Anda di halaman 1dari 11

KONSEP WAKALAH

Dosen Pengampu :
Tuti Anggraini, MA

Oleh :
Kelompok 6

NAMA NIM
Erni Wahyuni Gultom 0503172227
Muliadi Hasibuan 0503171004
Mutiara Anisa

PERBANKAN SYARIAH 4-H


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmatnya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Wakalah”.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah II, dengan dosen
pembimbing Ibu Tutu Anggraini, MA.

Kami mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi mahasiswa/i dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Amin Ya Rabbal
‘Alamin.

Medan, 27 April 2019

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad-akad dalam
muamalah. Di dalam makalah ini akan kita bahas mengenai akad wakalah (perwakilan),
yang semuanya itu sudah ada dan di atur dalam al Qur’an, hadis, maupun dalam kitab-kitab
klasik yang telah dibuat oleh ulama terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukum wakalah,
sumber-sumber hokum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah di aplikasikan dalam
kehidupan kita.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena wakalah
dapat membantu seseorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh
orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang telah
direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap
tolong menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan wakalah?
2. Apa dasar hukum wakalah?
3. Apa saja rukun dan syarat dalam wakalah?
4. Apa saja jenis-jenis wakalah?
5. Bagaimana wakalah menurut pandangan ulama?
6. Bagaimana berakhirnya kontrak wakalah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu wakalah
2. Untuk mengetahui dasar hukum wakalah
3. Untuk mengetahui hukum dan dasar wakalah
4. Untuk mengetahui jenis-jenis wakalah
5. Untuk mengetahui wakalah dalam pandangan ulama
6. Untuk mengetahui berakhirnya kontrak wakalah

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Wakalah
Wakalah mempunyai beberapa pengertian dari segi Bahasa, diantaranya
adalah perlindungan ( al-hifz), penyerahan (at-tafwid), atau memberikan kuasa.
Menurut kalangan syafi’iyah pengertian wakalah adalah ungkapan atau penyerahan
kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari
jenis pekerjaan yang bisa digantikan dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa. Dengan
ketentuan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.1
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil.2
Al-wakalah juga memiliki arti at-tafwid yang artinya penyerahan, pendelegasian atau
pemberian mandat.3 Sehingga wakalah dapat diartikan sebagai penyerahan sesuatu
oleh seseorang yang mampu dikerjakan sendiri sebagian dari suatu tugas yang bisa
diganti kepada orang lain, agar orang itu mengerjakannya semasa hidupnya.4
Al-wakalah dalam pengertian lain yaitu pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang yang disebut sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua
dalam melakukan sesuatu berdasarkan kuasa atau wewenang yang diberikan oleh
pihak pertama, akan tetapi apabila kekuasaan itu telah dilaksanakan sesuai yang
disyaratkan atau yang telah ditentukan maka semua resiko dan tanggungjawab atas
perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan al-wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang
lain untuk mengerjakan sesuatu, dan perwakilan berlaku selama yang mewakilakan
masih hidup. 5

1
Helmi karim, fiqh muamalah (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, Cet, III, 2002), hlm.20
2
Ahmad Warsono Munawwir. Al-munawwir kamus arab-indonesia (Surabaya: Pustaka progresif, 1997), hlm.1579
3
Muhammad syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari teori praktik (Jakarta: Gema Insani,2008), hlm.120-121
4
Abu Bakar Muhammad, fiqh Islam (Surabaya: Karya Abbditama, 1995), hlm.163
5
Hendi Suhendi, fiqh muamalah (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), hlm.231-233

5
2. Dasar Hukum Wakalah
Dasar hukum dari wakalah adalah boleh dilakukan dalam ikatan kontrak
yang disyariatkan dengan dasar hokum ibadah (di perbolehkan), al-wakalah bisa
menjadi sunnah, makruh, haram, atau bahkan wajib sesuai dengan niat pemberi
kuasa, pekerjaan yang dikuasakan atau factor lain yang mendasarinya dan
mengikutinya.
Al-wakalah merupakan jenis kontrak jaiz min atrafayn, yaitu kedua belah
pihak boleh dan berhak membatalkan ikatan kontrak kapanpun mereka
mengkehendaki. Pemberi kuasa (al-muwakkil) berhak mencabut kuasa dan
menghentikan penerima kuasa dari pekerjaan yang dikuasakan. Begitupula
sebaliknya bagi penerima kuasa berhak membatalkan dan mengundurkan diri dari
kesanggupannya menerima kuasa.

3. Rukun dan Syarat dalam Wakalah


Menurut kelompok hanafiah, rukun wakalah itu hanya ijab qabul, akan
tetapi jumhur ulama tidak memiliki pendapat yang serupa, mereka berpendirian
bahwa rukun dan syarat wakalah sekurang-kurangnya terdapat empat rukun yaitu
pihak pemberi kuasa (muwakkil), pihak penerima kuasa (wakil), objek yang
dikuasakan (tawkil) dan ijab qabul (sigat), keempatnya dijelaskan sebagai berikut6:
a. Orang yang mewakilkan (al-muwakkil)
1) Seseorang yang mewakilkan atau pemberi kuasa harus yang memiliki
hak atau mempunyai wewenang untuk bertasharruf pada bidang-bidang
sesuatu yang diwakilkannya. Karena itu seseorang tidak sah jika
mewakilkan sesuatu yang bukan miliknya.
2) Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya.
3) Pemberi kuasa sudah cakap bertindak atau mukallaf.

b. Orang yang diwakilkan (wakil)

6
Ibid,. hlm.234-235

6
1) Penerimaan kuasa harus memiliki kecakapan akan suatu aturan yang
mengatur proses akad wakalah, sehingga cakap hokum menjadi salah
satu syarat yang diwakilkan.
2) Penerima kuasa adalah orang yang bisa menjaga amanah yang diberikan
oleh pemberi kuasa.
c. Objek yang diwakilkan
1) Objek harus berbentuk pekerjaan yang pada saat dikuasakan adalah
merupakan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan pemberi kuasa.
Sehingga tidak sah mewakilkan sesuatu pekerjaan yang bukan haknya.
2) Pekerjaan yang dikuasakan harus jelas spesifikasi dan kriterianya,
meskipun hanya dari satu tinjauan.
d. Sighat / ijab qabul
1) Bahasa dari pemberi kuasa harus mewakili kerelaannya menyerahkan
kuasa pada al-wakil.
2) Dari pihak penerima kuasa hanya cukup menerimanya meskipun itu ada
ucapan atau tindakan.
3) Sighat wakalah boleh dengan pembatasan masa tugas al-wakil, seperti
dalam tempo seminggu atau sebulan.

4. Jenis-jenis Wakalah
a. Al-wakalah al-khosshoh, adalah prosesi pendelegasian wewenang untuk
menggantikan sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik.
b. Al-wakalah al-ammah, adalah prosesi pendelegasian wewenang bersifat umum,
tanpa adanya spesifikasi.
c. Al-wakalah al-muqoyyadoh dan al-wakalah mutlaqoh, adalah akad dimana
wewenang dan tindakan si wakil dibatasi dengan syarat-syarat tertentu.7

7
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) hlm.530

7
5. Wakalah Menurut Pandangan Ulama
Wakalah mempunyai makna yang berbeda menurut beberapa ulama,
berikut ini adalah masing-masing pandangan dari para ulama :
a. Menurut Hasbhy Ash shiddieqy, wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan
yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam
bertindak.8
b. Menurut Sayyid Sabbiq, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.9
c. Menurut ulama Malikiyyah, wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan
dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan
haknya yang tindakan itu tidak di kaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati,
sebab jika di kaitkan dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk
wasiat.10
d. Menurut ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa wakalah adalah salah satu
ungkapan yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang
kepada orang lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh
dikuasakan atas nama pemberi kuasa.11

6. Berakhirnya Kontrak Wakalah


Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terhentinya kontrak al-
wakalah yakni:12
a. Al-Fakskh (pembatalan kontrak)
Sebagaimana di atas bahwa al-wakalah adalah kontrak jaiz min at-trafayn,
yakni bagi kedua pihak berhak membatalkan ikatan kontrak, kapanpun mereka
mengkehendaki. Sehingga ketika al-muwakkil memberhentikan al-wakil dari

8
Tengku Muhammad Hasby Ash Shiddieqi, Hukum-hukum Fiqh Islam (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001),
hlm. 391
9
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beriut: Daar al-Fikr, 1983), hlm. 235
10
Ibid,.
11
Ibid.
12
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqh Muamalah dan aplikasinya pada lembaga keuangan syariah (Jakarta:
lembaga penelitian UIN Jakarta,2011), 184

8
kuasa yang dilimpahkan, baik dengan ucapan langsung, mengirim kabar atau
surat pemecatan, maka status al-wakil sekaligus hak kuasanya saat itu juga
dicabut. Hal ini berlaku baik al-wakil hadir atau tidak hadir, mendengar atau
tidak mendengar perihal pemecatannya.
b. Cacat kelayakan tasharruf-nya
Yakni ketika salah satu dari kedua belah pihak mengalami gila, ditetapkan
safih (cacat karena menyianyiakan harta) atau falas (cacat karena harta tidak
setimpal dengan beban hutang). Atau karena mengalami kematian, baik
diketahui oleh pihak yang lain atau tidak.
c. Hilangnya status kepemilikan atau hak dari pemberi kuasa (al-muwakkil)
Hal ini terjadi ketika al-muwakkil semisal menjual sepeda motor yang
dikuasakan pada al-wakiluntuk disewakan.13

13
Hendi Suhendi, fiqh muamalah (Jakarta: Grafindo Persada, 2010) hlm. 234-235

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakalah adalah suatau transkasi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk
menggantikan dalam pekerjaannya/perkara ketika masih hidup. Ijma para ulama
membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas
dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulnya. Wakalah
dianggap sah jika memenuhi rukun dan syaratnya.
Suatu pekerjaan boleh diwakilkan apabila dapat di akadkan oleh dirinya sendiri,
artinya hukum pekerjaan itu dapat gugur jika digantikan. Adapun sesuatu yang tidak dapat
diwakilkan yaitu yang tidak ada campur tangan dari perwakilan. Selain itu terdapat hak
dan kewajiban yang harus diperoleh dan dijalankan dalam pelaksanaan wakalah ini, supaya
tercapainya apa yang menjadi maksud dan tujuan diadakan suatu wakalah tersebut

B. Saran
Demikianlah makalah dari kami, dan yang tertuang dalam makalah ini, menurut
kami bukanlah hal yang sempurna kebenarannya, akan tetapi ini adalah bagian dari proses
pembelajaran menuju kebenaran. Oleh karena itu masih sangat kami mengharapkan saran
dan kritik dari teman-teman yang berpartisipasi dan berperan aktif dalam forum diskusi ini.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.

10
DAFTAR PUSTAKA

Helmi karim, 2002. Fiqh muamalah. Jakarta: PT Raja grafindo persada.


Ahmad warsono munawwir, al-munawwir, 1997. Kamus Bahasa Arab-Indonesia.
Surabaya: pustaka progresif.
Muhammad syafi’I Antonio, 2008. Bank syariah. Jakarta: gema insani.
Abu bakar Muhammad, 1995. Fiqh islam. Surabaya: karya abbditama.
Hendi suhendi, 2010. Fiqh muamalah. Jakarta: grafindo persada.
Muhammad ayub, 2009. Understanding Islamic finance. Jakarta: gramedia pustaka utama.
Tengku Muhammad hasby ash shiddieqi, 2001. Hukum-hukum fiqh islam. Semarang: PT
pustaka rizki putra.
Sayyid sabiq, 1983. Fiqh al-sunnah. Beriut: daar al-fikr.
Isnawati rais dan hasanuddin, 2011. Fiqh muamalah dan aplikasinya pada lembaga
keuangan syariah. Jakarta: lembaga penelitian UIN Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai