Anda di halaman 1dari 6

Mufaqqih Syairul Mawakib

11000119120019
Hukum Internasional Kelas N

Responsi Hukum Internasional

1. Bila kita lihat dari sejarah hukum internasional, hukum internasional didefinisikan
sebagai sekumpulan instrument peraturan yang mengikat dan mengatur antar bangsa
didalam Kawasan teritori tertentu. Namun didalam perjalanan waktu, definisi tersebut
mengalami perubahan dan perkembangan.

a. Jelaskan pengertian definisi Hukum Internasional yang dianut sekarang oleh


masyarakat internasional?

Jawaban

Pada awalnya Hukum Internasional didefinisikan sebagai suatu sistem yang


semata-mata terdiri dari kaidah-kaidah yang mengatur hubungan-hubungan antara
negara-negara. Namun seiring berjalannya waktu dan dengan munculnya
perkembangan-perkembangan seperti pembentukan lembaga/organisasi
internasional dan gerakan untuk melindungi Hak Asasi Manusia dan Hak
Kebebasan Individu, maka pengertian Hukum Internasional juga ikut berkembang
mengikuti alur tersebut. Salah satu definisi hukum internasional yang cukup dapat
diandalkan adalah definisi dari Charles Cheny Hyde, seperti yang dikutip oleh J.G.
Starke, yang diterjemahkan sebagai berikut :1

“Hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang bagian


terbesar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan tingkah laku di mana
negara-negara itu sendiri merasa terikat dan menghormatinya, dan oleh karena itu,
juga harus menghormati dalam hubungan antara mereka satu dengan lainnya, dan
juga mencakup:

a) Peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga


atau organisasi internasional; hubungan antara organisasi internasional itu

1
Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional (Bandung : Penerbit Mandar Maju,1990), hlm. 3-4
satu dengan lainnya; hubungan antara organisasi internasional itu dengan
negara/negara-negara;dan hubungan antara organisasi internasional dengan
individu/individu-individu.
b) Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-indibu
dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-
hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek-subyek hukum bukan
negara itu bersangkut-paut dengan masalah masyarakat internasional.”

Dari defisini tersebut di atas, dapat dimaknai bahwa di dalamnya terkandung unsur
subyek atau pelaku-pelaku yang berperan, hubungan-hubungan hukum antara
subyek tersebut serta kaedah-kaedah maupun prinsip-prinsip hukum yang lahir dari
hubungan antar subyek tersebut yang keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan
yang saling terjalin satu dengan lainnya.

b. Bagaimana daya mengikat HI terhadap masyarakat internasional? Sertakan


jawaban anda dengan bukti atau opini jika anda memiliki pendapat bahwa
hukum internasional memiliki daya mengikat atau jika anda berpendapat bahwa
hukum internasional adalah hukum yang lemah.”

Jawaban

Menurut saya Hukum Internasional memiliki daya mengikat terhadap masyarakat


internasional. Disini saya setuju dengan pendapat Oppeinheim yang mengatakan
bahwa Hukum Internasional adalah hukum yang sesungguhnya. Menurutnya ada
tiga syarat yang harus dipenuhi untuk dikatakan sebagai hukum. Ketiga syarat
tersebut adalah adanya aturan hukum, adanya masyarakat, serta adanya jaminan
pelaksanaan dari luar atas aturan tersebut. Syarat yang pertama sudah jelas
ditemukan yaitu dengan banyaknya aturan hukum internasional dalam kehidupan
kita sehari. Syarat kedua adanya masyarakat internasional juga terpenuhi menurut
Oppenheim. Masyarakat Internasional tersebut adalah negara-negara lingkup
bilateral, trilateral, regional, maupun universtal. Yang terakhir adalah syarat ketiga
yaitu adanya jaminan pelaksanaan juga terpenuhi menurut Oppenheim. Bentuknya
dapat berupa sanksi dari negara lain, organisasi internasional, ataupun pengadilan
internasional. Namun beliau sendiri mengakui bahwa Hukum Internasional
tergolong sebagai hukum yang lemah. Faktor-faktor penyebabnya adalah
kurangnya institusi-institusi formal penegak hukum seperti tidak adanya polisi yang
selalu mengawasi dan menindik pelanggar Hukum Internasional. Selain itu,
Keberadaan jaksa dan hakim di pengadilan Internasional pun tidak memiliki
ototiras penuh untuk memaksa negara pelanggar secara langsung, berbeda dengan
yang terjadi di pengadilan nasional. Serta tidak jelasnya aturan-aturan Hukum
Internasional yang ada sehingga memungkinkan terjadinya multi tafsir di lapangan
dan mengakibatkan kurangnya kepastian hukum.

Faktor-faktor yang mendorong negara taat pada hukum internasional adalah adanya
berbagai kekawatiran yang muncul dari dalam negara itu sendiri seperti
kekawatiran dipandang sebagai anggota masyarakat bangsabangsa yang tidak baik,
kekhawatiran dipandang sebagai menjadi provokator untuk kasus-kasus kejahatan-
kejahatan internasional serta kekhawatiran munculnya perusuh-perusuh juga
kekhawatiran ancaman gangguan terhadap ketertiban dunia.2 Jika kita melihat dari
perspektif hukum positif, maka dasar kekuatan mengikatnya Hukum Internasional
adalah kehendak negara. Meskipun lebih konkrit dibandingkan apa yang
dikemukakan aliran hukum alam namun apa yang dikemukakan aliran inipun
memiliki kelemahan yakni bahwa tidak semua HI memperoleh kekuatan mengikat
karena kehendak negara. Banyak sekali aturan HI yang berstatus hukum kebiasaan
internasional ataupun prinsip hukum umum yang sudah ada sebelum lahirnya suatu
negara. Tanpa pernah memberikan pernyataan kehendaknya setuju atau tidak setuju
terhadap aturan tersebut, negara-negara yang baru lahir tersebut akan terikat pada
aturan internasional itu3

2. A. Jelaskan secara komprehensif perbedaan antara Monisme dan Dualisme, berikan


opini anda serta contoh praktek di negara (state practice). Minimal 300 kata

Jawaban

Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang
mengatur hidup manusia. Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional
merupakan dua bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur

2
Anthony Carty, Philosophy of International Law, Edinburgh University Press, 2007, hlm. 48
3
Ibid. hlm. 52
kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai hubungan yang
hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini melahirkan dua pendapat yang berbeda
dalam menentukan hukum mana yang lebih utama antara hukum nasional dan hukum
internasional. Menurut aliran monisme primat Hukum Nasional, Hukum Internasional
berasal dari Hukum Nasional. Contohnya adalah hukum yang tumbuh dari praktik Negara-
negara. Karena hukum internasional berasal atau bersumber dari hukum nasional maka
hukum nasional kedudukannya lebih tinggi dari hukum internasional, sehingga bila ada
konflik hukum nasionallah yang diutamakan.4

Sedangkan Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional
bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua
sistem atau perangkat hukum yang terpisah. Dalam memahami berlakunya hukum
internasional terdapat dua teori yang cukup dikenal , yaitu monisme dan dualisme. Menurut
teori monisme, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua aspek yang sama
dari satu sistem hukum umumnya. Menurut teori dualisme hukum internasional dan hukum
nasional merupakan dua system yang sama sekali berbeda, hukum internasional
mempunyai suatu karakter yang berbeda secara intrinsic (intrinsically) dari hukum nasional.
Karena melibatkan melibatkan sejumlah besar system hukum domestik, teori dualisme
kadang-kadang dinamakan teori “pluralistik”, tetapi sesungguhnya istilah “dualisme” lebih
tepat dan tidak membingungkan.5

Intinya adalah Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum
Internasional dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar
terpisah,tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Kedua, Paham
monisme berpendapat hukum internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama
lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum
nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional
kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional
tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.6

4
Sefiani, S.H., M.HUM., Hukum Internasional : Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), hlm.
86.
5
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional ( Sinar Grafika, 1988), hlm. 96
6
Rispalman, Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional dalam Jurnal Hukum Islam, Perundang-
undangan dan Pranata Sosial Vol VII. NO.1.Januari-Juni 2017
Salah satu contoh state practise aliran dualisme adalah di Inggris, hukum kebiasaan
internasional dijadikan sebagai bagian dari dan berlaku sebagai hukum nasional inggris
dengan syarat hukum kebiasaan internasional tersebut tidak bertentangan dengan hukum
nasional ingris. Mengingat inggris merupakan negara common law maka keputusan badan
peradilan sangat berpengaruh dalam membentuk hukum sehingga berkaitan dengan
perjanjian internasional, maka ada perjanjian internasional yang memerluka persetujuan
parlemen dan ada pula yang tidak. Sedangkan state practise dari aliran monisme antara lain
Belanda, Jerman, dan Perancis.

B. jelaskan secara sistematis apa perbedaan antara soverignity (kedaulatan) dan hak
berdaulat (souverign rights) dan sertakan contoh praktek implementasi kedua perihal
diatas. Minimal 300 kata

Jawaban

Merujuk pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau
United Nations Convention on the Law of Sea (UNCLOS) tahun 1982, zona laut dapat
dibedakan berdasarkan kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara di wilayah laut.
Prinsipnnya kedaulatan (sovereignty) dan hak berdaulat (sovereign rights) adalah dua hal
yang berbeda sesuai dengan konteks hukum internasional.

Kedaulatan adalah kewenangan penuh atas wilayah (territory) yang dalam hal ini berarti
meliputi semua wilayah daratan, perairan kepulauan dan laut territorial dan yang berlaku
pada wilayah tersebut adalah hukum nasional suatu negara. Laut teritorial merupakan
kawasan laut dengan lebar hingga 12 mil laut dari garis pangkal. Menurut Bierly, Istilah
“perairan teritorial” mengandung arti bahwa perairan itu sepenuhnya sebagian dari wilayah
suatu negara, sebagaimana halnya dengan wilayah daratannya. Negara memiliki kedaulatan
penuh atas wilayah teritorial, dan satu-satunya pembatasan bagi kedaulatannya ialah
adanya satu hak bagi kapal negara lain untuk “lalu lintas damai” di tengah perairan
tersebut.7

Sedangkan hak berdaulat atau sovereign rights, yaitu hak untuk mengelola dan
memanfaatkan untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan penglolaan
sumber daya alam baik hayati ataupun non-hayati dari perairan di atas dasar laut dan dari

7
http://maritimnews.com/2016/04/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-menurut-unclos-1982/
diakses pada 12 Maret 2021 pukul 15.00
dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan
eksplorasi dan eksploitasi zona ekonomi tersebut, seperti produksi energi dari air, arus, dan
angin. Sebuah negara pantai tidak memiliki kedaulatan penuh di luar laut teritorial, tetapi
memiliki hak berdaulat. Yurisdiksi merupakan sebutan yang diberikan untuk kawasan
tempat berlakunya hak berdaulat ini, berbeda dengan kedaulatan yang disebut dengan
wilayah atau territory. Contohnya adalah mengenai Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), Zona
ekonomi eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari
garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan
kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum
Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua
negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang
menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya.
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut bahwa masing-masing negara pantai memiliki hak
pada zona ekonomi ekslusif sebagai berikut:

a. Hak berdaulat (souvereign rights) untuk mengadakan eksplorasi dan eksploitasi,


konservasi dan pengurusan sumber kekayaan alam hayati atau non-hayati dari perairan,
dasar laut dan tanah bawah;

b. Hak berdaulat (souvereign rights) atas kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi


seperti produksi energi dari air dan angin;

c. Yurisdiksi untuk pendirian dan pemanfaatan pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset
ilmiah kelautan, perlindungan dan pembinaan dari lingkungan maritim.8

8
Chairul Anwar, Horizon Baru Hukum Laut Internasional, Jambatan, Jakarta, 1989., hlm. 45-46.

Anda mungkin juga menyukai