26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem

pemerintahannya namun, penerapan demokrasi indonesia mengalami beberapa

perubahan sesuai kondisi politik dan pemimpin kala itu. Sejak Indonesia menjadi

negara pada 17 agustus 1945, dalam UUD 1945 menetapkan bahwa negara

kesatuan republik indonesia menganut paham demokrasi, dimana kedaulatan

(kekuasaan tertinggi) berada ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh

Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR), atau tergolong sebagai negara penganut

paham demokrasi perwakilan. Namun demokrasi yang dikembangkan pada masa

orde lama, orde baru sampai reformasi mempunyai versinya masing-masing

ketika pada masa orde baru. Demokrasi masi belum berjalan dengan baik terlihat

misalnya seperti kebebasan dalam organisasi belum sepenuhnya dapat dijalankan

oleh rakyat indonesia pada masa itu.

Berakhirnya era pemerintahan orde baru membuka peluang terjadinya

reformasi politik dan demokrasi di indonesia. Demokrasi di Indonesia dinilai

mulai mengalami perubahan dan kemajuan khususnya oleh para aktifis dalam hal

kebebasan dan berekpresi dan menyatakan pendapat di era reformasi jauh lebih

baik dari masa sebelumnya akan tetapi problemmatikanya adalah semakin banyak

Ormas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi kampus dan lainnya

menggunakan kebebasan menyalurkan pendapat dengan jalur aksi, dan bahkan

demonstrasi untuk mengkritik kinerja pemerintah.1

1
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 4
27

Berbicara mengenai demokrasi maka tidak bisa dipisahkan dari tatanan

sebuah negara dalam skala besar, yang di dalamnya terdapat berbagai tatanan

kehidupan, salah satunya kebebasan berpendapat, dalam hal ini kebebasan

berpendapat tidak luput dari kalangan mahasiswa di tahun 1998 dalam

penumbangan rezim Orde Baru menjadikan demonstrasi sebagai media yang

ampuh dalam mengontrol kekuasaan pemerintah.

Menurut Wahbah al-Zuhayli kebebasan berpendapat adalah prinsip yang

sangat dikedepankan oleh islam. Prinsip ini menuntut orang untuk dengan tegas

menyatakan kebenaran tanpa takut kepada siapapun, meskipun itu adalah

pemerintah.2 Sejarah islam sendiri, tepatnya pada masa pemerintahan Khalifa

Utsman bin Affan pernah mencatat adanya demonstrasi. Dalam kurun waktu lebih

dari dua belas tahun dalam pemerintahan Utsman bin Affan dapat dibagi menjadi

dua tahap pada enam tahun pertama pemerintahan berjalan dengan normal,

administrasi berjalan dengan efektif, perluasan wilayah perluasan wilayah terus

dilakukan serta pembangunan sarana prasarana berjalan lancar, sedangkan pada

enam tahun terakhir masa pemerintahahnnya mulai goyah oleh goncangan rakyat

terutama wilayah kuffah, basrah dan mesir banyak menuai protes dari rakyat.

Hal ini sesebabkan oleh kebijakan-kebijkan yang diambil oleh khalifah Utsman

Bin Affan dinilai kurang adil, hal tersebut ditandai dengan pertama, pencopotan

jabatan Gubernur Kuffa, Mesir dan Basrah yang digantikan oleh keluarganya

sendiri sehingga mempengaruhi kebijakan- kebijakan pemerintahan. Kedua,

adanya isu penyelewengan dana baitul mall menuai protes yang semakin hari

semakin meluas dan puncaknya berakhir dengan demonstrasi secara masif

2
J. Suyuti Pulungan, Prinsip Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau
Dari Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1994), h. 156.
28

diberbagai daerah.3

Demonstrasi adalah istilah dari suatu hal yang sudah tidak asing lagi di

telinga kita, mulai dari anak kecil, orang dewasa, orang tua, orang desa, orang

kota, rakyat jelata sampai pada pejabat negara. Demonstrasi adalah bahasa media

masa untuk menyebut suatu unjuk rasa atau aksi masa sebagai bentuk protes atau

suatu kekecewaan terhadap sesuatu yang dianggap tidak adil (dzalim) baik dalam

hal ekonomi, politik, sosial maupun hal lainnya.

Adapun dalam terminologi bahasa arab demonstrasi terbagi atas dua

jenis, yaitu:

1. Muzahara, yaitu aksi sekelompok di tempat-tempat umum untuk menuntut

perkara perkara yang sudah menjadi tugas negara atau para penanggung

jawabnya. Para demonstran dalam aksi tersebut biasanya melakukan

pengrusakan, penghancuran dan pembakaran barang-barang milik Negara

maupun barang individu.

2. Mastrah hampir sama dengan demonstrasi yaitu aksi sekelompok

masyarakat untuk mendukung atau menuntut sesuatu. Akan tetapi tidak

disertai perusakan, penghancuran dan pembakaran atas barang-barang, milik

umum maupun khusus. Adapun konsep amar Ma’ruf nahi mungkar dapat

diaplikasikan dalam berbagai bentuk, diantaranya demonstrasi melalui

media dakwah, baik dakwah bil- lisan maupun dakwah bil-qalam

tergantung pada konteks Umar ma’ruf itu sendiri. Sehingga dalam hal ini,

demonstrasi dapat dikatakan sebagai bentuk panjang dari Umar ma’ruf nahi

mungkar.4

3
Muhammad Arif, Pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, (Makassar: Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2015), h. 27.
4
Abu al-Husain Muslim bin Hijaj al-Qusain al-Naisaburi, Sahih Muslim (Beirut: Dar
al- Kutub al-Ilmiyyah, 1992), h. 49.
29

Adapun dalam perspektif hukum islam, aksi demonstrasi sendiri

merupakan saran untuk menasehati seseorang yang telah berbuat kemungkaran

agar kembali kepada kebaikan, sebagai bentuk amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini

dapat dilihat dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam QS.

Al-Imran/3:104 yang berbunyi:

‫َو ْلَتُك ْن ِّم ْنُك ْم ٰۤل ُاَّم ٌة َّيْدُع ْو َن ِاَلى اْلَخ ْيِر َو َيْأُم ُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َيْنَهْو َن َع ِن‬
‫اْلُم ْنَك ِرۗ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو ن‬
Terjemahnya:
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah
dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang beruntung.5
Perwujudan kehendak warga negara bebas dalam menyampaikan pikiran

secara lisan, tulisan, dan sebagainya tetap harus dipelihara agar seluruh tatanan

sosial kelembagaan tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum

yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam

pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintregasi

sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan

masyarakat.6

Pada Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, pasal 5 dan 6 menyatakan bahwa hak

para demonstran meliputi hak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas, serta hak

untuk mendapatkan perlindungan hukum. Sedangkan kewajiban para demonstran

dalam melakukan demonstrasi meliputi kewajiban untuk menghormati aturan-

5
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-qur’an, 1984), h. 93.
6
Mariam Budiarjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
h.
134.
30

aturan moral yang diakui umum, mentaati hukum yang berlaku serta menjaga

keamanan dan ketertiban umum.7

Sebelum ada Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di muka Umum, persoalan menyampaikan pendapat di

depan umum ini diatur dalam pasal 28 UUD 1945. Pasal tersebut bahwa

kebebasan berserikat, berkumpul dan kebebasan menyampaikan pikiran serta

tulisan dijamin oleh negara dengan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku

sehubungan dengan hak dan kewajiban yang harus ditaati dengan baik oleh para

demonstran, sebagai aturan main dalam melakukan demonstrasi.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat ini juga sejalan dengan pasal 19

Deklarasi Universal hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi:


Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak
memandang batas-batas. 8
Seiring dengan dinamika masyarakat yang semakin maju dibentuknya

Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan

Pendapat di Muka Umum ternyata menimbulkan masalah baru yang juga sangat

meresahkan masyarakat.Pihak-pihak yang melakukan penyampaian aspirasi

melalui demonstrasi ternyata tidak mengindahkan aturan yang ada yaitu Pasal 406

Ayat (1) yang berbunyi:


Barang siapa yang dengan sengaja dan melawan hukum mengahancurkan,
merusak, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.9

7
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan pendapat di Depan Umum, Pasal (5) dan (6).
8
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, Pasal 19.
9
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 406 ayat (1).
31

Seperti mahasiswa pada umumnya, mahasiswa di IAIN Sultan Amai

Gorontalo juga sering terlibat dalam beberapa aksi demonstrasi baik ditujukan

kepada pihak pemerintah maupun pihak kampus itu sendiri. Unjuk rasa yang

dilakukan oleh mahasiswa bukan hanya untuk kepentingan rakyat semata, tetapi

juga untuk kepentingan sesama mahasiswa. Mahasiswa melakukan unjuk rasa di

dalam area kampus yang dinilai tidak berpihak memihak pada mahasiswa.

Dalam praktik unjuk rasa, kebebasan atau kemerdekaan untuk menyampaikan

aspirasi tidak selamanya berjalan sesuai yang diharapkan oleh mahasiswa yang

melakukan demonstrasi. Oleh karena itu banyak aksi unjuk rasa yang berakhir

dengan kerusuhan.

Berdasarkan pengamatan peneliti terkait dengan aksi demonstrasi yang

pernah dilakukan oleh mahasiswa. Aksi demonstrasi yang lebih sering dilakukan

di depan gedung rektorat kampus itu selalu disertai dengan aksi membakar ban

dan demo seperti ini terjadi bukan hanya pertama kali, melainkan untuk yang

kesekian kalinya. Selanjutnya pada aksi yang sama melibatkan puluhan

mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo yang tergabung dalam Dewan Eksekutif

Mahasiswa (DEMA) dan juga aliansi organisasi mahasiswa lainnya terhadap

berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, terutama menolak kenaikan Bahan

Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan di Bundaran Saronde, aksi tersebut

dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah karena menaikan (BBM),

namun alih-alih menyuarakan asprirasi rakyat malah justru memicu kemarahan

masyarakat yang tengah mengantri mengisi bahan bakar, sebab mahasiswa sempat

menduduki area stasiun pengisian bahan bakar minyak, alhasil aksi mahasiswa

tersebut bukannya mendapatkan simpati, melainkan caci maki dari masyarakat.

Bukan hanya kali itu saja, aksi demonstrasi mahasiwa IAIN Gorontalo dalam
32

menyuarakan pendapat sering kali disertai dengan pengrusakan, seperti dalam

demonstrasi yang menuntut untuk menurunkan oknum dosen yang diduga

melakukan pelecehan terhadap salah satu mahasiswa di IAIN Gorontalo, namun

alih-alih aksi tersebut berjalan dengan teratur yang mengedepankan etika

menyuarakan kebebasan berpendapat malah melakukan pengrusakan fasilitas

kampus yang selama ini selalu disuarakan oleh kalangan mahasiswa IAIN

Gorontalo yang lain, alhasil aksi tersebut bukannya mendapatkan simpati dan juga

solusi, melainkan hanya mendapatkan kritikan dari mahasiswa yang lain yang

tidak ikut serta dalam aksi tersebut.

Berdasarkan yang ditemukan dilapangan bahwa aksi penyampaian aspirasi

oleh beberapa mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo itu dilakukan pada tanggal

25 Desember 2022, Faktor utama yang melatarbelakangi terjadinya pengrusakan

fasilitas tersebut yaitu tidak adanya keputusan yang tegas dari pihak kampus

mengenai permasalahan atau tuntutan yang dilayangkan oleh massa aksi pada

setiap kali aksi dilakukan. Maka Dengan tindakan tersebut akibatnya beberapa

mahasiswa yang merupakan massa aksi pada aksi mendapatkan ganjaran yaitu

berupa skorsing dan tidak diperbolehkan terlibat dengan kegiatan akademik

selama satu tahun kedepan.

Melihat fenomena yang terjadi maka penulis tertarik melakukan penelitian

tentang “Analisis Atas Kebebasan Berpendapat Menurut Hukum Tata Negara dan

Hukum Tata Negara Islam (Siyayah) Di Kalangan Mahasiswa IAIN Sultan Amai

Gorontalo”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kebebasan berpendapat di kalangan mahasiswa IAIN Sultan


33

Amai Gorontalo menurut Hukum Tata Negara ?

2. Bagaimana kebebasan berpendapat di kalangan mahasiswa IAIN Sultan

Amai Gorontalo menurut Hukum Tata Negara Islam dalam perspektif

Maslahah Mursalah?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kebebasan berpendapat di kalangan mahasiswa IAIN

Sultan Amai Gorontalo menurut Hukum Tata Negara.

b. Untuk mengetahui kebebasan berpendapat di kalangan mahasiswa IAIN

Sultan Amai Gorontalo menurut Hukum Tata Negara Islam dalam perspektif

Maslahah Mursalah.

2. Kegunaan Penelitian

1. Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan untuk

mengembangkan ilmu hukum khusunya dalam analisis atas kebebasan

berpendapat menurut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Negara Islam

(siyayah) di kalangan mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo.

2. Praktis

Penelitian ini secara praktis memiliki kegunaan, yaitu:

1) Membantu dan memberikan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para

pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti khususnya tentang analisis

atas kebebasan berpendapat menurut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata

Negara Islam (siyayah) di kalangan mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo.


34

2) Menjadi sumber referensi ilmiah baru dalam meneliti suatu masalah terkait

permasalahan yang ada di dalam penelitian ini dan menjadi referensi peneliti

berikutnya dalam mencari tahu tentang analisis atas kebebasan berpendapat

menurut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Negara Islam (siyayah) di

kalangan mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo.

D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Definisi Oprasional

Beberapa istilah terkait judul penelitan akan diuraikan dengan maksud

menghindari terjadinya kekeliruan dalam penafisran pembaca dalam memahami

isi dari penelitian tersebut.

a. Analisis

Analisis adalah kata benda yang berarti penyelidikan terhadap suatu peristiwa,

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Analisis adalah proses pemecahan masalah

yang di mulai hipotesis (dugaan dan sebagainya), sampai terbuk- ti kebenarannya melalui

beberapa kepastian (pengamatan,percobaan dan sebagainya). Jadi analisis hukum adalah

menyelidiki suatu kebenaran yang ditinjau dari aspek hukum.

b. Kebebasan Berpendapat

Kebebasan berpendapat dimuka umum merupakan salah satu bagian dari

Hak Asasi manusia (HAM). Kemerdekaan setiap warga negara untuk

menyampaikan pendapat dimuka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam

tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Hak asasi manusia

adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir
35

sebagai anugerah dari Tu- han.Pada hakekatnya hak asasi manusia terdiri atas dua

hak dasar yang paling fun- damental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan.10

Dasar hukum sebagai jaminan atas kebebasan berpendapat di Indonesia, telah

tertuang dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu:


1) Pasal 28 menyatakatan bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan

deng an undang-undang.”

2) Pasal 28 E ayat (2) menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan

meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati

nuraninya,

3) Pasal 28 E ayat (3) menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan

berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

4) Pasal 28 F menyatakan bahwa “setiap orang berhak berkomunikasi dan

memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya, serta

5) Berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.”

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

menyampaikan pendapat di muka umum. Ketentuan pasal 2 yang menyatakan

bahwa “setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas

10
Dyan Prasasti Matias Shenty, “Kebebasan Berpendapat Menurut Teori Kebebasan
dan Hak Kebebasan Berpendapat di Indonesia”, ( Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
2019) , h. 4.
36

menyampaikan pendapat sebagai pewujudan hak dan tanggung jawab

berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.11

Menurut Hans Kelsen mengenai ide kebebasan dalam konteks kehidupan

bermasyarakat ini sejalan dengan pemikiran cendekiawan muslim Abu Nashar bin

Mohammad bin Mohammad bin Tharkam bin Unzalagh atau yang lebih dikenal

dengan sebutan Farabi. Bagi Farabi, kehidupan manusia tidak bisa lepas dari

masyarakat karena pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial. Hakekat ini

merupakan sebuah kecenderungan yang alami. Adapun kecenderuangan untuk

hidup bermasyarakat tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok, akan

tetapi juga menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan kepada

manusia kebahagiaan, tidak saja secara material, namun juga spritual. Salah satu

kelengkapan hidup adalah timbulnya berbagai macam pikiran atau ide. Ini bisa

diartikan bahwa ide kebebasan dalam versi Farabi merupakan sebuah

kecenderungan alami, dengan tujuan kebahagiaan hidup.12

Jadi, kebebasan berpendapat merupakan hak dari setiap warga negara

untuk berpikir dan mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan yang

sesuai dengan hati nuraninya masing-masing.

c. Hukum Tata Negara

Istilah hukum tata negara di Indonesia berasal dari bahasa Belanda yaitu

staatsrecht. Hukum di Indonesia mengadaptasi hukum Belanda dalam bentuk civil

law, maka istilah-istilah bahasa Belanda banyak digunakan dalam sistematika

hukum Indonesia. Penjelasan lebih lanjut istilah hukum tata negara juga

11
Asep Mahbub Junaedi dan Siti Ngainnur Rohmah, “Relevansi Hak Kebebasan
Mengeluarkan Pendapat Dalam Pasal 28E Ayat 3 Undang Undang Dasar 1945 Negara Republik),
(Journal of Islamic Law, Vol.4 No.2. Oktober 2020), h. 242.
12
HM Thalhah, “Menyebarkan Kembali Pemahaman Teori Demokrasi Melalui Pemikiran
Hans Kelsen”, (Jurnal UNISIA, Vol. 21 No. 69 September 2008), h. 274-275.
37

ditemukan dalam bahasa Jerman,14 Verfassungrecht yang berarti hukum tata

negara adalah keseluruhan kaidah dan norma-norma hukum untuk mengatur

bagaimanakah sesuatu negara itu harus dibentuk, diatur atau diselenggarakan

termasuk badan-badan pemerintahan, lembaga-lembaga negara termasuk juga

peradilannya dengan ketentuan batas-batas kewenangan antar kekuasaan satu

badan pemerintahan dengan lainnya.13

Telah menjadi kesatuan pendapat di antara para sarjana hukum Belanda

untuk membedakan antara “hukum tata negara dalam arti luas” (staatsrecht in

ruime zin) dan “hukum tata negara dalam arti sempit” (staatsrecht in enge zin),

dan untuk membagi hukum tata negara dalam luas itu atas dua golongan hukum,

yaitu:

1) Hukum tata negara dalam arti sempit (stattsrecht in enge zin) atau singkatnya

dinamakan hukum tata negara (staatsrecht);

2) Hukum tata usaha negara (administratief recht).14

Menurut J.H.A. Logeman, hukum tata negara adalah serangkaian kaidah

hukum mengenai pribadi hukum dari jabatan atau kumpulan jabatan di dalam

negara dan mengenai lingkungan berlakunya (gebeid) hukum dari suatu negara.

Pribadi hukum jabatan adalah pengertian yang meliputi serangkaian persoalan

mengenai subjek kewajiban, subjek nilai (waardensubject), personifikasi,

perwakilan, timbul dan lenyapnya kepribadian, serta pembatasan wewenang

pengertian lingkungan berlakunya ialah lingkungan kekuasaan atas daerah

(wilayah), manusia dari sesuatu negara, dan lingkungan waktu.15

13
Yan Pramadya Puspa, Kamus Bahasa Belanda, (Semarang: Penerbit Aneka Ilmu,
1977), h. 445.
14
Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum, Hukum Tata Negara Indonesia (Edisi Revisi),
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 5.
15
J.H.A. Logemann, Over de Theorie van een Stellig Staatsrect, (Leiden: Universitaire
Pers Leiden, 1948), h. 81.
38

d. Hukum Tata Negara Islam

Hukum Tata Negara Islam (Siyasah) adalah ilmu untuk mempelajari

segala sebab musabab, segala masala dan aspek yang berkaitan antara lain dengan

asal usul negara dalam sejarah islam, sejarah perkembangannya, organisasi dan

fungsi serta perannya dalam kehidupan umat, segalah bentuk hukum, peraturan

dan kebijaksanaan yang dibuat oleh penguasah.16

Secara klasik hukum islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan

wahyu Tuhan dan sunah Rosul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang

diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama

Islam. Pemahaman ini berunjuk kepada istilah fiqh dalam arti produk hukum

sistematis yang disusun manusia berdasarkan sumber utama ajaran Islam. di

kalangan pemikir muslim, imam Algazali berpandangan bahwa hukum islam

adalah hukum yang memasrakan diri pada tuhan. Hukum memasrakan diri pada

tuhan dapat disebut hukum alami dan bukan Ihsani. Hukum alami (fisika) dapat

ditemukan oleh ahli-hli ilmu alam, dan hukum isani dapat ditemukan oleh para

filsuf moral.17

2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada efektivitas penegakan hukum pidana

terhadap penjual kosmetik ilegal pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang kesehatan di Kota Gorontalo.

a. Analisis tehadap aksi demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa.

b. Analisis terhadap aksi demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa

Institut Agama Islam Negeri Gorontalo ditinjau dari hukum positif.

16
Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 26.
17
Ahmad Hasan Ridwan, ”Implikasi Hermeneutika dalam Reinterpretasi Teks-Teks
Hukum Islam”, (Jurnal Al-‘Islam, Vol.XIII, No.1, Juni 2016), h. 94-95.
39

E. Telaah Pustaka

Mengenai kajian kepustakaan, beberapa temuan kajian teori ataupun data

pendukung yang dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti yang dapat

dijadikan sebagai sumber referensi dalam melakukan penelitian ini yang

membahas tentang Analisis terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan

berpendapat berdasarkan hukum positif dan hukum islam, adapun penelitian-

penelitian sebelumnya antara lain:

1. Skripsi dari Tri Setiawan yang berjudul “Pandangan Hukum Islam dan

Hukum Positif Tentang Perbuatan Demonstrasi Mahasiswa (Studi Di

Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung)” Adapun penelitian dari Tri

Setiawan ini membahas tentang Bagaimana Pandangan Hukum Islam dan

Hukum Positif terhadap tentang perbuatan demonstrasi Mahasiswa

Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.18 yang menjadi pembeda

yaitu hanya terletak pada objek penelitian.

2. Skripsi dari Abdussalam yang berjudul “Persepsi Aktivis Mahasiswa

Universitas Islam Negeri Suska Riau Terhadap Demonstrasi Dalam

Menyampaikan Pendapat Menurut Perspektif Fiqh Siyasah” adapun penelitian

dari Abdussalam ini membahas tentang Persepsi Aktivis Mahasiswa UIN

Suska Riau terhadap demonstrasi dalam menyampaikan pendapat, faktor-

faktor yang mempengaruhi persepsi Aktivis Mahasiswa terhadap demonstrasi

serta pandangan Fiqh Siyasah terhadap Persepsi Aktivis Mahasiswa UIN

Suska Riau.22 Sedangkan yang menjadi pembeda adalah penelitian penulis

lebih spesifik membahas pada dampak dari demonstrasi yang dilakukan oleh

18
Tri Setiawan, “Pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Perbuatan
Demonstrasi Mahasiswa”, Skripai, (Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, 2019).
40

mahasiswa itu sendiri yang mengakibatkan rusaknya fasilitas kampus dan

pada penelitian ini juga menggunakan tinjauan dari Hukum Positif Indonesia

dan Hukum Islam.19

3. Skripsi dari Sofwan Asfa yang berjudul “Analisis Fiqh Siyasah dan Undang-

undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat

di Depan Umum Terhadap Aksi Demonstrasi di Indonesia” adapun penelitian

dari Sofwan Asfa ini membahas tentang pandangan Fiqh Siyasah terhadap

pelaksanaan aksi demonstrasi dalam hubungannya dengan kemerdekaan

menyampaikan pendapat di depan umum serta batasan dan tata cara

pelaksanaan aksi demonstrasi dalam hubungannya dengan kemerdekaan

menyampaikan pendapat di depan umum berdasarkan Undang-undang Nomor

9 Tahun 1998.20 Sedangkan yang menjadi pembeda adalah penelitian peneliti

hanya terfokus pada satu Institusi saja yaitu di kampus IAIN Sultan Amai

Gorontalo dan memiliki permasalahan yang dimana sering terjadinya

kerusakan fasilitas pada kampus akibat demonstrasi yang dilakukan oleh

beberapa mahasiswa anarkis serta Analisis yang digunakan yaitu ditinjau dari

Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam.

19
Abdussalam, “Persepsi Aktivis Mahasiswa Universitas Islam Negeri Suska Riau
Terhadap Demonstrasi Dalam Menyampaikan Pendapat Menurut Perspektif Fiqh Siyasah”,
Skripsi, (Fakultas Syariah UIN Suska Riau, 2010).
20
Sofwan Asfa, “Analisis Fiqh Siyasah dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998
Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Depan Umum Terhadap Aksi Demonstrasi di
Indonesia”, Skripsi, (Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, 2021).
41

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Teori Kebebasan Berpendapat

Kebebasan berpendapat apabila diurut dari kemerdekaan, ada beberapa

periode penting yang terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi berawal dari

tahun 1965, namun isu awalnya tidak terlalu menunjukan kebebasan berpendapat

dan berekspresi, lebih terkait keagamaan yaitu dikhawatirkan munculnya aliran-

aliran keagamaan baru yang memiliki cara mengekspresikan ritual keagamaannya

berbeda dengan 6 agama yang diakui di indonesia yang mengakibatkan

munculnya regulasi Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) tahun 1965

yang intinya membatasi kegiatan keagamaan selain yang diakui oleh pemerintah,

ini adalah bentuk awal pembatasan kebebasan berekspresi di Indonesia pasca

kemerdekaan.21

Setelah itu dimulai penggunaan pasal subsersif, sebenarnya pasal ini ada

sejak KUHP zaman Belanda hanya saja penggunaannya baru digunakan saat

pemilu pertama masa orde baru untuk menekan mereka yang tidak sepakat dengan

kebijakan pemerintah terutama tentang garis-garis besar haluan negara. Masih

dimasa orde baru juga, masuklah ke masa Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan

Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) dimana organisasi kampus yang dulu

bisa dengan bebas menyampaikan berpendapat dibubarkan dan dibentuk suatu

organisasi tersendiri yang mewakili organisasi yaitu Resimen Mahasiswa

(MENWA) yang fungsinya untuk mengawasi kegiatan-kegiatan berpendapat dan

berekspresi organisasi kampus. Menwa ini dibentuk sebagai usaha pemerintah

21
Wira S.H, Kebebasan Berpendaat dan Berekspresi, (Jakarta: Freedom Institute, 2015),
h. 46.
42

untuk mengontrol dan mengimbangi organisasi-organisasi besar yang menguasai

kampus seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa

Nasionalis Indonesia (GMNI), dan lain-lain.22

Tidak ada regulasi atau aturan yang melarang mahasiswa untuk melakukan

hak berpendapat dan berekspresinya tetapi dengan pengawasan yang lebih kuat

dan lebih tegas, mahasiswa yang dianggap melanggar atau menyampaikan

ekspresi berpendapatnya secara berlebihan mendapatkan sanksi bukan dari

pemerintah melainkan dari universitas yaitu DO (Drop Out), jelas ini adalah salah

satu upaya penekanan hak berekspresi dan berpendapat di kalangan mahasiswa.

Tujuan dari Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi kemahasiswaan

ini sebenarnya adalah untuk menghilangkan semangat politik mahasiswa diluar

kampus, jadi kegiatan mahasiswa yang dilarang hanyalah kegiatan yang terkait

politik diluar kampus termasuk mengkritisi dan memberikan masukan kepada

pemerintah. Lalu masa selanjutnya aja masa dimana pers mendapat tekanan dari

pemerintah yaitu regulasi mengenai Surat Ijin Usaha Penerbitan (SIUP),

pemerintah sangat menekan pers dalam hal menyampaikan informasi dimana

segala informasi sebelum disampaikan kepada masyarakat harus mendaptkan izin

dulu dari dinas penerangan. SIUP ini tidak hanya mengenai pihak pers namun

juga mengenai pihak percetakan dimana buku-buku yang dianggap terlalu

mengkritisi pemerintah secara keras tidak dapat diterbitkan. Sanksi yang didapat

apabila melanggar SIUP ini sendiri adalah pembredelan media tersebut sehingga

media tidak dapat menerbitkan majalah mereka hingga diberikan kembali ijin

penerbitan. Masa orde baru ini sendiri apabila diamati telah memiliki paket

lengkap dalam menekankan kebebasan berpendapat yaitu undang-undang

22
Ibid., h. 47.
43

subsersif untuk menekan kebebasan demonstrasi di jalan, NKK/BKK menekan

kebebasan berpendapat dikampus-kampus, SIUP menekan kebebasan berpendapat

dan informasi pers media masa, dan PNPS untuk menekan kebebasan berekspresi

beragama.23

B. Teori Demokrasi

Secara Etimologi, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos”

berarti rakyat, dan “kratos” yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Dengan

demikian demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat, dimana dimana kekuasaan

tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-

wakil yang mereka pilih dibawa sistem politik dan kiranya tidak dapat dibantah.

Khasana pemikiran dan prareformasi politik diberbagai negara sampai pada satu

titik temu tentang ini demokrasi adalah pilihan terbaik dari berbagai pilihan

lainnya.24

Menyangkut pengertian dari istilah demokrasi ternyata tidak ditemukan

keseragaman pandangan diantaranya pakar ilmu hukum. Hal tersebut disebabkan

oleh perbedaan sudut pandang. W.A Bonger mendefinisikan demokrasi adalah

bentuk pemerintahan dri suatu kesatuan hidup yang memerintahkan diri sendriri,

dalam hal mana sebagian besar anggotanya turut mengambil bagian baik langsung

maupun tidak langsung dan dimana terjamin kemerdekaan rohani dan persamaan

bagi hukum.25

Menurut tafsir R. Kranenburg didalam bukunya Inleinding In De

Vergeijkende Staatsrechtwwnschap, perkataan demokrasi yang terbentuk dari dua

23
Ibid., h. 48.
24
Ni’ matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), h. 196.
25
Edi pumama, Negara Kedaulatan Rakyat, (Jakarta: Nusamedia, 2007), h. 4.
44

pokok kata Yunani diatas, maknanya adalah cara memerintahan oleh rakyat.

Ditinjau lebih dalam makna demookrasi ini ialah cara pemerintahan yang

dilakukan oleh dan atas nama seorang diri (misalnya oleh seorang raja yang

berkuasa mutlak). Juga tidak termasuk dalam pengertian demokrasi ialah cara

pemerintahan negara tersebut “autocratie” atau “oligarchie” yakni pemerintahan

yang dilakukan oleh segolongan kecil manusia saja, yang menggap dirinya sendiri

mencakup dan berhak untuk mengambil dan melakukan segala kekuasaan diatas

segenap rakyat. Menurut M. Durverger demokrasi itu termasuk cara pemerintahan

dimana golongan yang memerintah dan yang diperintah itu adalah sama dan tidak

dapat dipisah-pisa. Artinya suatu sistem negara pemerintahan dimana dalam

pokoknya semua orang (rakyat) adalah berhak sama untuk memerindah dan juga

untuk diperintah.26

Demokrasi terdapat dua pokok aliran yang paling penting yaitu demokrasi

konstitusional dan satu kelompok aliran yang menanamkan dirinya demokrasi tapi

hakekatnya mendasarkan dirinya atas kumonisme, perbedaan kedua aliran yang

sangat fundamental ialah bahwa demokrasi konstitusional mencita-citakan

pemerintahan yang terbatas kekuasaannya suatu negara hukum (Rechsstaat), yang

tunduk pada rule of law. Sebaliknya demokrasi yang mendasarkan dirinya atas

kumonisme mencita-citakan pemerintahan yang tidak boleh dibatasi

kekuasaannya (machsataat) dan yang bersifat totaliter.27

Berdasarkan pengertian-pengertian demokrasi di atas, dapat dikemukakan

bahwa demokrasi dapat dilihat, baik menurut pengertian formal maupun

pengertian materil. Kemudian demokrasi juga dapat dikaji menurut

penyelenggaranya, ada yang dilaksanakan secara langsung (direct democracy) dan

26
Ni’ matul Huda, Ilmu Negara....., h. 200.
27
Ibid., h. 202.
45

ada pula yang dilaksanakan secara tidak langsung (indirect democracy).

Demokrasi dalam pengertian formal adalah demokrasi yang tampak menurut

formnya (bentuknya). Pemerintahan dalam pengertian yang demikian pada

dasarnya tidak terdapat perbedaan diantara negara- negara yang melaksanakannya,

hanya saja dapat dijumpai berbagai variasi.28

Teori demokrasi sebagai bentuk penyelenggaraan pemerintahan secara

langsung (direct democracy) dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (as

government of the people and for the people). Pada dasarnya merupakan reaksi

dari adanya kekuasaan raja yang diktator pada negara-negara kota (city state) di

Yunani kuno. Pada saat itu, demokrasi yang dipraktekan secara langsung

merupakan hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan

secara langsung oleh rakyat yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.

Praktek demokrasi model langsung dikenal sebagai demokrasi klasik. Demokrasi

secara langsung dalam perkembangan kemudian maka sulit untuk dipraktekan

karena wilayah negara terbentuk semakin luas dengan jumlah penduduk yang

begitu besar dan urusan-urusan pemerintah semakin kompleks, sehingga tidak

mungkin semua orang berperan sebagai penyelenggara negara. Oleh sebab itu

lahirnya sistem perwakilan (direct idemocracy) atau (representative democracy),

di mana rakyat tidak lagi secara langsung terlibat dalam pemerintahan melainkan

oleh wakil-wakil yang merupakan kehendak rakyat dipilih oleh mereka dan

bertanggung jawabkan kepada mereka melalui suatu pilihan yang bebas.29

Permasalahan yang belum sampai pada titik temu disekitar berdebatan

tentang demokrasi itu bagaimana mengimplementasi demokrasi itu di dalam

praktik. Berbagai pemahaman demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang setiap

28
Edi pumama, Negara Kedaulatan Rakyat, (Jakarta: Nusamedia, 2007), h. 43.
29
Ibid., h. 46.
46

warga negara telah menentukan jalurnya sendiri-sendiri yang tidak sedikit

diantaranya justru mempraktekan cara-cara atau mengambil jalur yang sangat

tidak demokrasi, kendatai diatas kertas menyambutnya ‘demokrasi’ sebagai

asasnya yang fundamental. Oleh sebab itu studi-studi tentang politik sampai pada

identifikasi bahwa fenomena demokrasi itu dapat dibedakan demokrasi normatif

dan demokrasi empiris, demokrasi normatif menyangkum gagasan-gagasan

tentang demokrasi yang terletak di dalam filsafat, sedangkan demokrasi empiris

ialah pelaksanaan dilapangannya yang tidak selalu pararel dengan gagasan

normatifnya. Memiliki hak yang setara dalam dalam menjalankan suatu

pemerintahan, demokrasi sebagai bentuk dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik tetapi keduanya tidak

sama.30

Menurut Alamudin, demokrasi yang sesunggunya adalah seperangkap

gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktek

prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan berliku-liku. Sehingga

demokrasi sering disebut suatu pelembagaan dari kebebasan. Karena itu mungkin,

saja mengenali dasar-dasar pemerintahan konstitusional yang suda teruji oleh

zaman, hak asasi dan persamaan didepan hukum yang harus dimiliki setiap

masyarakat untuk untuk secara pantas disebut demokrasi. 31 Dari pendapat

tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagai suatu sistem bermasyarakat dan

bernegara hakikat demokrasi adalah peran utama adalah rakyat dalam proses

sosial dan politik. Sebagai pemerintahan ditangan rakyat mengandung pengertian

tiga hal yaitu:

30
Ni’ Matul Huda, Ilmu Negar....., h. 197.
31
Muslim Mufti dan Didah Durrotun Naafisah, Teori-Teori Demokrasi, (Jakarta:
Pustaka Setia, 2013), h. 115.
47

a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people). Pemerintah oleh rakyat

merupakan bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah pemerintahan yang

dapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme

demokrasi.

b. Pemerintahan oleh rakyat (goverment by the people. Pemerintahan oleh rakyat

merupakan suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat,

bukan atas dorongan pribadi.

c. Pemerintah untuk rakyat (goverment for the people). Pemerintahan untuk

rakyat merupakan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah

yang harus dijalankan sesuai denagan kepentingan rakyat.32

Adapun dapat disimpulkan bahwasanya demokrasi adalah suatu sistem

pemerintahan disuatu negara untuk mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan

warga negara) atas negara dijalankan oleh pemerintah tersebut. Konsep demokrasi

merupakan sistem yang amat penting dalam kaitannya pembagian kekuasaan

dalam suatu negara (trias politica) yaitu kekuasaan yang diperoleh dari rakyat

digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kemakmuran rakyat.33

C. Teori Hukum Tata Negara Islam

Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang

didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku

mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan yakini,

yang mengikuti bagi setiap pengikutnya.dan hal ini mengacu pada apa yang telah

dilakukan oleh Rasul untuk melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah

32
Ibid., h. 120.
33
Josep A. Scumpeter, Capitalis, Socialsm & Democracy, (Jakarta: Raja grafindo
Persada, 2011), h. 361.
48

berarti hukum-hukum yang diperintahkan Allah Swt untuk umat-Nya yang

dibawa oleh seorang nabi, baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah)

maupun yang berhubungan dengan amaliyah.34

Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dimulai umat manusia

untuk menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata islam bukanlah hanya sebuah

agama yang mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada

Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah Swt untuk

mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada

seluruh ajaran Islam, khususnya Al-Quran dan Hadis.35

Definisi Hukum Tata Negara Islam syariat yang berarti aturan yang

diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh Nabi SAW, baik hukum

yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang

berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat Muslim

sesamanya.36

Hukum Tata Negara Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah

sebuah aturan-aturan untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena

banyak ditemui permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama

yang sering kali membuat pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada

perbedaan. Untuk diperlukan sumber hukum islam sebagai solusinya, yaitu

sebagai berikut:

1) Al-Quran

Sumber hukum islam yang pertama adalah al-Quran, sebuah kitab suci

umat Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhamad saw

34
Eva Iryani, “Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”, (Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, Vol. 17 No. 2 Tahun 2017), h. 24.
35
Ibid., h. 27.
36
Ibid., h. 29.
49

melalui Malaikat Jibril. al-Quran memuat kandungan-kandungan yang berisi

perintah, anjuran, kisah islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. al-Quran

menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya

agar tercipta masyarakat yang berakhlak mulia. Maka dari itulah, ayat-ayat al-

Quran menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu syariat.

2) Hadis Nabi saw

Sumber hukum islam yang kedua adalah hadis, yakni segala sesuatu yang

berlandaskan pada Rasululah saw. Baik berupa perkataan, perilaku, diamnya

beliau. Adapun dalam hadis Nabi saw terkadang aturan-aturan yang merinci

segala aturan yang masih global dalam Alquran. Kata hadis yang mengalami

perluasan makna sehingga disininonimbkan dengan sunnah, maka dapat berarti

segalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari

Rasululah saw yang dijadikan ketetapan ataupun hukum islam.

3) Ijma

Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman

Rasullulah atas sebuah perkara dalam agama. dan ijma’ yang dapat

dipertanggung jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah

sahabat), dan tabi’ut tabiin (setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para

ulama telah berpencar dan jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak,

sehingga tak dapat dipastikan bahwa semua ulama telah bersepakat. 42

4) Qiyas

Sumber hukum islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadis dan Ijma’

adalah Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya

dalam Al-Quran ataupun dadist dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa

dengan suatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut. Artinya jika suatu nash
50

telah menunjukan hukum mengenai suatu kasus dalam agama Islam dan telah

diketahui melalui sala satu metode untuk mengetahui permasalahan hukum

tersebut, kemudian ada kasus lainya yang sama dengan kasus yang ada nashnya

itu dalam suatu hal itu juga, maka hukum kasus tersebut disamakan dengan

hukum kasus yang ada nashnya.

Tiap sendi-sendi kehidupan manusia, ada tata aturan yang harus ditaati.

Bila berada dalam masyarakat maka hukum masyarakat harus dijunjung tinggi.

Begitu pula dengan memeluk agama islam, yaitu agama yang memiliki aturan.

Dan aturan yang pertama kali kali harus kita pahami adalah aturan Allah.37

5) Siyasah Dusturiyah

Siyasah Dusturiyah adalah bagian fiqh siyasah yang membahas masalah

perundang-undangan negara. Dalam hal ini juga dibahas antara lain konsep-

konsep konstitusi (undang-undang dasar negara dan sejarah lahirnya perundang-

undangan dalam suatu negara), legislasi (bagaimana cara perumusan undang-

undang), lembaga demokrasi dan syura yang merupakan pilar penting dalam

perundang-undangan tersebut. Di samping itu, kajian ini juga membahas konsep

negara hukum dalam siyasah dan hubungan timbal balik antara perintah dan

warga negara serta hak-hak warga negara yang wajib dilindungi.38

6) Marsalah Mursalah

Kata maslaha mursalah adalah bentuk dari maslahah yang berasal dari

kata shalata dengan penambahan alif di awalnya yang secara arti kata berarti

“baik” lawan kata dari “buruk atau rusak” adalah mashdar dengan arti kata shalah,

37
Syamsul Anwar, Hukum perjanjian Syariah (Studi tentang Teori Akad Dalam Fqih
Muamalat), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 3.
38
Dr. Muhamad Iqbal, Fiqh Siyasah “Kontektualisasi Doktrin Politik Islam”. (Jakarta,
Prenada media Group. 2014), h.177.
51

yaitu “manfaat” atau “terepas daripada kerusakan”.39

Maslahah mursalah juga bisa disebut dengan istishlah, yaitu apa yang

dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan

hukum, namun tidak ada petunjuk syara’ yang menolaknya. 47 Maslaha mursalah

artinya mutlak (umum), menurut istilah ulama ushul fiqh, kemaslahatan yang

oleh syar’i tidak dibuatkan hukum untuk mewujudkannya, tidak ada dalil syara’

yang menunjukkan dianggap atau tidaknya kemaslahatan itu. Sebagian ulama

ushul fiqh berbeda dalam memberikan istilah maslahah mursalah. Ada yang

menyebut maslahah mursalah dengan kata al-manasib al- musalah, ada pula yang

mengatakan kata al-istislah dan al-istidlal al-mursal. Meski ada perbedaan dalam

penggunaan istilah, namun tujuan yang hendak dituju itu sama, yaitu membawa

manfaat kebaikan sesuai tujuan syara’ secara umum, meskipun tidak ada dalil

yang secara khusus menolak dan menerimanya.40

39
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group), h. 345.
40
Rachmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Logos, 1996), h. 121.
52

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) penelitian yang

dimaksud adalah penelitian yang langsung turun ke lapangan (lokasi penelitian).

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, di mana peneliti melakukan

penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami gejala sentral. Untuk mengerti

gejala sentral tersebut, maka peneliti mewawancarai peserta penelitian atau

partisipan dengan mengajukan pertanyaan umum dan agak luas. Informasi yang

disampaikan partisipan kemudian dikumpulkan. Informasi tersebut biasanya

berupa kata atau teks. Dari kata-kata tersebut kemudian dianalisis, dan dari hasil

analisis tersebut ddapat berupa penggambaran atau deskripsi. Setelah itu, peneliti

kemudian membuat interpretasi untuk menangkap arti yang dalam.41

B. Pendekatan Penelitian

Permasalahan dan tujuan penelitian ini terfokus pada unsur hukum, maka

penelitian hukum itu akan menerapkan pendekatan yuridis empiris. 42 Penelitian ini

mencoba untuk mengembangkan fakta-fakta yang ada di dalam masyarakat dan

badan pemerintahan dengan kesesuaiannya dengan peraturan yang ada. Penelitian

hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau dari beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya, selain

41
Conny R Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana
Indonesia, 2010), h. 7.
42
Ibid., h. 17.
53

itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-

permasalahan yang timbul di dalam gejala yang ada untuk meneliti dan mengkaji

terkait dengan analisis atas kebebasan berpendapat menurut Hukum Tata Negara

dan Hukum Tata Negara Islam (Siyayah) di kalangan mahasiswa IAIN Sultan

Amai Gorontalo.

C. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi tempat penelitian yaitu di Kampus IAIN Sultan

Amai Gorontalo. Peneliti mengambil lokasi penelitian tersebut guna

mengumpulkan data-data yang valid terkait dengan analisis atas kebebasan

berpendapat menurut Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Negara Islam

(Siyayah) di kalangan mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data primer dan

data sekunder, yaitu:43

1. Data Primer

Data primer pada penelitian ini bersumber pada subjek penelitian, yaitu:

informan, narasumber, dan responden. Adapun narasumber itu adalah Wakil

Rektor Bidang Kemahasiswaan IAIN Sultan Amai Gorontalo, dan Mahasiswa

IAIN Sultan Amai Gorontalo.

2. Data Sekunder

Data sekunder bersumber pada dokumen-dokumen tertulis yang berupa


43
Bambang Sugiono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
h. 127.
54

jurnal-jurnal ilmiah, dokumen, buku-buku, peraturan perundang-undangan dan

berbagai referensi lainnya yang relevan dengan masalah yang diteliti. Data

sekunder tersebut dirincikan sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yang menjadi bahan hukum primer dalam penelitian ini

adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdakaan

Menyampaikan Pendapat di Depan Umum.

b. Bahan hukum sekunder, yang menjadi bahan hukum sekunder dalam

penelitian ini adalah penelitian terdahulu yang relevan dan literatur hukum

yang berhubungan dengan analisis atas kebebasan berpendapat menurut

Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Negara Islam (Siyayah) di kalangan

mahasiswa IAIN Sultan Amai Gorontalo.

3. Data Tersier

Data tersier merupakan data yang meberikan petunjuk dan penjelasan

terhadap data primer dan sekunder. Pada penelitian ini data tersier yang digunakan

ialah hasil wawancara.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan suatu cara yang tepat untuk

melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dengan teknik dan alat tertentu.

Metode penelitian ini berarti proses pencarian data meliputi penentuan penjelasan

konsep dan pengukurannya, cara-cara pengumpulan data dan Teknik analisisnya. 44

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan:

1. Wawancara (Interview)

Metode wawancara merupakan teknik dalam pengumpulan data apabila

44
Cholid Narbuko, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 1
55

peneliti menemukan permasalahan yang harus diteliti. 45 Metode ini untuk

menjawab beberapa pertanyaan sesuai dengan objek yang diteliti. Wawancara

merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari

sumbernya dengan mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan

pula melalui instrumen yang telah disediakan. Pelaksanaan menggunakan

berbagai media sebagai sarana diantaranya: gawai sebagai alat rekam dan buku

catatan sebagai media untuk mencatat segala yang disampaikan informan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data dokumen dan data-data yang

diperlukan dalam permasalahan yang diteliti, kemudian ditelaah secara intensi

serta dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan membuktikan suatu

kejadian. Dokumentasi digunakan dengan maksud memperoleh data dari lokasi

penelitian melalui berbagai bukti outentik suatu penelitian. Gawai adalah alat

yang digunakan sebagai media pengambilan gambar-gambar sebagi bukti

pendukung.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam pelaksanaan wawancara, peneliti

menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun secara sistematis terkait

dengan penelitian yang diperoleh secara langsung oleh beberapa informasi yang

ada di lokasi penelitian. Selain pertanyaan-pertanyaan, instrumen penelitian lain

yang digunakan berupa gawai yang digunakan untuk mengambil gambar dan

merekam hasil wawancara dengan informan, serta alat tulis menulis.

45
Djam’an Satori, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 129.
56

G. Teknik Analisis dan Metode Analisis Data

Teknik analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi makna yang berguna

dalam memecahkan masalah yang diteliti. Proses analisis data menggunakan

analisis kualitatif deskriptif, di mana bahan hukum yang terkumpul dijelaskan

dalam bentuk narasi yang disusun secara sistematis dan logis serta merupakan

produk interpretasi peneliti terhadap bahan hukum yang dibuat.46

Adapun analisis kualitatif deskriptif dalam menganalisis bahan hukum

yang terkumpil dilakukan melalui tahap reduksi data, verifikasi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses berpikir yang memerlukan kecerdasan dan

keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Dalam hal inu merangkum,

memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal pokok dari catatan tertulis

yang diperoleh di lapangan. Memilah dan melakukan editing agar meminimalisir

data yang tidak sesuai dengan tema penelitian.

2. Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan dengan cara mendengarkan dan mencocokan

Kembali dengan hasil wawancara sebelumnya dalam bentuk rekaman maupun

catatan kecil yang digunakan kemudian menemui narasumber untuk menanggapi

apakah data tersebut telah sesuai atau tidak. Selain itu verifikasi data juga dapat

dilakukan denga cara mencocokan (cross-check) antara hasil wawancara ataupun

antara subjek satu dan yang lainnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan secara

46
Ibid., h. 143.
57

proporsional.

3. Penyajian Data

Selain data direduksi maka Langkah selanjutnya adalah mengelompokan

dan menginterprestasikan data yang telah terkumpul sehingga diperoleh gambaran

umum dan menyeluruh tentang keadaan yang sebenrnya yaitu mengenai

efektivitas penegakan hukum pidana terhadap penjual kosmetik ilegal pada

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan di Kota Gorontalo.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari suatu proses penelitian.

Langkah terakhir yang dilakukan adalah dengan menyimpulkan analisis data

untuk dapat menyempurnakan suatu penelitian, sehingga suatu penelitian dapat

mencapai tujuannya untuk memperluas keilmuan. Pada tahap kesimpulan dibuat

dari keseluruhan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian yang sudah

dianalisis sebelumnya.
58

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Kebebasan Berpendapat Di Kalangan Mahasiswa IAIN Sultan Amai

Gorontalo Menurut Hukum Tata Negara


59

Anda mungkin juga menyukai