Anda di halaman 1dari 7

PENERAPAN KESADARAN KOLEKTIF HUKUM DAN HAM

NAMA : REHAN DHEO PRATIDINA WIDARYONO PUTRA


NIM : 8111421118

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
TEMA :
Membangun Kesadaran Kolektif Hukum dan Ham
JUDUL:
PENERAPAN KESADARAN KOLEKTIF HUKUM
DAN HAM
Dari judul yang penulis ambil yakni Studi Penerapan Kesadaran Kolektif Hukum
dan HAM Pada Masyarakat umum , dalam ketentuan Pasal 1 UU No. 39
dinyatakan bahwa HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlingdungan harkat
dan martabat manusia.1 Sehingga kita sebagai manusia haruslah memahami apa
saja yang menjadi hak-hak dalam Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam penerapan nya hak-hak asasi manusia sendiri masih awam diketahi jenis-
jenis nya oleh khalayak umum. Maka dari itu penulis ingin merincikan beberapa
hak-hak asasi manusia yang ada,serta bagaimana penerapannya di masyarakat.
Sehingga nantinya masyarakat atau khalayak umum dapat mengetahui apa saja
yang termasuk dalam hak asasi manusia.
Prinsip-prinsip Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang ada dalam
buku karya dari Dr. Rahayu S.H,. M.H yang akan penulis bawakan antara lain:
1. Hak atas kesetaraan;
2. Hak bebas dari diskriminasi;
3. Hak kebebasan bergerak dan berekspresi;
4. Hak untuk bebas memilih agama;
5. Hak untuk berpendapat;
Hak atas kesetaraan
Dari hak ini penulis ingin menekankan pada hak kesetaraan bagi
perempuan,yang mana kita tahu bahwa sanya perempuan juga memiliki hak yang
sama dengan laki-laki. Namun kenyataannya, seringkali perempuan diposisikan
tidak setara dengan laki-laki. Perbedaan biologis,munculnya stereotype, dominasi
sosiologis laki-laki ter- hadap perempuan (budaya patriarki) dan bahkan praktik-
praktik keagamaan telah melahirkan diskriminasi yang membuat pe- rempuan
sebagai kelompok rentan terhadap pelanggaran HAM. Munculnya kesadaran
bahwa perempuan merupakan manusia yang memiliki derajat yang sama dengan
laki-laki telah memicu melahirkan konseptualisasi ter- hadap hak-hak khusus
sebagai bagian dari HAM yaitu hak perempuan.2 Dalam sejarah Indonesia
terdapat pula tokoh penggagas emansipasi perempuan yakni R.A. Kartini, Beliau
menulis surat-surat yang ditunjukan bagi rekan nya yang ada di Belanda yang
berisikan harapan untuk kesetaraan perempuan dengan laki-laki ,kebebasan
berpikir,dan hal-hal yang membuka diskursu mengenai hak perempuan.
Dari pemikiran dan harapan kartini ini lah yang menjadi pendorong hak-hak
perempuan di Indonesia, setiap perempuan dari segala golongan sekarang berhak
1
Rintan Purnama Ayu Apriliani, ‘Hukum Dan HAM, Membangun Kesadaran Kolektif’,
ETNOSIA : Jurnal Etnografi Indonesia, 3.1 (2018), 116.
2
Budi Hermawan Bangun, ‘Hak Perempuan Dan Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Filsafat
Hukum’, Pandecta Research Law Journal, 15.1 (2020), 74–82
<https://doi.org/10.15294/pandecta.v15i1.23895>.
mendapatkan Pendidikan. Banyak juga hak-hak bagi perempuan di Indonesia
yang mana dari hasil ratifikasi instrumen internasional seperti CEDAW, CPRW,
ICCPR dan ICESCR serta dengan membuat legislasi nasional yang mengand- ung
muatan perlindungan hak perempuan seperti: UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, UU No. 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan, UU No. 21 Ta- hun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang
Pengarustamaan Gen- der (PUG) dan Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang
Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas
Perempuan yang diubah dengan Per pres Nomor 65 Tahun 2005.
Hak bebas dari diskriminasi
Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, banyak
pula suku dan ras yang ada di Indonesia sehingga banyak kemungkinan ada nya
diskriminasi antar suku dan ras terjadi. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang
berarti berbeda-beda tetapi tetap satu sangat sesuai dengan social condition dan
cultural setting Indonesia, sebagai ungkapan yang menunjukkan adanya kemauan
yang yang serius untuk mewujudkan suatu bangsa dan negara Indonesia yang
bersatu dalam keberagaman. Melalui semangat pluralisme dan multikulturalisme,
sentralisme yang otoriter sebagai perekat integrasi nasional seharusnya bisa
didekonstruksi.3
Nyata nya masih banyak pula masalah-masalah masyarakat multicultural yang
terjadi di Masyarakat, banyak sekali Tindakan-tindakan diskriminatif seperti
mengejek warna kulit, adanya intelorenasi umat bergama, dan adanya dominasi
mayoritas dan minoritas.
Hak kebebasan bergerak dan berekspresi
Dalam era sekarang masyakat dapat mengekspresikan diri nya melalui berbagai
hal. Pada umumnya karya seni, banyak sekali karya seni-karya seni sebagai
bentuk ekspresi dari emosi penciptanya. Pada hakikikat nya manusia bebas dan
berhak untuk bergerak dan mengekspresikan diri nya, negara pun tidak berhak
melarang setiap warga negara nya untu bergerak dan berekspresi.
Meskipun demikian masyarakat harus memperhatikan norma-norma dan
peraturan yang ada, dalam kebebasan bergerak masyarakat berhak untuk
melakukan pergerakan yang membutuhkan masa seperti kerja bakti dan kegiatan
sosial lain nya. Tetapi masyarkat dilarang untuk melakukan pergerakan yang
mengancam keamanan negara seperti kudeta,makar , dan sejenis nya. Dalam hak
kebebasan berekspersipun masyarkat berhak sekali dalam mengekspresikan diri
tetapi harus mematuhi norma yang ada, berekspresi pada tempat nya ,dan tidak
mengganggu ketertiban umum.
Hak untuk bebas memilih agama
3
Hesti Armiwulan, ‘Diskriminasi Rasial Dan Etnis Sebagai Persoalan Hukum Dan Hak Asasi
Manusia’, Masalah-Masalah Hukum, 44.4 (2015), 493.
Di Indonesia negara menjamin ada nya kebebasan untuk memilih agama nya
yang diyakini nya, ini tercantum dalam sila pertama “Ketuhanan yang maha esa”.
Negara Indonesia mengakui 6 agama yakni:
Islam,Kristen,katholik,Hindu,Buddha,dan Kong Hu chu. Dari keenam agama
yang ada masyarakat Indonesia mayoritas menganut agama islam.
Dalam penerapannya negara Indonesia mempersilahkan masyarakat nya untuk
memilih agama yang dipercaya tanpa ada nya Batasan dari apapun latar belakang
nya, Tetapi hal ini menjadi suatu hal yang tabu atau salah bagi kehidupan sosial
masyarakat di Indonesia. Banyak yang menentang ada nya orang yang berpindah
agama dari yang awal nya mereka anut yang kemudian menganut agama baru
yang diakui negara. Sekali lagi semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti
berbeda-beda tetapi tetap satu sangat sesuai dengan social condition dan cultural
setting Indonesia, yang nyata hanya sebagai semboyan saja.
Masyarkat mayoritas selalu merasa bahwa pilihan berpindah agama adalah suatu
kesalahan dan bagi orang yang melakukan nya bisa mendapatkan diksriminasi
dari masyarakat bahkan keluarga sekalipun. Tetapi tidak semua masyarakat
melakukan diskriminasi dengan keputusan berpindah agama nya seseorang di
lingkungannya, ada nya sikap ini haruslah menjadi contoh bagi masyarakat lain
sehingga terciptanya lingkungan yang memiliki toleransi serta harmonis.
Hak untuk berpendapat
Kebebasan menyampaikan pendapat merupakan hak yang melekat pada setiap
individu.4 Diakuinya Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu ciri negara
demokrasi ,sesaui dengan ideologi Pancasila yang demokratis serta hak ini ialah
yang menjadi hak dasar yang melekat pada setiap orang yang ada.
Sejalan dengan itu hak untuk berpendapat diatur , Pasal 14 ayat (1) dan (2)
dinilai sebagai salah santu kunci Undang-Undang Nomor 39 demokrasi, norma
hak atas Tahun 1999 tentang Hak kebebasan berekspresi dan Asasi Manusia juga
berpendapat dibutuhkan dalam mengatur hak untuk mewujudkan pemerintahan
berkomunikasi dan yang akuntabel. memperoleh informasi yang diperlukan serta
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Sehingga hak mendasar ini sangat penting adanya, Akan tetapi dalam masyarakat
hak untuk berpendapat ini terkadang sering dianggap remeh bahkan tidak
didengar. Terkadang pendapat-pendapat masyarakat masih dirasa kurang di
dengar dikarena status sosial mereka yang masih terbilang rendah, jika hak untuk
berpendapat kadang masih tidak bisa didengar maka bagaiman cara masyarkat
menemukan jawaban atas suatu permasalah yang terjadi pada lingkungan mereka,
dan mereka sendiri dengan secara tidak sadar telah melakukan pelanggaran HAM.

4
Latipah Nasution, ‘Hak Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi Dalam Ruang Publik Di Era
Digital’, ’Adalah, 4.3 (2020), 37–48 <https://doi.org/10.15408/adalah.v4i3.16200>.
Dari essay ini penulis berharap agar masyarkat sadar akan eksistensi Hukum dan
Ham yang ada. Masyarakat dapat mengakui kesetaraan yang ada dalam kehidupan
bermasyarkat, tidak mengganggap hak-hak kesetaraan perempuan itu hanya
sebuah tulisan melaikan itu adalah hak yang nyata bagi perempuan. Sikap
diskriminasi haruslah dihapuskan dari kehidupan multicultural masyarakat
Indonesia yang mana ini tidak sesuai dengan semboyan negara. Dalam
melakukan pergerakan masyarakat haruslah tidak melakukan pergerakan yang
dapat memperpecah keamanan negara serta dalam hak berekspresi haruslah
mengingat kepentingan umum jangan melakukan aksi vandalisme dan tetap
mengingat norma yang ada. Dalam hak memilih agama yang sudah diatur oleh
negara haruslah diterima oleh masyarakat, masyarkat mayoritas haruslah berpikir
dan menerima ada nya keberagaman karena negara sendiri sudah menjamin
keamanan dan kebebasan untuk memilih agama. Dalam hak berpendapat
masyarakat sendiri harus sadar bahwa ini adalah hak yang sudah ada dalam diri
setiap manusia tanpa memandang ada nya status sosial yang ada di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Armiwulan, Hesti, ‘Diskriminasi Rasial Dan Etnis Sebagai Persoalan Hukum Dan
Hak Asasi Manusia’, Masalah-Masalah Hukum, 44.4 (2015), 493
<https://doi.org/10.14710/mmh.44.4.2015.493-502>
Bangun, Budi Hermawan, ‘Hak Perempuan Dan Kesetaraan Gender Dalam
Perspektif Filsafat Hukum’, Pandecta Research Law Journal, 15.1 (2020),
74–82 <https://doi.org/10.15294/pandecta.v15i1.23895>
Nasution, Latipah, ‘Hak Kebebasan Berpendapat Dan Berekspresi Dalam Ruang
Publik Di Era Digital’, ’Adalah, 4.3 (2020), 37–48
<https://doi.org/10.15408/adalah.v4i3.16200>
Rintan Purnama Ayu Apriliani, ‘Hukum Dan HAM, Membangun Kesadaran
Kolektif’, ETNOSIA : Jurnal Etnografi Indonesia, 3.1 (2018), 116

Anda mungkin juga menyukai