Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PELAKSANAAN KEGIATAAN
BAB II PELAKSANAAN PENGAWASAAN DAN PENGENDALIAN HAK ATAS
TANAH/DASAR PRNGUASAAN ATAS TANAH
BAB III HASIL DICAPAI
I. PENDAHULUAN
Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyebutkan bahwa atas
dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya macam-
macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan
hukum. Selanjutnya di dalam ayat (2) disebutkan bahwa Hak Atas
Tanah (HAT) memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang
ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-
batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum
lain yang lebih tinggi.

Hak-hak atas tanah disamping memberikan wewenang kepada


pemegang hak nya untuk mempergunakan namun juga
memberikan kewajiban yang harus dilaksanakan dan larangan yang
harus dipatuhi oleh pemegang HAT sebagaimana tersebut dalam
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara
Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Dalam rangka
untuk memastikan pelaksanaan kewajiban tersebut maka
diperlukan pengendalian dan pengawasan melalui kegiatan
pemantauan dan evaluasi hak atas tanah.

Penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian hak atas


tanah/dasar penguasaan atas tanah dilakukan untuk memastikan
setiap HAT/DPAT dapat memberikan kontribusi dalam upaya
mewujudkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu kegiatan pengawasan dan pengendalian hak atas tanah
dilakukan untuk mengoptimalkan penguasaan tanah, pemilikan
tanah, penggunaan tanah, dan pemanfaatan tanah, serta
memastikan pemegang hak melaksanakan kewajiban sebagaimana
tercantum dalam keputusan pemberian hak atas tanah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun kurangnya kesadaran oleh pemegang hak untuk


memenuhi kewajiban sebagaimana yang disebut dalam surat
keputusan pemberian hak atas tanah dan peraturan perundangan
lainnya menimbulkan dampak negatif diantaranya timbulnya
sengketa dan konflik dengan masyarakat, perorangan, badan
hukum, atau lembaga, penguasaan tanah melebihi batas hak,
penguasaan tanah oleh yang bukan berhak, pemanfaatan tanah
tidak sesuai dengan peruntukan pemberian hak, tanah tidak
dimanfaatkan, tanda batas tidak terpasang dan terpelihara,
pemegang HGU tidak membangun plasma, dan terjadi kerusakan
lingkungan hidup.

Pemantauan HAT/DPAT selama ini dilakukan secara sporadis,


sehingga jumlah bidang tanah yang dipantau masih terbatas.
Mengingat adanya tuntutan data dan informasi hasil pengendalian
hak atas tanah yang menyeluruh dan tuntutan penggunaan
teknologi dan informasi maka tata cara pengawasan dan
pengendalian hak atas tanah perlu disempurnakan.

II. DASAR HUKUM


1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal;
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang;
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
5. Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang
Perkebunan;
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang
Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar;
11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang;
12. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang
Badan Pertanahan Nasional;
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.44/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-
II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan
Produksi Yang Dapat Dikonversi;
14. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan
Pendaftaran Tanah jo. Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
18 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun
2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak
Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah;
15. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2016
tentang Tata Cara Pelepasan Atau Pembatalan Hak
Guna Usaha Atau Hak Pakai Pada Lahan yang
Terbakar;
16. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2019
tentang Izin Lokasi;
17. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2020
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
18. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2020
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan;
19. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021
tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan
Hak Atas Tanah;
20. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 20 Tahun 2021
tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan
Kawasan dan Tanah Terlantar.

III. MAKSUD DAN TUJUAN


Kegiatan Pengawasan dan Pengendalian Hak Atas Tanah
dimaksudkan agar pemegang hak diawasi secara akurat dan
akuntabel yang menjadi kewajiban pemegang hak sebagaimana
dijelaskan dalam surat keputusan yang ditetapkan. Sedangkan
tujuannya adalah terwujudnya pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian secara substansial sesuai dengan ketentuan-
ketentuan terkait pengawasan dan pengendalian HAT/DPAT
dan proses pelaksanaannya di Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Gorontalo.

IV. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pada kegiatan ini adalah:


1. Objek pengawasan dan pengendalian meliputi Hak Atas
Tanah dan Dasar Penguasaan Atas Tanah;
2. Pelaksana pengawasan dan pengendalian; yaitu unit
kerja yang membidangi pengendalian pertanahan Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Gorontalo
baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun secara
kontraktual;
3. Tahapan Kegiatan; meliputi penetapan objek, pemantauan
indikatif, pemantauan definitif, pengolahan data, analisis,
klarifikasi, pertimbangan/rekomendasi, dan pelaporan.

V. OBJEK
Objek pengawasan dan pengendalian Hak Atas Tanah dan
Dasar Penguasaan Atas Tanah. Objek Hak Atas Tanah
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Nama Pemegang Hak : PT Pabrik Gula Gorontalo
b. Nomor SK :129/HGU/KEM-ATR/BPN/2017
c. Jenis dan Nomor Sertipikat HAT : HGU Nomor 00021
d. Luas Tanah : 2.560,372 Ha
e. Tanggal Berakhir Hak : 22 Juli 2049
f. Letak Tanah : Desa Mekar Jaya
Kecamatan Wonosari
Kabupaten Boalemo
Provinsi Gorontalo

VI. PELAKSANAAN KEGIATAN


Adapun tahapan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Alur Kegiatan Pengawasan dan Pengendalian


Hak Atas Tanah/Dasar Penguasaan Atas Tanah

1. PERSIAPAN
a) Pelaksana
Kegiatan Pengawasan dan Pengendalian HAT/DPAT di
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Gorontalo dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Bidang
Pengendalian dan Penanganan Sengketa.
Penunjukan pelaksana pengawasan dan pengendalian
HAT/DPAT dituangkan dalam Surat Keputusan dan Surat
Tugas oleh kepala unit kerja masing-masing. Petugas
pelaksana yang ditunjuk adalah petugas pelaksana di
lingkungan unit yang membidangi pengendalian
pertanahan, dapat menambah personil dari unit lain,
atau dapat melibatkan tenaga ahli/pihak ketiga.
Adapun pelaksana pengawasan dan pengendalian
HAT/DPAT dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Petugas Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Gorontalo
1) Muhammad Yusri, S.H., CHLdP.
2) Siska Dama
b) Petugas Kantor Pertanahan Kabupaten Boalemo
1) Abdullah Ariefin Sahrul Kirrom, S.P., M.Ec.Dev.
2) Dina Azrina Nasution, S.H.

b) Objek/Lokasi

Objek pengawasan dan pengendalian HAT/DPAT harus


memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut:

a. Tidak termasuk dalam Basis Data Terindikasi


Terlantar;

b. Belum berakhir haknya untuk HAT yang berjangka


waktu;

c. Terdapat permasalahan penguasaan, pemilikan,


penggunaan, dan atau pemanfaatan tanah;
d. Belum pernah dilakukan tahapan Penertiban Tanah
Terlantar (Identifikasi, Panitia C, Peringatan, dan
Usulan Penetapan Tanah Terlantar);

e. Tidak sedang dalam sita jaminan dari penegak hukum


atau pengadilan;

Dalam hal pengawasan dan pengendalian HAT/DPAT


dilakukan secara sistematis, maka penetapan objek
dilakukan terhadap semua bidang tanah yang berada
dalam satu wilayah administrasi.

Kegiatan dalam rangka penetapan objek pengawasan


dan pengendalian meliputi:
a. Penyusunan konsep Surat Keputusan (SK) penetapan
objek pengawasan dan pengendalian;

b. Penetapan objek pengawasan dan pengendalian dilakukan


oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Gorontalo sesuai dengan kewenangan
pemberian haknya atau berdasarkan kriteria tertentu
yang ditetapkan oleh Menteri;
c. Pengesahan/penandatanganan SK oleh Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Gorontalo;

c) Penyiapan Bahan Dokumen


Dokumen HAT/DPAT yang dikumpulkan meliputi data
tekstual dan data spasial:
Data tekstual sebagaimana dimaksud meliputi:
a. Salinan SK Pemberian HAT/DPAT;
b. Buku Tanah;
c. Surat Ukur/Gambar Ukur;
d. Warkah pendaftaran tanah;
e. Dokumen tanggung jawab sosial dan lingkungan;
f. Dokumen pembangunan plasma;
g. Laporan tahunan penguasaan tanah, pemilikan tanah,
penggunaan tanah, dan/atau pemanfaatan tanah serta
pemenuhan kewajiban;
h. Dokumen rencana tata ruang; dan/atau
i. Data pendukung lainnya.

Data spasial sebagaimana dimaksud meliputi:


a. Peta bidang tanah;
b. Peta pendaftaran tanah/izin lokasi/pelepasan kawasan
hutan;
c. Surat Ukur/Gambar Ukur;
d. Peta Rencana Tata Ruang (RTR);
e. Peta citra;
f. Peta penguasaan tanah;
g. Peta pemanfaatan tanah; dan/atau
h. Data spasial lainnya yang diperlukan.
Data tekstual dan spasial diperoleh dari Kantor
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Gorontalo, Pemegang HAT/DPAT dan instansi lain yang
terkait.

2. PEMANTAUAN INDIKATIF

Pemantauan indikatif dilakukan dengan interpretasi citra


satelit. Interpretasi citra satelit dilakukan untuk
menghasilkan peta indikatif pemantauan evaluasi HAT/DPAT.
Interpretasi citra satelit menggunakan citra resolusi tinggi
dengan resolusi spasial paling rendah sebesar 0,5 (nol koma
lima) meter. Apabila citra tidak tersedia, interpretasi dapat
dilakukan dengan citra resolusi spasial paling rendah 2,5 (dua
koma lima) meter.

Proses pemantauan indikatif dapat dilakukan secara


otomatis dengan menggunakan sistem informasi pengendalian
hak atas tanah. Kegiatan pemantauan indikatif dapat
dilakukan melalui tahapan:

a. Tumpang susun objek dengan Citra Satelit Resolusi Tinggi


(CSRT)

1) Persiapan alat dan bahan, meliputi:


- Komputer dan aplikasi ArcGIS,
- Data spasial HAT/DPAT;
- Data citra satelit resolusi tinggi;
- Data spasial Rencana Tata Ruang.
2) Tumpang susun data spasial HAT/DPAT dengan
data citra satelit resolusi tinggi; dan
3) Tumpang susun data spasial HAT/DPAT dengan
data spasial Rencana Tata Ruang.

b. Interpretasi citra
Interpretasi citra dilakukan dengan mengamati kondisi
pemanfaatan tanah untuk mengetahui:
a. kesesuaian dengan peruntukan HAT/DPAT;
b. kesesuaian dengan RTR.
Unsur-unsur yang menjadi panduan dalam melakukan
interpretasi citra adalah sebagai berikut:

1) Tekstur: Sebuah bentuk frekuensi perubahan rona


pada citra. Akan dinyatakan dalam bentuk kasar,
sedang dan halus. Contohnya hutan yang bertekstur
kasar, belukar bertekstur sedang dan permukaan air
bertekstur halus;
2) Bentuk: Merupakan gambar yang mudah dikenali.
Seperti gedung yang punya bentuk seperti persegi
panjang atau gedung sekolah yang berbentuk letter L;
3) Ukuran: Jarak, luas, tinggi lereng dan volume adalah
berbagai bentuk poin yang harus diperhatikan dalam
menentukan ukuran sebuah objek. Ukuran dapat
dijadikan pembeda antar objek misalnya, ukuran
rumah atau pemukiman relatif lebih kecil dibanding
gedung perkantoran;
4) Pola: Unsur ini bisa membantu kita membedakan objek
alami atau bentukan manusia, karena keduanya tentu
memiliki pola yang sangat berbeda. Seperti pola aliran
sungai yang tentu saja alami. Atau pola perumahan
yang terjajar dengan rapi;
5) Bayangan: Unsur ini akan menyembunyikan detail
atau objek yang berada di daerah gelap. Hal ini bisa
menjadi kunci pengenalan yang penting untuk
beberapa objek, seperti halnya menara. Menara akan
lebih mudah dikenali jika kita bisa melihat
bayangannya dari foto yang diambil dari udara;
6) Situs: adalah letak suatu objek terhadap objek lain di
sekitarnya. Seperti komplek perkantoran di dalam
perkebunan; dan
7) Asosiasi: Unsur ini akan menunjukkan keterkaitan
antara objek yang satu dengan objek lainnya. Adanya
pabrik pengolahan tebu dengan perkebunan tebu.

c. Delineasi peta
Delineasi dilakukan terhadap:

a. jenis penggunaan dan/atau pemanfaatan hak atas tanah; dan

b. indikasi pemanfaatan melebihi batas HAT/DPAT.

Hasil delineasi dimaksud selanjutnya dilakukan simbologi


berupa arsiran terhadap area yang tidak sesuai dengan
peruntukan HAT/DPAT dan RTR.

Hasil interpretasi dan delineasi digunakan sebagai dasar


peringatan dini terhadap hak atas tanah yang akan
berakhir haknya dengan memberitahukan kepada
pemegang hak.
Dalam hal hasil interpretasi citra satelit telah akurat maka
tidak perlu dilakukan pemantauan definitif dan dapat
langsung dilakukan pengolahan dan analisis data terhadap
peta indikatif.

3. PEMANTAUAN DEFINITIF
Pemantauan definitif dilakukan dengan survei lapang.
Survei lapang dilakukan untuk memastikan keakuratan
interpretasi citra satelit dengan tahapan sebagai berikut:
a. Penyusunan jadwal;
Jadwal pelaksanaan pemantauan HAT/DPAT disusun
berdasarkan tahapan dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Perubahan jadwal dapat dilakukan pada saat berjalannya
pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan kondisi dan
pertimbangan lainnya, antara lain terkait ketersediaan
SDM, mobilisasi tim, dan kapasitas kerja.

b. Penyiapan alat dan bahan;


1) Alat yang harus disiapkan diantaranya adalah GPS
handheld, drone, kamera, aplikasi yang membantu
dalam pelaksanaan pemantauan, dan ATK;
2) Penyiapan bahan pemantauan antara lain:

a) Data spasial dan tekstual HAT/DPAT;

b) Data citra satelit resolusi tinggi;

c) Formulir berita acara pemantauan lapang;

d) Dokumen pendukung lainnya.


c. Pembuatan peta kerja
Peta kerja dibuat berdasarkan peta indikatif dan lokasi
yang terindikasi memenuhi kriteria pemantauan definitif.
Skala peta kerja menyesuaikan luas bidang tanah.
d. Pemberitahuan kepada pemegang hak;
Pemberitahuan kepada pemegang hak tentang pelaksanaan
pemantauan definitif disampaikan melalui surat.
Pemberitahuan disampaikan kepada pemegang hak sesuai
alamat atau domisili pemegang hak. Dalam hal alamat atau
domisili Pemegang Hak tidak diketahui atau tidak sesuai,
pemberitahuan dilakukan melalui:
1) Kantor pertanahan setempat; dan
2) Kantor desa/kelurahan setempat.
e. Penyiapan bahan administrasi.
Bahan administrasi yang disiapkan berupa surat tugas dan
Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Surat tugas dan
SPPD tersebut ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja
masing-masing.
f. Pengamatan di lapangan.
Hal-hal yang diamati dalam pelaksanaan pemantauan
antara lain :

1) Penguasaan tanah
a) Pengamatan penguasaan tanah dilakukan terhadap:

- Penguasaan oleh pemegang hak

- Penguasaan oleh pihak lain

- Penguasaan melebihi batas hak

b) Data yang diambil adalah koordinat batas penguasaan


tanah oleh pemegang hak termasuk penguasaan pihak
lain atas bidang tanah tersebut. Hal ini dilakukan
untuk mendelineasi penguasaan tanah pada
HAT/DPAT tersebut;

c) Jika penguasaan atas bidang tanah tidak


seluruhnya, perlu diketahui alasannya;

d) Batas penguasaan tanah oleh pemegang hak dan


penguasaan pihak lain, dipetakan dengan melakukan:
- Tracking dengan menggunakan GPS Handheld;
- Delineasi penguasaan tanah pada peta kerja saat
pemantauan sepanjang dapat teridentifikasi pada
citra yang ada.

e) Penguasaan tanah oleh pemegang hak;

f) Riwayat penguasaan dan pemilikan tanah terhadap


ketidaksesuaian subjek secara fisik dengan subjek
yang tercantum di dalam sertipikat/buku tanah;
g) Penguasaan tanah oleh masyarakat/pihak lain,
dengan membandingkan:
- Alas hak yang dimiliki pemegang hak;

- Alas hak yang dimiliki masyarakat/pihak lain.

h) Riwayat penguasaan tanah oleh masyarakat;

i) Ada tidaknya sengketa/perkara di pengadilan


termasuk kemajuan penyelesaian sengketa/perkara
atas tanah tersebut;
j) Terhadap penguasaan tanah melebihi batas hak,
pengamatan dilakukan dengan menggali informasi dari
pemegang hak, pemegang hak lain yang berbatasan,
dan/atau masyarakat setempat;
k) Hasil pengamatan dari kegiatan ini dapat berupa:

- Data tekstual dan spasial penguasaan tanah;

- Dokumentasi (foto dan video).

2) Pemanfaatan tanah
Pengamatan dilakukan terhadap kondisi eksisting
semua jenis pemanfaatan tanah. Hal hal yang diamati
adalah:
- Pemanfaatan tanah oleh pemegang hak dan atau
pihak lain;
- Perkembangan pemanfaatan tanah oleh pemegang
hak;
- Perubahan penggunaan tanah dan dokumennya;
- Fisik tanah yang terdiri dari kemampuan tanah dan
topografi; dan
- Hal lain sesuai kebutuhan.

Batas pemanfaatan dipetakan dengan melakukan:


- Tracking dengan menggunakan GPS Handheld;
- Delineasi pemanfaatan tanah pada peta kerja saat
pemantauan;

Selanjutnya hasil pengamatan terhadap pemanfaatan


juga didokumentasikan menurut kondisi faktual.
3) Pembangunan Plasma

Pengamatan terhadap pembangunan plasma/kebun masyarakat


sekitar dilakukan terhadap HGU perkebunan dengan luas lebih
dari 250 hektar dengan subjek hak berupa badan hukum. Sesuai
dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 pemegang hak
mempunyai kewajiban membangun plasma paling sedikit 20%
dari luas tanah yang dimohon HGU dalam bentuk kemitraan.

Hal yang diamati adalah :


- Pelaksanaan pembangunan plasma;
- Luas plasma yang terbangun;
- Pemanfaatan plasma
Pengamatan terhadap pembangunan plasma disertai dengan
menggali data dan informasi mengenai :

- Status hak plasma;

- Subjek hak plasma;

- Dokumen terkait plasma baik data tekstual maupun data


spasial plasma kepada pemegang hak.

4) Pemasangan dan Pemeliharaan Tanda Batas


Pengamatan tanda batas dilakukan terhadap:
- Jenis, jumlah, bentuk, dan kondisi tanda batas;
- Bentuk pengamanan atas tanah misalnya parit,
pemagaran keliling, atau batas alam dan buatan
lainnya;
- Upaya pemeliharaan tanda batas, termasuk alasan
apabila tanda batas tidak terpasang atau terpelihara;
- Posisi koordinat tanda batas dan didokumentasikan,
dengan sampel minimal 3 (tiga) buah.
Gambar 7. Dokumentasi Pengamatan Tanda Batas

5) Pemeliharaan Lingkungan Hidup;


Pengamatan pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan
terhadap:

- Pengelolaan limbah, arah pembuangan limbah, kolam


limbah, dan pemanfaatan limbah dari aktivitas yang
ada di atas objek pemantauan;

- Lahan konservasi;

- Sistem drainase; dan

- Pemeliharaan lingkungan hidup lainnya.

Data dimaksud didukung dengan dokumen yang


disahkan dari instansi yang berwenang.
Disamping melakukan pengamatan terhadap aspek-
aspek tersebut di atas, pengamatan juga dapat
dilakukan terhadap kewajiban lain sesuai dengan
keputusan pemberian haknya maupun yang diatur
dalam peraturan perundangan yang berlaku yaitu:
1) Pelaksanaan fungsi sosial;
Pengamatan fungsi sosial dilakukan terhadap
- Keberadaan hak atas tanah terhadap akses
jalan/sumber air/jalan air;
- Pelaksanaan Coorporate Social Resposibility
(CSR);
- Data lain terkait fungsi sosial tanah.
2) Ketersediaan sarana dan prasarana
pengendalian kebakaran lahan pada area HGU;
Pengamatan ketersediaan sarana dan prasarana
pengendalian kebakaran lahan pada area HGU
dilakukan terhadap:
- Menara pantau;
- Mobil pemadam kebakaran;
- Alat pemadam kebakaran; dan
- Alat pelindung diri pemadam kebakaran.

Gambar 22. Contoh Dokumentasi Alat Pengendali


Kebakaran

Hasil pemantauan definitif dituangkan dalam berita


acara lapang dan ditandatangani oleh petugas
pemantauan dan pihak pemegang hak. Jika pemegang
hak tidak diketahui keberadaannya, maka pada berita
acara diberi catatan oleh petugas pemantauan.
Sedangkan apabila pemegang hak atau yang mewakili
tidak bersedia menandatangani, maka pada berita acara
dicantumkan alasan tidak bersedia
menandatanganinya.

g. Pengolahan Data
Pengolahan data sebagaimana dimaksud dilakukan
terhadap:
a. Hasil pemantauan objek;
Hasil pemantauan objek terdiri dari koordinat-
koordinat titik maupun area penguasaan tanah,
pemanfaatan tanah, plasma, dan aspek lain yang
menunjukkan lokasi, serta dokumentasi atas objek
yg diamati.
b. Informasi;
Informasi sebagaimana dimaksud berupa informasi
terkait penguasaan tanah, penggunaan tanah,
dan/atau pemanfaatan tanah yang diperoleh dari
pemegang hak maupun pihak lain.
c. Dokumen
Dokumen sebagaimana dimaksud berupa:
1) akta pendirian;
2) dokumen perencanaan peruntukkan
tanah, Penggunaan Tanah, dan
Pemanfaatan Tanah;
3) pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan; dan/atau
4) dokumen pendukung lainnya.
Pengolahan data dilakukan terhadap data tekstual
maupun spasial. Pengolahan data tekstual dilakukan
dengan menyusun dan mengolah dokumen hasil
pemantauan objek. Sedangkan pengolahan data spasial
dilakukan dengan mengolah peta hasil pemantauan
objek.
a. Pengolahan Data Tekstual
Pengolahan data tekstual dilakukan dengan
menyusun hasil pengamatan di lapangan, serta
informasi dan dokumen yang diperoleh dari
pemegang hak, masyarakat, dan pemerintah
setempat.
b. Pengolahan Data Spasial Pengolahan data spasial
meliputi:
1) Meletakkan posisi SU/GS berdasarkan hasil
koordinat yang diambil di lapangan;
2) Perbaikan peta bidang tanah dengan mengacu
data SU/GS yang dibandingkan dengan data
spasial yang bersumber dari KKP atau peta
pendaftaran;
3) Mendelineasi hasil pengamatan fisik lapangan;
4) Memasukkan data hasil pengamatan
lapangan berupa data drone/GPS Handheld
(marking dan tracking);

Gambar 23. Contoh Hasil Pengolahan Foto Drone

5) Plotting hasil pemantauan lapang (penguasaan,


pemanfaatan, RTRW, dan plasma) ke dalam peta
bidang tanah;
6) Tumpang susun data spasial dari peta
pendaftaran/SU/Peta Bidang Tanah objek
pemantauan dengan data spasial penguasaan
tanah hasil pemantauan.
Kegiatan ini untuk mengetahui letak dan batas
penguasaan tanah oleh pemegang Hak Atas
Tanah dan/atau pihak lain,
sengketa/permasalahan, termasuk yang di luar
Hak Atas Tanah- nya. Hasil kegiatannya berupa
Peta Penguasaan Tanah Hasil Pengawasan dan
Pengendalian HAT/DPAT.
7) Tumpang susun data spasial dari peta
pendaftaran/SU/Peta Bidang Tanah objek
pemantauan dengan data spasial pemanfaatan
tanah saat ini. Kegiatan ini untuk mengetahui
letak dan batas pemanfaatan tanah yang
dilaksanakan oleh pemegang HAT/DPAT
dan/atau pihak lain. Hasil kegiatannya berupa
Peta Pemanfaatan Tanah.
8) Tumpang susun data spasial Pemanfaatan Tanah
hasil Pemantauan dengan Peta Rencana Tata
Ruang.
Kegiatan ini untuk mengetahui kesesuaian
pemanfaatan objek pemantauan dengan Rencana
Tata Ruang yang berlaku. Hasil Kegiatan ini
berupa Peta Kesesuaian Pemanfaatan tanah
dengan Rencana Tata Ruangnya.
9) Tumpang susun data spasial plasma dengan
data spasial penguasaan tanah.
Kegiatan ini untuk mengetahui letak dan batas
penguasaan tanah pada bidang plasma. Hasil
kegiatannya berupa Peta Penguasaan Plasma.
10) Tumpang susun data spasial plasma dengan
data spasial pemanfaatan tanah.
Kegiatan ini untuk mengetahui pemanfaatan
tanah pada bidang plasma. Hasil kegiatannya
berupa Peta Pemanfaatan Plasma.
11) Tumpang susun data spasial pemanfaatan plasma
dengan data spasial Rencana Tata Ruang.
Kegiatan ini untuk mengetahui kesesuaian
pemanfaatan plasma dengan Rencana Tata
Ruang. Hasil kegiatannya berupa Peta
Kesesuaian Pemanfaatan Plasma dengan Rencana
Tata Ruang.
Pengolahan data spasial dilakukan sesuai dengan
standar data sebagaimana pada Lampiran 7.

h. Analisis
Analisis dilakukan terhadap hasil:
a. pemantauan indikatif yang tidak
ditindaklanjuti dengan pemantauan definitif;
dan
b. pemantauan indikatif yang ditindaklanjuti
dengan pemantauan definitif.
Analisis dilakukan terhadap data tekstual maupun
spasial. Analisis secara tekstual dilakukan dengan
menyusun telaahan staf sedangkan analisis spasial
dilakukan dengan tumpang susun peta hasil
pengolahan data. Hal- hal yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan analisis Bahan yang disiapkan
meliputi:
1) Data hasil pengolahan pemantauan lapangan;
2) Dokumen pendukung dan/atau informasi
lainnya;
3) Peraturan-peraturan yang terkait.
b. Penyusunan telaahan staf
Telaahan staf disusun berdasarkan hasil
pemantauan yang selanjutnya dianalisis
kesesuaiannya dengan kewajiban maupun larangan
pemegang hak sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Analisis dimaksud
dilakukan terhadap:
- Penguasaan Tanah oleh Pemegang Hak;
- Kesesuaian Penggunaan Tanah dan Pemanfaatan
Tanah dengan peruntukan pemberian haknya;
- Kesesuaian Penggunaan Tanah dan Pemanfaatan
Tanah dengan peruntukan RTR; dan/atau
- Pelaksanaan kewajiban dan kepatuhan larangan
Pemegang Hak dan/atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Format dan isi telaahan staf sebagaimana Lampiran
8. Berdasarkan hasil analisa pada telaahan staf,
dibuat kesimpulan yang tertuang dalam lembar
kendali dengan format sebagaimana Lampiran 9.
Analisis menghasilkan telaahan staf dan peta definitif
hasil pemantauan. Format peta definitif hasil
pemantauan sebagaimana Lampiran 10. Peta definitif
hasil pemantauan terdiri dari:
- Peta penguasaan tanah;
- Peta kesesuaian pemanfaatan tanah;
- Peta kesesuaian RTR;
- Peta plasma (HGU).

i. Klarifikasi
Klarifikasi dilakukan untuk meminta keterangan
kepada:
a. Pemegang hak; dan/atau
b. Unit kerja/instansi terkait; Klarifikasi dilakukan
terhadap:
a. Indikasi tidak dipenuhinya kewajiban dan
ketidakpatuhan terhadap larangan sebagai
pemegang hak;
b. Alasan tidak dipenuhinya kewajiban dan tidak
dipatuhinya larangan; dan
c. Rencana tindak lanjut hasil pemantauan objek.

j. Penyusunan Pertimbangan/Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis yang telah
diklarifikasikan, disusun rekomendasi berupa:
a. Pertimbangan untuk proses perpanjangan
atau pembaruan HAT;
b. Pertimbangan untuk proses pembatalan HAT;
c. Pertimbangan untuk proses pendaftaran HAT;
d. Rekomendasi penertiban HAT yang terlah
berakhir jangka waktunya;
e. Rekomendasi penertiban HAT yang melebihi
batas penguasaan tanah dan pemilikan tanah;
f. Rekomendasi penertiban tanah terlantar;
g. Rekomendasi penyesuaian dengan RTR; dan
h. Rekomendasi lain yang bersifat kasuistik.
Pertimbangan/rekomendasi sebagaimana tersebut di
atas disusun dengan mempertimbangkan indikator-
indikator yang diuraikan pada tabel sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 11.
Pertimbangan/rekomendasi dituangkan dalam surat
yang ditanda-tangani oleh kepala unit kerja terkait
dengan format sebagaimana Lampiran 12.
Pertimbangan/rekomendasi disampaikan oleh kepala
unit kerja kepada:
a. Pemegang Hak; dan/atau
b. Kepala unit kerja atau instansi terkait.

k. Target Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pengawasan dan


Pengendalian HAT/DPAT

Bulan (2022)
NO KEGIATAN Ja Feb Mar April Mei Jun Juli Agst Sep Okt
n i
1 Penyiapan
administrasi
dan sarana
penunjang
kegiatan
2 Collecting data
3 Pengolahan
data
4 Laporan data
1.1.1 ANGGARAN
Anggaran untuk kegiatan pengawasan dan pengendalian Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Gorontalo dangan
alokasi per 1 SP (Satuan Pekerjaan) untuk 1 (satu) Kantor
Pertanahan

l. Pelaporan
Laporan pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian hak atas tanah, paling sedikit memuat:
a. Tahapan pelaksanaan;
b. Hasil pelaksanaan; dan Hasil pelaksanaan
meliputi:
- Pertimbangan/rekomendasi;
- Peta penguasaan, peta pemanfaatan, peta
kesesuaian pemanfaatan dengan rencana tata
ruang, dan peta plasma (HGU); dan
- Tabulasi hasil pengawasandan pengendalian
dengan format sebagaimana Lampiran 13.
c. Hambatan/kendala/masalah dalam
pelaksanaan serta penyelesaiannya.
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban
Tanah dan Ruang (PPTR) menyampaikan laporan kepada
Menteri secara berkala setiap akhir tahun dan/atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan. Kepala Kantor
Wilayah dan Kepala Kantor Pertanahan menyampaikan
laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal PPTR
secara berkala setiap akhir tahun dan/atau sewaktu-
waktu apabila diperlukan. Penyampaian laporan dapat
dilakukan melalui sistem elektronik. Laporan disusun
menurut format sebagaimana Lampiran 14.

Anda mungkin juga menyukai