I. LATAR BELAKANG
A. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ini
yaitu antara lain:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan
Tata Ruang; dan
6. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan;
7. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional.
8. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
38 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan;
9. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
B. Gambaran Umum
Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah memberikan hak atas
tanah kepada pemegang hak, sementara. Selain itu pejabat yang berwenang juga
telah menerbitkan ijin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah. Di dalam
surat keputusan pemberian hak atas tanah telah dinyatakan bahwa pemegang hak
perorangan, badan hukum, maupun pemerintah, berkewajiban untuk
menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai peruntukannya atau sesuai
dengan sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya secara optimal,
menjaga kelestarian tanah, menjaga kesuburannya dan mencegah kerusakannya.
Berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah juga terdapat hal yang
sangat mendasar yaitu berkaitan dengan peruntukan sebagaimana dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2004 sebagai jembatan antara tata ruang dan pertanahan dalam
memberikan Hak Atas Tanah mensyaraktan bahwa pemegang hak harus
menggunakan dan memanfaatkan tanah sesuai dengan RTRW. Dalam
kenyataannya, bisa saja hak atas tanah yang sudah diberikan kepada pemegang
hak, pada awal sebagai syarat pendaftarannya sudah sesuai dengan RTRW,
namun dikarenakan RTRW dapat ditinjau kembali atau direvisi setiap 5 tahun
sekali, seringkali perubahan RTRW menjadikan tanah yang telah diberikan
dengan hak atas tanah tertentu menjadi tidak sesuai lagi dengan RTRW.
Di dalam ketentuan Pasal 37 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2006 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa, Izin pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat
dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti
kerugian yang layak. Hak atas tanah dapat dikatakan bukan lagi sebagai bentuk
perizinan tetapi menjadi sesuatu yang lebih mendasar yaitu hak keperdataan yang
melekat antara pemegang hak (subjek) dengan tanahnya (objek), sebagaimana
dijamin oleh UUPA. Demikian juga, Kementerian Agraria dan Tata Ruang tidak
dapat begitu saja membatalkan hak atas tanah tersebut. Namun, jauh lebih penting
lagi dalam rangka pengendalian mestinya untuk perubahan atau revisi tata ruang
seharusnya tidak menjadikan hak atas tanah yang telah diberikan menjadi tidak
sesuai. Dalam hal ini, sangat diperlukan fungsi pengendalian khususnya di daerah
yang lebih kuat dan optimal dalam memberikan data terkait hak atas tanah yang
peruntukannya sudah sesuai dan perlu dipertahankan. Di samping memberikan
kepastian keberlanjutan pemanfaatan yang telah optimal, juga dapat
meminimalisir penggantian kerugian oleh pemerintah maupun pemerintah daerah.
Selain kewajiban tersebut masih terdapat kewajiban-kewajiban lain yang diatur
dalam peraturan perundangan pertanahan dan dalam keputusan pemberian hak
atas tanah atau perizinannya pertanahan yang harus dilaksanakan oleh pemegang
hak atas tanah dan perizinan pertanahan. Dampak dari tidak dipenuhinya
kewajiban-kewajiban pemegang hak tersebut diantaranya adalah menurunnya
kualitas fisik tanah maupun lingkungan, penelantaran tanah, dan
timbulnya sengketa dan konflik dengan masyarakat.
V. BIAYA
Kegiatan ini membutuhkan anggaran sebesar Rp. 3.526.000,- dengan Rincian
Anggaran Biaya (RAB) terlampir.