Adapun setiap perkara yang telah diregister perkara baik peradilan agama maupun
peradilan umum wajib menempuh mediasi terlebih dahulu kecuali perkara yang
ditentukan dalam ketentuan PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
Jawab:
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan:
1. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
Mediasi.
2. Daftar memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.
3. Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai
pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian.
4. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau
lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang
menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi
5. Mediator adalah catatan yang memuat nama Mediator yang ditunjuk berdasarkan
surat keputusan Ketua Pengadilan yang diletakkan pada tempat yang mudah
dilihat oleh khalayak umum.
6. Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa
sengketa mereka ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian.
7. Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses Mediasi sebagai bagian
dari biaya perkara, yang di antaranya meliputi biaya pemanggilan Para Pihak,
biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran nyata, biaya
pertemuan, biaya ahli, dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses Mediasi.
8. Resume Perkara adalah dokumen yang dibuat oleh Para Pihak yang memuat
duduk perkara dan usulan perdamaian.
9. Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil Mediasi dalam bentuk
dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani
oleh Para Pihak dan Mediator.
10.Kesepakatan Perdamaian Sebagian adalah kesepakatan antara pihak penggugat
dengan sebagian atau seluruh pihak tergugat dan kesepakatan Para Pihak terhadap
sebagian dari seluruh objek perkara dan/atau permasalahan hukum yang
disengketakan dalam proses Mediasi.
11.Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan
Hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian.
12.Hakim adalah hakim pada Pengadilan tingkat pertama dalam lingkungan
peradilan umum dan peradilan agama.
13.Hakim Pemeriksa Perkara adalah majelis hakim yang ditunjuk oleh ketua
Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara.
14.Pegawai Pengadilan adalah panitera, sekretaris, panitera pengganti, juru sita, juru
sita pengganti, calon hakim dan pegawai lainnya.
15.Pengadilan adalah Pengadilan tingkat pertama dalam lingkungan peradilan umum
dan peradilan agama.
16.Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tingkat banding dalam lingkungan peradilan
umum dan peradilan agama.
17.Hari adalah hari kerja
BAB II
PEDOMAN MEDIASI DI PENGADILAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
1) Ketentuan mengenai Prosedur Mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung ini
berlaku dalam proses berperkara di Pengadilan baik dalam lingkungan peradilan
umum maupun peradilan agama.
2) Pengadilan di luar lingkungan peradilan umum dan peradilan agama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menerapkan Mediasi berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung ini sepanjang dimungkinkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 3
1) Setiap Hakim, Mediator, Para Pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti
prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi.
2) Hakim Pemeriksa Perkara dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan
bahwa perkara telah diupayakan perdamaian melalui Mediasi dengan
menyebutkan nama Mediator.
3) Hakim Pemeriksa Perkara yang tidak memerintahkan Para Pihak untuk
menempuh Mediasi sehingga Para Pihak tidak melakukan Mediasi telah
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Mediasi di Pengadilan.
4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), apabila diajukan upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau
Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan Pengadilan Tingkat
Pertama untuk melakukan proses Mediasi.
5) Ketua Pengadilan menunjuk Mediator Hakim yang bukan Hakim Pemeriksa
Perkara yang memutus.
6) Proses Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan sela
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.
7) Ketua Pengadilan menyampaikan laporan hasil Mediasi berikut berkas perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah
Agung.
8) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Hakim Pemeriksa
Perkara pada Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung menjatuhkan putusan.
Bagian Kedua
Jenis Perkara Wajib Menempuh Mediasi
Pasal 4
Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan
dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh
penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.
Seringkali penggugat mencabut gugatannya karena telah ada kesepakatan para pihak,
karena proses mediasi yang telah ditempuh di pengadilan mencapai keberhasilan. Atau
juga para pihak melakukan perdamaian dengan atau tanpa bantuan Mediator
bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan. Dengan
Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan kepada Pengadilan yang berwenang untuk
memperoleh Akta Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.
Jawab:
Berbicara efektifitas terhadap penyelesaian perkara sebenarnya mediasi adalah
upaya yag paling tepat dalam menyelesaiakan permasalahan antara kedua belah
pihak karena dalam upaya mediasi kedua belah pihak dapat leluasa mengungkapkan
perasaan satu dengan yang lainnya sehingga perdamaian akan terbuka lebar dalam
penyelesaian perkara tersebut, karena para pihak memiliki kesempatan
mengemukakan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka inginkan.
Sebenarnya terkait mediasi sendiri sudah dikenal sejak dari zaman dahulu, namun
berjala perkembangan zaman maka perkembangan mediasi saat ini diatur dalam
beberapa peraturan yang mana ada yang dalam peradilan maupun di luar peradilan.
Berdasarkan dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016, telah
ditetapkan mengenai kewenangan mediator, tahapan dan waktu mediasi. Bila
mediasi berhasil.
Istilah mediasi (mediation), muncul pertama kali di Amerika Serikat pada
sekitar tahun 1970. Robert D. Benjamin, seorang Director of Mediation and Conflict
Management Service in St. Louis Missouri, yang menyatakan bahwa mediasi
dikenal sejak sekitar tahun 1970 yang secara formal diterapkan dalam proses
alternative dispute resolution (ADR) di California. Munculnya alternative dispute
resolution yang diterjemahkan menjadi alternatif penyelesaian sengketa,
dilatarbelakangi atas ketidakpuasan masyarakat Amerika terhadap sistem
administrasi penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di lembaga peradilan yang
dianggap membutuhkan waktu terlalu lama dan biaya mahal sehingga para pihak
yang bersengketa dan masyarakat kesulitan mendapatkan akses terhadap keadilan
(access to justice).
a) Tahapan Mediasi oleh Mediator di Luar Pengadilan
Tahapan mediasi ada yang tahapan mediasi di dalam pengadilan pada saat
gugatan diajukan kemudian diberikan waktu dengan mediator untuk dilakukan
mediasi, yang dipandu oleh mediator hal tersebut jelas diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016, Hal tersebut diatur oleh mediator dan
akan menyimpulkan dua kesimpulan yaitu mediasi berhasil atau mediasi tidak
berhasil yang telah ditentukan oleh mediator dan kemudian kalau mediasi berhasil
akan di berikan kesepakatan perdamaian yang telah ditanatangani oleh para pihak.
Seperti yang kita ketahui ada mediasi di Pengadilan dan ada mediasi di luar
pengadilan maka tahapan mediasi di luar pengadilan oleh mediator yaitu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Mediator dapat berdasarkan Undang-undang
tersebut guna melaksanakan tahapan-tahapan untuk melaksanakan mediasi. Setelah
melaksanakan tahapan-tahapan mediasi tersebut, maka kesepakatan yang dihasilkan
berdasarkanPasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (disingkat
KUHPerdata). Kesepakatan yang dihasilkan bersifat bentuk perjanjian dan
menghasilkan dalam bentuk beperkara yang dapat diartikan mengakhiri perkara
tersebut.
Kesepakatan yang dihasilkan dalam bentuk perdamaian sifatnya sama dengan
kesepakatan dengan diterbitkan akta perdamaian (Acte Van Dading) dari pengadilan
maka sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Retnowulan Sutantio, bahwa perjanjian perdamaian merupakan
awal dari terbitnya akta perdamaian (acte van dading) dari pengadilan (hakim) yang
memiliki kedudukan yang sama seperti halnya putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap atau dalam istilah hukum disebut pula incraht van gewijsde. Setelah
menghasilkan perdamaian, para pihak dapat membawa hasil kesepakatan untuk
didaftarkan pada pengadilan dan di periksa oleh hakim untuk dapat dikuatkan
menjadi akta perdamaian baik mediasi di dalam pengadilan maupun mediasi di luar
pengadilan.
b) Kekuatan Hukum Mediasi oleh Mediator di Luar Pengadilan
Melihat kekuatan hukum dari suatu proses kita dapat melihat dari peraturan
yang mengatur mediasi tersebut, seperti yang kita ketahui bahwa mengenai mediasi
sudah kita tahu sejak dahulu, dan jenis dari mediasi berdasarkan peraturan ada yang
melalui pengadilan ada pula yang melalui luar pengedilan, namun yang dibahas
disini adalah yang di luar pengadilan.
Kekuatan Hukum dari kesepakatan berdamai sebagaimana ditentukan oleh
Pasal 1 angka 8 dan angka 9 PERMA Mediasi, maupun Pasal 1851 KUHPerdata.
Dilihat arti peraturan tersebut, maka kekuatan hukum antara kedua belah pihak sama
dengan perjanjian kesepakatan biasa, kesepakatan biasa tersebut menjadi suatu
kesepakatan bersama, namun apa yang berbeda adalah kehadiran mediator yang
memang sudah memiliki sertifikat mediator sebagaimana yang ditentukan dengan
peraturan perundang-undangan sehingga kepawaian mediator sangat diperlukan
dalam penyelesaian permasalahan yang akan dilaksnakan. Setelah perdamaian dan
muncul kesepakatan dan dituliskan sehingga suatu saat apabila ada yang tidak
memnuhiperjanjian tersebut haru sigugat, sehingga dapat kita ambil kesimpulan
bahwa hasil perdamaian tersebut tidak memiliki kepastian hukum, dan apabila
sebelum 30 hari dapat didaftarkan ke pengadilan Negeri maka, berdasarkan Pasal 6
ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mempunyai sifat final dan
mengikat. Akan tetapi sifat final dan mengikat, pelaksanaanya didasarkan pada
itikad baik para pihak. Namun, jika ada satu pihak ternyata di kemudian hari tidak
melaksanakan kesepakatan, maka kesepakatan yang mereka buat walaupun
didaftarkan di pengadilan, tetap saja tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan (1) Tahapan Mediasi OLeh
Mediator Di Luar Pengadilan adalah Tahapan mediasi ada yang tahapan mediasi di
dalam pengadilan pada saat gugatan diajukan kemudian diberikan waktu dengan
mediator untuk dilakukan mediasi, yang dipandu oleh mediator hal tersebut jelas
diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016, Hal tersebut
diatur oleh mediator dan akan menyimpulkan dua kesimpulan yaitu mediasi berhasil
atau mediasi tidak berhasil yang telah ditentukan oleh mediator dan kemudian kalau
mediasi berhasil akan di berikan kesepakatan perdamaian yang telah ditanatangani
oleh para pihak. (2) Kekuatan Hukum Mediasi Oleh Mediator di Luar Pengadilan
adalah Kekuatan Hukum dari kesepakatan berdamai sebagaimana ditentukan oleh
Pasal 1 angka 8 dan angka 9 PERMA Mediasi, maupun Pasal 1851 KUHPerdata.
Dilihat ari peratura tersebut, maka kekuatan hukum antara kedua belah pihak sama
dengan perjanjian kesepakatan biasa, kesepakatan biasa tersebut menadi suatu
kesepakatan bersama, namun apa yang berbeda adalah kehadiran mediator yang
memang sudah memiliki sertifikat mediator sebagaimana yang ditentukan dengan
peraturan perundang-undangan sehingga kepawaian mediator sangat diperlukan
dalam penyelesaian permasalahan yang akan dilaksnakan. Setelah perdamaian dan
muncul kesepakatan dan dituliskan sehingga suatu saat apabila ada yang tidak
memenuhi perjanjian tersebut harus digugat, sehingga dapat kita ambil kesimpulan
bahwa hasil perdamaian tersebut tidak memiliki kepastian hukum.
Permasalahan 3
PT. Anugrah sebagai pemasok Daging dan Sayuran sudah hampir 3 (tiga) tahun bekerja
sama dengan Supermarket PT. Berkah. Dalam kontrak bisnis mereka mencantumkan
klausula penyelesaian sengketa bahwa “jika dikemudian hari terjadi sengketa kedua
belah pihak akan mengutamakan musyawarah mufakat dan apabila tidak dicapai kata
mufakat maka keduanya tunduk dan patuh pada pengadilan sesuai domisili para pihak”.