PENDAHULUAN
peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.1 Asas-asas bahwa proses
peradilan dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan diwujudkan
dalam mencapai peradilan yang efektif dan efisien. Namun implikasi pesatnya
perkembangan kegiatan ekonomi dan bisnis tidak diimbangi dengan lembaga
pengadilan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang diharapkan masyarakat. Hal
ini dikarenakan lembaga pengadilan yang secara konkrit mengemban tugas untuk
menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa, mengadili, serta
menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan, dianggap sebagai tempat
menyelesaikan sengketa yang tidak efektif dan efisien.1
B. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perlunya optimalisasi mediasi di
pengadilan?
2. Bagaimana Mekanisme penyelesaian sengketa perbankan syariah ?
1
Muhammad Alim, 2011, Sekilas Tentang : Peradilan Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan, Varia
Peradilan No. 305, hlm. 5
1
BAB II
PEMBAHASAN
masih cukup tinggi9, hal ini terlihat dari indikasi banyaknya jumlah perkara
yang masuk ke pengadilan. Berdasarkan laporan tahunan Mahkamah Agung,
selama tahun 2013 jumlah perkara yang diterima pengadilan seluruh Indonesia
sejumlah 3.934.648 perkara.
Adapun alasan yang mendorong masyarakat menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah : Pertama, ada banyak kepercayaan bahwa
pengadilan merupakan tempat untuk memperoleh keadilan seperti yang mereka
kehendaki, Kedua, kepercayaan bahwa pengadilan merupakan lembaga yang
mengekspresikan nilai-nilai kejujuran, mentalitas yang tidak korup dan nilai-nilai
utama lainnya, Ketiga, waktu dan biaya yang mereka keluarkan tidak sia-sia dan
Keempat, bahwa pengadilan merupakan tempat bagi orang untuk benar-benar
memperoleh perlindungan hukum.
Namun kepercayaan masyarakat tidak mendapat respon memadai dari
pengadilan. Realitasnya peranan pengadilan belum bisa memenuhi harapan
masyarakat. Hal ini dikarenakan banyaknya putusan-putusan pengadilan tidak
menyelesaikan masalah tetapi justru menimbulkan masalah.
2
2. Menumpuknya perkara di Lembaga Mahkamah Agung
Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi tahun 2013
sebanyak 9.799 perkara. Sisa perkara kasasi tahun 2012 sejumah 7.784 perkara,
sehingga beban pemeriksaan perkara kasasi tahun 2013 sejumlah 17.583 perkara.
Salah satu langkah yang diambil oleh lembaga Mahkamah Agung dalam
mengatasi tunggakan perkara adalah penggunaan teknologi dalam penyelesaian
perkara.2
Namun nampaknya penggunaan teknologi bukanlah satu-satunya
jawaban untuk mengikis tunggakan perkara. Sebagaimana
disampaikan Senior Assistent Registrar Supreme Court Singapura Mr. Yeong Zee
Kin, tunggakan perkara pernah merupakan hal yang kronis di Mahkamah Agung
Singapura pada tahun 90-an yaitu lebih dari 2000 perkara siap disidangkan
namun tanggal persidangan baru tersedia tiga tahun atau lebih yang akan datang,
lebih dari 10.000 berkas inaktif di MA sebagian berusia lebih dari sepuluh tahun,
perkara pidana memakan waktu sampai empat tahun, perkara banding memakan
waktu sekitar dua tahun, hampir separuh (44%) dari semua perkara berusia 5-10
tahun.
kejelasan dimana peraturannya telah diatur dengan jelas. Para pihak yang bersengketa
memiliki kebebasan dalam memilih, dimana penyelesaian sengketa itu diselesaikan apakah
1. Peradilan Agama
2
Rusli, Muhammad, 2013, Lembaga Pengadilan Indonesia Beserta Putusan Kontroversial, UII
Press, Yogyakarta.h. 35
3
Hukum acara atau prosedur dalam menangani perkara perbankan syariah
yang diajukan di lingkungan peradilan agama adalah bentuk hukum acara perdata yang
biasa dilaksanakan di peradilan negeri. Hal ini sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang
No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama, “Hukum acara yang berlaku pada pengadilan agama adalah
hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,
kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”. Hukum acara perdata
tersebut sebagaimana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, HIR (Het Herzeine
No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2004
Tentang Peradilan Umum serta beberapa peraturan lain yang berkenaan dengan itu.3
di luar dibidang ekonomi syariah, yang tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum acara
khusus sebagaimana dalam Undang-Undang Peradilan Agama itu sendiri, dan ketiga;
perkara-perkara dalam bidang jinayah (pidana), yang tunduk pada ketentuan hukum acara
pidana yang tidak lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
karena itu ketentuan hukum acara yang harus diterapkan dalam menyelesaikan perkara-
3
Abdul Manan. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Cetakan
keempat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Halaman. 171.
4
perkara di bidang perbankan syariah di lingkungan peradilan agama adalah ketentuan
yang berlaku di peradilan umum. Dalam hal menerima, memeriksa, mengadili serta
acara perdata.
Suatu kewajiban hakim apabila menerima suatu perkara adalah mendamaikan kedua
belah pihak dalam hukum acara perdata. Upaya damai yang harus dilakukan hakim dalam
ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 01
Ketentuan Pasal 154 R.Bg/130 HIR dan PERMA No. 01 Tahun 2008 adalah
ini membuat hakim lebih proaktif dalam mendorong kedua belah pihak untuk berdamai,
bukan sekedar formalitas saja yang hanya sekedar anjuran selama ini. Perdamaian atau
mediasi wajib dilakukan dan apabila tidak dilaksanakan akan melanggar ketentuan Pasal
154 R.Bg/130 HIR yang tertuang didalam Pasal 2 ayat (3) PERMA, akibatnya putusan
batal demi hukum (van rechtswege nietig). Pasal 18 ayat (2) PERMA tersebut, baru
dibolehkan memeriksa perkara melalui proses hukum acara perdata biasa, apabila gagal
kesepakatan.4
4
Sulistiyono, Adi, 2006, Krisis Lembaga Pengadilan di Indonesia, UNS Press, Surakarta. H. 78
5
1. Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap,
2. Bila dapat dicapai perdamaian, maka didalam sidang itu juga dibuatkan suatu
akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat dan
akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan
biasa.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dipahami bahwa tindakan pertama harus
dilakukan oleh seorang hakim adalah mengupayakan perdamaian di kedua belah pihak.
damai, maka kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk perjanjian (akta) perdamaian.
Apabila anjuran damai yang dilakukan semata-mata atas dasar ketentuan Pasal
154 R.Bg/130 HIR ternyata tidak berhasil, maka langkah selanjutnya yang harus
dilakukan hakim adalah mengupayakan perdamaian melalui mediasi sesuai
dengan ketentuan PERMA No. 01 Tahun 2008. Mediasi yang diterapkan dalam
sistem peradilan menurut ketentuan Pasal 1 butir 7 PERMA diartikan “cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator yang dimaksud dalam hal ini
adalah:
Kedudukan dan fungsi mediator dalam proses perundingan tersebut menurut Pasal 1
butir 6 PERMA adalah sebagai pihak yang netral yang akan membantu para pihak dalam
Tindakan seorang hakim setelah memerintahkan para pihak agar terlebih dahulu
Lamanya proses penundaan persidangan perkara tersebut adalah selama 40 hari sejak
mediator terpilih atau ditunjuk oleh hakim, Pasal 13 ayat (3) PERMA. Dalam proses
mediasi, ada 2 hal terpenting pula yang harus diketahui yaitu mediasi mencapai
kesepakatan, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh para pihak, yaitu:
Selanjutnya, apabila mediasi tidak mencapai kata kesepakatan atau gagal, maka
melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
7
Tidak adanya kata perdamaian baik dalam anjuran hakim hingga perdamaian
melalui mediator, maka pemeriksaan perkara pun harus dilanjutkan. Namun dalam
pemeriksaan perkara itu, hakim harus melihat dengan cermat mengenai perjanjian antara
kedua belah pihak yang bersengketa. Hakim harus memastikan terlebih dahulu bahwa
kedua belah pihak tidak membuat klausula arbitrase. Ini suatu hal yang menjadi fokus
utama seorang hakim dalam mencermati isi perjanjian oleh pihak yang bersengketa5.
perjanjian yang mengandung klausula arbitrase atau bukan, tidak lain dimaksudkan agar
jangan sampai pengadilan agama memeriksa dan mengadili perkara yang ternyata diluar
Proses pemeriksaan perkara dalam sengketa perbankan syariah adalah sesuai dengan
hukum acara perdata yang berlaku. Setelah melewati proses pengajuan perdamaian yang
ditengahi oleh seorang hakim hingga mediasi yang ditengahi oleh seorang mediator
ternyata tidak mencapai kata kesepakatan, maka akan dimulai dengan proses pembacaan
surat gugatan oleh penggugat, lalu disusul dengan proses jawab menjawab yang diawali
dengan jawaban dari pihak tergugat, kemudian replik penggugat dan terakhir duplik dari
pihak tergugat.
Setelah proses jawab menjawab selesai lalu persidangan dilanjutkan dengan acara
pembuktian. Pada tahap pembuktian ini kedua belah pihak berpekara masing-masing
terakhir adalah kesimpulan dari pihak yang merupakan tahap terakhir dari proses
5
Takdir Rahmadi. 2010. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta:
PT.
RajaGrafindo Persada. Halaman 13.
8
pemeriksaan perkara di persidangan.
memberikan keadilan dalam perkara tersebut. Untuk itu tindakan hakim dalam
memeriksa dan mengadili perkara tersebut adalah melakukan konstatir, kualifsir dan
konstituir. Meng- konstituir adalah menguji benar tidaknya suatu peristiwa atau fakta
yang diajukan para pihak melalui proses pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti
yang sah menurut hukum pembuktian. Meng-kualifsir adalah menilai peristiwa atau
fakta yang telah terbukti termasuk hubungan hukum apa dan menemukan hukumnya
bagi peristiwa yang telah di konstatir. Meng-konstituir adalah menetapkan hukum atas
perkara tersebut.
2. Pengadilan Umum/Negeri
Di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam
Negeri sebagai salah satunya. Banyak pendapat yang tidak setuju akan hal ini karena
hukum acara perdata sama sekali tidak menggunakan hukum Islam. Secara kompetensi
Pengadilan Negeri sama sekali tidak berwenang memeriksa bahkan mengadili sengketa
6
Jimmy Joses Sembiring. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan:
negosiasi, mediasi, konsiliasi & arbitrase. Jakarta: Transmedia Pustaka. Halaman 19.
9
Para pihak disaat ber akad atau melakukan perjanjian diberikan kebebasan untuk
syariah yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
memiliki kewenagan tersebut masih tetap tanda tanya namun apabila dipahami
pengadilan negeri merupakan suatu pilihan atau anomali yang tidak menjadi keharusan
Nasabah perbankan syariah tidak seluruhnya merupakan yang beragama Islam tapi
tidak demikian pula apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Negeri.
Ketika seseorang telah ikut dalam suatu akad yang telah disepakati maka secara tidak
langsung ia telah tunduk secara sukarela kepada hukum islam sehingga tidak perlu lagi
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengaturan penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia pada saat ini
telah memiliki kejelasan. Tidak ada lagi keraguan bagi para pihak ketika terjadi
atas putusan badan arbitrase. Dengan itu jelaslah bahwa Peradilan Agama yang
B. Saran
Pilihan setiap orang untuk menyelesaikan perkara atas sengketa yang ada
adalah kebebasan setiap orang diawal perjanjian yang dibuatnya. Pilihan melalui
jalur pengadilan ataupun diluar pengadilan sudah ada di peraturan yang dibuat oleh
Pengadilan Negeri. Walaupun ini adalah pilihan, bukan suatu kewajiban, para pihak
12