BAB. I
PENDAHULUAN
"Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum
yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu
berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.
Hukum perjanjian di Indonesia masih menggunakan peraturan peninggalan
Pemerintah Kolonial Belanda yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata yang
menganut sistem terbuka (open system), yaitu setiap orang diperkenankan untuk
membuat perjanjian dengan siapapun, dalam bentuk apapun baik yang telah
dikenal dalam KUHPerdata maupun diluar KUHPerdata. Sistem terbuka ini
berkaitan erat dengan asas kebebasan berkontrak, artinya suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian,
menentukan bentuknya perjanjian apakah tertulis atau lisan.2 Praktik penyusunan
perjanjian timbal balik yang dilakukan para pihak yaitu para pihak yang terlibat
dalam suatu perjanjian, dalam perkembangannya mengabaikan atau
mengesampingkan pencantuman syarat batal dalam perjanjian yang dibuat,
padahal suatu perjanjian dapat batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
Perjanjian pada umumnya ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis,
perjanjian yang tertulis berupa kontrak yang dibuat oleh para pihak yang
bersangkutan serta memiliki kekuatan hukum tetap, kalau perjanjian tidak tertulis
1
Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003,
hal.27.
2
Ibid, hal.9.
3
perjanjian tersebut hanya berupa lisan, dan tidak memiliki kekuatan hukum yang
kuat, dimana perjanjian tertulis ataupun perjanjian tidak tertulis tetap berpatokan
dengan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian. Dimana suatu
kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata
sepakat, kecakapan, hal tertentu, dan suatu sebab yang halal, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya 4 syarat sahnya
perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara
hukum bagi para pihak.3 Perjanjian secara lisan dewasa ini masih sering terjadi
termasuk dalam kegiatan jual beli barang, tidak terkecuali dalam jual beli batu
akik.
Siapa sangka asal mula demam batu akik diawali oleh Presiden RI ke-6 Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY). Karena SBY lah batu akik menjadi booming.
Ternyata, pemicunya adalah cendera mata batu bacan dari Susilo Bambang
Yudhoyono kepada Presiden AS Barack Obama. Setelah pertemuan itu, harga
akik langsung melambung. Sentra penjualan bertebaran di mana-mana, dari pusat
belanja mewah hingga lapak pinggir jalan. Penggemar akik datang dari pelbagai
kalangan, dari remaja, orang tua, pejabat, hingga kolektor mancanegara. Dewasa
ini demam bantu akik di Indonesia masih terjadi. Ini tak hanya terjadi di kota-kota
besar, termasuk di semua lapisan masyarakat di Indonesia. Batu akik mendadak
jadi tren baru.4 Pulau Lombok ternyata memiliki potensi batu akik hingga
mencapai sekitar 1.600 jenis. Dari sekitar 1.600 jenis itu, beberapa jenis batu akik
memang mampu menjadi unggulan Pulau Lombok, dan kini bayak dipesan dari
3
Suharko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 1.
4
Solo Pos, Demam Batu Akik Begini Asal Mula Akik Jadi Terkenal di Indonesia,
http://www.solopos.com, 14 Juni 2015.
4
beberapada daerah, bahkan menjadi cindera mata.5 Booming-nya batu akik juga
terjadi di Kota Mataram dalam dua tahun belakangkangan dimana hal ini juga
diikuti dengan menjamurnya sentra penjualan batu akik, salah satunya berada di
daearah Jl. Sriwijaya Kota Mataram. Pada setiap harinya, perputaran uang di
sentra penjualan batu akik ini mencapai jutaan rupiah. Sehingga tidak menutup
kemungkinan akan terjadinya berbagai sengketa bisnis dalam penjualan batu akik,
yang salah satunya terjadi pada hari Kamis tanggal 10 November 2016 antara
Saudara Satriawan sebagai penjual dan Bapak Karam sebagai pembeli.
5
Yudha Manggala P Putra, Ada 1.600 Jenis Batu Akik di Lombok, http://nasional.
republika.co.id, 30 Mei 2015.