Latar Belakang
Mediasi merupakan cara penyelesaian suatu sengketa secara damai yang
tepat, efektif dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak yang
berperkara untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan bagi
kedua belah pihak.
Dalam era reformasi birokrasi Mahkamah Agung yang berorientasi pada visi
terwujudnya badan peradilan yang agung, salah satu elemen pendukung adalah
mediasi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap keadlan sekaligus
implementasi asas penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya
murah.
Berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Pasal
154 Reglemen Hukum Acara yang berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura
(Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En
Madura, Staatsblad 1972:227) dan Pasal 130 Reglemen Indonesia Yang Diperbarui
(Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44) mendorong para pihak untuk
menempuh proses perdamaian yang dapat didayagunakan melalui mediasi dengan
mengintegrasikannya ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan.
Mediasi sebagai salah satu upaya memaksimalkan fungsi pengadilan, hal ini
diatur dalam Undang-Undang yang mengatur keempat lingkungan peradilan di bawah
Mahkamah Agung, yaitu:
1. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peadilan Umum jo.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo. Undang-Undang Nomor 49
Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
Tentang Peradilan Umum : “Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata
di tingkat pertama”.
2. Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peadilan
Agama jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo. Undang-Undang
1
Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama : “Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama anatara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a. Perkawinan
s/d ………i. Ekonomi Syariah”.
3. Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer :”Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata”.
4. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara :
“Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara”.
5. Peraturan tentang Mediasi telah beberapa kali terjadi perubahan, pertama
dengan Surat Edaran Mahakamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberdayaan Lembaga Perdamaian Dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154
RBg, kedua dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 Tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan, ketiga dengan Peraturan Mahkamah Ahung
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi DI Pengadilan dan terakhir
dengan Peraaturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
2
1. Sengketa yang pemeriksaannya ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya,
yaitu
a. Perkara niaga,
b. Perkara hubungan industrial,
c. Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),
d. Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK),
e. Permohonan pembatalan putusan arbitrase,
f. Keberatan atas putusan Komisi Informasi,
g. Penyelesaian perselisihan partai politik,
h. Perkara gugatan sederhana,
i. Sengketa lain yang ada batasan waktu penyelesaiannya.
2. Perkara yang diputus secara verstek,
3. Gugatan rekonvensi dan intervensi,
4. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan
perkawinan,
5. Sengketa yang tidak berhasil mediasi di luar pengadilan yang dilakukan oleh
mediator bersertifikat.
3
teknologi informasi atau sarana komunikasi jarak jauh/audio visual dan dianggap
sebagai kehadiran langsung.
Para pihak boleh tidak menghadiri proses mediasi apabila ada alasan yang
sah, yaitu :
- Kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir, dibuktikan dengan surat
keterangan dokter;
- Pihak dalam pengampuan;
- Berada di luar negeri;
- Sedang menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak
dapat ditinggalkan.
Biaya Mediasi
Setiap mediasi yang dilakukan baik oleh mediator hakim maupun mediator luar
yang telah bersertifikat dan terdaftar pasti akan menimbulkan biaya, yang meliputi :
1. Biaya pemanggilan para pihak, biaya transportasi para pihak yang dibuktikan
dengan kwitansi/bukti yang sah, biaya pertemuan, biaya ahli, dan lain-lain;
2. Jasa mediator hakim/pegawai pengadilan tidak dipunggut biaya;
3. Jasa mediator non hakim/mediator di luar yang bersertifikat ditanggung bersama
atau berdasarkan kesepakatan para pihak.
Biaya pemanggilan para pihak dalam proses mediasi dibebankan pada panjar
biaya perkara terlebih dahulu, apabila mediasi berhasil maka biaya pemanggilan dalam
proses mediasi berdasarkan kesepakatan bersama tetapi apabila mediasi tidak
berhasil atau tidak dapat dilaksanakan maka biaya dibebankan kepada pihak yang
kalah;
Besaran atau aturan biaya perkara untuk mediasi baik kepada Penggugat
maupun kepada tergugat adalah 1 (satu) kali panggilan, di luar panggilan dalam tahap
pemeriksaan perkara pokoknya.
Siapa yang akan dihukum untuk membayar biaya mediasi ini adalah berdasar
pada laporan mediator terhadap pelaksanaan mediasi apakah ada yang tidak beritikad
baik atau tidak. Biaya mediasi ini harus disebutkan dalam rincian biaya perkara dan
disebutkan dalam amar putusan akhir.
Pelaksanaan Mediasi
Pada dasarnya mediasi dilaksanakan di ruang mediasi yang telah disediakan di
pengadilan, akan tetapi atas kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilaksanakan di
luar pengadilan apabila mediatornya berasal dari non hakim/non pegawai pengadilan
4
Mediator Hakim dan pegawai pengadilan dilarang melaksanakan mediasi di luar
pengadilan demikian pula gabungan antara mediator hakim/pegawai pengadilan
dengan mediator di luar hakim/pegawai pengadilan wajib melaksanakan mediasi di
pengadilan dan tidak boleh melaksanakan mediasi di luar gedung pengadilan/ruang
mediasi yang telah disediakan tanpa pungutan biaya.
Mediator adalah hakim atau orang lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai
pihak yang netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan untuk mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan penyelesaian.
Sebagai pihak yang netral, mediator tidak boleh menunjukkan sikap memihak
salah satu pihak atau merugikan pihak lainnya, mediator harus selalu berada di tengah-
tengah para pihak. Mediator hanyalah sebagai fasilitator, segala keputusan maupun
opsi-opsi penyelesaian berada di tangan para pihak itu sendiri. Mediator hanya
mengarahkan dan mendorong para pihak agar bisa menyelesaikan sengketanya
dengan jalan damai, tanpa ada yang kalah dan yang dirugikan (Win Win Solution).
Sehingga mediator harus pandai dan menguasai cara berkomunikasi yang baik
dan dapat memahami semua pihak dengan tidak membawa emosi dan terbawa dalam
sengketa perkara tersebut. Oleh karena itu mediator tidak boleh mempunyai
kepentingan apapun dan hubungan dengan para pihak serta tidak boleh memaksakan
suatu opsi kepada para pihak.
5
Tahapan tugas mediator
Setelah mediator ditunjuk oleh Majelis Hakim untuk mengupayakan perdamaian
pada para pihak maka langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang mediator
pada pertemuan pertama kalinya dengan para pihak adalah:
1. Perkenalan dengan para pihak
Seorang mediator harus memperkenalkan identitas dirinya kepada para
pihak agar para pihak yakin dan percaya bahwa dia dapat dipercayakan untuk
menyelesaikan sengketanya. Mediator juga harus memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri, agar mediator juga
mengetahui siapa yang akan didamaikannya.
2. Mediator harus menjelaskan kepada para pihak tentang maksud, tujuan dan
sifat mediasi yang ditugaskan oleh Majekis Hakim kepadanya.
3. Menjelaskan kedudukan dan peran mediator juga harus dijelaskan kepada para
pihak agar tidak ada kecurigaan dari para pihak bahwa mediator akan bersikap
memihak salah satu pihak dan tendensius karena ada hubungan tertentu
dengan salah satu pihak, bahwa mediator adalah netral dan tidak mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam penyelesaian sengketa
tersebut.
4. Setelah para pihak saling mengenal dan tahu peran dan kedudukan mediator
maka selanjutnya dibuat dan disepakati aturan main selama pelaksanaan
mediasi. Aturan pelaksanaan mediasi ini bukan hanya harus ditaati dan
dilaksanakan para pihak dengan sebaik-baiknya tetapi mediator-pun harus taat
dan patuh pada aturan tersebut.
Mediator juga harus menjelaskan kepada para pihak akan adanya
Kaukus, yaitu mediator berhak untuk mendengarkan keterangan atau pendapat
salah satu pihak tanpa diketahui pihak lain, apabila salah satu pihak ada sesuatu
hal yang tidak bisa disampaikan di depan pihak lain untuk menggali lebih dalam
kemungkinan adanya upaya perdamaian.
5. Setelah penjelasan dan perkenalan dan aturan main disepakati dan dipahami
para pihak maka mediator harus membuat jadwal pertemuan dengan para pihak
yang juga harus disepakati oleh para pihak.
Langkah selanjutnya adalah mengisi formulir jadwal mediasi dan
ditandatangani oleh mediator dan para pihak tersebut.
6. Tahapan mediasi selanjutnya adalah dengan memberikan kesempatan kepada
para pihak untuk membuat resume yang berisikan permasalahan dan usulan
perdamaian, yang wajib ditanggapi oleh pihak lawan.
6
7. Setelah usulan perdamaian dari para pihak selesai, maka mediator melakukan
inventarisasi permasalahan dan membuat skala prioritas permasalahan yang
akan dibahas bersama para pihak supaya lebih fokus pembahasan saat
pertemuan mediasi selanjutnya.
Mediator harus berusaha mendorong dan memfasilitasi para pihak untuk
menelusuri dan menggali kepentingan para pihak dan mencari solusi dengan
kerjasama dengan para pihak untuk mendapatkan hasil penyelesaian terbaik
bagi para pihak.
Mediator juga harus membantu para pihak yang bersengketa untuk
merumuskan dan membuat kesepakatan bersama, tetapi tidak menentukan isi
dari kesepakatan perdamaian tersebut.
8. Tugas mediator belumlah selesai setelah adanya kesepakatan perdamaian
yang dibuat oleh para pihak, selanjutnya sesuai tugas yang dipercayakan
kepadanya oleh Majelis Hakim, maka mediator harus membuat laporan tentang
hasil mediasi yang diupayakannya, demikian juga apabila mediasi yang
diupayakan tidak membuahkan hasil ataupun salah satu pihak atau para pihak
tidak beritikad baik, mediator membuat laporan kepada Majelis Hakim disertai
dengan rekomendasi penjatuhan sanksi dan besaran sanksi yang harus
ditanggung pihak.
7
2. Dikenai biaya mediasi;
3. Oleh mediator dalam laporan kepada Majelis Hakim dinyatakan mediasi tidak
berhasil/tidak dapat dilaksanakan karena Penggugat dinyatakan tidak beritikad
baik disertai rekomendasi sanksi dan besarannya;
4. Hakim melanjutkan persidangan dan memutuskan gugatan tidak dapat
diterima, tanpa memeriksa pokok perkaranya, putusan ini adalah putusan akhir
bukan putusan sela, disertai penghukuman pembayaran biaya mediasi dan
biaya perkara;
5. Biaya mediasi diambil dari panjar biaya perkara atau dari Penggugat sendiri
dan diserahkan kepada Tergugat;
Apabila Penggugat dan Tergugat dinyatakan tidak beritikad baik dalam proses
mediasi :
1. Mediator membuat laporan kepada Majelis Hakim bahwa kedua belah pihak
tidak beritikad baik sehingga mediasi tidak dapat dilaksanakan.
2. Majelis Hakim mengambil putusan akhir dengan menyatakan gugatan tidak
dapat diterima dan pokok gugatan tidak diperiksa.
3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara, tanpa disertai
penghukuman biaya mediasi.
Jenis-jenis Mediasi
Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
ada beberapa jenis mediasi, yaitu:
1. Mediasi Wajib
8
2. Mediasi Suka rela pada tahap pemeriksaan perkara
3. Mediasi suka rela pada tahap upaya hukum
4. Mediasi di luar pengadilan
9
bahwa kuasa hukum diberi kewenangan untuk mengambil keputusan (authority of
dicide).
Kuasa hukum juga wajib beritikad baik untuk melaksanakan proses mediasi dan
tidak melakukan hal-hal yang berlawanan dengan pihak lain atau kuasa hukumnya.
Mediator diberi kuasa oleh Majelis Hakim untuk melakukan pemanggilan para
pihak pada proses mediasi, tanpa adanya surat kuasa atau instrumen lainnya,
langsung memerintahkan Jurusita/Jurusita Pengganti untuk memanggil para pihak.
Setelah para pihak menentukan mediator yang dipilih atau menyerahkan
kepada Majelis Hakim dalam jangka waktu maksimal 2 (dua) hari maka jangka waktu
pelaksanaan mediasi adalah 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal penetapan
perintah mediasi dan penunjukan mediator dari Majelis Hakim. Apabila para pihak
menghendaki melalui mediator, dapat mengajukan perpanjangan waktu selama 30
(tiga puluh) hari kerja kepada Majelis Hakim dengan disertai alasan permintaan
perpanjangan waktu tersebut dan pernyataan para pihak.
Selanjutnya proses pelaksanaan mediasi dimulai dengan tahapan yang telah
dibahas sebelumnya. Pembahasan materi mediasi untuk mencapai kesepakatan
perdamaian tidak terbatas hanya pada posita dan petitum gugatan saja, tetapi bisa di
luar gugatan. Apabila dicapai kesepakatan perdamaian di luar posita dan petitum
gugatan, maka Penggugat dapat memperbaiki/mengubah gugatan untuk memasukkan
kesepakatan perdamaian tersebut.
Saat proses mediasi, mediator dimungkinkan untuk menghadirkan Ahli dan
tokoh masyarakat/ tokoh agama/ tokoh adat apabila para pihak menghendaki demi
untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam upaya perdamaian tersebut. Pendapat
ahli atau tokoh agama/masyarakat/adat tersebut harus disepakati akan
dipergunakan/mengikat atau tidak terhadap para pihak dalam membahas materi
perdamaian dan mengambil keputusan atau tidak.
Apabila mediasi mencapai kesepakatan perdamaian, maka dengan bantuan
mediator para pihak wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam bentuk
Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani para pihak dan mediator. Isi
kesepakatan perdamaian tersebut harus tidak boleh :
- Bertentangan dengan hukum, ketertiban umum dan atau kesusilaan.
- Merugikan pihak ketiga, atau
- Tidak dapat dilaksanakan.
Bila pihak diwakili oleh kuasa hukum maka yang kuasa hukum boleh
menandatangani kesepakatan perdamaian tersebut apabila ada surat pernyataan
tertulis dari para pihak yang menyetujui isi kesepakatan perdamaian tersebut.
10
Kesepakatan perdamaian ini oleh mediator dilaporkan/ diajukan kepada Majelis
Hakim yang memeriksa perkara untuk dikuatkan menjadi Akta Perdamaian, atau
Penggugat mencabut perkara gugatannya yang dimasukkan dalam isi kesepakatan
perdamaian, dengan dilampiri kesepakatan perdamaiannya.
Setelah menerima laporan dari mediator, maka Majelis Hakim mempelajari
laopran dan isi kesepakatan tersebut maksimal 2 (dua) hari untuk kemudian mengambil
keputusan :
- Apabila hendak dikuatkan dengan Akta Perdamaian tetapi belum memenuhi syarat
maka dikembalikan kepada mediator dan para pihak untuk diperbaiki.
- Setelah 7 hari, mediator dan para pihak wajib mengembalikan kesepakatan
perdamaian tersebut kepada Majelis Hakim untuk kemudian paling lama 3 (tiga)
hari Majelis Hakim membacakan Akta Perdamaian.
11
Ad.3. Mediasi pada tahap upaya hukum
Setelah perkara di tingkat pertama diputus dan salah satu pihak mengajukan
upaya hukum (banding, kasasi dan peninjauan kembali) maka upaya perdamaian
masih tetap terbuka bagi para pihak sebelum perkara yang diajukan upaya hukum
tersebut belum diputus.
Hasil kesepakatan perdamaian tersebut selanjutnya diajukan kepada Ketua
Pengadilan secara tertulis untuk diteruskan kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara
di tingkat Banding, Kasasi maupun Peninjauan Kembali untuk diputus dengan Akta
Perdamaian.
Kesepakatan perdamaian dalam tahap upaya hukum ini harus mencantumkan
klausula mengesampingkan putusan yang telah ada sebelumnya. Apabila berkas
perkara belum dikirimkan ke tingkat Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali maka
kesepakatan perdamaian tersebut dikirim bersama berkas perkaranya, tetapi apabila
berkas perkara upaya hukumnya telah dikirimkan dan belum diputus maka
kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan kepada Majelis Hakim untuk diputus
dengan Akta Perdamaian paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya
kesepakatan perdamaian tersebut.
12
Hasil-hasil Mediasi
Seringkali Mediasi yang diupayakan mediator tidak dapat mencapai
kesepakatan perdamaian secara keseluruhan dari materi atau pokok gugatan,
sehingga dari segi hasil mediasi terdapat beberapa macam, yaitu :
1. Mediasi berhasil seluruhnya
2. Mediasi berhasil sebagian
3. Mediasi tidak berhasil, dan
4. Mediasi tidak dapat dilaksanakan
Ad.1. Mediasi Berhasil seluruhnya
Mediasi berhasil seluruhnya ini telah dibahas sebelumnya secara lengkap,
dimana para pihak berhak untuk ditindaklanjuti dengan akta perdamaian maupun
dengan mencabut gugatan.
13
Dalam hal para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian
sebagian dari seluruh obyek perkara atau petitum gugatan maka mediator
membuat laporan kepada Majelis Hakim dengan melampirkan kesepakatan
perdamaian sebagian tersebut, selanjutnya Majelis Hakim dengan
memperhatikan ketentuan dan syarat untuk Akta Perdamaian melanjutkan
pemeriksaan perkara untuk petitum yang belum mencapai kesepakatan
perdamaian oleh para pihak.
Majelis Hakim dalam putusannya wajib memuat hasil kesepakatan
perdamaian tersebut baik dalam pertimbangan maupun amar putusannya. Hal
ini berlaku juga dalam pemeriksaan di tingkat upaya hukum Banding, Kasasi dan
Peninjauan Kembali.
Khusus untuk perkara perceraian di Pengadilan agama, apabila para
pihak tidak sepakat untuk rukun kembali maka mediasi dilakukan untuk tuntutan
yang lainnya. Apabila tercapai kesepakatan terhadap tuntutan lainnya tersebut
maka dituangkan dalam kesepakatan perdamaian sebagian dengan memuat
klausula keterkaitannya dengan perkara perceraian.
Kesepakatan perdamaian ini baru dapat dilaksanakan apabila putusan
perceraian dikabulkan dan telah berkekuatan hukum tetap. Tetapi apabila
guagatn perceraiannya ditolak atau para pihak bersedia kembali rukun membina
rumah tangga maka kesepakatan perdamaian ini tidak dapat dilaksanakan atau
tidak berlaku
14
b. Diikutsertakan sebagai pihak dalam gugatan dalam hal pihak yang
berperkara lebih dari satu tetapi tidak hadir di persidangan sehingga tidak
menajdi pihak dalam proses mediasi.
c. Diikutsertakan sebagai pihak dalam gugatan dan hadir dalam persidangan
tetapi tidak hadir dalam proses mediasi.
2. Melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah/
atau BUMN/BUMD yang tidak menjadi pihak berperkara, kecuali pihak yang
terkait mendapat persetujuan tertulis dari instansi di atasnya
(pusat/daerah/BUMN/BUMD) untuk mengambil keputusan sendiri.
3. Para pihak dinyatakan tidak beritikad baik sebagaimana persyaratan yang telah
ditentukan dalam Perma ini.
15