Anda di halaman 1dari 16

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 37 TAHUN 1998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


TENTANG
PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH NOMOR 24 TAHUN 2016

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998

TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Menimbang :

Bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah, Undang-Undang Nomor 5 Bahwa untuk meningkatkan peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta untuk
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria memerintahkan kepada meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atas pendaftaran tanah, perlu
Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah; melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Bahwa dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut di dalam Peraturan Akta Tanah;
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah ditetapkan jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf, perlu
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan
Susun yang akan dijadikan dasar pendaftaran; Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah.
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Akta Tanah perlu mengatur jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan suatu
Peraturan Pemerintah.

Mengingat:
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696);
Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3372); 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara 3746).
Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696);
MEMUTUSKAN:
MEMUTUSKAN: Menetapkan:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
AKTA TANAH. PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH.

BAB I Ketentuan Pasal 1 angka 7 dihapus dan angka 9 diubah sehingga Pasal 1
KETENTUAN UMUM berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1 Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat
diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
2. PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk Satuan Rumah Susun.
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup 2. PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya
terdapat PPAT untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang
3. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena belum cukup terdapat PPAT.
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu 3. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan. Nasional yang ditunjuk
khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu. karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
4. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Pemerintah tertentu.
Susun. 4. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah
5. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara oleh PPAT dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
yang terdiri dari daftar akta, akta asli, warkah pendukung akta, arsip laporan, agenda dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
surat-surat lainnya. 5. Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan dipelihara
6. Warkah adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT. oleh PPAT yang terdiri dan daftar akta, akta asli, warkah pendukung akta,
7. Formasi PPAT adalah jumlah maksimum PPAT yang diperbolehkan dalam satu satuan arsip laporan, agenda dan surat-surat lainnya.
daerah kerja PPAT. 6. Warkah adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT
8. Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan seorang PPAT 7. Dihapus
untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun 8. Daerah kerja. PPAT adalah suatu wilayah yang menunjukkan kewenangan
yang terletak di Dalamnya. seorang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik
9. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dibidang agraria/pertanahan. Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalamnya.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agraria/pertanahan.”

BAB II BAB II
TUGAS POKOK DAN KEWENANGAN PPAT TUGAS POKOK DAN KEWENANGAN PPAT

Pasal 2 Pasal 2
1. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan 1. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan
perbuatan hukum itu. data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: 2. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
a. jual beli; berikut:
b. tukar menukar; a. Jual beli
c. hibah; b. tukar menukar;
d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); c. hibah;
e. pembagian hak bersama; d. pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; e. pembagian hak bersama;
g. pemberian Hak Tanggungan; f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. g. pemberian Hak Tanggungan;
3. h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Pasal 3 Pasal 3

1. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 seorang 1. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
(Sesuai dengan jabatan PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya terletak di dalam daerah kerjanya.
diberi kedudukan sebagai akta otentik.) (Sesuai dengan jabatan PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang
2. PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta otentik.)
disebut secara khusus dalam penunjukannya. 2. PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan
hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya

Pasal 4 Pasal 4

1. PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas 1. PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau
Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah Kerjanya. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah
(Pada dasarnya PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai tanah atau satuan Kerjanya.
rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya, kecuali kalau ditentukan lain (Pada dasarnya PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai tanah
menurut Pasal ini. Pelanggaran terhadap ketentuan ini mengakibatkan aktanya tidak atau satuan rumah susun yang terletak dalam daerah kerjanya, kecuali
sah dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran.) kalau ditentukan lain menurut Pasal ini. Pelanggaran terhadap ketentuan
ini mengakibatkan aktanya tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai
2. Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta pembagian hak dasar pendaftaran.)
bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah 2. Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta
Susun yang tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat pembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak
dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalam
rumah susun yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta. daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya
(Pengecualian yang dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan oleh PPAT tanpa izin meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya
terlebih dahulu.) menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.
(Pengecualian yang dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan oleh PPAT
tanpa izin terlebih dahulu.)
3.

BAB III BAB III


PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PPAT PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PPAT

Pasal 5 Pasal 5

1. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. 1. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
2. PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu. 2. PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu.
3. Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum 3. Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang
cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat
pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, Menteri dapat menunjuk
sebagai PPAT Sementara atau PPAT Khusus: pejabat-pejabat di bawah ini sebagai PPAT Sementara atau PPAT
a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum Khusus:
cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara; a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah
(Karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi masyarakat yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara;
yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah (Karena fungsinya di bidang pendaftaran tanah yang penting bagi
negara. Oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat PPAT, Camat perlu masyarakat yang memerlukan, maka fungsi tersebut harus
ditunjuk sebagai pejabat yang melaksanakan fungsi tersebut. Yang dimaksud dilaksanakan di seluruh wilayah negara. Oleh karena itu di wilayah
dengan daerah yang belum cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah yang belum cukup terdapat PPAT, Camat perlu ditunjuk sebagai
PPATnya belum memenuhi jumlah formasi yang ditetapkan Menteri sesuai pejabat yang melaksanakan fungsi tersebut. Yang dimaksud dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. Di daerah yang sudah cukup daerah yang belum cukup terdapat PPAT adalah daerah yang jumlah
terdapat PPAT dan merupakan daerah tertutup untuk pengangkatan PPAT baru, PPATnya belum memenuhi jumlah formasi yang ditetapkan Menteri
camat yang baru tidak lagi ditunjuk sebagai PPAT Sementara. sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. Di daerah
Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat di yang sudah cukup terdapat PPAT dan merupakan daerah tertutup
daerah-daerah terpencil, yang masyarakat akan merasakan kesulitan apabila untuk pengangkatan PPAT baru, camat yang baru tidak lagi ditunjuk
harus pergi ke Kantor Kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai sebagai PPAT Sementara.
tanahnya, Menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan tugas Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada
PPAT. ) masyarakat di daerah-daerah terpencil, yang masyarakat akan
b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan merasakan kesulitan apabila harus pergi ke Kantor Kecamatan untuk
dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melaksanakan transaksi mengenai tanahnya, Menteri juga dapat
melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara sahabat berdasarkan asas menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan tugas PPAT. )
resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta PPAT yang
Khusus. diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan
(Program-program pelayanan masyarakat ini adalah misalnya program masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi
pensertifikatan tanah yang memerlukan adanya akta PPAT terlebih dahulu karena negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan
tanah yang bersangkutan belum atas nama pihak yang menguasainya. Pekerjaan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.
yang dilakukan oleh PPAT Khusus ini adalah pekerjaan pelayanan dan karena itu (Program-program pelayanan masyarakat ini adalah misalnya program
pembuatan akta dimaksud tidak dipungut biaya. Dalam praktek hubungan pensertifikatan tanah yang memerlukan adanya akta PPAT terlebih
Internasional seringkali suatu negara memberikan kemudahan kepada negara lain dahulu karena tanah yang bersangkutan belum atas nama pihak yang
diberbagai bidang, termasuk di bidang pertanahan. Atas dasar tersebut dipandang menguasainya. Pekerjaan yang dilakukan oleh PPAT Khusus ini adalah
perlu ada ketentuan untuk memberi kemungkinan Indonesia memberikan pekerjaan pelayanan dan karena itu pembuatan akta dimaksud tidak
kemudahan yang sama di bidang perubahan data pendaftaran hak atas tanah dipungut biaya. Dalam praktek hubungan Internasional seringkali suatu
kepunyaan negara asing.) negara memberikan kemudahan kepada negara lain diberbagai
bidang, termasuk di bidang pertanahan. Atas dasar tersebut dipandang
perlu ada ketentuan untuk memberi kemungkinan Indonesia
memberikan kemudahan yang sama di bidang perubahan data
pendaftaran hak atas tanah kepunyaan negara asing.)

Pasal 6 Pasal 6

Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah: 1. Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah:
a. Berkewarganegaraan Indonesia; a. Warga Negara Indonesia;
b. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun b. Berusia paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun
c. Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi c. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh
Kepolisian setempat; Instansi Kepolisian setempat;
d. belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
e. Sehat jasmani dan rohani; yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
f. Lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan khusus PPAT e. Sehat jasmani dan rohani;
yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi; f. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau
g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan lulusan program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh
Pertanahan Nasional. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan;
g. lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan; dan
h. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
pada kantor PPAT paling sedikit 1 (satu) tahun, setelah lulus pendidikan
kenotariatan.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ujian, magang, dan pengangkatan
PPAT diatur dengan Peraturan Menteri.”
Pasal 7 Pasal 7

1. PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris, Konsultan atau Penasihat Hukum. 1. PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris di tempat kedudukan Notaris.
2. PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi: 2. PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi:
a. pengacara atau advokat; a. advokat, konsultan atau penasehat hukum;
b. pegawai negeri, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah b. pegawai negeri, pegawai badan usaha milik negara, pegawai badan
usaha milik daerah, pegawai swasta;
(Untuk menjaga dan mencegah agar PPAT dalam menjalankan jabatannya tersebut tidak c. pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
menimbulkan akibat yang memberi kesan bahwa pejabat telah mengganggu keseimbangan (PPPK);
kepentingan para pihak. Ketentuan ini dibuat agar PPAT dapat menjalankan tugas d. pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau perguruan tinggi
sebaik-baiknya demi melayani kepentingan umum agar melaksanakan rasa kemandirian swasta;
dan tidak memihak.) e. surveyor berlisensi;
. f. penilai tanah;
g. mediator; dan/atau
h. jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.”

Pasal 8 Pasal 8

1. PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena: 1. PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena:
a. meninggal dunia; atau a. a. Meninggal Dunia
b. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun, atau b. telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; atau
c. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai c. diberhentikan oleh Menteri sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ini.
lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT; atau d. diberhentikan oleh Menteri. 2. Ketentuan usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
(Keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c menyebabkan PPAT yang diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun sampai dengan usia 67 (enam puluh
bersangkutan berhenti dengan sendirinya sebagai PPAT dan untuk itu tidak lagi tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan
diperlukan keputusan pemberhentian. Yang bersangkutan tidak berhak lagi membuat 3. PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT
akta.) apabila tidak lagi memegang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) huruf a dan b, atau diberhentikan oleh Menteri.
2. PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai perpanjangan masa jabatan dan
lagi memegang jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (3) huruf a dan b, pengangkatan kembali PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
atau diberhentikan oleh Menteri. dengan Peraturan Menteri.”

Pasal 9 Pasal 9

PPAT yang berhenti menjabat sebagai PPAT karena diangkat dan mengangkat sumpah 1. PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris di kabupaten/kota selain pada
jabatan Notaris di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang lain daripada daerah tempat kedudukan sebagai PPAT wajib mengajukan pindah tempat kedudukan
kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dapat diangkat kembali PPAT pada tempat kedudukan Notaris atau berhenti sebagai Notaris pada
menjadi PPAT dengan wilayah kerja Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II tempat tempat kedudukan yang berbeda tersebut.
kedudukannya sebagai Notaris, apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum 2. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perpindahan PPAT
penuh. diatur dengan Peraturan Menteri.”
Karena pengangkatan PPAT dikaitkan dengan suatu wilayah pendaftaran tanah, maka tidak
dikenal istilah "pindah daerah wilayah kerja". Untuk melaksanakan tugas dengan daerah
kerja yang lain seorang PPAT berhenti sebagai PPAT di satu daerah kerja dan kemudian
diangkat kembali sebagai PPAT untuk daerah kerja lainnya. Untuk pengangkatan kembali ini
tidak diperlukan proses pengangkatan pertamanya sebagaimana diatur dalam Pasal 6.

Pasal 10 Pasal 10

1. PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: 1. PPAT yang diberhentikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
a. Permintaan sendiri; ayat (1) huruf c, terdiri atas:
b. tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau a. diberhentikan dengan hormat;
kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang b. diberhentikan dengan hormat;
berwenang atas permintaan Menteri atau pejabat yang ditunjuk; c. diberhentikan sementara.
c. Melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT; 2. PPAT diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
d. Diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI. huruf a, karena:
2. PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena: a. permintaan sendiri;
a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT b. Tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan
b. Dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatan perbuatan pidana badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa
yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) kesehatan yang berwenang atas permintaan Menteri/Kepala atau pejabat
tahun atau lebih berat berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh yang ditunjuk;
kekuatan hukum tetap. c. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
3. Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
ayat (2) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberi kesempatan untuk kekuatan hukum tetap; dan/atau
mengajukan pembelaan diri kepada Menteri. e. berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dan 3 (tiga)
Sebelum mengeluarkan keputusan pemberhentian seorang PPAT karena pelanggaran tahun.
Menteri mendengarkan pihak-pihak yang bersangkutan. 3. PPAT diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat
4. (4) PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali menjadi PPAT (1) huruf b, karena:
untuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula, apabila formasi PPAT untuk a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai
daerah kerja tersebut belum Penuh. PPAT; dan/atau
b. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
4. PPAT diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
karena:
a. sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu
perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat;
b. tidak melaksanakan jabatan PPAT secara nyata untuk jangka waktu 60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah;
Yang dimaksud dengan tidak melaksanakan jabatan PPAT secara nyata
untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari adalah dihitung secara kumulatif
selama 1 (satu) tahun.
c. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai
PPAT;
Yang dimaksud dengan pelanggaran ringan antara lain:
1. memungut uang jasa melebihi ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya cuti tidak
melaksanakan tugasnya kembali;
3. tidak menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya;
dan/atau
4. merangkap jabatan.

d. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas


sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di kabupaten/kota yang lain
daripada tempat kedudukan sebagai PPAT;
e. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. berada di bawah pengampuan; dan/atau
g. melakukan perbuatan tercela.
5. PPAT yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a, berlaku sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
6. Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri.
7. PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali menjadi
PPAT.
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian PPAT diatur dengan
Peraturan Menteri.”

Pasal 11 Pasal 11
1. PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagai PPAT karena
sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbuatan pidana yang
diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau
lebih berat. Dihapus
Selama diberhentikan untuk sementara pekerjaan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT
pengganti.
2. Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai pada
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 12 Ketentuan ayat (1) Pasal 12 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (3)
BAB IV sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:
DAERAH KERJA PPAT
Pasal 12
1. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya 1. Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi.
2. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai 2. Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya
pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjuknya. sebagai Pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah kerja PPAT diatur dengan Peraturan
Menteri.”

Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 12A dan
Pasal 12B, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12a
PPAT mempunyai tempat kedudukan di kabupaten/kota di provinsi yang menjadi
bagian dari daerah Kerja.”

Pasal 12b
1. PPAT dapat berpindah tempat kedudukan dan daerah kerja
2. Dalam hal PPAT akan berpindah alamat kantor yang masih dalam
kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT, wajib melaporkan kepada Kepala
Kantor Pertanahan kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT.
3. Dalam hal PPAT akan berpindah tempat kedudukan ke kabupaten/kota pada
daerah kerja yang sama atau berpindah daerah kerja, wajib mengajukan
permohonan perpindahan tempat kedudukan atau daerah kerja kepada
Menteri.”

Pasal 13 Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

1. Apabila suatu wilayah Kabupaten/Kotamadya dipecah menjadi 2 (dua) atau lebih wilayah Pasal 13
Kabupaten/Kotamadya, maka dalam waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya 1. Dalam hal terjadi pemekaran kabupaten/kota yang mengakibatkan terjadinya
Undang-undang tentang pembentukan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang perubahan tempat kedudukan PPAT, maka tempat kedudukan PPAT tetap
baru PPAT yang daerah kerjanya adalah Kabupaten/Kotamadya semula harus memilih sesuai dengan tempat kedudukan yang tercantum dalam keputusan
salah satu wilayah Kabupaten/Kotamadya sebagai daerah kerjanya, dengan ketentuan pengangkatan PPAT atau PPAT yang bersangkutan mengajukan permohonan
bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan pada waktunya, maka mulai 1 (satu) pindah tempat kedudukan yang sesuai.
tahun sejak diundangkannya Undang-undang pembentukan Kabupaten/Kotamadya 2. Dalam hal terjadi pemekaran provinsi yang mengakibatkan terjadinya
Daerah Tingkat II baru tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya meliputi perubahan daerah kerja PPAT, maka daerah kerja PPAT tetap sesuai dengan
wilayah Kabupaten/Kotamadya letak Kantor PPAT yang bersangkutan. daerah kerja yang tercantum dalam keputusan pengangkatan PPAT atau
PPAT yang memilih daerah kerja yang tidak meliputi letak kantornya perlu memindahkan PPAT yang bersangkutan mengajukan permohonan pindah daerah kerja.
kantornya ke dalam daerah kerjanya yang baru. 3. PPAT yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan secara tertulis
2. Pemilihan daerah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya kepada Menteri mengenai perubahan tempat kedudukan PPAT atau daerah
mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang pembentukan kerja PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang baru. dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
Dalam masa peralihan yang lamanya 1 (satu) tahun PPAT yang bersangkutan berwenang tanggal Undang-Undang mengenai pemekaran wilayah diundangkan.
membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang 4. Dalam masa peralihan selama 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana
terletak di wilayah Daerah Tingkat II yang baru maupun yang Lama. dimaksud pada ayat (3), PPAT yang bersangkutan berwenang membuat akta
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
terletak di tempat kedudukan yang baru maupun yang lama.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan
perpindahan tempat kedudukan atau daerah kerja diatur dengan Peraturan
Menteri.”

Pasal 14 Pasal 14

1. Formasi PPAT ditetapkan oleh Menteri


2. Apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja PPAT sudah terpenuhi, maka Menteri
menetapkan wilayah tersebut tertutup untuk pengangkatan PPAT.
Dengan adanya penetapan formasi pada suatu daerah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II akan dapat dibatasi penempatan PPAT pada suatu daerah,
sehingga daerah lain yang masih tersedia lowongannya dapat diisi, dengan demikian
tujuan pemerataan penempatan PPAT dapat tercapai.

BAB V Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
SUMPAH JABATAN PPAT berikut:

Pasal 15 Pasal 15
1. Sebelum menjalankan jabatannya PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat 1. PPAT dan PPAT Sementara sebelum menjalankan jabatannya wajib
sumpah jabatan PPAT di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Menteri atau pejabat yang
daerah kerja PPAT yang Bersangkutan. ditunjuk.
PPAT yang pernah diambil sumpahnya dan kemudian berhenti untuk diangkat sebagai 2. PPAT Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b tidak
PPAT untuk daerah yang baru juga harus mengangkat sumpah. perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT.
2. PPAT Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b tidak perlu 3. PPAT yang tempat kedudukan/daerah kerjanya disesuaikan karena
mengangkat sumpah jabatan PPAT. pemekaran wilayah kabupaten/kota atau provinsi sebagaimana dimaksud
3. PPAT yang daerah kerjanya disesuaikan karena pemecahan wilayah dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) tidak perlu mengangkat sumpah jabatan
Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak perlu mengangkat PPAT untuk melaksanakan tugasnya di tempat kedudukan/daerah kerjanya
sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya yang baru. yang baru.”

Pasal 16 Pasal 16

1. Untuk keperluan pengangkatan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 PPAT 1. Untuk keperluan pengangkatan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai 15 PPAT wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai
PPAT. pengangkatannya sebagai PPAT.
2. Apabila laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan dalam jangka 2. Apabila laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan dalam
waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengangkatan jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya surat
tersebut batal demi Hukum. keputusan pengangkatan tersebut batal demi Hukum.
3. Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan sebagaimana 3. Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan
dimaksud dalam Pasal 15 dalam waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dalam waktu 1 (satu) bulan setelah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) juga berlaku untuk Camat 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) juga berlaku
yang karena jabatannya ditunjuk sebagai PPAT Sementara. untuk Camat yang karena jabatannya ditunjuk sebagai PPAT Sementara.
Camat yang sudah dilantik sebagai Kepala Kecamatan dan sudah ditunjuk sebagai PPAT Camat yang sudah dilantik sebagai Kepala Kecamatan dan sudah ditunjuk
Sementara harus segera melaporkan penunjukannya untuk diambil sumpahnya. Sebelum sebagai PPAT Sementara harus segera melaporkan penunjukannya untuk
mengambil sumpah jabatan PPAT yang bersangkutan belum berhak membuat akta. diambil sumpahnya. Sebelum mengambil sumpah jabatan PPAT yang
5. Pengambilan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara bagi Kepala Desa dilakukan oleh bersangkutan belum berhak membuat akta.
dan atas prakarsa Kepala Kantor Pertanahan di Kantor Kepala Desa yang bersangkutan 5. Pengambilan sumpah jabatan sebagai PPAT Sementara bagi Kepala Desa
setelah Kepala Kantor Pertanahan menerima tembusan penunjukan Kepala Desa dilakukan oleh dan atas prakarsa Kepala Kantor Pertanahan di Kantor Kepala
tersebut sebagai PPAT sementara. Desa yang bersangkutan setelah Kepala Kantor Pertanahan menerima
Karena mengenai daerah terpencil, maka tidak bisa diharapkan seorang Kepala Desa tembusan penunjukan Kepala Desa tersebut sebagai PPAT sementara.
untuk melapor ke Kantor Pertanahan. Karena mengenai daerah terpencil, maka tidak bisa diharapkan seorang
Kepala Desa untuk melapor ke Kantor Pertanahan.

Pasal 17 Pasal 17

1. Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita acara yang 1. Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita
ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan, Kepala Kantor acara yang ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan para saksi. bersangkutan, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan para
2. Bantuk, susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh Menteri. saksi.
2. Bantuk, susunan kata-kata berita acara pengambilan sumpah/janji diatur oleh
Menteri.

Pasal 18 Pasal 18

1. PPAT atau PPAT Sementara yang belum mengucapkan sumpah jabatan 1. PPAT atau PPAT Sementara yang belum mengucapkan sumpah jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilarang menjalankan jabatannya sebagai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilarang menjalankan jabatannya
PPAT. sebagai PPAT.
2. Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanggar, maka akta yang 2. Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanggar, maka
dibuat tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data akta yang dibuat tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar bagi
pendaftaran tanah. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah.

BAB VI Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


PELAKSANAAN JABATAN PPAT
Pasal 19 Pasal 19

Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan sebagaimana dimaksud 1. Dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah pengambilan sumpah jabatan
dalam Pasal 15 PPAT wajib: sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, PPAT wajib:
a. menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan a. menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan
cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan
Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, Pertanahan Nasional, Bupati/Walikota, Ketua Pengadilan Negeri, dan
dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT
Bersangkutan; yang bersangkutan; dan
Maksud dari penyerahan contoh tanda tangan, paraf dan stempel jabatan PPAT, Maksud dari penyerahan contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan
adalah agar pada Kantor Pertanahan setempat tersedia pembanding jika terjadi cap/stempel jabatan PPAT adalah agar pada Kantor Pertanahan setempat
perbedaan tanda tangan atau paraf atau stempel, apabila perkara mengenai tersedia pembanding jika terjadi perbedaan tanda tangan, paraf, atau
keabsahan akta PPAT yang bersangkutan. teraan cap/stempel, apabila terjadi perkara mengenai keabsahan akta
b. melaksanakan jabatannya secara nyata. PPAT yang bersangkutan.
b. melaksanakan jabatannya secara nyata.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi
PPAT Khusus.”

Pasal 20 Ketentuan ayat (1) Pasal 20 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan
1 (satu) ayat, yakni ayat ( 1 a) sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
1. PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya.
PPAT hanya boleh mempunyai 1 (satu) kantor yang terletak dalam daerah kerjanya. Pasal 20
Untuk keperluan pelayanan masyarakat yang dapat menjangkau tempat yang jauh
dari Kantor PPAT, PPAT dapat melaksanakan jabatannya di luar kantor sepanjang 1. PPAT wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
masih dalam daerah kerja PPAT. 1a. PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris, harus berkantor yang sama
2. PPAT wajib memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan dengan tempat kedudukan Notaris.
ukurannya ditetapkan oleh Menteri. 2. PPAT wajib memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk
dan ukurannya ditetapkan oleh Menteri.”

Pasal 21 Pasal 21

1. Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri. 1. Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan tahun 2. Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan
takwim. tahun takwim.
3. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar yaitu: 3. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar yaitu:
a. lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan, a. lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang
dan bersangkutan, dan
b. lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak atas b. lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek perbuatan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi
hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan obyek perbuatan hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor
pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai pemberian kuasa Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut
membebankan Hak Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar mengenai pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan, disampaikan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan Akta Pemberian Hak
berkepentingan dapat diberikan salinannya. Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan
salinannya.

Pasal 22 Pasal 22

Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika
pihak, saksi-saksi dan PPAT. itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.
Untuk pemenuhan sifat otentik dari akta, pembacaan akta dilakukan sendiri oleh PPAT, Untuk pemenuhan sifat otentik dari akta, pembacaan akta dilakukan sendiri oleh
Penandatanganan para pihak, saksi dan oleh PPAT, dilakukan segera setelah pembacaan PPAT, Penandatanganan para pihak, saksi dan oleh PPAT, dilakukan segera
akta dimaksud. setelah pembacaan akta dimaksud.

Pasal 23 Pasal 23
1. PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau isterinya, keluarganya 1. PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau isterinya,
sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan
samping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua, menjadi pihak
bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak
kuasa dari pihak lain. sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain.
2. Di daerah kecamatan yang hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT Sementara dan di 2. Di daerah kecamatan yang hanya terdapat seorang PPAT yaitu PPAT
wilayah desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT Sementara, Wakil Camat atau Sementara dan di wilayah desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT
Sekretaris Desa dapat membuat akta untuk keperluan pihak-pihak sebagaimana Sementara, Wakil Camat atau Sekretaris Desa dapat membuat akta untuk
dimaksud pada ayat (1) setelah mengucapkan sumpah jabatan PPAT didepan PPAT keperluan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
Sementara yang bersangkutan. mengucapkan sumpah jabatan PPAT didepan PPAT Sementara yang
Untuk memungkinkan orang-orang yang dimaksud pada ayat (1) melakukan transaksi bersangkutan.
mengenai tanahnya perlu ditunjuk pejabat di kecamatan yang bersangkutan untuk Untuk memungkinkan orang-orang yang dimaksud pada ayat (1) melakukan
membuatkan akta yang diperlukan mengingat dalam daerah kecamatan itu tidak ada transaksi mengenai tanahnya perlu ditunjuk pejabat di kecamatan yang
orang lain yang berwenang membuat akta tersebut. bersangkutan untuk membuatkan akta yang diperlukan mengingat dalam
Khusus untuk desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT Sementara Sekretaris daerah kecamatan itu tidak ada orang lain yang berwenang membuat akta
Desa dapat membuatkan akta yang bersangkutan, walaupun Camat yang wilayahnya tersebut.
meliputi desa itu dapat juga membuatkan akta tersebut Khusus untuk desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT Sementara
Ketentuan ini diadakan agar tidak mempersulit warga desa yang bersangkutan mengingat Sekretaris Desa dapat membuatkan akta yang bersangkutan, walaupun
desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT Sementara merupakan desa yang Camat yang wilayahnya meliputi desa itu dapat juga membuatkan akta
benar-benar terpencil letaknya. tersebut
Ketentuan ini diadakan agar tidak mempersulit warga desa yang bersangkutan
mengingat desa yang Kepala Desanya ditunjuk sebagai PPAT Sementara
merupakan desa yang benar-benar terpencil letaknya.

Pasal 24 Pasal 24

Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan akta PPAT diatur dalam Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan akta PPAT diatur
peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran tanah. dalam peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran tanah.
Ketentuan ini antara lain terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Ketentuan ini antara lain terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
peraturan pelaksanaannya. 1997 dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 25 Pasal 25
1. Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT sebagaimana dimaksud dalam 1. Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT sebagaimana
Pasal 21 ayat (3) harus dijilid sebulan sekali dan setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) harus dijilid sebulan sekali dan setiap jilid
dengan jilid terakhir dalam setiap bulan memuat lembar-lembar akta sisanya. terdiri dari 50 lembar akta dengan jilid terakhir dalam setiap bulan memuat
2. Pasa sampul buku akta hasil penjilidan akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lembar-lembar akta sisanya.
dicantumkan daftar akta di dalamnya yang memuat lembar-lembar akta sisanya. 2. Pasa sampul buku akta hasil penjilidan akta-akta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dicantumkan daftar akta di dalamnya yang memuat
lembar-lembar akta sisanya.

Pasal 26 Pasal 26
1. PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang dibuatnya. 1. PPAT harus membuat satu buku daftar untuk semua akta yang dibuatnya.
2. Buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi setiap hari kerja PPAT 2. Buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi setiap hari
dan ditutup setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang kerja PPAT dan ditutup setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf
bersangkutan. oleh PPAT yang bersangkutan.
3. PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang diambil dari 3. PPAT wajib mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang
buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor diambil dari buku daftar akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan Undang-undang dan Peraturan kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor-kantor lain sesuai ketentuan
Pemerintah yang berlaku selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang berlaku selambat-lambatnya
Yang dimaksud dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang berlaku tanggal 10 bulan berikutnya.
adalah misalnya Undang-undang atau Peraturan Pemerintah di bidang perpajakan Yang dimaksud dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang
yang mewajibkan PPAT mengirim laporan kepada instansi perpajakan. berlaku adalah misalnya Undang-undang atau Peraturan Pemerintah di
bidang perpajakan yang mewajibkan PPAT mengirim laporan kepada
instansi perpajakan.

Pasal 27 Ketentuan ayat (1) Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. PPAT yang berhenti menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat Pasal 27
(1) huruf b, c, dan d, diwajibkan menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT di daerah 1. PPAT yang berhenti menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam
kerjanya. Pasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c, diwajibkan menyerahkan protokol PPAT
Penyerahan protokol ini diperlukan agar pemeliharaan warkah-warkah akta dapat kepada PPAT di daerah kerjanya.
berlanjut sehingga apabila sewaktu-waktu diperlukan dapat segera ditemukan. 2. PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan
2. PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan protokol PPAT protokol PPAT kepada PPAT Sementara yang menggantinya.
kepada PPAT Sementara yang menggantinya. 3. PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus menyerahkan protokol
3. PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT kepada PPAT Khusus yang menggantinya.
PPAT Khusus yang menggantikannya. 4. Apabila tidak ada PPAT penerima protokol sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3), protokol PPAT diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat.”

Pasal 28 Pasal 28
1. Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli waris/keluarganya atau pegawainya 1. Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli waris/keluarganya atau
wajib melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya pegawainya wajib melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak PPAT meninggal dunia. Kabupaten/Kotamadya setempat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya PPAT sejak PPAT meninggal dunia.
berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau karena pengetahuan 2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya
yang diperoleh dari sumber lain kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan PPAT berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau karena
Nasional Propinsi disertai usul penunjukan PPAT yang akan diserahi protokol PPAT yang pengetahuan yang diperoleh dari sumber lain kepada Kepala Kantor Wilayah
meninggal dunia. Badan Pertanahan Nasional Propinsi disertai usul penunjukan PPAT yang
3. Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai protokol PPAT yang meninggal akan diserahi protokol PPAT yang meninggal dunia.
dunia wajib menyerahterimakan protokol PPAT yang bersangkutan kepada PPAT yang 3. Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai protokol PPAT yang
ditunjuk Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. meninggal dunia wajib menyerahterimakan protokol PPAT yang bersangkutan
kepada PPAT yang ditunjuk Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi.

Pasal 29 Pasal 29
1. PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi 1. PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
untuk menerima protokol yang berhenti menjabat sebagai PPAT wajib menerima protokol Propinsi untuk menerima protokol yang berhenti menjabat sebagai PPAT wajib
PPAT tersebut. menerima protokol PPAT tersebut.
2. Serah terima protokol PPAT dituangkan dalam berita acara serah terima protokol PPAT 2. Serah terima protokol PPAT dituangkan dalam berita acara serah terima
yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya protokol PPAT yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan
setempat. Kabupaten/Kotamadya setempat

Pasal 30 Pasal 30
1. PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari kerja berturut-turut 1. PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari kerja
kecuali dalam rangka menjalankan cuti. berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti.
2. Permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada 2. Permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara
pejabat yang berwenang yaitu: tertulis kepada pejabat yang berwenang yaitu:
a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat untuk permohonan cuti a. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat untuk
kurang dari 3 (tiga) bulan; permohonan cuti kurang dari 3 (tiga) bulan
b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi untuk permohonan cuti b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi untuk
lebih dari 3 (tiga) bulan tetapi kurang dari 6 (enam) bulan; permohonan cuti lebih dari 3 (tiga) bulan tetapi kurang dari 6 (enam)
c. Menteri untuk permohonan cuti lebih dari 6 (enam) bulan. bulan;
Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dalam tenggang c. Menteri untuk permohonan cuti lebih dari 6 (enam) bulan.
waktu 7 (tujuh) hari kerja menerbitkan surat persetujuan atau penolakannya. Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dalam
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi PPAT tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja menerbitkan surat persetujuan atau
Sementara dan PPAT Khusus. penolakannya.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
bagi PPAT Sementara dan PPAT Khusus.

Pasal 31 Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai
1. Selama PPAT diberhentikan untuk sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berikut:
atau menjalani cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tugas dan kewenangan PPAT
dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAT yang bersangkutan. Pasal 31
2. PPAT pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh PPAT yang 1. Selama PPAT diberhentikan untuk sementara sebagaimana dimaksud dalam
bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian Pasal 10 ayat (1) huruf c atau menjalani cuti sebagaimana dimaksud dalam
sementara atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian Pasal 30, tugas dan kewenangan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT
sementara atau keputusan persetujuan cuti yang bersangkutan serta diambil sumpahnya pengganti atas permohonan PPAT yang bersangkutan.
oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat. 2. PPAT pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh PPAT
3. Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti adalah telah lulus program pendidikan strata yang bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan
satu jurusan hukum dan telah menjadi pegawai kantor PPAT yang bersangkutan pemberhentian sementara atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun. pemberhentian sementara atau keputusan persetujuan cuti yang
bersangkutan serta diambil sumpahnya oleh Kepala Kantor Pertanahan
Setempat.
3. Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti terdiri atas:
a. telah lulus program pendidikan kenotariatan dan telah menjadi pegawai
kantor PPAT paling sedikit selama 1 (satu) tahun; atau
b. telah lulus program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan.”

Pasal 32 Ketentuan Pasal 32 ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (5) dan ayat (6) sehingga
1. Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa (honorarium) berbunyi sebagai berikut:
saksi tidak boleh melebihi 1 % (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di
dalam akta. Pasal 32
2. PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya kepada 1. Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa
seseorang yang tidak mampu. (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi
3. Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang melakukan yang tercantum di dalam akta.
pungutan diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 2. PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya
4. PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya. kepada seseorang yang tidak mampu.
3. Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang
melakukan pungutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
4. PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya.
PPAT Khusus melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT sebagai bagian dari
tugasnya di bidang pendaftaran tanah, maka pembuatan akta tersebut
dilakukan dengan cuma-cuma.
5. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) dikenakan sanksi administrasi.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi diatur dengan Peraturan
Menteri.”

BAB VII Ketentuan Pasal 33 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (2) sehingga berbunyi
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN sebagai berikut:

Pasal 33 Pasal 33
Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT. 1. Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
tugas PPAT.
2. Tata cara pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.”

BAB VIII BAB VIII


KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34 Pasal 34
1. PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini juga menjabat sebagai 1. PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini juga menjabat
Notaris dengan tempat kedudukan di luar daerah kerjanya sebagai PPAT berhenti dengan sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di luar daerah kerjanya sebagai
sendirinya sebagai PPAT 6 (enam) bulan sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini. PPAT berhenti dengan sendirinya sebagai PPAT 6 (enam) bulan sejak saat
2. PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat menjadi PPAT di daerah letak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
tempat kedudukannya sebagai Notaris apabila formasi PPAT untuk daerah tersebut 2. PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat menjadi PPAT di
masih tersedia. daerah letak tempat kedudukannya sebagai Notaris apabila formasi PPAT
Ayat (1) dan ayat (2) PPAT harus melaksanakan tugasnya di daerah kerjanya. Hal ini untuk daerah tersebut masih tersedia.
tidak akan secara efektif dilakukan apabila PPAT tersebut juga merangkap menjabat Ayat (1) dan ayat (2) PPAT harus melaksanakan tugasnya di daerah
sebagai Notaris yang berkedudukan di luar daerah kerjanya sebagai PPAT. Namun kerjanya. Hal ini tidak akan secara efektif dilakukan apabila PPAT tersebut
demikian keadaan ini berlangsung pada waktu ini. Oleh karena itu keadaan ini perlu juga merangkap menjabat sebagai Notaris yang berkedudukan di luar
segera dihentikan. Untuk itu diberi waktu 6 (enam) bulan. Dalam waktu tersebut daerah kerjanya sebagai PPAT. Namun demikian keadaan ini berlangsung
PPAT yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan berhenti dan permohonan pada waktu ini. Oleh karena itu keadaan ini perlu segera dihentikan.
pengangkatan dengan daerah kerja yang sesuai dengan kedudukannya sebagai Untuk itu diberi waktu 6 (enam) bulan. Dalam waktu tersebut PPAT yang
Notaris. Permohonan itu akan dipetimbangkan oleh Menteri apabila formasi PPAT di bersangkutan dapat mengajukan permohonan berhenti dan permohonan
daerah kerja yang meliputi kedudukannya sebagai Notaris masih belum penuh. pengangkatan dengan daerah kerja yang sesuai dengan kedudukannya
3. PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini merangkap jabatan sebagai Notaris. Permohonan itu akan dipetimbangkan oleh Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) berhenti dengan sendirinya dari apabila formasi PPAT di daerah kerja yang meliputi kedudukannya
jabatannya sebagai PPAT 3 (tiga) bulan sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini. sebagai Notaris masih belum penuh
4. PPAT yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini mempunyai daerah kerja 3. PPAT yang pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini merangkap
yang melebihi wilayah kerja satu Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya wajib jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) berhenti dengan
memilih satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai daerah sendirinya dari jabatannya sebagai PPAT 3 (tiga) bulan sejak saat berlakunya
kerjanya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah ini.
ini, dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tersebut pilihan tersebut tidak 4. PPAT yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini mempunyai
dilakukan, maka daerah kerja PPAT tersebut adalah wilayah kerja Kantor Pertanahan daerah kerja yang melebihi wilayah kerja satu Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya yang meliputi letak kantornya. Kabupaten/Kotamadya wajib memilih satu wilayah kerja Kantor Pertanahan
Dengan ketentuan ini, maka PPAT yang selama ini mempunyai wilayah kerja lebih Kabupaten/Kotamadya sebagai daerah kerjanya dalam jangka waktu 2 (dua)
dari 1 (satu) wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, dalam jangka tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan
waktu 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini harus memilih apabila dalam jangka waktu tersebut pilihan tersebut tidak dilakukan, maka
salah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai wilayah daerah kerja PPAT tersebut adalah wilayah kerja Kantor Pertanahan
kerjanya, misalnya PPAT di lingkungan wilayah DKI Jakarta. Kabupaten/Kotamadya yang meliputi letak kantornya
Dengan ketentuan ini, maka PPAT yang selama ini mempunyai wilayah
kerja lebih dari 1 (satu) wilayah kerja Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini harus memilih salah satu wilayah
kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai wilayah
kerjanya, misalnya PPAT di lingkungan wilayah DKI Jakarta.

Pasal 35 Pasal 35
Para calon PPAT yang sudah diuji sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dalam Para calon PPAT yang sudah diuji sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini masih tetap dapat dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini
diangkat sebagai PPAT berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya. masih tetap dapat diangkat sebagai PPAT berdasarkan ketentuan yang berlaku
sebelumnya.

BAB IX BAB IX
PENUTUP PENUTUP

Pasal 37 Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri. Ketentuan lebih lanjut untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh
Menteri.

Pasal 38 Pasal 38

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Pasal II

1. PPAT yang merangkap jabatan sebagai konsultan atau penasehat hukum


wajib memilih jabatan sebagai PPAT atau konsultan/penasehat hukum dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tersebut pilihan tidak dilakukan
maka diberhentikan dari jabatannya sebagai PPAT sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini.
2. Pemberhentian PPAT sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
Keputusan Menteri
3. PPAT wajib melakukan penyesuaian tempat kedudukan dan daerah kerja
PPAT dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya
Peraturan Pemerintah ini.
4. Semua frasa kabupaten/ kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah, harus dimaknai dengan kabupaten/kota.
5. Semua ketentuan mengenai formasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku;
6. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 1998. Ditetapkan Di Jakarta,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Pada Tanggal 22 Juni 2016
ttd. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO Ttd.
JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta Diundangkan Di Jakarta,


pada tanggal 5 Maret 1998 Pada Tanggal 27 Juni 2016
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd.
ttd YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
MOERDIONO 2016 NOMOR 120
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 52

PENJELASAN PENJELASAN
ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016
NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37
TENTANG TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN
PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

UMUM UMUM

Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan dan pendaftaran tanah yang tercatat di Dalam rangka mendukung program kebijakan deregulasi bidang
Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan atau status sebenarnya mengenai agraria/pertanahan dalam rangka percepatan pelaksanaan Paket Kebijakan
bidang tanah yang bersangkutan, baik yang menyangkut data fisik mengenai bidang tanah Ekonomi Pemerintah perlu diadakan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah
tersebut, maupun mengenai hubungan hukum yang menyangkut bidang tanah itu, atau data Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
yuridis ini, khususnya pencatatan perubahan data yuridis yang sudah tercatat sebelumnya, Ruang lingkup Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah tersebut meliputi:
peranan PPAT sangatlah penting. Menurut ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1. Persyaratan untuk dapat diangkat PPAT antara lain:
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan dan pembebanan hak atas tanah a. usia calon PPAT; dan
hanya dapat didaftar apabila dibuktikan dengan akta PPAT. b. kewajiban magang sebelum calon PPAT di angkat.
Fungsi PPAT lebih ditegaskan lagi dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak 2. Penambahan masa kerja PPAT semula 65 (enam puluh lima) tahun dapat
Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan diperpanjang menjadi 67 (enam puluh tujuh) tahun.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.yang 3. Penambahan jenis pemberhentian terhadap PPAT.
menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 19961, yaitu sebagai pejabat umum 4. Perluasan daerah kerja semula 1 (satu) wilayah kerja kabupaten/kota menjadi
yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah, 1 (satu) wilayah kerja provinsi.
dan akta-akta lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan 5. Penambahan larangan rangkap jabatan
membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan
membuat akta-akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran
Tanah.
Dalam meningkatkan sumber penerimaan negara dari pajak, PPAT juga berperan besar
karena mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (Pph) dari
penghasilan akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan sebelum membuat akta.
Mengingat fungsi PPAT yang cukup besar dalam bidang pelayanan masyarakat dan
imaan negara yang kemudian akan merupakan pendorong untuk
n nasional, perlu segera diterbitkan peraturan jabatan PPAT dalam
ntah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (3)
mor 24 Tahun 1997.

Anda mungkin juga menyukai