Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lembaga peradilan sebagai institusi yang diciptakan oleh sistem hukum
dengan fungsi sebagai sarana penyelesaian sengketa yang adil melalui proses

peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.1 Asas-asas bahwa proses
peradilan dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan diwujudkan
dalam mencapai peradilan yang efektif dan efisien. Namun implikasi pesatnya
perkembangan kegiatan ekonomi dan bisnis tidak diimbangi dengan lembaga
pengadilan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang diharapkan masyarakat. Hal
ini dikarenakan lembaga pengadilan yang secara konkrit mengemban tugas untuk
menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa, mengadili, serta
menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan, dianggap sebagai tempat
menyelesaikan sengketa yang tidak efektif dan efisien.1

B. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perlunya optimalisasi mediasi di
pengadilan?
2. Bagaimana Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perlunya
optimalisasi mediasi di pengadilan.
2. Untuk mengetahui Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah

1
Muhammad Alim, 2011, Sekilas Tentang : Peradilan Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan, Varia
Peradilan No. 305, hlm. 5
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perlunya


optimalisasi mediasi di pengadilan

1. Lembaga pengadilan masih dipercaya masyarakat untuk


menyelesaikan sengketa.
Lembaga pengadilan merupakan salah satu pranata dari hukum modern
telah mendapatkan kepercayaan masyarakat dunia. Pada saat itulah lembaga
peradilan merupakan suatu mekanisme yang disediakan negara dalam
menyelesaikan sengketa. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengadilan

masih cukup tinggi9, hal ini terlihat dari indikasi banyaknya jumlah perkara
yang masuk ke pengadilan. Berdasarkan laporan tahunan Mahkamah Agung,
selama tahun 2013 jumlah perkara yang diterima pengadilan seluruh Indonesia
sejumlah 3.934.648 perkara.
Adapun alasan yang mendorong masyarakat menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah : Pertama, ada banyak kepercayaan bahwa
pengadilan merupakan tempat untuk memperoleh keadilan seperti yang mereka
kehendaki, Kedua, kepercayaan bahwa pengadilan merupakan lembaga yang
mengekspresikan nilai-nilai kejujuran, mentalitas yang tidak korup dan nilai-nilai
utama lainnya, Ketiga, waktu dan biaya yang mereka keluarkan tidak sia-sia dan
Keempat, bahwa pengadilan merupakan tempat bagi orang untuk benar-benar
memperoleh perlindungan hukum.
Namun kepercayaan masyarakat tidak mendapat respon memadai dari
pengadilan. Realitasnya peranan pengadilan belum bisa memenuhi harapan
masyarakat. Hal ini dikarenakan banyaknya putusan-putusan pengadilan tidak
menyelesaikan masalah tetapi justru menimbulkan masalah.

2
2. Menumpuknya perkara di Lembaga Mahkamah Agung
Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi tahun 2013
sebanyak 9.799 perkara. Sisa perkara kasasi tahun 2012 sejumah 7.784 perkara,
sehingga beban pemeriksaan perkara kasasi tahun 2013 sejumlah 17.583 perkara.
Salah satu langkah yang diambil oleh lembaga Mahkamah Agung dalam
mengatasi tunggakan perkara adalah penggunaan teknologi dalam penyelesaian
perkara.2
Namun nampaknya penggunaan teknologi bukanlah satu-satunya
jawaban untuk mengikis tunggakan perkara. Sebagaimana
disampaikan Senior Assistent Registrar Supreme Court Singapura Mr. Yeong Zee
Kin, tunggakan perkara pernah merupakan hal yang kronis di Mahkamah Agung
Singapura pada tahun 90-an yaitu lebih dari 2000 perkara siap disidangkan
namun tanggal persidangan baru tersedia tiga tahun atau lebih yang akan datang,
lebih dari 10.000 berkas inaktif di MA sebagian berusia lebih dari sepuluh tahun,
perkara pidana memakan waktu sampai empat tahun, perkara banding memakan
waktu sekitar dua tahun, hampir separuh (44%) dari semua perkara berusia 5-10
tahun.

B. Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah

Penyelesaian sengketa perbankan syariah disaat sekarang telah memiliki

kejelasan dimana peraturannya telah diatur dengan jelas. Para pihak yang bersengketa

memiliki kebebasan dalam memilih, dimana penyelesaian sengketa itu diselesaikan apakah

melalui lembaga peradilan atau diluar pengadilan.

1. Peradilan Agama

2
Rusli, Muhammad, 2013, Lembaga Pengadilan Indonesia Beserta Putusan Kontroversial, UII
Press, Yogyakarta.h. 35

3
Hukum acara atau prosedur dalam menangani perkara perbankan syariah

yang diajukan di lingkungan peradilan agama adalah bentuk hukum acara perdata yang

biasa dilaksanakan di peradilan negeri. Hal ini sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang

No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

Tentang Peradilan Agama, “Hukum acara yang berlaku pada pengadilan agama adalah

hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,

kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”. Hukum acara perdata

tersebut sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, HIR (Het Herzeine

Inlandsche Reglement) dan R.Bg (Rechts Reglement Buitengewesten) termasuk

ketentuan yang diatur dalam Rv (Reglement of de Rechtsvordering), KUH Perdata,

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang

No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2004

Tentang Peradilan Umum serta beberapa peraturan lain yang berkenaan dengan itu.3

Ada 3 (tiga) bentuk kewenangan peradilan agama, pertama; perkara-perkara perdata

di luar dibidang ekonomi syariah, yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum acara

perdata sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, kedua; perkara-

perkara di bidang perkawinan yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum acara

khusus sebagaimana dalam Undang-Undang Peradilan Agama itu sendiri, dan ketiga;

perkara-perkara dalam bidang jinayah (pidana), yang tunduk pada ketentuan hukum acara

pidana yang tidak lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Perbankan syariah merupakan perkara perdata di luar bidang perkawinan, oleh

karena itu ketentuan hukum acara yang harus diterapkan dalam menyelesaikan perkara-

3
Abdul Manan. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Cetakan
keempat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Halaman. 171.
4
perkara di bidang perbankan syariah di lingkungan peradilan agama adalah ketentuan

yang berlaku di peradilan umum. Dalam hal menerima, memeriksa, mengadili serta

menyelesaikan perkara ekonomi syariah wajib menerapkan ketentuan-ketentuan hukum

acara perdata.

1.1 Perdamaian Sebagai Tahap Awal Dalam Penyelesaian Sengketa


Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama

Suatu kewajiban hakim apabila menerima suatu perkara adalah mendamaikan kedua

belah pihak dalam hukum acara perdata. Upaya damai yang harus dilakukan hakim dalam

rangka penyelesaian sengketa syariah khususnya di Pengadilan Agama tertuju pada

ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01

Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR dan PERMA No. 01 Tahun 2008 adalah

landasan yuridis dalam mengupayakan perdamaian di tingkat pertama. Adanya PERMA

ini membuat hakim lebih proaktif dalam mendorong kedua belah pihak untuk berdamai,

bukan sekedar formalitas saja yang hanya sekedar anjuran selama ini. Perdamaian atau

mediasi wajib dilakukan dan apabila tidak dilaksanakan akan melanggar ketentuan Pasal

154 R.Bg/130 HIR yang tertuang didalam Pasal 2 ayat (3) PERMA, akibatnya putusan

batal demi hukum (van rechtswege nietig). Pasal 18 ayat (2) PERMA tersebut, baru

dibolehkan memeriksa perkara melalui proses hukum acara perdata biasa, apabila gagal

proses mediasi sebagaimana yang diperintahkan PERMA gagal menghasilkan

kesepakatan.4

Tindakan yang harus dilakukan oleh hakim dalam mengupayakan damai

berdasarkan ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR adalah:

4
Sulistiyono, Adi, 2006, Krisis Lembaga Pengadilan di Indonesia, UNS Press, Surakarta. H. 78

5
1. Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap,

maka pengadilan negeri dengan perantara ketua berusaha mendamaikan

2. Bila dapat dicapai perdamaian, maka didalam sidang itu juga dibuatkan suatu

akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat dan

akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan

biasa.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dipahami bahwa tindakan pertama harus

dilakukan oleh seorang hakim adalah mengupayakan perdamaian di kedua belah pihak.

Kemudian apabila tercapai kesepakatan unutuk menyelesaikan perkara tersebut secara

damai, maka kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk perjanjian (akta) perdamaian.

Apabila anjuran damai yang dilakukan semata-mata atas dasar ketentuan Pasal
154 R.Bg/130 HIR ternyata tidak berhasil, maka langkah selanjutnya yang harus
dilakukan hakim adalah mengupayakan perdamaian melalui mediasi sesuai
dengan ketentuan PERMA No. 01 Tahun 2008. Mediasi yang diterapkan dalam
sistem peradilan menurut ketentuan Pasal 1 butir 7 PERMA diartikan “cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator yang dimaksud dalam hal ini
adalah:

1. Penyelesaian sengketa melalui proses perundingan antar para pihak

2. Perundingan para pihak tersebut dibantu oleh mediator

Kedudukan dan fungsi mediator dalam proses perundingan tersebut menurut Pasal 1

butir 6 PERMA adalah sebagai pihak yang netral yang akan membantu para pihak dalam

proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa

menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian tertentu.

Tindakan seorang hakim setelah memerintahkan para pihak agar terlebih dahulu

menempuh proses mediasi adalah menyampaikan penundaan proses persidangan perkara,


6
hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (5) PERMA. Penundaan itu dimaksudkan untuk

memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak menempuh proses mediasi.

Lamanya proses penundaan persidangan perkara tersebut adalah selama 40 hari sejak

mediator terpilih atau ditunjuk oleh hakim, Pasal 13 ayat (3) PERMA. Dalam proses

mediasi, ada 2 hal terpenting pula yang harus diketahui yaitu mediasi mencapai

kesepakatan atau tidak mencapai kesepakatan. Apabila mediasi mencapai kata

kesepakatan, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh para pihak, yaitu:

1. Para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara


tertulis kesepakatan yang dicapai yang ditandatangi oleh para pihak dan
mediator tersebut
2. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para
pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang
dicapai
3. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah
ditentukan untuk memberitahukan kesepatakan perdamaian.
4. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim
untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian
5. Jika tidak, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan
gugatan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai.

Selanjutnya, apabila mediasi tidak mencapai kata kesepakatan atau gagal, maka

mediator wajib melakukan:

1. Menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal

2. Memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim.

Setelah pemberitahuan mengenai kegagalan mediasi tersebut, hakim selanjutnya

melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

1.2 Proses pemeriksaan persidangan di Peradilan Agama

7
Tidak adanya kata perdamaian baik dalam anjuran hakim hingga perdamaian

melalui mediator, maka pemeriksaan perkara pun harus dilanjutkan. Namun dalam

pemeriksaan perkara itu, hakim harus melihat dengan cermat mengenai perjanjian antara

kedua belah pihak yang bersengketa. Hakim harus memastikan terlebih dahulu bahwa

kedua belah pihak tidak membuat klausula arbitrase. Ini suatu hal yang menjadi fokus

utama seorang hakim dalam mencermati isi perjanjian oleh pihak yang bersengketa5.

Pentingnya memastikan terlebih dahulu apakah perkara tersebut termasuk sengketa

perjanjian yang mengandung klausula arbitrase atau bukan, tidak lain dimaksudkan agar

jangan sampai pengadilan agama memeriksa dan mengadili perkara yang ternyata diluar

jangkauan kewenangan absolutnya.

Proses pemeriksaan perkara dalam sengketa perbankan syariah adalah sesuai dengan

hukum acara perdata yang berlaku. Setelah melewati proses pengajuan perdamaian yang

ditengahi oleh seorang hakim hingga mediasi yang ditengahi oleh seorang mediator

ternyata tidak mencapai kata kesepakatan, maka akan dimulai dengan proses pembacaan

surat gugatan oleh penggugat, lalu disusul dengan proses jawab menjawab yang diawali

dengan jawaban dari pihak tergugat, kemudian replik penggugat dan terakhir duplik dari

pihak tergugat.

Setelah proses jawab menjawab selesai lalu persidangan dilanjutkan dengan acara

pembuktian. Pada tahap pembuktian ini kedua belah pihak berpekara masing-masing

mengajukan bukti-buktinya guna mendukung dalil-dalil yang telah dikemukakan di

persidangan. Setelah masing-masing pihak mengajukan bukti-buktinya, lalu tahap

terakhir adalah kesimpulan dari pihak yang merupakan tahap terakhir dari proses

5
Takdir Rahmadi. 2010. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta:
PT.
RajaGrafindo Persada. Halaman 13.

8
pemeriksaan perkara di persidangan.

Setelah seluruh tahap pemeriksaan perkara di persidangan selesai,

hakim melanjutkan untuk mengambil putusan dalam rangka mengadili atau

memberikan keadilan dalam perkara tersebut. Untuk itu tindakan hakim dalam

memeriksa dan mengadili perkara tersebut adalah melakukan konstatir, kualifsir dan

konstituir. Meng- konstituir adalah menguji benar tidaknya suatu peristiwa atau fakta

yang diajukan para pihak melalui proses pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti

yang sah menurut hukum pembuktian. Meng-kualifsir adalah menilai peristiwa atau

fakta yang telah terbukti termasuk hubungan hukum apa dan menemukan hukumnya

bagi peristiwa yang telah di konstatir. Meng-konstituir adalah menetapkan hukum atas

perkara tersebut.

2. Pengadilan Umum/Negeri
Di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam

penjelasan Pasal 55 penyelesaian sengketa perbankan syariah menempatkan Pengadilan

Negeri sebagai salah satunya. Banyak pendapat yang tidak setuju akan hal ini karena

secara peraturan, perbankan syariah menggunakan Al-Quran dan Al-Hadist. Pemeriksaan

yang masuk kedalam Pengadilan Negeri secara keseluruhan khususya menggunakan

hukum acara perdata sama sekali tidak menggunakan hukum Islam. Secara kompetensi

Pengadilan Negeri sama sekali tidak berwenang memeriksa bahkan mengadili sengketa

ekonomi syariah. Namun di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah di penjelasan Pasal 55 disebutkan bahwa pengadilan Negeri dapat

dipilih sebagai tempat penyelesaian sengketa syariah.6

6
Jimmy Joses Sembiring. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan:
negosiasi, mediasi, konsiliasi & arbitrase. Jakarta: Transmedia Pustaka. Halaman 19.
9
Para pihak disaat ber akad atau melakukan perjanjian diberikan kebebasan untuk

memilih dimana penyelesaian sengketa yang akan diambil. Pengadilan Agama

merupakan pengadilan yang memiliki kompetensi abosolut dalam menangani sengketa

syariah yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Silang pendapat mengenai wewenang Pengadilan Negeri apakah memang benar

memiliki kewenagan tersebut masih tetap tanda tanya namun apabila dipahami

pengadilan negeri merupakan suatu pilihan atau anomali yang tidak menjadi keharusan

bagi setiap yang bersengketa untuk menyelesaiakan sengketa yang ada.

Nasabah perbankan syariah tidak seluruhnya merupakan yang beragama Islam tapi

tidak demikian pula apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Negeri.

Ketika seseorang telah ikut dalam suatu akad yang telah disepakati maka secara tidak

langsung ia telah tunduk secara sukarela kepada hukum islam sehingga tidak perlu lagi

memilih pengadilan negeri sebagai tempat penyelesaian sengketa syariah.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengaturan penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia pada saat ini

telah memiliki kejelasan. Tidak ada lagi keraguan bagi para pihak ketika terjadi

sengketa pada mereka. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan titik terang atas

penyelesaian sengketa yang dapat dipilih di luar pengadilan melalui Badan

Arbitrase Syariah.Kemudian Undang- Undang No. 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun Peradilan Agama ditujukan

untuk penyelesaian sengketa di dalam peradilan khususnya Peradilan

Agama. Peraturan ini juga memperjelas atas bagaimana pengeksekusian

atas putusan badan arbitrase. Dengan itu jelaslah bahwa Peradilan Agama yang

memiliki wewenang sebagai eksekutor. Kemudian Undang-Undang No.

21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah secara khusus mengatur

mengenai Perbankan Syariah dan mengenai penyelesaian sengketa. Di dalam

peraturan ini terdapat penyelesaian sengketa melalui

jalur litigasi dan non-litigasi;

musyawarah/negosiasi, mediasi dan pengadilan negeri.

2. Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah tidak jauh berbeda dari

bentuk acara yang dipergunakan lembaga-lembaga sebelumnya. Hukum


11
acara yanng dipergunakan di pengadilan agama tetap menggunakan

hukum acara perdata umumnya demikian juga dengan pengadilan

negeri. Di jalur non-litigasi,

musyawarah/negosiasi proses yang dipergunakan tetap sama. Proses mediasi

sedikit berbeda dengan mediasi lainnya.

B. Saran

Pilihan setiap orang untuk menyelesaikan perkara atas sengketa yang ada

adalah kebebasan setiap orang diawal perjanjian yang dibuatnya. Pilihan melalui

jalur pengadilan ataupun diluar pengadilan sudah ada di peraturan yang dibuat oleh

pemerintah. Sudah selayaknya apabila terjadi sengketa yang ada maka

penyelesainnya di selesaikan melalui syariah, hal ini ditujukan terhadap penyelesaian di

Pengadilan Negeri. Walaupun ini adalah pilihan, bukan suatu kewajiban, para pihak

sebaiknya tunduk dan ikut dalam peraturan yang ada.

12

Anda mungkin juga menyukai