Anda di halaman 1dari 8

❝ 𝚆𝙰𝙺𝙰𝙻𝙰𝙷 ❞

● 𝐏𝐄𝐍𝐆𝐄𝐑𝐓𝐈𝐀𝐍 𝐖𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇

╰─▸ Wakalah dalam hukum Islam adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan. Wakalah dalam bahasa Arab
berarti menolong, memelihara, mendelegasikan, atau menjadi wakil yang bertindak atas nama orang
yang diwakilinya. Secara istilah, wakalah berarti tolong menolong antar-pribadi dalam suatu persoalan
ketika seseorang tidak mampu secara hukum atau mempunyai halangan untuk melakukannya. Objek
yang diwakilkan itu dapat menyangkut masalah harta benda dan masalah pribadi lainnya, seperti nikah.

Ada beberapa definisi wakalah menurut ulama fikih, antara lain:

• Mazhab Hanafi, wakalah adalah pendelegasian suatu tindakan hukum kepada orang lain yang
bertindak sebagai wakil.

• Mazhab Syafii, wakalah adalah pendelegasian hak kepada seseorang dalam hal-hal yang dapat
diwakilkan kepada orang lain selama ia hidup. Definisi 'selama ia hidup' jadi pembeda antara wakalah
dengan wasiat.

● 𝐋𝐀𝐍𝐃𝐀𝐒𝐀𝐍 𝐃𝐀𝐍 𝐃𝐀𝐒𝐀𝐑 𝐖𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇

╰─▸ Islam mensyariatkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai
kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusan sendiri. Pada suatu kesempatan,
seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.

Dasar hukum dari wakalah adalah boleh dilakukan dalam ikatan kontrak yang di syariatkan dengan
dasar hukum ibadah (diperbolehkan), al-wakalah bisa menjadi sunah, makruh, haram, atau bahkan wajib
sesuai dengan niat pemberi kuasa, pekerjaan yang di kuasakan atau faktor lain yang mendasarinya dan
mengikutinya.
Adapun landasan hukum wakalah antara lain adalah sebagai berikut:

: ̀5➛
̗̀ 𝒂. 𝑨𝒍 - 𝑸𝒖𝒓𝒂𝒏

• Dasar hukum Wakalah dari Al-Quran terdapat dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 19, yaitu:

QS. Al-Kahfi - 19

‫ فَا ْب َعثُوا أَ َح َد ُك ْم بِ َو ِرقِ ُك ْم ٰهَ ِذ ِه إِلَى ْال َم ِدينَ ِة‬...

Artinya: "... Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini,...."(Q.S. Al-Khafi: 19).

• Selain itu terdapat juga dalam Q.S. An-Nisa ayat 35, yaitu:

QS. An-Nisa - 35

ِ ِّ‫ق بَ ْينِ ِه َما فَا ْب َعثُوا َح َك ًما ِم ْن أَ ْهلِ ِه َو َح َك ًما ِم ْن أَ ْهلِهَا إِ ْن ي ُِريدَا إِصْ اَل حًا ي َُوف‬
‫ق هَّللا ُ بَ ْينَهُ َما ۗ إِ َّن هَّللا َ َكانَ َعلِي ًما خَ بِيرًا‬ َ ‫َوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم ِشقَا‬

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam
dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. ( An-Nisa: 35 )

Ayat-ayat tersebut menyimpulkan bahwa dalam hal muamalah dapat dilakukan perwakilan dalam
bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil manakala manusia mengalami kondisi tertentu yang
mengakibatkan ketidak-sanggupan melakukan segala sesuatu secara mandiri, baik melalui perintah
maupun kesadaran pribadi dalam rangka tolong menolong, dengan demikian seseorang dapat
mengakses atau melakukan transaksi melalui jalan Wakalah.
: ̀5➛
̗̀ 𝒃. 𝑯𝒂𝒅𝒊𝒔𝒕

Rasulullah SAW semasa hidupnya pernah memberikan kuasa kepada sahabatnya, di antaranya adalah
membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta,
membagi kandang hewan dan lain-lain yang kemudian dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah.
Salah satu Hadis yang menjadi landasan wakalah yaitu:

HR. Malik No. 678, Kitab Al-Muaththa

‫ث‬ ِ ‫صا ِر فَ َزوَّجاَهُ َم ْي ُمو نَةَ بِ ْنتَ ْال َح‬


ِ ‫ار‬ َ ‫ث أَبا َ َر افِ ٍع َو َر جُال ِمنَ األَ ْن‬ َ ِ‫أَ َّن َر سُو َل هللا‬
َ ‫ص َّل هلل َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ َع‬

Artinya: "Dan dari Sulaiman bin Yasar: Bahwa Nabi SAW, mengutus Abu Rafi’, hamba yang pernah
dimerdekakannya dan seorang laki-laki Anshar, lalu kedua orang itu menikahkan Nabi dengan
Maimunah binti Harits dan pada saat itu (Nabi SAW) di Madinah sebelum keluar (ke mieqat Dzil
Khulaifah)" (HR. Maliki No.678, Kitab al-Muaththa').

: ̀5➛
̗̀ 𝒄. 𝑰𝒋𝒎𝒂 𝑼𝒍𝒂𝒎𝒂

Menurut Antonio (2008), para ulama berpendapat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka
mensunahkan wakalah dengan alasan bahwa wakalah termasuk jenis ta'awun atau tolong menolong
atas dasar kebaikan dan takwa.

● 𝐑𝐔𝐊𝐔𝐍 𝐖𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇

╰─▸ Rukun wakalah diantara itu:


a. Orang yang memberi kuasa (Al-Muwakkil)

Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk tasharruf pada bidang-
bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan
haknya.

Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya
pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih
belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila.

b. Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)

Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad
wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yang diwakilkan.

Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang
diberikan oleh pemberi kuasa. ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang di luar batas,
kecuali atas kesengajaannya.

c. Objek/perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil)

Objek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan
sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.

Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah,
seperti salat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat,
sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang
diwakilkan.

Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga objek yang akan diwakilkan pun tidak
diperbolehkan bila melanggar syari'ah Islam.

d. Pernyataan Kesepakatan (Ijab dan Qabul)

Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, dari mulai aturan
memulai akad Wakalah ini, proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad Wakalah ini.

Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa.

Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa melakukan
sesuatu tindakan tertentu.
● 𝐒𝐘𝐀𝐑𝐀𝐓 𝐒𝐘𝐀𝐑𝐀𝐓 𝐖𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇

╰─▸ Adapun syarat-syarat wakalah adalah sebagai berikut:

๑ Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak sah
untuk mewakilkan untuk mengerjakan ibadah seperti salat, puasa, dan membaca alquran.

๑ Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil
menjual sesuatu yang belum dimilikinya.

๑ Pekerjaannya itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti
"aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku".

๑ Shigat, hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti mewakilkan yang diiringi kerelaan dari
muwakkil seperti "saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan
pekerjaan ini" kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat qabul si wakil tidak syaratkan artinya
seandainya si wakil tidak mengucapkan qabul tetap dianggap sah.

● 𝐉𝐄𝐍𝐈𝐒 𝐉𝐄𝐍𝐈𝐒 𝐖𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇

╰─▸ Wakalah dibedakan menjadi :

✾ Al wakalah al-khosshoh

Prosesi pendelegasian wewenang untuk menggantikan sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik.
✾ Al wakalah al-ammah

Prosesi pendelegasian wewenang bersifat umum, tanpa adanya spesifikasi.

✾ Al wakalah al-muqoyyadoh

Wewenang dan tindakan si wakil dibatasi dengan syarat-syarat tertentu.

✾ Al wakalah mutlaqoh

Wewenang dan wakil tidak dibatasi dengan syarat atau kaidah tertentu.

● 𝐏𝐄𝐊𝐄𝐑𝐉𝐀𝐀𝐍 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐃𝐀𝐏𝐀𝐓 𝐃𝐈𝐖𝐀𝐊𝐈𝐋𝐊𝐀𝐍

╰─▸ Pekerjaan yang dapat di wakilkan diantaranya :

✾ pekerjaan yang diwakilkan adalah pekerjaan yang boleh diwakilkan menurut agama.

✾ pekerjaan yang diwakilkan sudah menjadi milik yang mewakilkan. Tidak sah mewakilkan urusan yang
bukan urusannya atau mewakilkan pekerjaan yang diwakilkan kepadanya

✾ pekerjaan yang dibacakan harus diketahui dan dipahami oleh yang diberi kuasa.

● 𝐊𝐄𝐓𝐄𝐍𝐓𝐔𝐀𝐍 𝐁𝐄𝐑𝐀𝐊𝐇𝐈𝐑𝐍𝐘𝐀 𝐖𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇


╰─▸ Wakalah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi bisa menjadi batal atau dibatalkan. Menurut
Dewan Syariah Nasional (2006), terdapat beberapa hal yang menyebabkan wakalah menjadi batal dan
berakhir, yaitu sebagai berikut:

✾ Ketika salah satu pihak yang berwakalah ituwafat atau gila.

✾ Apabila maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan
maksud dari pekerjaan tersebut.

✾ Pemutusan wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang menerima kuasa dan berakhir karena
hilangnya kekuasaannya atau hak pemberi kuasa atas sesuatu obyek yang dikuasakan.

✾ Dihentikannya aktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.

✾ Pembatalan akad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang diketahui oleh penerima kuasa.

✾ Penerima kuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa.

✾ Gugurnya hak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa.

● 𝐇𝐈𝐊𝐌𝐀𝐇 𝐖𝐀𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇

╰─▸ Hikmah nya diantara lain :

✾ Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai
kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya. Misalnya tidak setiap
orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang dapat belanja
sendiri dan lain-lain.
✾ Saling tolong menolong di antara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan bantuan
orang lain.

Timbulnya saling percaya mempercayai di antara sesama manusia. Memberikan kuasa pada orang lain
merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.

。 ゚ ・ 𖥸──-ˋˏ 𝖘𝖊𝖐𝖎𝖆𝖓 𝖙𝖊𝖗𝖎𝖒𝖆 𝖌𝖆𝖏𝖎 ˎˊ-── 𖥸 ・ ゚。

Anda mungkin juga menyukai