Anda di halaman 1dari 14

Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah

Supardy Marbun

MENCARI BENTUK PELIMPAHAN KEWENANGAN


PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN
KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH
FORMULATING THE FORM OF
DELEGATION OF AUTHORITY IN LAND
RIGHTS AND LAND REGISTRATION

Supardy Marbun

Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bogor
E-mail: supardymarbun@gmail.com

ABSTRAK
Kewenangan pemberian hak atas tanah merupakan kewenangan Menteri ATR/Kepala BPN yang dapat dilimpahkan kepada
Kepala Kantor Pertanahan atau Kakanwil BPN. Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 (UUAP) dan doktrin hukum administrasi
negara, bentuk pelimpahan kewenangan adalah mandat bukan delegasi. Pelimpahan kewenangan dalam bentuk delegasi
baru dapat dilaksanakan apabila PP sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUPA dan Perpres sebagaimana diatur dalam PP
PP Nomor 40 Tahun 1996 telah ditetapkan oleh Pemerintah. Penetapan pelimpahan kewenangan dalam bentuk delegasi
melalui Peraturan Menteri, selain bertentangan dengan UUAP, akan mengakibat keputusan yang diterbitkan oleh penerima
pelimpahan kewenangan tidak memiliki kekuatan legalitas karena mengandung cacat hukum/cacat kewenangan.

Kata kunci : Pelimpahan Wewenang, Delegasi, Mandat

ABSTRACT
The of authority of land rights is authority of Minister of ATR / Head of BPN which can be delegated to the Head of the Land
Office and Head of Regional Office of BPN. Based on Law Number 30 of 2014 (UUAP) and state administrative law doctrine,
the form of dlegation of authority is mandate not delegation. The delegation of authority in the form of a new delegation can
only be implementeds if Government Regulation (PP) are regulate in Article 22 of the Act Number 5 of 1960 (UUPA) and
a Presidential Regulation are regulate Government Regulation (PP) Number 40 of 1996. Determination of delegation of
authority in the form of a delegation through a Menisterial Regulation, in addition to contradicting the UUAP, it will result the
decision issued by the recipient of the delegation of authority having no legality because it containslegal defects/defects in
authority

Keywords : Delegation of Authority, Delegation, Mandate

133
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146

I. PENDAHULUAN Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan


Nasional Nomor 18 Tahun 2017.
A. Latar Belakang
Jika diperhatikan keseluruhan Peraturan
Pemberian hak atas tanah dan pendaftaran
Menteri/Kepala BPN sebagaimana diuraikan di atas,
tanah adalah salah satu tugas dan wewenang
maka untuk pertama kali pelimpahan kewenangan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
pemberian hak atas tanah diberikan kepada Kepala
Pertanahan Nasional. Pelaksanaan kewenangan
Kantor Pertanahan berdasarkan Peraturan Menteri
tersebut merupakan bagian dari wewenang hak
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
menguasai negara sebagaimana diatur dalam UUPA
Nomor 3 Tahun 1999. Kewenangan tersebut adalah
Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1). Sebagai
menerbitkan keputusan pemberian hak milik, hak
kewenangan dari Pemerintah, kewenangan
guna bangunan dan hak pakai atas tanah negara
pemberian hak atas tanah tersebut dapat dilimpahkan
yang sebelumnya merupakan kewenangan Kakanwil
kepada Pemerintah/Badan di bawahnya. Melalui
BPN. Demikian seterusnya Pemerintah menerbitkan
pelimpahan kewenangan tersebut diharapkan
Peraturan Menteri/Kepala BPN untuk memberikan
pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak
kewenangan yang semakin besar memberikan hak
dan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dapat
atas tanah , baik kepada Kepala Kantor Pertanahan
berjalan dengan baik.
maupun Kakanwil BPN Provinsi, untuk menerbitkan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan keputusan pemberian hak atas tanah negara
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai salah termasuk redistribusi tanah.
satu lembaga Pemerintah yang  mempunyai
Sebagaimana dalam konsideran “Menimbang”
tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan
tiap peraturan tersebut di atas, diberikan alasan
di bidang agraria (Perpres No. 47 Tahun 2020),
dan pertimbangan sekaligus harapan Menteri/
dan melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
Kepala BPN untuk melimpahkan kewenangan
pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan
tersebut. Pertimbangannya antara lain adalah
perundang-undangan (Perpres No.48 Tahun 2020).
untuk kelancaran pelaksanaan tugas di bidang
Dalam melaksanakan tugas tersebut Kementerian
pertanahan, untuk memenuhi standar prosedur
ATR/BPN menyelenggarakan fungsi antara lain
pengaturan pertanahan dan program Pemerintah di
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
bidang pertanahan, untuk mewujudkan pelayanan
penetapan hak dan pendaftaran tanah
publik dan reformasi birokrasi, serta untuk
Sejak diterbitkan pengaturan pelimpahan memudahkan pelayanan di bidang pertanahan.
wewenang sebagaimana dalam Peraturan Menteri Peraturan pelimpahan kewenangan ini memberikan
Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, tercatat telah kewenangan yang lebih besar kepada Kepala Kantor
lima kali Pemerintah menerbitkan peraturan tentang Pertanahan dan Kakanwil BPN dalam pemberian
pelimpahan hak atas tanah. Peraturan-peraturan hak atas tanah.
tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/
Pelimpahan kewenangan pemberian hak atas
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
tanah sesungguhnya bertujuan untuk memberikan
1999, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
pelayanan yang lebih baik, efektif dan efisien
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011, Peraturan
kepada masyarakat dengan menyederhanakan
kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
birokrasi pelayanan. Melalui pelimpahan
Indonesia Nomor 3 Tahun 2012, Peraturan Kepala
kewenangan masyarakat yang membutuhkan
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
pelayanan pertanahan akan memperoleh
Nomor 2 Tahun 2013, terakhir Peraturan Menteri
kemudahan pelayanan. Kemudahan tersebut

134
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun

meliputi pemangkasan jalur birokrasi, jangka waktu berkaitan dengan wewenang, kewenangan dan
pelayanan, kesederhanaan, keterjangkauan, serta perolehan kewenangan dalam penyelenggaraan
efisiensi biaya perolehan sertifikat tanah. Melalui pemerintahan.
penyederhanaan birokrasi akan dicapai pelayananan Untuk melakukan kajian ini Penulis melakukan
publik di bidang pertanahan yang maksimal dan pengumpulan bahan-bahan baik bahan hukum
prima, serta pencapaian target sertifikasi hak atas primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan
tanah di seluruh Indonesia. hukum primer yang dikumpulkan meliputi peraturan
Untuk mencari bentuk pelimpahan kewenangan perundang-undangan seperti UU Nomor 5 Tahun
pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran 1960 (UUPA) maupun peraturan pelaksanaan
tanah tersebut , perlu memperhatikan ketentuan lainnya khususnya yang berkaitan dengan pemberian
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang hak atas tanah dan pendaftaran tanah. Kemudian
Administrasi Pemerintahan (UUAP). Dalam UUAP UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
telah diatur mengenai perolehan kewenangan Pertanahan khususnya yang mengatur kewenangan
oleh pejabat Pemerintah baik di pusat maupun dan pelimpahan kewenangan.
di daerah. Berdasarkan ketentuan yang diatur Bahan hukum lainnya adalah peraturan
UUAP kewenangan diperoleh dengan cara atribusi, perundang-undangan yang mengatur agraria/
delegasi atau mandat. Wewenang pemberian hak pertanahan yang masih berlaku yang mengatur
atas tanah menurut Permendagri Nomor 6 Tahun pemberian hak atas tanah, perpanjangan,
1972 bersifat tugas pembantuan (medebewin), pembaharuan dan pendaftaran hak atas tanahnya.
sedangkan menurut Permenegagraria/Kepala BPN Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku,
Nomor 3 Tahun 1999 hingga Perkaban Nomor maupun maupun bahan-bahan terkait dengan objek
2 Tahun 2013 bersifat pelimpahan wewenang penelitian, yakni masalah pengaturan pemberian
mandat. Disebutkan bersifat mandat karena Kepala hak atas tanah dan pendaftaran hak atas tanahnya,
Kantor Pertanahan maupun Kakanwil BPN sebagai masalah kewenangan dan pelimpahan kewenangan.
penerima pelimpahan kewenangan dari Menteri/ Untuk memperkaya kajian ini telah dilakukan
Kepala BPN, menandatangani keputusan pemberian wawancara dengan ahli hukum administrasi negara,
hak atas tanah atas nama Menteri/Kepala BPN serta melakukan studi banding ke kantor Pemerintah
selaku pemberi kewenangan. yang melakukan pelayanan publik.
Dari uraian tersebut di atas terdapat dua
A. Hasil Penelitian Sebelumnya
permasalahan pokok yang dikemukakan yaitu: (1).
Terhadap pelimpahan kewenangan ini sudah
Bagaimana pengaturan pelimpahan kewenangan
pernah dilakukan penelitian oleh Pusat Peneltian
pemberian hak atas tanah menurut ketentuan
dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasio0nal
peraturan perundang-undangan?; (2). Apakah
RI tahun 2012 dengan judul “Penelitian Pelimpahan
kewenangan kegiatan pendaftaran tanah perlu diatur
Kewenangan di Badan Pertanahan Nasional”.
dalam suatu PeraturanMenteri?
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis
II. METODOLOGI pelaksanaan dan permasalahan pelimpahan

Metodologi yang digunakan dalam kajian kewenangan pemberian hak atas tanah dam kegiatan

ini adalah penelitian yuridis normatif yakni pendaftaran tanah tertentu, dam[ak pelimpahan

melakukan kajian terhadap norma hukum/peraturan kewenanganterhadap reformasi birokrasi pelayanan

perundangan-undangan (law in book). Juga terhadap pertanahan, serta usulan-usulan terhadap ketentuan

doktrin dan teori hukum administrasi negara yang dan implikasi pelimpahan kewenangan.

135
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146

Salah satu kesimpulan yang diambil pada negara (Ridwan HR, 2018: 99)
penelitian ini adalah bahwa pelimpahan kewenangan Dalam UUAP disebutkan bahwa wewenang
memotong birokrasi, namun tidak secara otomatis adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau
dapat memenuhi standar pelayanan pertanahan. Pejabat Pemerintahan atau Penyelenggara Negara
Pelimpahan kewenangan dinyatakan sebagai salah lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau
satu bagian dari proses pelayanan yang masih tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
memerlukan perhatian terhadap faktor-faktor yang Kewenangan Pemerintahan atau kewenangan
mempengaruhi ketepatan dan kepastian waktu adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat
pelayanan. Pemerintahan atau penyelengggara negara lainnya
untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
III. HASIL KAJIAN DAN
Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan,
ANALISIS
dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan,
A. Kajian Tentang Wewenang dan kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering kali
Kewenangan disamakan dengan kewenangan, dan kekuasaan
Kewenangan atau wewenang diartikan sebagai selalu dipertukarkan dengan istilah kewenangan,
“authority” (bahasa Inggris) atau ”bevoegdheid” demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan
(bahasa Belanda). H.D. Stout mengatakan bahwa disamakan juga dengan wewenang (Budiardjo,
bevoegdheid is een wet kan worden omscrevenals 1998:35-36). Kekuasaan berbentuk hubungan dalam
het geheel van bestuurechttelijke bevoegdheden arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan
door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het pihak lain yang diperintah” (the rule and the ruled)
bestuurechttelijke rechtsverkeer (Ridwan HR, (Indroharto, 1994:65). Berdasarkan hal tersebut di
2018:98). Dapat diartikan bahwa wewenang sebagai atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak berkaitan
keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan dengan hukum, oleh Henc van Maarseven disebut
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah sebagai “blote match” (Mulyosudarmo, 1990:30).
oleh subjek hukum publik dalam hukum publik. Sedangkan kekuasaan yang berkaitan dengan
Dalam Black’s Law Dictionary diartikan bahwa hukum oleh Max Weber disebut sebagai wewenang
authority is legal power a right to command or to rasional atau legal. Wewenang didasarkan pada
act; the right and power of public officers ti require suatu sistem hukum ini dipahami sebagai suatu
obedience to their orders lawfully issued in scope of kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh
their public duties. Disebutkan bahwa kewenangan masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh negara
adalah kekuasaan hukum hak untuk memerintah atau (Setiardja:1990: 52).
bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk Miriam Budiardjo menyebutkan kekuasaan
mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok
kewajiban publik. F.P.C.L. Tonnaer mengemukakan orang manusia untuk mempengaruhi tingkah
bahwa, overheidsbevoegdheid wordt in dit verband laku seseorang atau kelompok lain sedemikian
opgevat als het vermogen om positief recht vast te rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan
stellen en aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers keinginan dan tujuan dari orang atau negara
onderling en tussen overheid en te scheppen. (Budiardjo, 1998: 37). Kewenangan merupakan
Dinyatakan bahwa kewenangan Pemerintah kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang,
dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari
hukum positif, dengan demikian dapat diciptakan kewenangan, artinya barang siapa (subjek hukum)
hubungan hukum antara Pemerintah dengan warga yang diberikan kewenangan oleh undang-undang,

136
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun

maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
tersebut dalam kewenangan itu. Mandat adalah pelimpahan kewenangan dari Badan

Di dalam negara hukum dikenal asas dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi

legalitas yang menjadi pilar utamanya, sebagai salah kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang

satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung

penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di gugat tetap berada pada pemberi mandat.

setiap negara hukum terutama bagi negara-negara Pendelegasian kewenangan ditetapkan


hukum dan continental (Nitibaskara,2002:65). berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
Meskipun asas legalitas mengandung kelemahan, undangan. Pejabat memperoleh wewenang melalui
namum ia tetap menjadi prinsip utama dalam setiap delegasi apabila: (a)diberikan oleh Badan/Pejabat
negara hukum. Asas legalitas merupakan dasar Pemerintahan kepada Badan dan/atau Pejabat
dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan Pemerintahan lainnya; (b)ditetapkan dalam Peraturan
pemerintahan. Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan

Indroharto mengemukakan bahwa wewenang Daerah; dan (c)merupakan wewenang pelimpahan

diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat. atau sebelumnya telah ada. Kewenangan yang

Kewenangan atribusi lazimnya digariskan didelegasikan kepada Pejabat yang menerima

melalui pembagian kekuasaan negara oleh UUD, delegasi tidak dapat mendelegasikan lebih lanjut,

sedangkan kewenangan delegasi dan mandat kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-

adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan undangan (Pasal 12 UUAP).

(Indroharto,1991:68). Philipus M. Hadjon Mengenai mandat dijelaskan bahwa Pejabat


mengatakan bahwa setiap tindakan pemerintahan memperoleh mandat apabila: (a)ditugaskan
disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang Pejabat di atasnya; (b)merupakan pelaksanaan
sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, tugas rutin. Pejabat dapat memberikan mandat
yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan kepada bawahannya, kecuali ditentukan lain
atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian dalam ketentuan peraturan perundang-undangan,
kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, selanjutnya penerima mandat harus menyebutkan
sedangkan kewenangan delegasi dan mandat atas nama pemberi mandat. Lebih lanjut dijelaskan
adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan bahwa Pejabat yang memberikan mandat dapat
(Hadjon,2005:125) menggunakan sendiri wewenang yang telah

Dalam UUAP (Pasal 1 angka 23,24 dan 25) diberikan melalui mandat, kecuali ditentukan lain

diberikan penjelasan kewenangan atribusi, delegasi dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

dan mandat. Atribusi adalah pemberian kewenangan (Pasal 13 UUAP).

kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh B. Kajian Peraturan Menteri/Kepala


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia BPN Tentang Pelimpahan
Tahun 1945 atau Undang-Undang. Delegasi adalah Kewenangan
pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Jika diperhatikan keseluruhan ketentuan
Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada peraturan Menteri/Kepala BPN mengenai pelimpahan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih kewenangan tersebut dapat digambarkan sebagai
rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat berikut:

137
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146

Ketentuan Peraturan Menteri Negara Pemerintah di bidang pertanahan diterbitkan


Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 adalah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI
pemberian pelimpahan kewenangan pertama kali nomor 1 Tahun 2011. Dalam peraturan tersebut
untuk menerbitkan keputusan pemberian hak atas diberikan pelimpahan kewenangan kepada Kepala
tanah negara kepada Kepala Kantor Pertanahan. Kantor Pertanahan untuk menerbitkan keputusan
Pelimpahan kewenangan ini telah memangkas pemberian hak atas tanah negara. Kemudian
birokrasi proses sertifikasi tanah di daerah yang berdasarkan Perkaban RI Nomor 3 Tahun 2012
selama kurun waktu sebelum pelimpahan harus dilakukan perubahan terhadap Perkaban RI Nomor
dinaikkan ke Kanwil BPN. Kemudahan yang 1 Tahun 2011. Perubahan tersebut tidak menyeluruh
dirasakan adalah ketika pelaksanaan proyek dan signifikan, tetapi hanya menambahkan
sertifikasi nasional seperti prona, proses dan beberapa tugas dan kewenangan kepada Kepala
penyelesaiannya dapat dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Kepala BPN RI memberikan
Kantor Pertanahan. tambahan kewenangan yakni pemberian hak pakai

Selanjutnya dalam rangka memenuhi standar aset Pemerintah (Pusat dan Daerah), kecuali hak

pelayanan dan pengaturan pertanahan dan program pengelolaan, aset BUMN dan tanah kedutaan/

138
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun

perwakilan diplomatik negara lain Demikian C. Pelimpahan Kewenangan


juga halnya dengan Perkaban RI Nomor 2 Tahun Pemberian Hak Atas Tanah dan
2013 yang memberikan kewengan yang lebih Hak Menguasai Negara
besar kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk Pada Pasal 2 ayat (2) UUPA diuraikan tentang
menerbitkan keputusan pemberian hak atas tanah hak menguasai dari negara yang menyatakan bahwa
khususnya hak milik, hak guna bangunan dan hak hak menguasai dari negara memberi wewenang
pakai. untuk; (a) mengatur dan menyelenggarakan
Pemberian kewenangan yang besar ini telah peruntukan, penggunaan, persediaan dan
memberikan kemudahan bagi Kantor Pertanahan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; (b)
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
pemilik tanah. Memang harus diakui bahwa hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan
pelimpahan wewenang pemberian hak atas tanah ruang angkasa; (c) menentukan dan mengatur
negara yang diberikan oleh Menteri/Kepala BPN hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
khususnya kepada Kepala Kantor Pertanahan ada dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
yang sudah total secara keseluruhan. Misalnya bumi, air dan ruang angkasa. Winahyu Erwiningsih
pemberian hak milik dalam rangka pelaksanaan menyebutkan bahwa tanah dikuasai oleh negara
program transmigrasi, redistribusi tanah, konsolidasi artinya negara tidak harus memiliki tanah. Negara
tanah, serta pendaftaran tanah yang bersifat memiliki hak untuk menguasai tanah melalui fungsi
strategis, massal dan program lainnya telah menjadi negara untuk mengatur dan mengurus (regelen en
kewenangan Kepala Kantor Pertanahan seluruhnya. besturen) (Erwiningsih, 2009:82-83).
Selain daripada itu pemberian hak pakai atas tanah Hak menguasai negara atas tanah didasarkan
instansi Pemerintah dan penerbitan hak di atas pada konstitusi UUD 1945. Dalam Pasal 33 ayat (3)
hak pengelolaan, merupakan pekerjaan yang tidak UUD 1945 disebutkan bahwa bumi air dan kekayaan
bersisa lagi baik di Kementerian maupun di Kanwil alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh
BPN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
Terakhir diterbitkan Permen ATR/Kepala BPN kemakmuran rakyat. Pada Penjelasan Umum UUPA,
Nomor 18 Tahun 2017. Tidak ada perubahan dari disebutkan UUPA berpangkal pada pendirian bahwa
ketentuan sebelumnya, hanya dalam paraturan ini untuk mencapai apa yang ditentukan pada Pasal
Menteri memberikan kesempatan kepada Kepala 33 ayat (3) UUD 1945 tidak perlu bangsa Indonesia
Kantor Pertanahan untuk meminta wewenang yang ataupun negara sebagai organisasi kekuasaan dari
lebih luas dengan persyaratan tertentu. Pasal 1 seluruh rakyat/bangsa Indonesia bertindak selaku
dari peraturan tersebut telah merubah Pasal 26 A badan penguasa. Boedi Harsono mengemukakan
dari Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional bahwa apa yang dikemukakan oleh UUPA sudah
RI Nomor 2 Tahun 2013. Disebutkan bahwa tepat, sebab mencari sumber dan landasan tugas
kewenangan Kepala Kantor Pertanahan dapat bagi kewenangan negara dalam melaksanakan
melebihi luasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal tugas kenegaraannya pada hak kepemilikan negara
4 huruf b, dengan pertimbangan: (a) sumber daya atas tanah bukanlah merupakan konsepsi Hukum
manusia dan sarana prasarana di Kantor Pertanahan Tata Negara modern, melainkan konsepsi Hukum
memadai untuk melaksanakan pemberian hak atas Tata Negara feodal yang sudah lama ditinggalkan
tanah; (b) pelaksanaan pembangunan rumah bagi dalam praktek maupun teori hukum (Harsono, 1999:
masyarakat berpenghasilan rendah; (c) amanat 260).
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; Wewenang hak menguasai negara dalam
dan/atau (d) kebijakan Menteri. hal menentukan dan mengatur hubungan hukum

139
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146

antara orang-orang (termasuk badan hukum) Daerah di bawahnya berdasarkan undang-undang


dengan tanah, dilakukan melalui pemberian hak (Manan, 1994:21). Mochtar Kusuma-atmadja
atas tanah. Hubungan hukum dimaksud termasuk mengartikan medebewind sebagai pemberian
perpanjangandan pembaharuan terhadap hak atas kewenangan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah
yang berjangka waktu dan hapusnya hak atas tanah Daerah yang lebih atas kepada Pemerintah Daerah/
tersebut. A.P. Parlindungan mengatakan bahwa dari Pemerintahan yang tingkatannya lebih rendah, untuk
wewenang hak menguasai dari negara dimungkinkan menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga
untuk memberikan hak-hak keperdataan, baik Pemerintah / Pemerintah Daerah  yang tingkatannya
kepada perorangan atau badan-badan hukum lebih atas (Kusuma-atmadja, 2000:22).
privat, mengakui hak-hak publik yang sudah ada Memperhatikan Permendagri Nomor 6 Tahun
sebelumnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum 1972 sebagaimana telah dikemukakan terdahulu,
adat, memberikan hak hukum publik yang baru Pemerintah (Pusat) dalam hal ini Menteri Dalam
seperti hak Pengelolaan, serta hak Pakai Khusus Negeri menyerahkan sebagian kewenangan
kepada instansi Pemerintah (Parlindungan, 1998: pemberian hak atas tanah negara kepada Gubernur.
46). Sejalan dengan apa yang diatur dalam sistem
Dalam UUPA tidak disebutkan secara tegas pemerintahan daerah ketika itu, maka penyerahan
lembaga pemerintahan/kementerian yang diberikan sebagian kewenangan dimaksud adalah tugas
wewenang untuk mengelola agraria/pertanahan. pembantuan dari Pemerintah Pusat kepada
Pada Penjelasan Pasal 2 UUPA disebutkan bahwa Pemerintah Daerah. Kemudian berdasarkan
soal agraria menurut sifatnya dan pada asasnya Keppres Nomor 26 Tahun 1988 Direktorat Jenderal
merupakan tugas Pemerintah Pusat. Dengan Agraria Departemen Dalam Negeri berubah menjadi
demikian maka pelimpahan wewenang untuk Badan Pertanahan Nasional, suatu Lembaga
melaksanakan hak penguasaan dari negara adalah Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan
merupakan medebeweind (tugas pembantuan). di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Ditegaskan juga bahwa segala sesuatu Presiden. Selanjutnya berdasarkan Keppres Nomor
diselenggarakan menurut keperluannya serta tidak 96 Tahun 1993 dibentuk Kementerian Negara
bertentangan dengan kepentingan nasional. Agraria/BPN. Sebagai pengganti Permendagri

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Nomor 6 Tahun 1972 diterbitkan Peraturan Menteri

Pemerintahan di Daerah dikenal ada 3 (tiga) Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999

wewenang penyelenggaraan pemerintahan yakni mengenai pelimpahan kewenangan pemberian hak

desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan atas tanah.

(medebewind). Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 UUD 1945 pada Pasal 4 ayat (1) menyatakan
Pasal 1 angka (9) disebutkan bahwa Medebewind Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan.
(pembantuan) adalah penugasan Pemerintah Pusat Selanjutnya pada Pasal 17 ayat (1) UUD 1945
kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa dinyatakan bahwa Presiden dibantu oleh Menteri.
untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai Penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan
pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber alam yang terkandung di dalamnya (Pasal 33 ayat
daya manusia dengan kewajiban melaporkan (3) UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (2) UUPA) menjadi
pelaksanaannya kepada yang menugaskan. wewenang Pemerintah yang bertindak atas nama

Bagir Manan mengatakan bahwa tugas negara berdasarkan konstitusi. Pemerintah dalam

pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau hal ini adalah Presiden bersama Menteri, yang

Pemerintah yang lebih atas kepada Pemerintah memperoleh wewenang atribusi untuk melaksanakan

140
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun

hak menguasai negara atas tanah. Wewenang tugas rutin. (ayat 1). Pejabat yang menerima mandat
atribusi tersebut diperoleh berdasarkan Pasal 33 harus menyebutkan atas nama Pejabat yang
ayat (3) UUD 1945 dan UUPA. memberikan mandat (ayat 4). Jika Kakanwil BPN

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 atau Kepala Kantor Pertanahan menandatangani

Tahun 2020 sebagai pengganti Peraturan Presiden keputusan pemberian hak tanah atas nama Menteri/

Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria Kepala BPN, maka menurut UUAP kewenangan

dan Tata Ruang, disebutkan bahwa Kementerian diperoleh adalah berdasarkan mandat.

Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas Pada Pasal 13 UUAP antara lain disebutkan
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bahwa pendelegasian kewenangan ditetapkan
agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan undangan. Selanjutnya diuraikan bahwa pejabat
negara. Jika mengacu kepada ketentuan UUAP, pemerintahan memperoleh wewenang melalui
maka Menteri/Kepala BPN menerima pelimpahan delegasi apabila: (a) diberikan oleh badan/pejabat
wewenang dari Presiden berdasarkan delegasi pemerintahan kepada badan dan/atau pejabat
untuk menyelenggarakan pemerintahan di bidang pemerintahan lainnya; (b) ditetapkan dalam
agraria/pertanahan dan tata ruang. Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau
Peraturan Daerah; dan (c) merupakan wewenang
D. Pelimpahan Kewenangan
pelimpahan atau sebelumnya telah ada.
Pemberian Hak Atas Tanah
Memperhatikan ketentuan Pasal 1 angka (23)
Wewenang pemberian hak atas tanah
dan Pasal 13 UUAP, maka untuk dapat melakukan
merupakan sebagian dari wewenang Menteri/
pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah
Kepala BPN untuk menyelenggarakan pemerintahan
berdasarkan delegasi harus ditetapkan peraturan
di bidang agraria/pertanahan. Sejak diterbitkan
setingkat PP dan Perpres. UUAP mensyaratkan
Permenegagraria /Kepala BPN Nomor 3 Tahun
bahwa pendelegasian kewenangan harus merupakan
1999 hingga Perkaban RI Nomor 2 Tahun 2013,
wewenang pelimpahan atau wewenang tersebut
Menteri/Kepala BPN belum pernah melimpahkan
sebelumnya telah ada. Pejabat yang memperoleh
kewenangan pemberian hak atas tanah kepada
wewenang melalui delegasi bertanggung jawab
Kakanwil BPN ataupun Kepala Kantor Pertanahan
terhadap wewenang yang diterima.
berdasarkan delegasi. Ketentuan ini ditegaskan
dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/ PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Kepala BPN BPN Nomor 3 Tahun 1999 dan Pasal Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai (Pasal
23 Perkaban RI Nomor 2 Tahun 2013. Ketentuan 6, Pasal 22 dan 42) menentukan bahwa keputusan
peraturan tersebut menyatakan bahwa penerima pemberian hak guna usaha, hak guna bangunan dan
pelimpahan kewenangan menandatangani hak pakai diberikan oleh Menteri atau pejabat yang
keputusan pemberian hak atas tanah atas tanah atas ditunjuk. Dalam ketentuan tersebut ditegaskan juga
nama Menteri ATR/Kepala BPN. bahwa mengenai tata cara permohonan pemberian,
perpanjangan dan hapusnya hak guna usaha, hak
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka
guna bangunan dan hak pakai diatur lebih lanjut
pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah
dalam Keputusan Presiden (Pasal 6 ayat (2), Pasal
oleh Menteri ATR/Kepala BPN kepada Kakanwil
10 ayat (3) dan Pasal 17 ayat (2) Pasal 22 ayat (3),
BPN atau Kepala Kantor didasarkan mandat bukan
Pasal 24 ayat (4), Pasal 27 ayat (3) Pasal 35 ayat
delegasi. UUAP Pasal 14 menyebutkan Pejabat
(2), Pasal 42 ayat (3), Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 55
memperoleh mandat apabila: (a) ditugaskan oleh
ayat (2)). Perlu diketahui bahwa Keppres pengaturan
Pejabat di atasnya; dan (b) merupakan pelaksanaan

141
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146

lebih lanjut dari PP Nomor 40 Tahun 1996 tersebut tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
belum diterbitkan. Nasional (Pasal 5). Pejabat yang melaksanakan

Mengenai pendaftaran tanah yang berasal pendaftaran tanah adalah Kepala Kantor Pertanahan

pemberian hak atas tanah, diatur dalam Peraturan yang telah memperoleh kewenangan berdasarkan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang delegasi dari Pemerintah (Presiden). Sedangkan

Pendaftaran Tanah (PPPT) Pasal 23. Disebutkan untuk melaksanakan pendaftaran tanah secara

bahwa hak atas tanah baru dapat dibuktikan dengan sistematis Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh

penetapan pemberian hak dari Pejabat yang Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau

berwenang memberikan hak yang bersangkutan Pejabat yang ditunjuk (Pasal 8). Berdasarkan

menurut ketentuan yang berlaku, apabila pemberian ketentuan tersebut pelaksanaan kegiatan

hak tersebut berasal tanah negara atau tanah hak pendaftaran tanah, baik pertama kali maupun

pengelolaan (ayat 1). Penetapan pejabat yang pemeliharaan data menjadi wewenang Kepala

berwenang, mengenai pemberian hak atas tanah Kantor Pertanahan. Kepala Kantor Pertanahan

negara dapat dikeluarkan secara individual ataupun dapat melaksanakan sendiri kewenangannya

secara umum (Penjelasan Pasal 23). Pejabat tersebut, atau melimpahkannya berdasarkan

yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam mandat kepada pejabat yang berada di bawahnya,

ketentuan tersebut belum menunjuk secara tegas melalui penunjukan berdasarkan keputusan Kepala

nomenklatur jabatan yang berwenang dan ditunjuk Kantor Pertanahan. Oleh karena itu pelimpahan

untuk menerbitkan keputusan penetapan hak milik kewenangan kegiatan pendaftaran tanah tidak perlu

atas tanah. diatur kembali melalui Peraturan Menteri/Kepala


BPN.
Selanjutnya jika diperhatikan Pasal 22 UUPA
yang menyatakan bahwa terjadinya hak milik Memperhatikan ketentuan Pasal 22 UUPA dan

menurut hukum adat dan cara terjadinya hak PP Nomor 40 Tahun 1996 sebagaimana diuraikan di

milik karena penetapan Pemerintah, ditetapkan atas , maka apabila pelimpahan kewenangan oleh

dengan Peraturan Pemerintah. PP mengenai Menteri kepada Kakanwil BPN atau Kepala Kantor

terjadinya hak milik karena hukum adat khususnya Pertanahan berdasarkan delegasi harus diatur

mengenai pendaftaran konversi hak milik adat, dalam PP dan Perpres. Pejabat yang ditunjuk oleh

telah diatur dalam PP Nomor 10 Tahun 1961 Menteri atau pejabat yang berwenang sebagamana

tentang Pendaftaran Tanah, yang telah diubah dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 dan PPPT, tidak

dengan PP Nomor 24 Tahun 1997. Dalam PPPT menyebutkan nomenklatur jabatan Pejabat yang

tersebut telah ditentukan bahwa Pemerintah telah diberikan pelimpahan kewenangan oleh Menteri/

memberikan wewenang pendaftaran hak milik adat Kepala BPN untuk menerbitkan keputusan

kepada Kepala Kantor Pertanahan. Tidak demikian pemberian hak atas tanah. PP dan Keppres yang

halnya dengan pengaturan cara terjadinya hak milik dipersyaratkan dalam Pasal 20 UUPA dan PP Nomor

karena penetapan Pemerintah (berasal dari tanah 40 Tahun 1996, sepertinya berkorelasi dengan

negara). PP yang dimaksudkan Pasal 22 UUPA persyaratan pelimpahan kewenangan melalui

tersebut sampai saat ini belum pernah diterbitkan, delegasi sebagaimana diatur pada Pasal 13 UUAP.

kecuali PP Nomor 38 Tahun 1963 dan Permendagri PP dan Perpres tersebut merupakan ketentuan dan

Nomor 5 Tahun 1973 yang telah diubah dengan persyaratan pelimpahan kewenangan pemberian

Permenegagraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. hak atas tanah berdasarkan UUAP.

Mengenai kewenangan kegiatan pendaftaran Nurhasan Ismail berpendapat bahwa

tanah, PPPT telah mengatur bahwa pendaftaran pelimpahan wewenang melalui delegasi harus

142
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun

ditetapkan melalui PP, Perpres, dan/atau Perda. delegasi dalam Pasal 1 angka (23) dengan Pasal
Disebutkan bahwa penetapan melalui PP dan Perpres 13 UUAP, maka perlu memperhatikan doktrin hukum
bersifat kumulatif bukan alternatif. Pelimpahan adminitrasi negara untuk memahami kewenangan
kewenangan berdasarkan delegasi tidak cukup berdasarkan delegasi. Bernards Arief Sidharta,
dilakukan dengan Peraturan Menteri, sekurang- menyebutkan istilah lain dari doktrin sebagai ajaran.
kurangnya harus diatur dengan Perpres atau dahulu Ajaran itu juga dapat disamakan dengan doktrin,
dikenal dengan Keppres. PP Nomor 40 Tahun 1996 doktrin ini merupakan tampungan dari norma
telah memberikan pengaturan pemberian hak guna sehingga dokrin menjadi sumber hukum.  Doktrin
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, tetapi dalam ilmu hukum diartikan sebagai “analytical
masih dipersyaratkan harus diatur lebih lanjut dalam study of law atau “doctrinal study of law” yang
Keppres (Ismail, 2020: Narasumber). bersifat science. “Legal doctrine” adakalanya disebut

Pasal 1 angka (22) UUAP menyebutkan juga dengan “legal dogmatics” (Sidharta, 2009:128-

bahwa delegasi merupakan perolehan wewenang 129).

dari pejabat pemerintahan yang lebih tinggi Philipus M Hadjon mengatakan bahwa dalam
kepada pejabat pemerintahan yang lebih rendah. hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui
Namun ketentuan tersebut tidak bersesuaian delegasi terdapat syarat-syarat sebagai berikut:
dengan pengertian delegasi sebagaimana terdapat 1) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi
pada Pasal 13 yang menyatakan bahwa pejabat (delegans) tidak dapat lagi menggunakan
pemerintahan memperoleh wewenang melalui sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;
delegasi apabila diberikan oleh pejabat pemerintahan
2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan
kepada pejabat pemerintahan lainnya. Ketentuan
perundang-undangan, delegasi hanya
ini tidak lagi mengatur antara pejabat yang lebih
dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu
tinggi dengan pejabat yang lebih rendah, sehingga
dalam peraturan perundang-undangan;
tidak bersesuaian dengan Pasal 1 angka (22) UUAP
3) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya
sebagaimana disebutkan di atas.
dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak
Nurhasan Ismail berpendapat bahwa
diperkenankan adanya delegasi;
terhadap adanya perbedaan pengertian delegasi
4) Kewajiban memberikan keterangan
pada Pasal 1 angka (23) dengan Pasal 13 UUAP,
(penjelasan), artinya delegans berhak untuk
maka yang dipedomani adalah ketentuan Pasal
meminta penjelasan tentang pelaksanaan
1 angka (23). Namun persyaratan pelimpahan
wewenang tersebut;
kewenangan dengan cara delegasi, tetap harus
5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya
berpedoman kepada ketentuan Pasal 13 UUAP.
delegans memberikan instruksi (petunjuk)
Ketentuan tersebut menentukan bahwa pengaturan
tentang penggunaan wewenang tersebut
kewenangan dengan cara delegasi didasarkan
(Ridwan H.R., 2018: 104-105).
pada PP dan Perpres, tidak cukup hanya dengan
Peraturan Menteri. Jika harus dilakukan pengaturan Perolehan wewenang atau kewenangan
pelimpahan kewenangan berdasarkan delegasi berkaitan erat dengan asas legalitas dalam
maka dilakukan dengan menerbitkan peraturan sistem hukum administrasi negara. Asas legalitas
sekurang-kurangnya dalam bentuk Perpres (Ismail, merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan
2020: Narasumber). sebagai bahan dasar dalam setiap penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara
Tentang adanya perbedaan norma hukum
hukum, terutama negara hukum yang menganut
pada satu ketentuan peraturan, seperti perbedaan

143
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146

sistem hukum Eropa Kontinental. Asas ini disebut Perpres sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor
de heerschappij van de wet atau kekuasaan undang- 40 Tahun 1996 telah diterbitkan, maka pelimpahan
undang (Kusdarini, 2011: 89). Dalam negara hukum wewenang pemberian hak atas tanah dapat dilakukan
juga dianut prinsip bahwa setiap penggunaan dalam bentuk delegasi. Tetapi apabila pelimpahan
wewenang pemerintahan harus disertai dengan kewenangan pemberian hak atas tanah ditetapkan
pertanggungjawaban. Wewenang merupakan faktor dengan Permen, maka bentuk kewenangan yang
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, dapat diberikan oleh Menteri/Kepala BPN kepada
karena berdasarkan wewenang inilah Pemerintah Kakanwil BPN dan Kepala Kantor Pertanahan
dapat melakukan berbagai tindakan hukum bidang adalah mandat.
publik (publiekrechtshandeling) (Indroharto, Apabila pengaturan pelimpahan wewenang
1991:58). pemberian hak atas tanah dalam bentuk delegasi
Asas legalitas (wetmatigheid van bestuur) salah hanya didasarkan pada Permen, maka akan
satu asas yang dijunjung tinggi oleh negara hukum bertentangan dengan ketentuan pengaturan
(rechtsstaats). Asas legalitas mencanangkan bahwa kewenangan pemerintahan dalam UUAP.
tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh Akibatnya adalah keputusan pemberian hak tanah
suatu peraturan perundang-undangan, maka setiap yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan
aparatur Pemerintah tidak akan memiliki wewenang atau Kakanwil BPN dapat mengandung cacat
untuk mempengaruhi keadaan atau posisi hukum hukum karena cacat wewenang. Keputusan yang
setiap warga. Setiap wewenang pemerintahan untuk mengandung cacat hukum tidak akan memiliki
melakukan kebijakan dan tindakan hukum tata usaha kekuatan legalitas, sehingga keputusan tersebut
negara, didasarkan kepada sumber yang berasal harus dicabut atau dibatalkan (Pasal 64 dan 66
dari ketentuan perundang-undangan (Ridwan H.R., UUAP).
2018: 109). Sebagai instansi vertikal, maka pelimpahan
Indroharto juga menegaskan bahwa hanya wewenang pemberian hak atas tanah akan lebih
berdasarkan pendelegasian yang sah saja yang tepat jika diberikan dalam bentuk mandat. Selain
dapat memberi kemungkinan untuk mengeluarkan memenuhi asas legalitas dalam melaksanakan
suatu keputusan tata usaha negara yang sah. Apabila tugas dan wewenang, Menteri ATR/Kepala BPN
terdapat kekurangan pada wewenang yang menjadi dapat mengambil alih kewenangan tersebut apabila
dasarnya, maka dapat dijadikan sebagai alasan oleh terjadi penyalahgunaan wewenang atau perbuatan
hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam batas melawan hukum yang dilakukan penerima mandat.
kewenangannya, untuk mencabut kekuatan hukum Selain daripada itu Kepala Kantor Pertanahan
keputusan tersebut dengan jalan membatalkan atau Kakanwil BPN atas nama Menteri/Kepala
atau menyatakannya sebagai keputusan yang tidak BPN dapat menerbitkan keputusan pemberian
mengikat (Indroharto, 1991: 58) HPL untuk luasan tertentu. Sekalipun HPL yang

Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan merupakan gempilan hak menguasai negara dan

memperhatikan ketentuan dalam UUAP dan doktrin menjadi kewenangan Pemerintah (Menteri), namun

hukum administrasi negara, maka dapat ditentukan karena diterbitkan atas nama Menteri/Kepala BPN,

bentuk pelimpahan kewenangan pemberian hak keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor atau

atas tanah yang sesuai dengan sistem dan struktur Kakanwil BPN menjadi sah dan tidak bertentangan

organisasi Kementerian ATR/BPN. Apabila PP dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA.

sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 UUPA, serta

144
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun

IV. KESIMPULAN DAN SOP yang berlaku, karena tanggung jawab


dan tanggung gugat tetap berada pada Menteri/
REKOMENDASI
Kepala BPN selaku pemberi mandat.
A. Kesimpulan
2) Pembentukan PP sebagaimana diatur dalam
1) Bentuk pelimpahan kewenangan pemberian Pasal 22 UUPA dan Perpres sebagaimana
hak atas tanah yang berlaku di Kementerian diatur dalam PP Nomor 40 Tahun 1996
ATR/ BPN saat ini sesuai UUAP adalah dapat dilakukan dalam RPP atau Ranperpres
mandat. Bentuk pelimpahan kewenangan sebagai peraturan pelaksana UU Nomor 11
berdasarkan delegasi baru dapat dilakukan Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Jika PP atau
apabila PP sebagaimana dimaksud Pasal 22 Perpres mengenai pengaturan pemberian hak
UUPA yang mengatur pemberian hak milik atas tanah termasuk kewenangannya telah
berdasarkan penetapan pemerintah dan diterbitkan, maka pelimpahan kewengan dalam
Perpres sebagaimana ditentukan PP Nomor 40 bentuk delegasi baru dapat dilaksanakan.
Tahun 1996 yang mengatur bahwa pemberian,
perpanjangan, pembaharuan serta hapusnya
DAFTAR PUSTAKA
hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak
pakai atas tanah telah ditetapkan. Pelimpahan Black’s Law Dictionary

wewenang dalam bentuk delegasi dengan Budiardjo, M. (1998). Dasar-Dasar Ilmu Politik.
dasar Peraturan Menteri bertentangan dengan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
UUAP, serta keputusan yang diterbitkan oleh
Erwiningsih, W. (2009). Hak Menguasai Negara Atas
penerima kewenangan akan berakibat cacat
Tanah. Yogyakarta: Total Media.
administrasi karena cacat wewenang.

2) Pelimpahan kewenangan kegiatan pendaftaran Hadjon, P.M., dkk. (2005). Pengantar Hukum

tanah tidak perlu diatur dalam Peraturan Administrasi Indonesia (Introduction


to the Indonesian Administrative Law).
Menteri/Kepala BPN, karena Kepala Kantor
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Pertanahan telah menerima pelimpahan
kewenangan dengan dasar delegasi dari Harsono, Boedi. (1996). Hukum Agraria Indonesia,
Pemerintah/Presiden berdasarkan PP Nomor Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan
(PPPT). Pendaftaran pertama kali dan
Hutagalung, A.S., & Gunawan, M. (2008).
pemeliharaan data pertanahan menjadi yang
Kewenangan Pemerintah di bidang
menjadi wewenang Kepala Kantor Pertanahan
Pertanahan. Jakarta: Rajawali Pers
dapat dilimpahkan kepada Pejabat di bawahnya
melalui mandat berdasarkan keputusan Kepala Ibrahim, A. (2009). Pokok-Pokok Administrasi Publik

Kantor Pertanahan. dan Implementasinya. Bandung: Refika


Aditama.
B. Rekomendasi
Indroharto. (1991). Usaha Memahami Undang-
1) Bentuk pelimpahan kewenangan pemberian
Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
hak atas tanah yang diatur dengan Peraturan
Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Menteri hanya berdasarkan mandat. Oleh
karena itu penerbitan keputusan pemberian ___________. (1994). Asas-Asas Umum
hak atas tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan Pemerintahan yang Baik. Bandung: Citra

atau Kakanwil BPN atas nama Menteri/Kepala Aditya Bakti.

BPN, hendaknya tetap hati-hati serta sesuai


145
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146

Ismail, Nurhasan (2020, 26 Oktober). Narasumber 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Penyusunan Tahap II Pokok Agraria, Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 104.
Kusdarini, E. (2011). Dasar-Dasar Hukum
Adminitrasi Negara dan Asas-Asas Umum Republik Indonesia, Undang-undang Nomor
Pemerintahan yang Baik. Yogyakarta: UNY 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Press. Pemerintahan, Lembaran Negara Tahun
2014 Nomor 292.
Kusumah-Atmadja, Mochtar. (2000), Pengantar Ilmu
Hukum. Bandung: Alumni Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Manan, B. (1994). Hubungan antara Pusat dengan
Guna Bangunan dan Hak Pakai, Lembaran
Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta: Sinar
Negara Tahun 1996 Nomor 58.
Harapan.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24
Mulyosudarmo, S. (1990). Kekuasaan dan Tanggung
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu
Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59.
Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis
Pertanggungjawaban Kekuasaan. Jakarta: Ridwan H.R. (2018). Hukum Administrasi Negara.
Universitas Airlangga. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Nitibaskara, T.R.R. (2002). Paradoksal Konflik dan Setiardja, A.G. (1990). Dialektika Hukum dan
Otonomi Daerah, Sketsa Bayang-Bayang Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Konflik dalam Prospek Masa Depan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Otonomi Daerah. Jakarta: Sinar Mulia.
Sidharta, B.A. (2009). Refleksi Tentang Struktur Ilmu
Parlindungan, A.P. (1998). Komentar atas Undang- Hukum. Bandung: Mandar Maju.
Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar
Wawancara/Presentasi/Orasi Ilmiah
Maju.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun

146

Anda mungkin juga menyukai