Anda di halaman 1dari 5

Mufaqqih Syairul Mawakib

11000119120019

Etika dan Tanggung Jawab Profesi Kelas I

Kajian Dugaan Pelanggaran oleh Notaris dalam Kasus yang


Diajukan oleh Nirina Zubai

KASUS POSISI

MAFIA TANAH GELAPKAN ASET IBU NIRINA ZUBIR, 3 PPAT TERLIBAT?

Bisnis, SOLO - Keluarga artis Nirina Zubir menjadi korban mafia tanah. Aset tanah milik ibunda
Nirina Zubir itu digelapkan sekelompok orang. Asisten rumah tangga dan 3 Notaris/PPAT diduga
terlibat.

Ibunda artis Nirina Zubir diduga menjadi korban penipuan dan penggelapan oleh asisten rumah
tangga (ART) berinisial RK dan suaminya, EN.

Enam sertifikat tanah milik ibunda Nirina Zubir disebut-sebut digelapkan pasangan RK dan EN.
Dari enam sertifikat tersebut, dua di antaranya sudah dijual bahkan di atas tanah tersebut telah
didirikan bangunan oleh pembeli.

"Sisanya empat tanah dengan bangunan yang sedang diagunkan. Kurang lebih 17 miliar dari
keenam bidang tanah tersebut,” ujar salah satu kakak Nirina, Rabu (17/11/2021).

Sementara itu, menurut Nirina, kasus bermula saat sang ibu meminta ART-nya mengurus surat-
surat tanah miliknya. Bukannya dibantu, ART tersebut justru mengganti seluruh nama kepemilikan
dan memaksa ibu Nirina mengaku bahwa surat tersebut hilang.

"Jadi tahun 2017, ibu saya bilang bahwa aset-asetnya itu berkasnya hilang. Setelah saya tanya,
katanya sudah ada yang urus, R ini yang urus," kata saudara Nirina dalam konferensi pers.
Saat surat tersebut diurus oleh saudara Nirina, RK tidak bisa membuktikan notaris yang
ditunjuknya untuk mengurus kehilangan surat.

RK dan EN disebut Nirina tidak bekerja sendiri, ada tiga pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang
diduga ikut terlibat.

“Ada lima orang, 3 sudah ditahan, RK dan suaminya, karena surat-surat tanah ibu saya diganti atas

nama dia dan suaminya, notaris F dari wilayah Tangerang. Dua lagi yang sedang dipanggil untuk
BAP,” ujar Nirina.

Pihak Nirina Zubir merasa yakin ada aktor intelektual di balik kasus ini. Mereka yakin ada
kumpulan orang-orang yang terdiri dari pelaku, aktor intelektual, juga pendukung.

“Sudah jelas ini suatu sindikat yang sudah biasa untuk menggelapkan sertifikat, sudah biasa,” ujar

kakak Nirina seperti dikutip Tempo.co.

Kasus penggelapan ini telah dilaporkan pihak keluarga Nirina Zubir ke Polda Metro Jaya pada
Juni 2021 dengan nomor LP/B/2844/VI/SPKT PMJ.

Diduga Manfaatkan Kelengahan Keluarga

RK bekerja sejak 2009 mengurusi ibunda Nirina. Diduga selama mengurus ibunda Nirina, RK
mempelajari kelemahan keluarga Nirina, yaitu waktu bersama keluarga.

“Dia berada di keluarga ibu saya sejak 2009, untuk berada di sekitar ibu saya, hidup dari ibu saya,

tempat tinggal diberikan. Dia bukan siapa-siapa, ibu saya memiliki hati yang besar menampung
dia, datang dari daerah karena tidak diterima oleh keluarga tirinya,” ujar Nirina.

Nirina menduga kelengahan keluarga dimanfaatkan RK.

“Kakak saya satu di Bali, satu di Malang dan tiga di Jakarta, semuanya dengan kesibukan masing-

masing,” kata Nirina.

Diperkirakan kelengahan itu lah yang dimanfaatkan RK untuk mengambil alih semua surat-surat
penting milik ibunda Nirina. Bahkan, ibunda Nirina diminta untuk menjawab hilang jika anak-
anaknya bertanya kemana surat-surat itu.
“Pernah, 2017 saya tanya, mama sudah berumur surat-surat penting kalau bisa dikasih ke anak-

anak, supaya disimpan. Mama saya diam aja, katanya hilang. Semua surat penting hilang, katanya
jangan bikin mama rumit, sudah diurus,” ujar kakak Nirina memberi keterangan.

Semua itu akhirnya terkuak ketika RK tidak bisa membuktikan notaris yang ditunjuknya untuk
mengurus kehilangan surat.

RK dan suaminya, EN, diduga Nirina tidak bekerja sendiri, ada tiga pejabat pembuat akta tanah
(PPAT) yang ikut terlibat.

Sementara itu, berdasarkan pemberitaan di Bisnis.com, Ibunda Nirina Zubir yakni Cut Indria
Marzuki meninggal dunia pada Senin (11/11/2019) malam, dalam keadaan tertidur di rumah duka
kawasan Srengseng, Jakarta Barat.

Nirina, yang akrab dipanggil Na, menyebutkan ibunya tidak memiliki sakit berat. Almarhumah
Ibunda Nirina Zubir meninggal di usia 69 tahun. Jenazah Ibunda Nirina Zubir dikebumikan di
Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan pada Selasa (12/11/2019). (Restu
Wahyuning Asih, Ria Theresia Situmorang, Nancy Junita).
ANALISIS KASUS

Tentang PPAT

Untuk memberi jaminan kepastian hukum dari pemerintah, pendaftaran tanah kemudian diatur
secara lebih mendalam di dalam PP No. 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah yang
memperjelas bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pemimpin umum yang
memiliki wewenang untuk membuat akta-akta tanah tertentu.

PPAT memiliki Tugas dan Wewenang yang tercantum dalam PP Nomor 37 Tahun 1997, antara
lain :

• Dalam Pasal 2, PPAT diketahui mempunyai tugas pokok dalam menjalankan sebagian
rangkaian aktivitas pendaftaran tanah melalui pembuatan akta yang digunakan untuk
dijadikan bukti tentang hak atas tanah ataupun hak milik atas seperangkat rumah susun,
dan kemudian diubah menjadi suatu landasan untuk pendaftaran peralihan data pendaftaran
tanah dikarenakan hasil dari aktivitas hukum.

• Dalam Pasal 3, PPAT menyebutkan bahwa PPAT memiliki wewenang dalam pembuatan
akta otentik mengenai seluruh aktivitas hukum.

• Dalam Pasal 4, terlampir bahwa PPAT sekadar memiliki wewenang untuk membuat akta
tentang hak atas tanah atau Hak milik Atas Satuan Rumah Susun yang masih ada di dalam
cakupan wilayah kerja mereka.

Kode Etik Notaris PPAT

Kode etik dipandang sebagai seperangkat sistem nilai, standar, dan aturan yang tertulis secara
formal yang menentukan apa yang baik dan buruk bagi seorang profesional. Etika profesi
merupakan pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas kedinasan dan dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Pedoman ini mencakup prinsip-prinsip profesionalisme,
meliputi kompetensi teknis, kualitas kerja, dan komitmen.

Menjadi PPAT tentunya membutuhkan sikap profesional yang benar-benar dapat diukur. Jadi
seorang PPAT sejati membutuhkan sikap kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya dan juga
harus memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku secara umum. Sebagai organisasi
pemerintah, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) memiliki kode etik tersendiri untuk
membimbing anggotanya dalam menghadapi lingkungan internal dan eksternal. Kita dapat melihat
kode etik PPAT saat ini sebagai hasil keputusan Kongres IPPAT IV yang disepakati antara 31
Agustus hingga 1 September 2007.

Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 112 Tahun
2017 membicarakan mengenai Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam Bab 3 Pasal
3 dijelaskan kewajiban, larangan dan hal-hal yang dikecualikan dalam kode etik PPAT,
diantaranya adalah jika seorang PPAT menemukan kesalahan pada akta yang dibuat oleh rekannya
maka PPAT wajib mengingatkan rekan bersangkutan dan segera melakukan klarifikasi kepada
klien. Hal ini dapat menjadi alat bagi pihak lain untuk menandatangani akta buatan orang lain
sebagai akta yang dibuat oleh PPAT yang bersangkutan.

Analisis Pelanggaran Kode Etik Profesi dalam Kasus Nirina Zubir

Jika mencermati kasus Nirina Zubir, ketiga PPAT yang diduga sebagai mafia tanah dalam kasus
ini jelas melanggar kode etik profesi PPAT. Menjadi PPAT tentunya membutuhkan sikap
profesional yang benar-benar dapat diukur. Jadi seorang PPAT sejati membutuhkan sikap kehati-
hatian dalam menjalankan tugasnya dan juga harus memahami peraturan perundang-undangan
yang berlaku secara umum. Kejadian serupa tidak hanya merugikan pihak lain tetapi juga
mempengaruhi reputasinya sendiri. Sebagai notaris, tidak boleh ada kelalaian seperti ini. Tentunya
cross-checking dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang ada, khususnya bagi pemilik yang
sudah meninggal. Sertifikat harus disetujui oleh ahli waris dalam hal terjadi perubahan nama.

PPAT dalam kasus Nirina Zubir ini sama sekali tidak bersikap profesional ketika bertugas karena
diduga membantu pelaku dalam hal pemalsuan akta tanah yang dimiliki keluarga Nirina
Zubir. Ketiga oknum tersebut telah melanggar kode etik notaris sehingga dilakukan penegakkan
melalui penonaktifan akun PPAT yang dimiliki Ina dan Edwin oleh Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN RI. Ketiga oknum tersebut juga telah dijatuhkan hukuman lebih dari lima tahun
penjara dengan dijerat Pasal 378, Pasal 372, dan Pasal 263 KUHP mengenai penipuan dan
pemalsuan dokumen.

Anda mungkin juga menyukai