Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

HUKUM ACARA PIDANA

Nama Kelompok

1. Detaris Gulo (220710044)


2. Giovanny Syalshabila(220710018)
3. Nuci Nutici Dwi (220710035)
4. Victor Siregar (220710048)
5. Darlipius Buuloolo (220710036)

DOSEN PENGAMPU : MOH. ANDIKA SURYA LEBANG, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA UNIVERSITAS
PUTERA BATAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat
dan hidayahnya, sehingga Saya dapat menyelesaikan Penulisan Tugas Mandiri ini
dapat diselesaikan dengan baik walaupun masih terdapat kekurangan namun
diharapkan dapat diperbaiki kedepannya.

Tugas Kelompok ini disusun menurut kaidah keilmuan dan ditulis


berdasarkan kaidah Bahasa Indonesia di bawah pengawasan atau pengarahan
dosen pengampu untuk memenuhi kriteria-kriteria kualitas yang telah ditetapkan
sesuai keilmuannya masing-masing. Tugas Kelompok dibuat sebagai salah
satu persyaratan untuk menyelesaikan suatu mata kuliah di Universitas Putera
Batam (UPB). Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam
penyusunan Tugas Kelompok ini. Oleh karena itu Saya meminta kepada pembaca
agar dapat memaklumi serta memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak yang membaca maupun yang menggunakannya,
demi kesempurnaan penulisan.

Saya menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan atau kesalahan yang
harus diperbaiki dan masih jauh dari kesempurnaan. Saya berharap agar pembaca
dapat memaklumi.

Batam, 17 Desember 2022

Kelompok Hukum Acara Pidana

2
1. SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA

Sumber hukum merupakan asal atau tempat untuk mencari dan menemukan
hukum. Tempat untuk menemukan hukum disebut dengan sumber hukum dalam
arti formil. Menurut Sudarto sumber hukum pidana Indonesia adalah hukum yang
tertulis Induk peraturan hukum pidana positif atau yang kita kenal dengan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Adapun nama asli Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah Wetboek
van Strafrecht voor nederlandsch indie (W.v.S) yang merupakan sebuah Titah
Raja (Koninklijk Besluit) tanggal 15 Oktober 1915 No. 33, hal mana mulai
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. 

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht voor
nederlandsch indie (WvS) ini merupakan turunan dari Wetboek van
Strafrecht Negeri Belanda yang selesai dibuat pada tahun 1881 dan mulai berlaku
pada tahun 1886. 

Walaupun demikian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak seratus


persen sama, melainkan diadakan penyimpangan-penyimpangan menurut
kebutuhan dan keadaan tanah jajahan Hindia Belanda pada saat itu. Akan tetapi,
asas-asas dan dasar filsafatnya tetap sama. 

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang berlaku di


Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 mendapat
perubahan-perubahan yang penting berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1942 (Undang-Undang Pemerintah Republik
Indonesia, Yogyakarta) yang pada Pasal 1 menyatakan bahwa: 
“Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik
Indonesiatertanggal 10 Oktober 1945 No. 2 menetapkan bahwa peraturan hukum
pidana yang sekarang berlaku ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada

3
pada tanggal 8 Maret 1942”.
Ini berarti bahwa teks resmi (yang sah) untuk Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) kita adalah Bahasa Belanda, hal mana Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) itu merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku
untuk semua golongan penduduk, dengan demikian di dalam lapangan hukum
pidana telah ada unifikasi.  

Adapun Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana yang


dimaksud dibagi ke dalam 3 (tiga) ketentuan yang terdiri dari:
Buku ke-I tentang Aturan atau Ketentuan Umum;
Buku ke-II tentang Kejahatan; dan
Buku ke-III tentang Pelanggaran.
Sumber hukum pidana yang tertulis lainnya adalah peraturan-peraturan pidana
yang diatur di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu
peraturan-peraturan pidana yang tidak dikodifikasikan, yang tersebar dalam
peraturan perundang-undangan hukum pidana lainnya yang berbeda. 

Adapun secara garis besar sumber Hukum Pidana yang berlaku di Negara


Indonesia adalah sebagai berikut:
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
Undang-Undang selain Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
Hukum Adat.

A. Undang-Undang Selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kuhp)


Undang-undang selain Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan
undang-undang yang dibuat dan disusun sendiri oleh bangsa Indonesia. Adapun
contoh undang-undang di luar Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
yaitu sebagai berikut:
 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

4
Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang kemudian disingkat menjadi Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor).
 Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No. 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-
Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia
No. 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang yang kemudian disingkat
menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme.
 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian disingkat menjadi Undang-
Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
 Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 7 tahun 1955 tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi sebagaimana telah
ditambahkan dengan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 8 tahun
1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 156) tentang Penambahan Undang-
Undang Darurat Republik Indonesia No. 7 Tahun 1955 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1955 No. 27) tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi sebagaimana ditambahkan dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1960
tentang Penambahan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 7 Tahun
1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 No. 27) yang ditambah
dengan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 8 tahun 1958 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 156) tentang Pengusutan,

5
Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi yang kemudian disingkat
menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi.
 Undang-Undang Narkotika
Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika yang kemudian disingkat menjadi Undang-
Undang Narkotika.
 Undang-Undang Psikotropika
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika yang
kemudian disingkat menjadi Undang-Undang Psikotropika.

B. Hukum Adat 
Di dalam Hukum Adat kita tidak mengenal pemisahan antara perdata adat dan
pidana adat atau pemisahan antara perkara sipil dan kriminil. Akan tetapi dengan
mengambil perbandingan antara Hukum Perdata Barat dan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP), maka pemisahan antara pidana adat dan perdata adat
dapat menjadi jelas.
Dikatakan menjadi jelas karena di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) banyak kita lihat pasal-pasal yang merupakan
bandingan (equivalent) dari pada Hukum Pidana Adat. Di samping yang ada
bandingannya dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga ada
aturan-aturan Hukum Pidana Adat yang tidak ada bandingannya dengan pasal-
pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang kadang-kadang bagi
masyarakat setempat merupakan hal yang sangat tercela dan di ancam hukuman
yang cukup berat oleh ketentuan Hukum Adat setempat. 

Hukum Adat sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 5
ayat 3 (b) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 1 tahun 1951
tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan
Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil yang pada dasarnya
menyatakan bahwa untuk sementara waktu hukum materiil pidana sipil yang
sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah swapraja dan orang-orang yang

6
sebelumnya telah diadili oleh Pengadilan Adat masih tetap dinyatakan berlaku. 

Adapun maksud kata-kata dari "untuk kaula-kaula dan orang-orang" sebagaimana


disebutkan yakni memuat pengertian sebagai berikut:
Bahwa suatu perbuatan yang berdasarkan peraturan hukum yang hidup dianggap
sebagai perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana Sipil (KUHPS), maka diancam dengan penjatuhan sanksi
berupa pidana penjara yang masa tahanannya tidak lebih dari 3 (tiga) bulan
penjara dan/ atau pidana denda dengan nilai sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah),
hal mana penjatuhan sanksi tersebut sebagai hukuman pengganti apabila hukuman
adat yang dijatuhkan tidak diikuti oleh orang yang melanggar hukum tersebut dan
adapun untuk penggantian yang dimaksud, dianggap oleh Hakim telah sesuai atau
sepadan dengan menjadikan dasar pertimbangan dalam penjatuhan sanksi tersebut
dari besar kecilnya kesalahan yang dilakukan oleh orang yang melanggar hukum
tersebut;
Bahwa apabila pemberian sanksi hukuman yang diputuskan oleh pengadilan adat
terhadap orang yang melanggar hukum tersebut menurut pemikiran hakim telah
melampaui hukuman kurungan atau denda sebagaimana yang disebutkan pada
angka (1) di atas, maka terhadap kesalahan dari yang melanggar hukum tersebut
dapat dikenakan hukuman pengganti selama 10 (sepuluh) tahun penjara. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pengertian bahwa hukuman adat yang menurut
pemahaman hakim hukuman tersebut sudah tidak selaras lagi dengan zaman
sekarang (ketinggal zaman) sehingga hakim menganggap hukum tersebut
sebaiknya dirubah atau diganti; dan
Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup dianggap sebagai suatu
perbuatan pidana dan untuk orang yang melakukan pelanggaran hukum tersebut
dapat mengajukan banding sebagaimana yang dimuat dalam ketentuan yang diatur
pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana Sipil (KUHPS), maka ancaman
hukumannya dianggap diancam dengan hukuman yang sama dengan hukuman
bandingnya yang memiliki kesesuaian dengan perbuatan pidana tersebut.

2. SUBJEK DAN OBJEK HUKUM ACARA PIDANA

7
A. PELAKU
– Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana [pasal
1(14) KUHAP]
– Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di
sidang pengadilan [pasal 1(15) KUHAP]
– Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap [pasal 1(32) KUHAP]
B. HAKIM
adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili [pasal 1(8) KUHAP]
C. JAKSA/PENUNTUT UMUM
– Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. [pasal 1(6) KUHAP]
– Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim [pasal 1(6)
KUHAP]

D. POLISI
– Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan[ pasal 1(1) KUHAP]
– Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini [ pasal 1(3) KUHAP]
– Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan[ pasal 1(4)
KUHAP]
E. PENASEHAT HUKUM
adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan
undang-undang untuk memberi bantuan hukum [pasal 1(13) KUHAP]

8
F. SAKSI –SAKSI
adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
Iihat sendiri dan ia alami sendiri [pasal 1(26) KUHAP]

9
10

Anda mungkin juga menyukai