Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hak” memiliki beberapa arti,
yaitu (1) yang benar, (2) milik, kepunyaan, (3) kewenangan, (4) kekuasaan untuk
berbuat sesuatu, (5) kekuasaan yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu, dan (6)
derajat atau martabat. Namun dalam percakapan sehari-hari yang biasanya digunakan
adalah pengertian dari nomor 2,3,4 dan 5. Hak merupakan fitrah yang sudah ada pada
seseorang sejak ia lahir. Ketika lahir, manusia secara hakiki telah mempunyai hak dan
kewajiban yang berbeda, tergantung pada misalnya, jabatan atau kedudukan dalam
masyarakat. K. Bertens, dalam bukunya memaparkan bahwa dalam pemikiran
Romawi Kuno kata ius-iurus (Latin: hak) hanya menunjukkan hukum dalam arti
objektif. Artinya adalah hak dilihat sebagai keseluruhan unadang-undang, aturan-
aturan yang mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum. Namun pada
akhir Abad pertengahan ius dalam arti objektif itu berubah menjadi ius dalam arti yang
subjektif, yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau
melakukan sesuatu dan orang lain tidak boleh menganggunya. Hak dalam arti ius
subjektif ini menjadi jelas, pertama hak bersifat legal berarti hak yang didasarkan atas
tata hukum yang berlaku dan yang kedua hak bersifat moral berarti hak tersebut
termasuk dalam tatanan moral, dengan atau tanpa legimitasi sekalipun. Jadi, kah
merupakan sesuatu yang urgen dalam kehidupan ini dan setiap orang berhak
mendapatkan hak setelah memenuhi kewajibannya.
3. Sebutkan satu hak asasi manusia yang anda miliki, tetapi yang menurut pengalaman
pribadimu, sudah pernah dilarang orang lain. Jelaskan hak asasi tersebut dan
bagaimana hak tersebut dilarang.
Hak mengelurkan pendapat.
Saya pernah mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan yakni pada saat
mengikuti konverensi komunitas yang diselenggarakan di komunitas Diosesan, saya
merasa bahwa kebebasan saya untuk menegeluarkan pendapat di depan umum
dilarang. Pada saat itu, saya ingin mengeluarkan pandangan dan pendapat saya
mengenai teman-teman tingkat dan kakak-kakak tingkat yang sering kali tidak
mengikuti jadwal rutin komunitas seperti misa dan makan bersama dengan baik.
Namun yang terjadi tidaklah demikian. Mengapa? Karena ketika saya ingin
mengeluarkan pendapat, saya dimarahi oleh seorang teman saya sendiri karena mereka
tidak mendukung pendapat saya tersebut dan ada pula yang berkata masih adik tingkat
sudah mau mengoreksi teman-teman dan kakak-kakak, entah sengaja atau tidak
sengaja perkataan yang mereka keluarkan membuat semangat saya untuk
mengeluarkan pendapat yang sudah lama direfleksikan menjadi hilang. Dan saya
merasa pada saat itu kebebasan saya untuk mengeluarkan pendapat di muka umum
dilarang dan dikekang oleh orang lain dalam hal ini teman saya sendiri. Saya sendiri
merasa sangat tidak nyaman dengan kejadian yang terjadi pada saat itu, dan saya
merasa bahwa hal ini harus saya ungkapkan atau sampaikan kepada staf untuk
memperhatikan hal ini dengan serius.