Supardy Marbun
Supardy Marbun
Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bogor
E-mail: supardymarbun@gmail.com
ABSTRAK
Kewenangan pemberian hak atas tanah merupakan kewenangan Menteri ATR/Kepala BPN yang dapat dilimpahkan kepada
Kepala Kantor Pertanahan atau Kakanwil BPN. Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 (UUAP) dan doktrin hukum administrasi
negara, bentuk pelimpahan kewenangan adalah mandat bukan delegasi. Pelimpahan kewenangan dalam bentuk delegasi
baru dapat dilaksanakan apabila PP sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUPA dan Perpres sebagaimana diatur dalam PP
PP Nomor 40 Tahun 1996 telah ditetapkan oleh Pemerintah. Penetapan pelimpahan kewenangan dalam bentuk delegasi
melalui Peraturan Menteri, selain bertentangan dengan UUAP, akan mengakibat keputusan yang diterbitkan oleh penerima
pelimpahan kewenangan tidak memiliki kekuatan legalitas karena mengandung cacat hukum/cacat kewenangan.
ABSTRACT
The of authority of land rights is authority of Minister of ATR / Head of BPN which can be delegated to the Head of the Land
Office and Head of Regional Office of BPN. Based on Law Number 30 of 2014 (UUAP) and state administrative law doctrine,
the form of dlegation of authority is mandate not delegation. The delegation of authority in the form of a new delegation can
only be implementeds if Government Regulation (PP) are regulate in Article 22 of the Act Number 5 of 1960 (UUPA) and
a Presidential Regulation are regulate Government Regulation (PP) Number 40 of 1996. Determination of delegation of
authority in the form of a delegation through a Menisterial Regulation, in addition to contradicting the UUAP, it will result the
decision issued by the recipient of the delegation of authority having no legality because it containslegal defects/defects in
authority
133
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146
134
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun
meliputi pemangkasan jalur birokrasi, jangka waktu berkaitan dengan wewenang, kewenangan dan
pelayanan, kesederhanaan, keterjangkauan, serta perolehan kewenangan dalam penyelenggaraan
efisiensi biaya perolehan sertifikat tanah. Melalui pemerintahan.
penyederhanaan birokrasi akan dicapai pelayananan Untuk melakukan kajian ini Penulis melakukan
publik di bidang pertanahan yang maksimal dan pengumpulan bahan-bahan baik bahan hukum
prima, serta pencapaian target sertifikasi hak atas primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan
tanah di seluruh Indonesia. hukum primer yang dikumpulkan meliputi peraturan
Untuk mencari bentuk pelimpahan kewenangan perundang-undangan seperti UU Nomor 5 Tahun
pemberian hak atas tanah dan kegiatan pendaftaran 1960 (UUPA) maupun peraturan pelaksanaan
tanah tersebut , perlu memperhatikan ketentuan lainnya khususnya yang berkaitan dengan pemberian
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang hak atas tanah dan pendaftaran tanah. Kemudian
Administrasi Pemerintahan (UUAP). Dalam UUAP UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
telah diatur mengenai perolehan kewenangan Pertanahan khususnya yang mengatur kewenangan
oleh pejabat Pemerintah baik di pusat maupun dan pelimpahan kewenangan.
di daerah. Berdasarkan ketentuan yang diatur Bahan hukum lainnya adalah peraturan
UUAP kewenangan diperoleh dengan cara atribusi, perundang-undangan yang mengatur agraria/
delegasi atau mandat. Wewenang pemberian hak pertanahan yang masih berlaku yang mengatur
atas tanah menurut Permendagri Nomor 6 Tahun pemberian hak atas tanah, perpanjangan,
1972 bersifat tugas pembantuan (medebewin), pembaharuan dan pendaftaran hak atas tanahnya.
sedangkan menurut Permenegagraria/Kepala BPN Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku,
Nomor 3 Tahun 1999 hingga Perkaban Nomor maupun maupun bahan-bahan terkait dengan objek
2 Tahun 2013 bersifat pelimpahan wewenang penelitian, yakni masalah pengaturan pemberian
mandat. Disebutkan bersifat mandat karena Kepala hak atas tanah dan pendaftaran hak atas tanahnya,
Kantor Pertanahan maupun Kakanwil BPN sebagai masalah kewenangan dan pelimpahan kewenangan.
penerima pelimpahan kewenangan dari Menteri/ Untuk memperkaya kajian ini telah dilakukan
Kepala BPN, menandatangani keputusan pemberian wawancara dengan ahli hukum administrasi negara,
hak atas tanah atas nama Menteri/Kepala BPN serta melakukan studi banding ke kantor Pemerintah
selaku pemberi kewenangan. yang melakukan pelayanan publik.
Dari uraian tersebut di atas terdapat dua
A. Hasil Penelitian Sebelumnya
permasalahan pokok yang dikemukakan yaitu: (1).
Terhadap pelimpahan kewenangan ini sudah
Bagaimana pengaturan pelimpahan kewenangan
pernah dilakukan penelitian oleh Pusat Peneltian
pemberian hak atas tanah menurut ketentuan
dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasio0nal
peraturan perundang-undangan?; (2). Apakah
RI tahun 2012 dengan judul “Penelitian Pelimpahan
kewenangan kegiatan pendaftaran tanah perlu diatur
Kewenangan di Badan Pertanahan Nasional”.
dalam suatu PeraturanMenteri?
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis
II. METODOLOGI pelaksanaan dan permasalahan pelimpahan
Metodologi yang digunakan dalam kajian kewenangan pemberian hak atas tanah dam kegiatan
ini adalah penelitian yuridis normatif yakni pendaftaran tanah tertentu, dam[ak pelimpahan
perundangan-undangan (law in book). Juga terhadap pertanahan, serta usulan-usulan terhadap ketentuan
doktrin dan teori hukum administrasi negara yang dan implikasi pelimpahan kewenangan.
135
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146
Salah satu kesimpulan yang diambil pada negara (Ridwan HR, 2018: 99)
penelitian ini adalah bahwa pelimpahan kewenangan Dalam UUAP disebutkan bahwa wewenang
memotong birokrasi, namun tidak secara otomatis adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau
dapat memenuhi standar pelayanan pertanahan. Pejabat Pemerintahan atau Penyelenggara Negara
Pelimpahan kewenangan dinyatakan sebagai salah lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau
satu bagian dari proses pelayanan yang masih tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
memerlukan perhatian terhadap faktor-faktor yang Kewenangan Pemerintahan atau kewenangan
mempengaruhi ketepatan dan kepastian waktu adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat
pelayanan. Pemerintahan atau penyelengggara negara lainnya
untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
III. HASIL KAJIAN DAN
Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan,
ANALISIS
dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan,
A. Kajian Tentang Wewenang dan kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering kali
Kewenangan disamakan dengan kewenangan, dan kekuasaan
Kewenangan atau wewenang diartikan sebagai selalu dipertukarkan dengan istilah kewenangan,
“authority” (bahasa Inggris) atau ”bevoegdheid” demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan
(bahasa Belanda). H.D. Stout mengatakan bahwa disamakan juga dengan wewenang (Budiardjo,
bevoegdheid is een wet kan worden omscrevenals 1998:35-36). Kekuasaan berbentuk hubungan dalam
het geheel van bestuurechttelijke bevoegdheden arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan
door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het pihak lain yang diperintah” (the rule and the ruled)
bestuurechttelijke rechtsverkeer (Ridwan HR, (Indroharto, 1994:65). Berdasarkan hal tersebut di
2018:98). Dapat diartikan bahwa wewenang sebagai atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak berkaitan
keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan dengan hukum, oleh Henc van Maarseven disebut
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah sebagai “blote match” (Mulyosudarmo, 1990:30).
oleh subjek hukum publik dalam hukum publik. Sedangkan kekuasaan yang berkaitan dengan
Dalam Black’s Law Dictionary diartikan bahwa hukum oleh Max Weber disebut sebagai wewenang
authority is legal power a right to command or to rasional atau legal. Wewenang didasarkan pada
act; the right and power of public officers ti require suatu sistem hukum ini dipahami sebagai suatu
obedience to their orders lawfully issued in scope of kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh
their public duties. Disebutkan bahwa kewenangan masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh negara
adalah kekuasaan hukum hak untuk memerintah atau (Setiardja:1990: 52).
bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk Miriam Budiardjo menyebutkan kekuasaan
mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok
kewajiban publik. F.P.C.L. Tonnaer mengemukakan orang manusia untuk mempengaruhi tingkah
bahwa, overheidsbevoegdheid wordt in dit verband laku seseorang atau kelompok lain sedemikian
opgevat als het vermogen om positief recht vast te rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan
stellen en aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers keinginan dan tujuan dari orang atau negara
onderling en tussen overheid en te scheppen. (Budiardjo, 1998: 37). Kewenangan merupakan
Dinyatakan bahwa kewenangan Pemerintah kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang,
dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari
hukum positif, dengan demikian dapat diciptakan kewenangan, artinya barang siapa (subjek hukum)
hubungan hukum antara Pemerintah dengan warga yang diberikan kewenangan oleh undang-undang,
136
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun
maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
tersebut dalam kewenangan itu. Mandat adalah pelimpahan kewenangan dari Badan
Di dalam negara hukum dikenal asas dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
legalitas yang menjadi pilar utamanya, sebagai salah kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung
penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di gugat tetap berada pada pemberi mandat.
diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat. atau sebelumnya telah ada. Kewenangan yang
melalui pembagian kekuasaan negara oleh UUD, delegasi tidak dapat mendelegasikan lebih lanjut,
sedangkan kewenangan delegasi dan mandat kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-
Dalam UUAP (Pasal 1 angka 23,24 dan 25) diberikan melalui mandat, kecuali ditentukan lain
137
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146
Selanjutnya dalam rangka memenuhi standar aset Pemerintah (Pusat dan Daerah), kecuali hak
pelayanan dan pengaturan pertanahan dan program pengelolaan, aset BUMN dan tanah kedutaan/
138
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun
139
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146
Dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Nomor 6 Tahun 1972 diterbitkan Peraturan Menteri
Pemerintahan di Daerah dikenal ada 3 (tiga) Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999
(medebewind). Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 UUD 1945 pada Pasal 4 ayat (1) menyatakan
Pasal 1 angka (9) disebutkan bahwa Medebewind Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan.
(pembantuan) adalah penugasan Pemerintah Pusat Selanjutnya pada Pasal 17 ayat (1) UUD 1945
kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa dinyatakan bahwa Presiden dibantu oleh Menteri.
untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai Penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan
pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber alam yang terkandung di dalamnya (Pasal 33 ayat
daya manusia dengan kewajiban melaporkan (3) UUD 1945 dan Pasal 2 ayat (2) UUPA) menjadi
pelaksanaannya kepada yang menugaskan. wewenang Pemerintah yang bertindak atas nama
Bagir Manan mengatakan bahwa tugas negara berdasarkan konstitusi. Pemerintah dalam
pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau hal ini adalah Presiden bersama Menteri, yang
Pemerintah yang lebih atas kepada Pemerintah memperoleh wewenang atribusi untuk melaksanakan
140
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun
hak menguasai negara atas tanah. Wewenang tugas rutin. (ayat 1). Pejabat yang menerima mandat
atribusi tersebut diperoleh berdasarkan Pasal 33 harus menyebutkan atas nama Pejabat yang
ayat (3) UUD 1945 dan UUPA. memberikan mandat (ayat 4). Jika Kakanwil BPN
Tahun 2020 sebagai pengganti Peraturan Presiden keputusan pemberian hak tanah atas nama Menteri/
Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria Kepala BPN, maka menurut UUAP kewenangan
dan Tata Ruang, disebutkan bahwa Kementerian diperoleh adalah berdasarkan mandat.
Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas Pada Pasal 13 UUAP antara lain disebutkan
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bahwa pendelegasian kewenangan ditetapkan
agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan undangan. Selanjutnya diuraikan bahwa pejabat
negara. Jika mengacu kepada ketentuan UUAP, pemerintahan memperoleh wewenang melalui
maka Menteri/Kepala BPN menerima pelimpahan delegasi apabila: (a) diberikan oleh badan/pejabat
wewenang dari Presiden berdasarkan delegasi pemerintahan kepada badan dan/atau pejabat
untuk menyelenggarakan pemerintahan di bidang pemerintahan lainnya; (b) ditetapkan dalam
agraria/pertanahan dan tata ruang. Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau
Peraturan Daerah; dan (c) merupakan wewenang
D. Pelimpahan Kewenangan
pelimpahan atau sebelumnya telah ada.
Pemberian Hak Atas Tanah
Memperhatikan ketentuan Pasal 1 angka (23)
Wewenang pemberian hak atas tanah
dan Pasal 13 UUAP, maka untuk dapat melakukan
merupakan sebagian dari wewenang Menteri/
pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah
Kepala BPN untuk menyelenggarakan pemerintahan
berdasarkan delegasi harus ditetapkan peraturan
di bidang agraria/pertanahan. Sejak diterbitkan
setingkat PP dan Perpres. UUAP mensyaratkan
Permenegagraria /Kepala BPN Nomor 3 Tahun
bahwa pendelegasian kewenangan harus merupakan
1999 hingga Perkaban RI Nomor 2 Tahun 2013,
wewenang pelimpahan atau wewenang tersebut
Menteri/Kepala BPN belum pernah melimpahkan
sebelumnya telah ada. Pejabat yang memperoleh
kewenangan pemberian hak atas tanah kepada
wewenang melalui delegasi bertanggung jawab
Kakanwil BPN ataupun Kepala Kantor Pertanahan
terhadap wewenang yang diterima.
berdasarkan delegasi. Ketentuan ini ditegaskan
dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/ PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Kepala BPN BPN Nomor 3 Tahun 1999 dan Pasal Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai (Pasal
23 Perkaban RI Nomor 2 Tahun 2013. Ketentuan 6, Pasal 22 dan 42) menentukan bahwa keputusan
peraturan tersebut menyatakan bahwa penerima pemberian hak guna usaha, hak guna bangunan dan
pelimpahan kewenangan menandatangani hak pakai diberikan oleh Menteri atau pejabat yang
keputusan pemberian hak atas tanah atas tanah atas ditunjuk. Dalam ketentuan tersebut ditegaskan juga
nama Menteri ATR/Kepala BPN. bahwa mengenai tata cara permohonan pemberian,
perpanjangan dan hapusnya hak guna usaha, hak
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka
guna bangunan dan hak pakai diatur lebih lanjut
pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah
dalam Keputusan Presiden (Pasal 6 ayat (2), Pasal
oleh Menteri ATR/Kepala BPN kepada Kakanwil
10 ayat (3) dan Pasal 17 ayat (2) Pasal 22 ayat (3),
BPN atau Kepala Kantor didasarkan mandat bukan
Pasal 24 ayat (4), Pasal 27 ayat (3) Pasal 35 ayat
delegasi. UUAP Pasal 14 menyebutkan Pejabat
(2), Pasal 42 ayat (3), Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 55
memperoleh mandat apabila: (a) ditugaskan oleh
ayat (2)). Perlu diketahui bahwa Keppres pengaturan
Pejabat di atasnya; dan (b) merupakan pelaksanaan
141
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146
lebih lanjut dari PP Nomor 40 Tahun 1996 tersebut tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
belum diterbitkan. Nasional (Pasal 5). Pejabat yang melaksanakan
Mengenai pendaftaran tanah yang berasal pendaftaran tanah adalah Kepala Kantor Pertanahan
pemberian hak atas tanah, diatur dalam Peraturan yang telah memperoleh kewenangan berdasarkan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang delegasi dari Pemerintah (Presiden). Sedangkan
Pendaftaran Tanah (PPPT) Pasal 23. Disebutkan untuk melaksanakan pendaftaran tanah secara
bahwa hak atas tanah baru dapat dibuktikan dengan sistematis Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh
penetapan pemberian hak dari Pejabat yang Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau
berwenang memberikan hak yang bersangkutan Pejabat yang ditunjuk (Pasal 8). Berdasarkan
menurut ketentuan yang berlaku, apabila pemberian ketentuan tersebut pelaksanaan kegiatan
hak tersebut berasal tanah negara atau tanah hak pendaftaran tanah, baik pertama kali maupun
pengelolaan (ayat 1). Penetapan pejabat yang pemeliharaan data menjadi wewenang Kepala
berwenang, mengenai pemberian hak atas tanah Kantor Pertanahan. Kepala Kantor Pertanahan
negara dapat dikeluarkan secara individual ataupun dapat melaksanakan sendiri kewenangannya
secara umum (Penjelasan Pasal 23). Pejabat tersebut, atau melimpahkannya berdasarkan
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam mandat kepada pejabat yang berada di bawahnya,
ketentuan tersebut belum menunjuk secara tegas melalui penunjukan berdasarkan keputusan Kepala
nomenklatur jabatan yang berwenang dan ditunjuk Kantor Pertanahan. Oleh karena itu pelimpahan
untuk menerbitkan keputusan penetapan hak milik kewenangan kegiatan pendaftaran tanah tidak perlu
menurut hukum adat dan cara terjadinya hak PP Nomor 40 Tahun 1996 sebagaimana diuraikan di
milik karena penetapan Pemerintah, ditetapkan atas , maka apabila pelimpahan kewenangan oleh
dengan Peraturan Pemerintah. PP mengenai Menteri kepada Kakanwil BPN atau Kepala Kantor
terjadinya hak milik karena hukum adat khususnya Pertanahan berdasarkan delegasi harus diatur
mengenai pendaftaran konversi hak milik adat, dalam PP dan Perpres. Pejabat yang ditunjuk oleh
telah diatur dalam PP Nomor 10 Tahun 1961 Menteri atau pejabat yang berwenang sebagamana
tentang Pendaftaran Tanah, yang telah diubah dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 dan PPPT, tidak
dengan PP Nomor 24 Tahun 1997. Dalam PPPT menyebutkan nomenklatur jabatan Pejabat yang
tersebut telah ditentukan bahwa Pemerintah telah diberikan pelimpahan kewenangan oleh Menteri/
memberikan wewenang pendaftaran hak milik adat Kepala BPN untuk menerbitkan keputusan
kepada Kepala Kantor Pertanahan. Tidak demikian pemberian hak atas tanah. PP dan Keppres yang
halnya dengan pengaturan cara terjadinya hak milik dipersyaratkan dalam Pasal 20 UUPA dan PP Nomor
karena penetapan Pemerintah (berasal dari tanah 40 Tahun 1996, sepertinya berkorelasi dengan
tersebut sampai saat ini belum pernah diterbitkan, delegasi sebagaimana diatur pada Pasal 13 UUAP.
kecuali PP Nomor 38 Tahun 1963 dan Permendagri PP dan Perpres tersebut merupakan ketentuan dan
Nomor 5 Tahun 1973 yang telah diubah dengan persyaratan pelimpahan kewenangan pemberian
Permenegagraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. hak atas tanah berdasarkan UUAP.
tanah, PPPT telah mengatur bahwa pendaftaran pelimpahan wewenang melalui delegasi harus
142
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun
ditetapkan melalui PP, Perpres, dan/atau Perda. delegasi dalam Pasal 1 angka (23) dengan Pasal
Disebutkan bahwa penetapan melalui PP dan Perpres 13 UUAP, maka perlu memperhatikan doktrin hukum
bersifat kumulatif bukan alternatif. Pelimpahan adminitrasi negara untuk memahami kewenangan
kewenangan berdasarkan delegasi tidak cukup berdasarkan delegasi. Bernards Arief Sidharta,
dilakukan dengan Peraturan Menteri, sekurang- menyebutkan istilah lain dari doktrin sebagai ajaran.
kurangnya harus diatur dengan Perpres atau dahulu Ajaran itu juga dapat disamakan dengan doktrin,
dikenal dengan Keppres. PP Nomor 40 Tahun 1996 doktrin ini merupakan tampungan dari norma
telah memberikan pengaturan pemberian hak guna sehingga dokrin menjadi sumber hukum. Doktrin
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, tetapi dalam ilmu hukum diartikan sebagai “analytical
masih dipersyaratkan harus diatur lebih lanjut dalam study of law atau “doctrinal study of law” yang
Keppres (Ismail, 2020: Narasumber). bersifat science. “Legal doctrine” adakalanya disebut
Pasal 1 angka (22) UUAP menyebutkan juga dengan “legal dogmatics” (Sidharta, 2009:128-
dari pejabat pemerintahan yang lebih tinggi Philipus M Hadjon mengatakan bahwa dalam
kepada pejabat pemerintahan yang lebih rendah. hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui
Namun ketentuan tersebut tidak bersesuaian delegasi terdapat syarat-syarat sebagai berikut:
dengan pengertian delegasi sebagaimana terdapat 1) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi
pada Pasal 13 yang menyatakan bahwa pejabat (delegans) tidak dapat lagi menggunakan
pemerintahan memperoleh wewenang melalui sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;
delegasi apabila diberikan oleh pejabat pemerintahan
2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan
kepada pejabat pemerintahan lainnya. Ketentuan
perundang-undangan, delegasi hanya
ini tidak lagi mengatur antara pejabat yang lebih
dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu
tinggi dengan pejabat yang lebih rendah, sehingga
dalam peraturan perundang-undangan;
tidak bersesuaian dengan Pasal 1 angka (22) UUAP
3) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya
sebagaimana disebutkan di atas.
dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak
Nurhasan Ismail berpendapat bahwa
diperkenankan adanya delegasi;
terhadap adanya perbedaan pengertian delegasi
4) Kewajiban memberikan keterangan
pada Pasal 1 angka (23) dengan Pasal 13 UUAP,
(penjelasan), artinya delegans berhak untuk
maka yang dipedomani adalah ketentuan Pasal
meminta penjelasan tentang pelaksanaan
1 angka (23). Namun persyaratan pelimpahan
wewenang tersebut;
kewenangan dengan cara delegasi, tetap harus
5) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya
berpedoman kepada ketentuan Pasal 13 UUAP.
delegans memberikan instruksi (petunjuk)
Ketentuan tersebut menentukan bahwa pengaturan
tentang penggunaan wewenang tersebut
kewenangan dengan cara delegasi didasarkan
(Ridwan H.R., 2018: 104-105).
pada PP dan Perpres, tidak cukup hanya dengan
Peraturan Menteri. Jika harus dilakukan pengaturan Perolehan wewenang atau kewenangan
pelimpahan kewenangan berdasarkan delegasi berkaitan erat dengan asas legalitas dalam
maka dilakukan dengan menerbitkan peraturan sistem hukum administrasi negara. Asas legalitas
sekurang-kurangnya dalam bentuk Perpres (Ismail, merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan
2020: Narasumber). sebagai bahan dasar dalam setiap penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara
Tentang adanya perbedaan norma hukum
hukum, terutama negara hukum yang menganut
pada satu ketentuan peraturan, seperti perbedaan
143
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 2 November 2020 133-146
sistem hukum Eropa Kontinental. Asas ini disebut Perpres sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor
de heerschappij van de wet atau kekuasaan undang- 40 Tahun 1996 telah diterbitkan, maka pelimpahan
undang (Kusdarini, 2011: 89). Dalam negara hukum wewenang pemberian hak atas tanah dapat dilakukan
juga dianut prinsip bahwa setiap penggunaan dalam bentuk delegasi. Tetapi apabila pelimpahan
wewenang pemerintahan harus disertai dengan kewenangan pemberian hak atas tanah ditetapkan
pertanggungjawaban. Wewenang merupakan faktor dengan Permen, maka bentuk kewenangan yang
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, dapat diberikan oleh Menteri/Kepala BPN kepada
karena berdasarkan wewenang inilah Pemerintah Kakanwil BPN dan Kepala Kantor Pertanahan
dapat melakukan berbagai tindakan hukum bidang adalah mandat.
publik (publiekrechtshandeling) (Indroharto, Apabila pengaturan pelimpahan wewenang
1991:58). pemberian hak atas tanah dalam bentuk delegasi
Asas legalitas (wetmatigheid van bestuur) salah hanya didasarkan pada Permen, maka akan
satu asas yang dijunjung tinggi oleh negara hukum bertentangan dengan ketentuan pengaturan
(rechtsstaats). Asas legalitas mencanangkan bahwa kewenangan pemerintahan dalam UUAP.
tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh Akibatnya adalah keputusan pemberian hak tanah
suatu peraturan perundang-undangan, maka setiap yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan
aparatur Pemerintah tidak akan memiliki wewenang atau Kakanwil BPN dapat mengandung cacat
untuk mempengaruhi keadaan atau posisi hukum hukum karena cacat wewenang. Keputusan yang
setiap warga. Setiap wewenang pemerintahan untuk mengandung cacat hukum tidak akan memiliki
melakukan kebijakan dan tindakan hukum tata usaha kekuatan legalitas, sehingga keputusan tersebut
negara, didasarkan kepada sumber yang berasal harus dicabut atau dibatalkan (Pasal 64 dan 66
dari ketentuan perundang-undangan (Ridwan H.R., UUAP).
2018: 109). Sebagai instansi vertikal, maka pelimpahan
Indroharto juga menegaskan bahwa hanya wewenang pemberian hak atas tanah akan lebih
berdasarkan pendelegasian yang sah saja yang tepat jika diberikan dalam bentuk mandat. Selain
dapat memberi kemungkinan untuk mengeluarkan memenuhi asas legalitas dalam melaksanakan
suatu keputusan tata usaha negara yang sah. Apabila tugas dan wewenang, Menteri ATR/Kepala BPN
terdapat kekurangan pada wewenang yang menjadi dapat mengambil alih kewenangan tersebut apabila
dasarnya, maka dapat dijadikan sebagai alasan oleh terjadi penyalahgunaan wewenang atau perbuatan
hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam batas melawan hukum yang dilakukan penerima mandat.
kewenangannya, untuk mencabut kekuatan hukum Selain daripada itu Kepala Kantor Pertanahan
keputusan tersebut dengan jalan membatalkan atau Kakanwil BPN atas nama Menteri/Kepala
atau menyatakannya sebagai keputusan yang tidak BPN dapat menerbitkan keputusan pemberian
mengikat (Indroharto, 1991: 58) HPL untuk luasan tertentu. Sekalipun HPL yang
Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan merupakan gempilan hak menguasai negara dan
memperhatikan ketentuan dalam UUAP dan doktrin menjadi kewenangan Pemerintah (Menteri), namun
hukum administrasi negara, maka dapat ditentukan karena diterbitkan atas nama Menteri/Kepala BPN,
bentuk pelimpahan kewenangan pemberian hak keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor atau
atas tanah yang sesuai dengan sistem dan struktur Kakanwil BPN menjadi sah dan tidak bertentangan
organisasi Kementerian ATR/BPN. Apabila PP dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA.
144
Mencari Bentuk Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah
Supardy Marbun
wewenang dalam bentuk delegasi dengan Budiardjo, M. (1998). Dasar-Dasar Ilmu Politik.
dasar Peraturan Menteri bertentangan dengan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
UUAP, serta keputusan yang diterbitkan oleh
Erwiningsih, W. (2009). Hak Menguasai Negara Atas
penerima kewenangan akan berakibat cacat
Tanah. Yogyakarta: Total Media.
administrasi karena cacat wewenang.
2) Pelimpahan kewenangan kegiatan pendaftaran Hadjon, P.M., dkk. (2005). Pengantar Hukum
Ismail, Nurhasan (2020, 26 Oktober). Narasumber 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Penyusunan Tahap II Pokok Agraria, Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 104.
Kusdarini, E. (2011). Dasar-Dasar Hukum
Adminitrasi Negara dan Asas-Asas Umum Republik Indonesia, Undang-undang Nomor
Pemerintahan yang Baik. Yogyakarta: UNY 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Press. Pemerintahan, Lembaran Negara Tahun
2014 Nomor 292.
Kusumah-Atmadja, Mochtar. (2000), Pengantar Ilmu
Hukum. Bandung: Alumni Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak
Manan, B. (1994). Hubungan antara Pusat dengan
Guna Bangunan dan Hak Pakai, Lembaran
Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta: Sinar
Negara Tahun 1996 Nomor 58.
Harapan.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24
Mulyosudarmo, S. (1990). Kekuasaan dan Tanggung
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu
Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59.
Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis
Pertanggungjawaban Kekuasaan. Jakarta: Ridwan H.R. (2018). Hukum Administrasi Negara.
Universitas Airlangga. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Nitibaskara, T.R.R. (2002). Paradoksal Konflik dan Setiardja, A.G. (1990). Dialektika Hukum dan
Otonomi Daerah, Sketsa Bayang-Bayang Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Konflik dalam Prospek Masa Depan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Otonomi Daerah. Jakarta: Sinar Mulia.
Sidharta, B.A. (2009). Refleksi Tentang Struktur Ilmu
Parlindungan, A.P. (1998). Komentar atas Undang- Hukum. Bandung: Mandar Maju.
Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar
Wawancara/Presentasi/Orasi Ilmiah
Maju.
146