Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ichsan Dava Kalimantana

Nim : 1704551044

Kelas :A

Matkul : Hukum Acara dan Praktek Peradilan Perdata

Dosen Pengampu : Nyoman A. Martana, SH., MH. / Kadek Agus Sudiarawan, SH., MH

URAIAN TENTANG PERMA 1 TAHUN 2016 MENGENAI MEDIASI

Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau
mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya
sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau
musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu
gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus
memperoleh persetujuan dari para pihak.

Mahkamah Agung baru saja menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1
Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang baru dirilis saat konperensi Asia Pacific
Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara
Barat. Beleid yang diteken pada Ketua MA Hatta Ali pada 3 Februari ini merupakan revisi atau
perubahan Perma No. 1 Tahun 2008 yang penerapannya dinilai belum efektif.

Terbitnya Perma No. 1 Tahun 2016 ini bertujuan meningkatkan keberhasilan mediasi di
pengadilan umum dan pengadilan agama. Kini, setiap perkara mediasi di pengadilan diharapkan
akan terdata dengan baik dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi agar semua perkara
yang berhasil maupun tidak berhasil dimediasi tercatat dalam administrasi perkara mediasi. Hal
ini dimaksudkan agar setiap pengadilan memiliki database dalam proses mediasi.

Ada beberapa poin penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 yang berbeda dengan Perma
No. 1 Tahun 2008. Misalnya, jangka waktu penyelesaian mediasi lebih singkat dari 40 hari menjadi
30 hari terhitung. Kedua, kewajiban para pihak menghadiri pertemuan mediasi dengan atau tanpa
kuasa hukum, kecuali ada alasan sah. Hal terpenting adanya itikad baik dan akibat hukum (sanksi)
para pihak yang tidak beritikad baik dalam proses mediasi.

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Mediasi MA, Mohammad Noor mengungkapkan ada
tiga faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan proses mediasi yakni adanya iktikad tidak baik
para pihak, peran kuasa hukum (advokat), dan penjelasan majelis pemeriksa perkara belum
optimal yang mengakibatkan para pihak kurang paham proses mediasi. Dalam hal ini MA belajar
dari kelemahan itu, Perma No. 1 Tahun 2016 ini ditekankan pada itikad baik para pihak dalam
rangka keberhasilan proses mediasi.

Misalnya mengenai aturan tentang Iktikad Baik dalam proses mediasi dan akibat hukum
para pihak yang tidak beriktikad baik dalam proses mediasi. Pasal 7 menyatakan: (1) Para Pihak
dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. 2) Salah satu pihak atau
Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator dalam
hal yang bersangkutan:

a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi
tanpa alasan sah;
b. menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya
meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume
Perkara pihak lain; dan/atau
e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan
sah.

Apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), maka berdasarkan Pasal 23, gugatan dinyatakan tidak dapat
diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 22 PERMA No.1 Tahun
2016. Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai pula kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator menyampaikan laporan penggugat
tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya
Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat
dilaksanakannya Mediasi.
Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Hakim Pemeriksa
Perkara mengeluarkan putusan yang merupakan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak
dapat diterima disertai penghukuman pembayaran Biaya Mediasi dan biaya perkara.
Biaya Mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat dapat diambil dari panjar biaya perkara
atau pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan kepada tergugat melalui kepaniteraan
Pengadilan. Apabila Tergugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2), dikenai kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator menyampaikan
laporan tergugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi
pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak
dapat dilaksanakannya Mediasi.
Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum melanjutkan
pemeriksaan, Hakim Pemeriksa Perkara dalam persidangan yang ditetapkan berikutnya wajib
mengeluarkan penetapan yang menyatakan tergugat tidak beriktikad baik dan menghukum
tergugat untuk membayar Biaya Mediasi. Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bagian dari biaya perkara yang wajib disebutkan dalam amar putusan akhir. Dalam
hal tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimenangkan dalam putusan, amar putusan
menyatakan Biaya Mediasi dibebankan kepada tergugat, sedangkan biaya perkara tetap
dibebankan kepada penggugat sebagai pihak yang kalah.
Perma No. 1 Tahun 2016 juga mengenal kesepakatan sebagian pihak (partial
settlement) yang terlibat dalam sengketa atau kesepakatan sebagian objek sengketanya. Berbeda
dengan Perma sebelumnya apabila hanya sebagian pihak yang bersepakat atau tidak hadir mediasi
dianggap dead lock (gagal). Tetapi, Perma yang baru kesepakatan sebagian pihak tetap diakui,
misalnya penggugat hanya sepakat sebagian para tergugat atau sebagian objek sengketanya.
Selebihnya substansi Perma No. 1 Tahun 2016 hampir sama dengan Perma sebelumnya. Misalnya,
prosedur mediasi bersifat wajib ditempuh, jika tidak putusan batal demi hukum; mediator bisa dari
kalangan hakim ataupun nonhakim yang bersertifikat. Hanya saja, pengaturan Perma Mediasi
terbaru cakupannya lebih luas dari Perma sebelumnya. Misalnya, pengecualian perkara yang bisa
dimediasikan lebih luas daripada Perma sebelumnya yakni semua jenis perkara perdata, kecuali
perkara Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas keputusan KPPU,
BPSK, sengketa parpol, permohonan pembatalan putusan arbitrase, perkara gugatan sederhana,
dan lain-lain (Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2016).
Maka dari itu PERMA No.1 Tahun 2016 ini pula yang menegaskan kembali peranan
mediator independen untuk berperan lebih aktif dalam menyelesaikan perkara atau sengketa di
luar pengadilan, yang kemudian hasil mediasi yang disepakati dapat diajukan penetapan ke
Pengadilan melalui mekanisme gugatan.

Berikut adalah beberapa poin mediasi dari PERMA NO.1 Tahun 2016:

1. Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di persidangan, hakim wajib
mendamaikan kedua belah pihak. Usaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara tidak
terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan dalam sidang sidang berikutnya
meskipun taraf pemeriksaan lebih lanjut (Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg).
2. Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuat akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih
dahulu oleh hakim dihadapan para pihak sebelum hakim menjatuhkan putusan yang menghukum
kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut. Akta putusan perdamaian mempunyai
kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dan apabila tidak
dilaksanakan, eksekusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
3. Akta / putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan
kembali.
4. Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal tersebut harus dicatat dalam berita acara persidangan,
selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa
yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penterjemah (Pasal 131
HIR/Pasal 155 RBg).
5. Khusus untuk gugatan perceraian, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak yang
bersengketa, yang sedapat mungkin dihadiri sendiri oleh suami-istri tersebut.
6. Apabila usaha perdamaian berhasil, maka gugatan penceraian tersebut harus dicabut, apabila usaha
perdamaian gagal maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang yang tertutup untuk umum.
7. PERMA Nomor 1 Tahun 2016 mengatur tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (lihat lampiran
file PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan).

Anda mungkin juga menyukai