Anda di halaman 1dari 7

A.

Gagasan dan Sejarah Demokrasi


1. Gagasan Demokrasi
Esensi yang sebenarnya terjadi dalam demokrasi mungkin masih mengisahkan aanlisis
yang kurang spesifik karena membhasa seluruh cita-cita bangsa nasional untuk bisa bebas
dan memiliki hak penuh sebagai rakyat. Arti demokrasi secara nyata pun kadang
bertentangan dengan praktek serta realita yang ada. Segala bentuk kejahatan dan kasu-kasu
didalam demokrasi masih berbekas didalam praktek untuk mewuudkan demokrasi.
Menurut Bahasa Yunani Demos dan Kratos adalah awal terbentuknya kata Demokrasi.
Filsuf dan ahli hokum asal Austria, Hans Kelsen, menjelaskan bahwa demokrasi adalah
pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan negara ialah
wakil-wakil rakyat yang terpilih. Di mana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan
kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara. Dikutip dari
Modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang disusun oleh Direktorat Pembinaan
SMA, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
berikut prinsip dasar negara demokrasi:

1. Kedaulatan rakyat
2. Pemerintahan berdasarkan dari yang diperintah.
3. Kekuasaan mayoritas.
4. Hak-hak minoritas.
5. Jaminan hak-hak asasi manusia (HAM).
6. Pemilihan yang bebas dan jujur.
7. Persamaan derajat di depan hukum.
8. Proses hukum yang wajar.
9. Pembatasan pemerintahan secara konstitusional.
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.
Pembukaan UUD 1945 menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi
yang berbunyi "maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...." (Penggalan alinea keempat Pembukaan
UUD 1945)

Adapun, bunyi secara utuh adalah sebagai berikut:

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Selain Pembukaan UUD 1945, bukti normatif juga terdapat dalam Batang Tubuh. Berikut
pasal-pasal yang menyebutkan Indonesia adalah negara demokrasi.

1. Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar."

2. Pasal 28 yang berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran


dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang."

Bukti normatif juga terdapat dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUDS
1945, sebagai berikut:

1. Konstitusi RIS Pasal 1


- Ayat (1) berbunyi "Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi"
- Ayat (2) berbunyi "Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat"

2. Dalam UUDS 1950 Pasal 1:


- Ayat (1) berbunyi "Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara
hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan"
- Ayat (2) berbunyi "Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan rakyat dan dilakukan
oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan rakyat"

Sementara itu, bukti empirik yang menunjukkan Indonesia adalah negara demokrasi dapat
dilihat pada masa pemerintahan yang pernah berjalan di Indonesia. Antara lain masa
revolusi, parlementer, demokrasi terpimpin, orde baru, dan reformasi.
(detik.com, demokrasi, 2018)

2. Sejarah Demokrasi
Dalam membicarakan tentang demokrasi di Indonesia, bagaimanapun juga, kita
tidak terlepas dari alur periodesasi sejarah politk di Indonesia. yaitu, apa yang disebut
sebagi periode pemerintahn masa revolusi kemerdekaan, pemerintahan parlementer
(representativdemocracy), pemerintahan demokrasi terpimpin (guided democracy), dan
pemerintahan orde baru (Pancasila Democracy)
Pada masa demokrasi pemerintahan masa revolusi kemerdekaan para
penyelenggara negara mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan
demokrasi di Indonesia. Partai-partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat.
Tetapi fungsinya yang paling utama adalah ikut serta memenangkan revolusi
kemerdekaan, dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara serta menanamkan
semangat anti imperialisme dan kolonialisme.
Demokrasi liberal dilekatkan pada penyelenggaraan demokrasi antara tahun 1945-
1959. demokrasi liberal ini dikenal pula sebagai demokrasi parlementer, oleh karena
berlangsung dalam sistem pemerintahan Parlementer ketika berlakunya UUD 1945
periode pertama, Konstitusi RIS dan UUDS 195015. Demokrasi Liberal/Demokrasi
Parlementer merupakan sebutan umum (seperti dalam banyak pernyataan pejabat di
masa
pemerintahan Orde Baru) yang bermaksud mengambarkan bahaya, kekuranagn dan
akibat buruk yang ditimbulkan demokrasi tersebut dalam kurun waktu 1945-1959
terutama pada masa sistem pemerintahan parlementer16. Karena itu, demokrasi
Liberal/Parlementer ini kemudaian ditinggalkan dan selanjutnya diperkenalkan sustu
sistem politik baru, yaitu demokrasi terpimpin.
Demokrasi terpimpin ini muncul sebagai bnetuk reaksi penolakan ataupun koreksi
terhadap demokrasi parlementer dengan tradisi liberalnya yang dinilai banyak
menimbulkan keburukan atau kemunduran dalam meknisme penyelenggaraan
pemerintahan dictator, mencakup bidang politik, ekonomi, social dan Demokrasi
Pancasila hendak menggambarkan suatu demokrasi yang dikehendaki
Pancasila dan UUD 1945 dengan menjadikan prinsip musyawarah-mufakat sebagai
landasan utamanya. Disamping itu, dalam Demokrasi pancasila juga hendak
dikembangkan beberapa macam keseimbangan.
1. Periode 1945-1959 Demokrasi Liberal, indikatornya sebagai berikut:
a) Partai-partai politik sangat dominant yang menentukan arah perjalanan Negara
melalui badan perwakilan;
b) Eksekutif berada pada kondisi lemah, sering jatuh bangun karena mosi partai;
c) Kebebasan Pers relative lebih baik, bahkan pada periode ini peraturan sensor
dan pemberedelan yang diberlakukan sejak Zaman Belanda dicabut.

2. Periode 1959-1966 Demokrasi Terpimpin, indikatornya sebagai berikut:


a) Partai-partai sangat lemah; kekuatan politik ditandai dengan tarik tambang
Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI;
b) Eksekutif yang dipimpin oleh Presiden sangat kuat, apalagi Presiden
merangkap sebagai Ketua DPA yang dalam praktik menjadi pembuat dan
selector produk legislatif.
c) Kebebasan pers sangat terkekng, pada zaman ini terjadi tindakan anti pers
yang jumlahnya sangat spektakuler.

3. Periode 1966- sekarang (Pemerintahan Soeharto) indikatornya sebagai berikut:


(a) Partai politik hidup lemah, terkontrol secara ketat oleh Eksekutif; lembaga
perwakilan penuh dengan tangan-tangan Eksekutif;
(b) Eksekutif sangat Kuat dan intervensionis serta menentukan spectrum poltrik
nasional;
(c) Kebebasan pers terkekang dengan adanya lembaga SIT yang kemudian dig anti
dengan SIUPP

B.Studi Kasus Demokrasi


Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:
“Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini
dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan
haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana
dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada
pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”

1. Money Politics
Suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak
menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara
tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau
barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya
dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan
umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako
antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati
masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
(Wikipedia,2005)

2. Budaya KKN
Dikutip dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, berikut ini pengertian
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN): Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama melawan hukum antar-penyelenggara
negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Nepotisme
adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang
menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara. Tempat-tempat untuk ornag berbuat KKN banyak sekali
ditemukan di masa-masa Pak Soeharto saat memimpin.
Pada masa awal reformasi, oligarki yang digunakan oleh Soeharto atau oligarki model
indonesia merupakan pengadopsian dari oligarki model Amerika Latin dan oligarki model
Amerika Serikat. Gabungan dari oligarki Amerika Latin, yakni adanya hubungan perkawinan
dari antar keluarga yang memulai membangun kekayaan mereka dari penguasaan tanah dan
peternakan luas. Selain itu, oligarki Amerika Serikat, yakni penguasaan kelompok-kelompok
kepentingan bisnis yang paling menentukan peredaran yang di negara itu.
Semenjak, Soeharto turun dari jabatan, bisa dikatakan oligarki dari Soeharto memiliki
sistem berkaki tiga. Kaki pertama, ialah “istana” yang merupakan lingkaran dalam oligarki
ini. Dalam konteks ini, memiliki arti keluarga besar presiden yang berada di luar istana, yakni
kerabat dan keluarga besar. Keluarga yang sering dikenal dengan istilah “Keluarga Cendana”,
sering melakukan perjanjian bisnis lebih banyak ditempa di rumah pribadi Soeharto yang
diperantai oleh Ibu Tien Soeharto.
Kemudian, kaki kedua, ialah “tangsi” merupakan lingkaran pelindungan pertama dari
kaki pertama “istana”. Tugas ini dilakukan oleh komunitas militer hingga purnawirawan,
dengan adanya perkongsian bisnis perusahaan milik keluarga Soeharto dengan yayasan milik
satuan TNI dan Polri. Keterkaitan antara berbagai perusahaan negara, perusahaan militer,
perusahaan milik keluarga besar Soeharto menyebabkan seluruh sektor ekonomi negara
dan swasta di Indonesia dapat diatur bagaikan keluarga besar, di mana hubungan sipil dan
militer terjalin sangat mesra.
Kaki ketiga, ialah partai penguasa. Pada masa pemerintahan Soeharto, kaki ini
dimainkan oleh partai Golongan Karya (Golkar). Kaki ini berfungsi sebagai benteng
perlindungan kedua bagi berbagai bisnis istana, sekaligus menyamarkan keberpihakan para
serdadu dalam melindungi kepentingan bisnis keluarga istana.

3. Penggelapan Terhadap ketidaktranpransian dalam Pemilu


Mengenai hal ini sangat simple, calon legislative ataupun yang eksekutif akan memenangkan
pemilu jika pihak kotro berkontribusi didalamnya. Kepentingan yang menang adalah pihak
yang memberikan gratifikasi, kolusi, atau penyogokan illegal terhadap kepanitian Pemilu
sehingga banyak kecurangan dan ketidak adilan, fungsi demokrasinyaa pun tidak ada esensi
dan tidak berjakan sesuai praktek karena yang mereka lakukan dasarnya bukan untuk rakyat
tetapi untuk orang-orang ynag mempunyai capital dan modal besar untuk kepentingan dan
memperkaya diri sendiri.

Pada dasarnya studi kasus banyak yang mengambil isu demokrasi karena keresahan dan
kejanggalan masyarakat terhadap perilaku dan kebijakan otoritas yang sama sekali tidak
memaksimalakan negara yang demokratis seperti inidonesia. Keberadaan Demokrasi
semakin tumbang karena banyak partai-partai yang berkepentingan untuk menguasi suatu
negara hanya untuk harta dan jabatan. Tidak ada sangkut pautnya dengan rakyat, kalua ada
pun itu sedikit. Ketidak relevansi antara kenijakan yang matang dengan praktek sangat jauh
dan salah, banyk sekali orang disana yang bahkan maish bisa dikelabui dengan menyogok
aparat penegak hukum sehingga membaut hukumnya saja anjlok, rusak, dan tercemar oleh
ketidak adilan dalam berdemokrasi. Dimana ada sura rakyat, harusnya disitu ada Demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai