Anda di halaman 1dari 21

RANCANGAN PERUBAHAN KEDUA

PP NO 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN


JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
Kurnia Warman
Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum UNAND

Disampaikan pada Pendidikan dan Latihan dasar Dasar I, II, dan Pembekalan
Kode Etik Calon PPAT

Diadakan oleh Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Jakarta, 7-8 Oktober 2022


Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
• Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1
angka 1 PP 37/1998).
• Keberadaan PPAT di Indonesia sejalan dengan adanya ketentuan hukum yang mengatur pendaftaran tanah
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
• Bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah sebagai salah satu tujuan pokoknya maka UUPA
memerintahkan kepada Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia yang
penyelenggaraannya diatur dengan peraturan pemerintah (PP).
• PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menetapkan bahwa yang diberi kewenangan untuk membuat alat
bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang
dijadikan sebagai dasar pendaftarannya, adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
• Pasal 7 PP No. 24 Tahun 1997 memerintahkan bahwa terkait dengan jabatan PPAT diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Atas dasar itulah dibentuk PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
• Bahkan sebelumnya berdasarkan PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sudah ditentukan adanya PPAT.
Pasal 19 PP 10/1961 menentukan: Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan
sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan,
harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria.
Akta tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.
Kedudukan PPAT dalam Hak Menguasai Negara
(Pasal 2 ayat (2) UUPA)
Rencana Umum
Nengatur dan
Penyelenggarakan Rencana Tata Ruang
Peruntukan
Rencana Rinci

Tanah Hak Atas Tanah


Hak Menguasai Negara Menentukan dan
Mengatur Hub Hukum
Orang dan Agraria
(Tanah)
SDA Izin

Menentukan dan
Mengatur Perbuatan
8 Perbuatan Hukum Akta PPAT
Hukum atas Agraria
(Tanah)
Kedudukan PPAT dalam Hukum Adat sebagai Sumber
Utama Hukum Agraria
Tertentu Perbuatan
Hukum dan Bidang 8 Perbuatan Hukum
Nyata/Ril
Tanahnya (Spesialitas)- atas Tanah
Nyata Leveringnya

Melalui Ketua Adat

Transaksi Tanah dalam Terbuka bagi Masy


Terang
Hukum Adat (Publisitas)

PPAT-BPN

Tunai/Kontan Tuntas Peralihannya Balik Nama


Perkembangan Pengaturan PPAT di Indonesia

PP 37/1998-Peraturan
PP 10/1961
• Pasal 19-Pendaftaran Tanah di • Melanjutkan PP 10/1961 bahwa Jabatan PPAT • Umur dan Magang, Formasi,
Selueuh Indonesia Pendaftaran Peralihan harus Daerah Kerja
• Memakai Sistem Pendaftaran • Tentang Pendaftaran Tanah berdasarkan Akta Pejabat (PPAT) • PP pertama mengatur PPAT
Hak (Title Cadaster) • Pasal 19-Pendaftaran Peralihan • Pasal 7-memerintahkan sebagai pejabat umum
• Penyelenggaraan berdasarkan berdasarkan Akta membentuk PP tersendiri • Membantu sebagian tugas
PP • Akta dibuat Pejabat Umum-PPAT pendafaran tanah yaitu
membuat Akta sebagai dasar
peralihan
PP 24/2016-
UUPA (UU 5/1960) PP 24/1997 Perubahan PP
37/1998
Pendaftaran Tanah
Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang
sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pasal 19 UUPA sebagai dasar pendaftaran tanah menyatakan sebagai berikut:


(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Ghdg
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas
sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
[Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia,
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam
2002]
ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut.
Perubahan Pengaturan PPAT

Ketentuan tentang PPAT diatur dalam Pasal 7 PP Pengaturan lebih rinci dan detail mengenai
Nomor 24 Tahun 1997, yaitu: PPAT, diterbitkanlah Peraturan Pemerintah
(1) PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai
menteri. peraturan pelaksana dari amanat pasal 19
UUPA yang mengatur mengenai pendaftaran
(2) Untuk desa-desa dalam wilayah yang
tanah. PP 37/1998 telah diubah oleh
terpencil menteri dapat menunjuk PPAT
Pemerintah sebanyak satu kali, yaitu pada
sementara.
tahun 2016 diterbitkanlah Peraturan
(3) Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
peraturan pemerintah. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
PENGARUH Kerja, telah merubah banyak hal dan menyentuh banyak peraturan-
perundang-undangan yang ada, tidak terkecuali Peraturan
UU CIPTA mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Lebih spesifik dalam pasal
147 UU Cipta Kerja disebutkan bahwa, “tanda bukti hak atas tanah,
KERJA hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaan, dan hak
tanggungan, termasuk akta peralihan hak atas tanah dan dokumen
lainnya yang berkaitan dengan tanah dapat berbentuk elektronik”.

Pada perjalanannya, dalam pelaksanaan PP 37 Tahun 1998 tentang


Peraturan Jabatan PPAT dan PP 24 tahun 2016 tentang Perubahan
Atas PP 37 Tahun 1998 terdapat beberapa hal yang belum bisa
dilaksanakan. Kemudian, lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak
Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan
Pendaftaran Tanah juga merubah sistem ke-PPAT-an terutama yang
berkaitan dengan penggunaan sistem digital.
Identifikasi Masalah Dasar Perubahan Kedua PP 37/1998

PERTAMA KEDUA
• Bagaimana urgensi penataan • Bagaimana urgensi penataan
ulang pengaturan formasi PPAT ulang syarat usia pengangkatan
PPAT

KETIGA
• Bagaimana urgensi penataan
ulang wilayah/daerah kerja
PPAT
05 Kajian Akademik

Identifikasi Masalah

KEEMPAT
• Bagaimana konsep dan gagasan
pembuatan akta PPAT dalam
bentuk digital/elektronik

KELIMA
• Bagaimana urgensi penataan
kembali pengaturan mengenai
uang jasa PPAT.

KEENAM
• Bagaimana konsep dan gagasan
dalam pemberian layanan
digital PPAT di Indonesia.
1 Diskusi Intenal untuk Pemetaan Identifikasi Masalah (Preliemenary
Research);
Metode Kajian Akademik Perubahan
Kedua PP 37/1998 2 Studi Literasi Awal dengan metode bedah Jurnal, Buku, Disertasi, Tesis
Penelitian menggunakan metode mixed dan referensi-referensi lain yang relevan;
legal study yaitu kombinasi antara
metode penelitian hukum doktriner atau 3 Konsinyering Internal dalam merumuskan dan sinkronidasi
Subtansi/Materi muatan Kajian Akademik dengan Rancangan Peraturan
normatif dengan metode penelitian
Pemerintah tentang Peraturan Jabatan PPAT;
hukum empirik atau yuridis sosiologis.
Metode penelitian ini kemudian di break Focus Group Discussion (FGD) Bersama PPAT, Akademisi, BPN dan
4
down dan diintegrasikan oleh Tim Stakeholders terkait;
Perumus dan Peneliti dengan membagi
dalam beberapa skema kegiatan yang 5 Kompilasi Naskah Kajian Akademik dengan Rancangan Peraturan
meliputi: Pemerintah tentang Peraturan Jabatan PPAT;

6 Diseminasi Tim Perumus Hasil Riset Kajian Akademik dengan


Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan PPAT;

7 Expose hasil riset Kajian Akademik dengan Rancangan Peraturan


Pemerintah tentang Peraturan Jabatan PPAT.
Landasan • Keberadaan tanah yang konstan dan kebutuhan akan tanah yang terus bertambah menyebabkan diperlukannya
suatu instrumen pengelolaan lahan agar tercipta kepastian hukum atas kepemilikan, pemanfaatan serta
pemeliharaan tanah yang tersedia. Demi terciptanya kepastian hukum tersebut, diperlukan seperangkat aturan
dan mekanisme penyelenggaraan pencatatan tanah yang terangkum dalam sebuah sistem pendaftaran tanah.

Filosofis
• Kemudian muncul berbagai entitas hukum baru dalam kerangka hukum agraria di Indonesia. Salah satunya
adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang pada prinsipnya merupakan perpanjangan tangan dari kepala
kantor pertanahan dalam menjalankan kewajiban pemeliharaan data pendaftaran tanah yang sangat dinamis.

Landasan • Peranan PPAT dalam rangkaian kegiatan pendaftaran tanah


sangatlah penting dan sentral, karena akta PPAT yang
dikeluarkan merupakan salah satu sumber utama
Sosiologis pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Landasan
• Berdasarkan Pasal 19 (UUPA), diamanatkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum
oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
yang kemudian diatur dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah. Hal

Yuridis
tersebut melahirkan PP 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah yang menjadi dasar
lahirnya Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). PPAT hadir guna menjamin
adanya kepastian hukum hak atas tanah yang dimiliki oleh subjek hukum.
Kementerian ATR/BPN sebagai lembaga yang bertugas untuk pembinaan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT, serta PPAT yang
membantu sebagian tugas Kepala Kantor Pertanahan dalam rangka
pendaftaran tanah.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT selain
dilakukan oleh Menteri ATR/BPN, diperlukan adanya Majelis Pembina dan
Jangkauan dan Pengawas PPAT yang dapat terdiri atas unsur kementerian ATR/BPN dan
ikatan PPAT, serta adanya peran akademisi sebagai penengah.
Arah Arah pengaturan Peraturan Pemerintah ini akan berfokus pada
penyempurnaan ketentuan yang sudah tidak relevan guna mengatasi
Pengaturan kendala dan permasalahan atas pengaturan sebelumnya, juga untuk
melaksanakan materi muatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Cipta Kerja maupun Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran
Tanah. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk meluruskan penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam praktik dan menyesuaikan dengan
keadaan serta kebutuhan akan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Formasi Jabatan PPAT
Penyusun formasi PPAT perlu memperhatikan beberapa
ketentuan agar didapatkan jumlah PPAT yang ideal dan
tersebar merata di seluruh Indonesia, dengan
mempertimbangkan ketentuan sebagai berikut: Alasan-alasan
diperlukannya formasi
Formasi Jabatan PPAT a. Jumlah kecamatan di daerah kabupaten/kota yang jabatan PPAT ialah sebagai
diatur dalam Pasal 13 PP bersangkutan. berikut:
Jabatan PPAT, dihapus. b. Tingkat perbuatan hukum tertentu mengenai hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
a. Kurangnya PPAT di
Untuk tertib pengaturan Susun. daerah 3 T (daerah
penyebaran PPAT maka di tertinggal, terdepan,
dalam rancangan c. Tingkat perkembangan ekonomi daerah yang dan terluar)
perubahan peraturan bersangkutan.
b. Daerah Kerja PPAT yang
pemerintah formasi d. Jumlah permohonan untuk dapat diangkat sebagai
PPAT di daerah Kabupaten/Kota yang berbeda dengan
jabatan PPAT akan diatur
bersangkutan. Wilayah Kerja Notaris.
kembali dan ditetapkan
oleh Menteri. e. Jumlah PPAT yang sudah ada pada setiap daerah c. Penumpukan PPAT
kabupaten/kota yang bersangkutan. pada suatu
f. Ketentuan lain yang dianggap perlu
Kota/Kabupaten.
dipertimbangkan oleh Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Syarat Usia Pengangkatan PPAT
• Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf b PP Jabatan PPAT, dalam PP Nomor 37 Tahun 1998, syarat pengangkatan PPAT ialah berusia
30 tahun, namun PP Nomor 24 Tahun 2016 mengatur usia pengangkatan PPAT menjadi 22 tahun.

• Pengangkatan PPAT pada usia 22 tahun dinilai terlalu muda, dianggap kurang matang dan belum dapat memprediksi berbagai
kemungkinan yang terjadi. Dalam implementasinya, terdapat sedikit kekhawatiran dimana seseorang dengan usia 22 tahun yang
telah lulus dan diangkat menjadi PPAT dapat membuat suatu akta perbuatan hukum yang merupakan alat bukti yang otentik
yang dijadikan dasar pendaftaran pemeliharaan data pertanahan karena pertimbangan kedewasaan dan kematangan dalam
pemikiran sangat diperlukan dalam menganalisa suatu permasalahan pertanahan. Syarat usia pengangkatan seseorang sebagai
PPAT yang utamanya ialah cakap hukum. Seseorang yang cakap hukum dengan pertimbangan kedewasaan dan kematangan
dalam pemikiran untuk membuat sebuah akta sebagai alat bukti yang otentik. Kecakapan hukum atau batas kedewasaan
ditetapkan dalam suatu batasan Undang-undang.

• Bila dirunut secara sistematis, seseorang dapat menyelesaikan Strata 1 (S1) jurusan Ilmu Hukum pada usia 22 tahun, kemudian
melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) Program Studi Kenotaraiatan dan menyelesaikannya pada usia 24 tahun. Selanjutnya,
mengikuti program magang selama 2 tahun, hingga berumur 26 tahun. Sehingga umur 27 tahun dianggap sudah mampu dalam
kedewasaan dan pematangan pemikiran dalam menganalisa suatu permasalahan pertanahan. Pengalaman yang sudah cukup
didapatkan seorang calon PPAT selama pendidikan dapat dijadikan pertimbangan.
Pengaturan Tentang Daerah Kerja PPAT

Daerah kerja • Kesulitan saat berhubungan dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Misalnya, PPAT kota X ketika akan melakukan pengecekan sertipikat secara online

provinsi akan
hanya tinggal memasukan akun dan password melalui sistem database BPN di kota X.
Sebaliknya, PPAT dari kota Y tentu akan kesulitan ketika ingin melakukan pengecekan
sertipikat secara online lantaran akun dan password PPAT yang bersangkutan belum
banyak dimaknai terdaftar dalam database BPN di kota X.
• Kesulitan yang berkaitan dengan perpajakan. PPAT juga akan menemui hambatan saat

sebagai ‘peluang’ melakukan transaksi jual beli yang menyangkut pembayaran pajak semisal Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Belum lagi, besaran BPHTB juga
ditentukan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan Nilai Jual Objek Pajak
bagi PPAT. Namun (NJOP) dimana besaran NJOP bisa berbeda-beda tiap wilayahnya.
• Permasalahan berkaitan dengan etika. Regulasi memang membuka peluang yang

di sisi lain, sangat lebar bagi PPAT berpraktik ‘antar kota, dalam provinsi’. Namun, ada hal yang
sifatnya etik ketika seorang PPAT mengambil klien hampir di setiap kota, meskipun
memang itu tidak melanggar aturan tersebut.
menimbulkan • Terdapat dampak negatif dalam perluasan wilayah kerja agi PPAT dalam 1 provinsi
yaitu menimbulkan persaingan tidak sehat antara PPAT yang berada suatu wilayah
berbagai provinsi atau semakin banyaknya terjadinya pelanggaran kode etik PPAT akibat
kurangnya pengawasan oleh majelis pengawas, karena wilayah pengawasan tersebut

permasalahan
terlalu luas.
Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) PP Jabatan PPAT, daerah kerja PPAT dalam PP Nomor 37
Tahun 1998 adalah Kabupaten/Kota sedangkan, daerah kerja PPAT dalam PP Nomor 24
Tahun 2016 adalah Provinsi.

• Bagi daerah kerja provinsi, jika kondisi geografis di daerah tersebut


sangat luas maka tentunya akan menyulitkan koordinasi antara kota satu
dengan kota lainnya untuk menyelesaikan contoh permasalahan yang
terjadi di atas. Perubahan daerah kerja ini tidak dapat diimplementasikan
karena satuan kerja pendaftaran tanah adalah kabupaten/kota dengan
kantor pertanahan sebagai unit pelaksana dalam rangka pelaksanaan
pendaftaran tanah. Untuk itu, demi selarasnya pengaturan mengenai
daerah kerja PPAT maka ketentuan tersebut dikembalikan menjadi 1
wilayah kerja dengan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Pembuatan Akta PPAT Secara Digital/Elektronik
Pasal 86 PP 18/2021 menyatakan bahwa pembuatan akta PPAT dapat dilakukan secara elektronik. Guna
terwujudnya sinkronisasi dan harmonisasi antar peraturan maka dalam Peraturan Pemerintah ini juga akan
mengatur lebih rinci mengenai pembuatan akta PPAT secara elektronik. Ketentuan ini juga mendasarkan pada Pasal
147 UU Cipta Kerja bahwa akta peralihan atas tanah dapat dibuat dalam bentuk dokumen elektronik.

Keabsahan suatu perjanjian tidak ditentukan oleh bentuk fisik dari perjanjian tersebut. Baik cetak maupun
digital/elektronik, baik lisan maupun tulisan, akan dianggap sah menurut hukum jika memenuhi syarat sah dalam
Pasal 1320 KUH Perdata yakni, memenuhi syarat kesepakatan, kecakapan, objek tertentu, dan sebab yang halal.

Pasal 5-12 UU ITE menjelaskan bahwa, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah, yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum
Acara yang berlaku di Indonesia. Demikian halnya dengan Tanda Tangan Elektronik, memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan yang ditentukan UU.

Ketentuan pada KUH Perdata dan UU ITE tersebut menunjukkan bahwa perjanjian yang dibuat secara elektronik
memiliki kekuatan yang sama dengan perjanjian yang ditandatangani para pihak langsung (dengan kehadiran
langsung para pihak). Demikian halnya dengan kekuatan pembuktiannya, perjanjian elektronik maupun rekaman
akan memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan perjanjian yang ditandatangani langsung oleh para pihak.
Pengaturan Mengenai Uang Jasa PPAT

Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) PP Jabatan PPAT, uang jasa PPAT tidak boleh melebihi 1% dari
nilai transaksi yang tercantum di dalam akta, dalam Perubahan Peraturan Pemerintah ini,
uang jasa PPAT selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 33 Tahun 2021.
Uang jasa PPAT atau disebut dengan honorarium adalah imbalan atau jasa yang diberikan
kepada PPAT atas jasanya. Uang Jasa juga harus mempertimbangkan Nilai Ekonomis

Sejalan dengan kegiatan pendaftaran tanah yang dilaksanakan berdasarkan asas-asas


pendaftaran tanah yaitu, sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Demikian juga
dalam hal mengalihkan, memindahkan, dan membebankan hak atas tanah yang merupakan
kewenangan PPAT, diharapkan terjangkau. Agar dapat mempermudah masyarakat dalam hal
mengalihkan, memindahkan, dan membebankan hak atas tanah. Untuk itu, ketentuan uang
jasa PPAT lebih lanjut disusun dalam bentuk peraturan Menteri.
Layanan Digital ke-PPAT-an
Pelayanan PPAT juga harus lebih adaptif terhadap Dalam rangka percepatan layanan ke-PPAT-an, maka layanan ke-PPAT-
revolusi 4.0 dan perkembangan ekonomi digital an akan dikonversi ke dalam bentuk elektronik. Layanan ke-PPAT-an
tersebut antara lain:
melalui perubahan secara mendasar paradigma a. Ujian PPAT;
keabsahan akta otentik berkaitan dengan rumusan
b. Peningkatan Kualitas PPAT;
ketentuan menghadap penghadap dalam
c. Pengangkatan PPAT Pertama Kali;
penandatanganan akta sehingga kedepan mampu
d. Pengangkatan Kembali sebagai PPAT;
wujudkan kehadiran Akta Otentik Elektronik yang
e. Perpanjangan Masa Jabatan PPAT;
memberikan kepastian hukum, keadilan dan asas
f. Pemberian Cuti/Pemberhentian Dengan Hormat.
manfaat.

Pelayanan digital ke-PPAT-an cukup memberikan Oleh karena itu, ketentuan mengenai
tantangan, dimana tidak mudah mengkonversi data
manual ke data digital. Sejauh mana pemerintah layanan digital ke-PPAT-an harus
mempercayai data fisik dan data yuridis jika termuat dalam perubahan peraturan
diterapkan secara elektronik. Data berupa akta-akta pemerintah ini yang dapat dipergunakan
yang dibuat oleh PPAT disimpan dalam pangkalan
data, sebaiknya ada sistem keamanan data (siapa yang sebagai dasar hukum dan pedoman
bertanggung jawab terhadap data yang tersimpan). dalam pelaksanaannya.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai