NAMA : AFRIYANTO
NIM : 042390221
MAKUL : ADPU4335 ADMINISTRASI PERTANAHAN
1. Jelaskan ruang lingkup dan dasar hukum peralihan hak atas tanah!
Jawab:
Peralihan hak atas tanah menyebabkan hak atas tanah beralih dari seseorang
kepada orang lain. Peralihan adalah perbuatan hukum yang sengaja dilakukan
dengan tujuan agar hak atas tanah beralih dari yang mengalihkan kepada yang
menerima pengalihan.
1. Jual beli,
2 Tukar-menukar,
3. Hibah,
Dasar hukum peralihan hak atas tanah dalam UUPA diatur pada Pasal 20, 28, 35,
dan 43. Pasal 20 ayat 2 menyatakan bahwa hak milik dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain. Pasal 28 ayat 3 menyatakan bahwa hak guna bangunan dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Kemudian, Pasal 35 ayat 3 menyatakan
bahwa hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
1. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara, hak pakai
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
2. Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
Mengenai hak sewa untuk bangunan dan hak-hak yang lain, tidak terdapat aturan
peralihannya dalam UUPA.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik menurut Pasal 50 UUPA akan diatur
dengan undang-undang, sedangkan mengenai hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, dan hak sewa untuk bangunan diatur dengar peraturan
perundangan. Ternyata, baru pada tahun 1996, keluar peraturan perundangan yang
dimaksud, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta
autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak
milik atas satuan rumah susun. Sebagaimana dimaksud dalam PerKBPN Nomor 1
Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Dahulu hal-hal mengenai penunjukan PPAT serta hak dan kewajibannya diatur
dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 10/1961 sebagaimana telah diubah dan
ditambah dengan Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 4 Tahun 1963.
Peraturan mengenai PPAT yang berlaku sekarang adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang dijelaskan dalam PerKBPN Nomor 1 Tahun 2006 dan perubahannya dalam
PerKBPN Nomor 23 Tahun 2009.
Pada masa lalu, yang dapat diangkat menjadi PPAT sebagai berikut:
1. Carnat atau kepala desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum
cukup terdapat PPAT sebagai PPAT sementara.
Pada dasarnya, daerah kerja PPAT ialah wilayah kecamatan. Akan tetapi, dalam
hal-hal tertentu, seorang PPAT dapat diberi daerah kerja lebih dari satu
kecamatan, Demikian juga dapat diangkat lebih dari satu PPAT untuk satu
kecamatan.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PerKBPN Nomor 1 Tahun 2006, daerah kerja PPAT
adalah satu wilayah kerja kantor pertanahan. Daerah kerja PPAT sementara dan
PPAT
khusus menurut PerKBPN Nomor 1 Tahun 2006 Pasal 5 ayat (2) meliputi wilayah
kerjanya sebagai pejabat pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya. Seorang
PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai tanah-tanah yang terletak dalam
daerah kerjanya. Dalam hal-hal tertentu, dengan izin Badan Pertanahan Nasional,
seorang PPAT dapat membuat akta mengenai tanah yang tidak terletak dalam
daerah kerjanya, misalnya dalam hal pembebanan hipotek atas beberapa bidang
tanah yang letaknya di berbagai kecamatan.
Sementara itu, tugas pejabat pembuat akta tanah berdasarkan PerKBN Nomor 1
Tahun 2006 sebagai berikut.
1. PPAT mempunyai kewenangan membuat akta tanah yang merupakan akta
autentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) PerKBPN Nomor 1 Tahun 2006 mengenai hak atas tanah dan hak milik
atas satuan rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya. PPAT dapat
membuat akta tukar-menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, atau akta
pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun yang tidak semuanya terletak dalam satu daerah kerjanya
apabila salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang
menghasilmempunyai objek perbuatan hukum tersebut terletak dalam daerah
kerjanya. Akta yang dimaksud dibuat oleh PPAT sesuai dengan jumlah
kabupaten/kota letak bidang tanah yang dilakukan perbuatan hukumnya untuk
kemudian masing-masing akta PPAT tersebut didaftarkan pada kantor pertanahan
masing-masing.
PPATK dapat menolak pembuatan akta yang tidak didasari data formil (Pasal 54
ayat (1) PerKBPN Nomor 1 Tahun 2006). PPAT tidak diperbolehkan membuat
akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sampai dengan huruf g atas
sebagian bidang tanah yang sudah terdaftar atau tanah milik adat sebelum diukur
oleh kantor pertanahan dan diberikan nomor identifikasi bidang tanah (NIB).
3. PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas dan jabatannya
dalam setiap pembuatan akta (Pasal 55).
4. PPAT wajib membuat daftar akta dengan menggunakan satu buku daftar akta
untuk semua jenis akta yang dibuatnya yang di dalamnya dicantumkan secara
berurut nomor semua akta yang dibuat berikut data lain yang berkaitan dengan
pembuatan akta dengan kolom-kolom sebagaimana dimaksud dalam contoh pada
Lampiran IX (Pasal 56).
Seorang PPAT dapat diberhentikan oleh Menteri Agraria Kepala BPN jika ia
tidak menyelenggarakan kewajiban maupun sering menimbulkan kerugian bagi
orang- orang yang meminta kepadanya untuk dibuatkan akta. Dalam hal yang
terakhir ini, ia pun dapat dituntut membayar ganti rugi yang ditimbulkan karena
perbuatannya itu.
Akta yang dibuat PPAT tidak boleh sembarangan. Bentuknya (dan juga isinya
standar) dahulu ditetapkan oleh menteri dalam negeri. Bentuk akta ditetapkan
dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 104/DJA/1977 tentang
penyempurnaan bentuk akta yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Agraria
Nomor 11/1961. Sekarang bentuk akta itu ditentukan oleh kepala BPN melalui
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1989 tentang
Penyempurnaan Bentuk Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
1. Pemindahan hak atas tanah memerlukan izin dari instansi pemberi izin, 2
2. Sebelum diperoleh izin sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini,
pemindahan hak tersebut tidak akan didaftar oleh kepala kantor pendaftaran
tanah (KKPT) yang bersangkutan (sekarang kantor pendaftaran tanah (KPT)
menjadi kantor pertanahan).
4. Pemindahan hak guna bangunan atas tanah negara, jika penerima hak
merupakan badan hukum.
5. Pemindahan hak guna bangunan atas tanah negara jika penerima hak
merupakan perorangan yang sudah mempunyai lima bidang tanah atau lebih
(termasuk yang dipunyai istri, suami, dan anak-anak yang masih menjadi
tanggungannya);
6. Pemindahan hak pakai atas tanah negara jika penerima hak seorang asing atau
badan hukum,
7. Pemindahan hak pakai atas tanah negara jika penerima hak, orang warga negara
Indonesia yang sudah mempunyai lima bidang tanah atau lebih (termasuk yang
dipunyai istri/suami dan anak-anak yang masih menjadi tanggungannya),
Oleh karena itu, pemindahan hak milik atas tanah untuk bangunan dan hak guna
bangunan, jika penerima haknya adalah perorangan yang hanya mempunyai
sebidang sampai empat bidang tanah (bersama keluarganya), hal itu tidak
memerlukan izin pemindahan hak.
Instansi yang berwenang memberikan izin pemindahan hak atas tanah diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 6/1972. Menurut Pasal 7
PMDN Nomor 6/1972, bupati/wali kota memberikan keputusan mengenai izin
pemindahan hak milik. Sementara itu, menurut Pasal 3 PMDN Nomor 6/1972,
gubernur kepala daerah dapat memberi keputusan mengenai permohonan izin
pemindahan hak guna usaha atas tanah negara jika
Sementara itu, berdasarkan Pasal 8 PMDN Nomor 6/1972. bupati/wali kota dapat
mengambil keputusan mengenai izin untuk memindahkan hak guna bangunan atas
tanah negara kepada warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia bukan
bermodal asing.
Pasal 9 menyatakan bahwa hak pakai atas tanah negara sama dengan Pasal 8.
Pasal 12 PMDN Nomor 6/1972 ditegaskan bahwa menteri dalam negeri dapat
membuat keputusan mengenai pemohonan izin pemindahan berikut:
1. Hak milik,
4. Hak pakai,
5. Hak pengelolaan,
6. Hak penguasaan,
7. Izin membuka atas tanah negara yang wewenangnya tidak dilimpahkan kepada
gubernur/bupati/wali kota/kepala kecamatan.
2. Hak guna usaha adalah gubernur, apabila luas tanahnya 25 ha atau kurang dan/
atau peruntukan tanahnya bukan untuk tanaman keras;
3 Hak guna usaha adalah menteri dalam negeri apabila luas tanahnya lebih dari 25
ha atau peruntukannya untuk tanaman keras;
4. Hak guna bangunan dan hak pakai: keduanya atas tanah negara adalah bupati
wali kota apabila yang menerima ialah badan hukum Indonesia yang bukan
bermodal asing;
5. Hak pakai atas tanah negara adalah menteri dalam negeri apabila penerimanya
orang asing, badan hukum asing, atau badan hukum Indonesia yang bermodal
asing.
Sementara itu, Pasal 38 UUPA yang mengatur hak guna usaha dan hak guna
bangunan memuat hal yang sama dengan Pasal 23. Jadi, pemindahan hak milik,
hak guna usaha, dan hak guna bangunan, yaitu hak-hak yang wajib didaftarkan
menurut PP Nomor 24 Tahun 1997, harus didaftarkan di kantor pertanahan.
Berhubung hak pakai atas tanah negara dan hak gadai juga harus didaftar,
peralihannya wajib didaftarkan pula.
Peralihan hak atas tanah harus dilakukan melalui akta yang dibuat oleh dan di
hadapan pejabat yang berwenang sebagai berikut. .
1. Pejabat pembuat akta tanah (PPAT): untuk jual beli, tukar-menukar, hibah,
pemasukan ke dalam perusahaan (inberik), dan pembagian hak bersama.
3. Notaris, pengadilan, balai harta peninggalan, atau kepala desa dan carmat:
untuk pemindahan hak karena waris, tergantung pada kedudukan hukum dari para
ahli waris.
4 Developer dan disahkan oleh pemda: untuk pemisahan hak milik atas satuan
rumah susun.
2. Nama atau nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom
yang disediakan;
Pasal 16 PP Nomor 40 Tahun 1996 mengatur peralihan hak guna usaha sebagai
berikut.
1. Hak guna usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.
2. Peralihan hak guna usaha terjadi dengan cara beriku:
a. Jual beli;
b. Tukar-menukar,
d. Hibah:
e. Pewarisan
3. Peralihan hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
didaftarkan pada kantor pertahanan
4. Peralihan hak guna usaha karena jual beli, kecuali melalui lelang, tukar-
menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat
oleh pejabat pembuat akta tanah.
5. Jual beli dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara lelang
Peralihan hak guna usaha karena warisan harus dibuktikan dengan surat wasiat
atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
1. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
a Jual beli;
b. Tukar-menukar,
e. Pewarisan.
3. Peralihan hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
didaftarkan pada kantor pertanahan.
4. Peralihan hak guna bangunan karena jual beli, kecuali jual beli melalui lelang.
tukar-menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta
yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah.
5. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara
lelang.
6. Peralihan hak guna bangunan karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat
wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
7. Peralihan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan harus dengan
persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan.
8. Peralihan hak guna bangunan atas tanah hak milik harus dengan persetujuan
tertulis dari pemegang hak milik yang bersangkutan.
Terakhir mengenai peralihan hak pakai diatur oleh Pasal 54 PP Nomor 40 Tahun
1996 sebagai berikut.
1. Hak pakai yang diberikan atas tanah negara untuk jangka tertentu dan hak pakai
atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
2. Hak pakai atas tanah hak milik hanya dapat dialihkan hak tersebut
dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik yang
bersangkutan.
b. Tukar-menukar,
c. Penyertaan modal;
d. Hibah
e. Pewarisan
4. Peralihan hak pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib didaftarkan
pada kantor pertanahan.
5 Peralihan hak pakai karena jual beli, kecuali jual beli melalui lelang, tukar-
menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang
dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah.
6. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara
lelang.
7. Peralihan hak pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat
atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
8. Peralihan hak pakai atas tanah negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat
yang berwenang.
9 Pengalihan hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus dilakukan dengan
persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan.
10. Pengalihan hak pakai atas tanah hak milik harus dilakukan dengan persetujuan
tertulis dari pemegang hak milik yang bersangkutan.
Jawab :
Dasar dan sumber hukum utama pengaturan penggunaan tanah terdapat dalam UU
Nomor 5 Tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, yakni dalam pasal-pasal sebagai
berikut.
1. Pasal 2 Ayat 1
Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagai
dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara.
Ayat 2
Hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberikan
wewenang untuk hal berikut.
Ayat 3
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat 2
pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam
arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara
hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.
2. Pasal 13 ayat 1
derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, bagi diri sendiri, ataupun
keluarganya.
4. Pasal 14 Ayat 1
4. Pasal 15
Istilah istilah lain yang berkaitan dengan tata guna tanah adalah land-use yang
berlaku di daerah perdesaan (rural arva) dan zoning yang dilaksanakan di daerah
perkotaan (urban area)
Dalam penatagunaan tanah ini, perlu ditingkatkan usaha penetapan hutan lindung.
suaka alam, dan wilayah perlindungan khusus lainnya untuk menghindari bencana
ekologis di kemudian hari. Penatagunaan tanah juga diperlukan untuk
memberikan perlindungan masyarakat tradisional dan suku terasing
Jawab :
Menurut Drs. H.A.G. Sunendar, sistem informasi pertanahan (SIP) adalah suatu
sistem pengadaan dan pelayanan secara sistematis tentang data yang berkaitan
dengan tanah dari suatu wilayah sebagai basis dari kegiatan-kegiatan hukum,
administrasi, ekonomi, perencanaan, dan pengelolaan pembangunan yang
dilaksanakan oleh BPN sesuai dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1988.
Berdasarkan keppres tersebut, BPN bertugas membantu presiden dalam mengelola
dan mengembangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun
peraturan perudang-undangan lain, yang meliputi pengaturan, penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, pengurusan hak atas tanah, pengukuran, pendaftaran
tanah, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh presiden.
Definisi ini menyatakan bahwa sistem informasi pertanahan (SIP) adalah alat
bantu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan berkaitan
dengan aspek hukum, administratif, dan ekonomi untuk membantu perencanaan
dan pembangunan suatu wilayah. Sistem informasi pertanahan terdiri atas basis
data yang bergeoreferensi serta mempunyai prosedur dan teknis yang secara
sistematis digunakan untuk mengumpulkan, memperbarui, memproses, dan
mendistribusikan data pertanahan serta mempunyai fasilitas untuk
menghubungkan data (spasial dan tekstual) yang ada, baik dalam SIP itu sendiri
maupun dengan sistem lain yang ada kaitannya dengan data pertanahan. Secara
singkat, sistem informasi pertanahan (SIP) adalah sistem pengadaan dan
pelayanan data/informasi pertanahan pada suatu wilayah.
1 Data spasial memiliki acuan lokasi (sistem informasi tertentu) dan disimpan
dalam basis data. Basis data tersebut dilengkapi dengan prosedur dan teknik yang
digunakan untuk pengelolaan data. Pengelolaan data yang dimaksud adalah
pengadaan secara sistematis, memperbarui (up-dating), memproses, serta
mendistribusikannya.
2. Basis data yang dapat dihubungkan dengan data pertanahan terkait lainnya
(misalnya data topografi, data pertanian, dan sebagainya).
4. Kepemilikan data masih kurang jelas, terutama untuk tujuan berbagi pakai (data
sharing).
Menurut Falmer, sistem informasi yang berkaitan dengan tanah terdiri atas berikut
ini.
Daftar Pustaka
Kurdiato. 1991. Sistem Pembuktian Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktik. Surabaya: Usaha Nasional.
Majalah Parlementaria.