Pendahuluan
Dalam pembahasan makalah ini berisi materi yang dapat membuat pembaca
lebih memahami tentang hukum acara perdata. Dalam makalah ini pula
penyusun berusaha untuk menjelaskan definisi, sumber-sumber, asas-asas,
karakteristik, dan juga putusan hakim dan pelaksanaan hukum acara perdata.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dan pengertian Hukum Acara Perdata.
2. Mengetahui bagiamana sejarah singkat Hukum Acara Perdata di Indonesia.
3. Mengetahui sumber-sumber Hukum Acara Perdata.
4. Mengetahui apa saja asas-asas Hukum Acara Perdata.
5. Mengetahui karakteristik Hukum Acara Perdata.
6. Mengetahui putusan hakim dan pelaksanaannya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formal. Hukum acara perdata
dibedakan menjadi dua macam, yaitu hukum acara perdata dalam lingkungan
peradilan umum dan hukum acara perdata dalam lingkungan peradilan agama.
Dalam makalah ini, akan dibahas hukum acara perdata yang berlaku di
lingkungan peradilan umum, yaitu pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan
Mahkamah Agung.
Apabila ditarik kesimpulan, hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur
dan menyelenggarakan bagaimana proses seseorang mengajukan, menjamin,
1
Kusna Goesniadhie, Tata Hukum Indonesia, (Surabaya : Nasa Media), 2010, hal. 180
5
mengatur dan menyelenggarakan perkara perdata.Bahkan mengatur sampai ke
tahap dan proses pelaksanaan keputusan hakim (eksekusi).
Sejarah hukum acara perdata di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari fakta
bahwa dulunya bangsa Indonesia pernah mengalami penjajahan oleh Belanda
dan Jepang. Perkembangan hukum acara perdata di Indonesia pun dipengaruhi
oleh sistem hukum dan peradilan kedua negara tersebut. Menurut Benny
Rijanto, sejarah hukum acara perdata di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga
periodesasi, yaitu 1) zaman Pemerintah Hindia Belanda; 2) zaman Pendudukan
Jepang; dan 3) setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.2
2
Benny Rijanto, Sejarah, Sumber, dan Asas-asas Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Universitas
Terbuka), 2015, hlm. 5
3
Ibid, hlm. 6
4
Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri (Jakarta: Pradnya Paramita), 1985, hlm. 5.
6
2.2.2 Zaman Pendudukan Jepang
5
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Bandung: Penerbit Sumur), 1975,
hlm. 9
6
Benny Rijanto, op.cit, hal. 17
7
2.3 Sumber Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah-daerah di Pulau Jawa dan
Madura. Hukum Acara perdata dalam HIR dituangkan pada Pasal 115-245
yang terdapat dalam BAB IX, serta beberapa pasal yang tersebar antara
Pasal 372-394. Namun Pasal 115 sampai dengan Pasal 117 HIR sudah tidak
berlaku lagi dikarenakan dihapusnya Pengadilan Kabupaten oleh UU No.1
darurat Tahun 1951, dan peraturan mengenai banding dalam pasal 188
194, HIR juga tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1947 tentang Peradilan Ulang di Jawa dan Madura.
Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa
dan Madura. RBg terdiri dari 5 (lima) BAB dan 723 (tujuh ratus dua puluh
tiga) pasal yang mengatur tentang pengadilan pada umumnya dan acara
pidananya tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Darurat
Nomor 1 Tahun 1951.
7
Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (PT. Aditya Bakti Bandung, Cet. V),
2009, hlm. 4-13
8
2.3.5 Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
8
Benny Rijanto, op.cit, hlm. 19
9
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum yang
mengatur susunan serta kekuasaan pengadilan di lingkungan peradilan
umum juga sebagai sumber hukum perdata.9
2.3.10 Yurisprudensi
Asas dari hukum acara perdata sebagaimana halnya asas hukum acara pada
umumnya, bahwa inisiatif untuk mengajukan gugatan sepenuhnya diserahkan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan bersangkutan (index ne procedat
ex officio). Apabila tidak ada tuntutan atau gugatan, maka tidak ada hakim (wo
kein klager ist, ist kein reichter, nemo judex sine actore). Berdasarkan Pasal
118 HIR, dan Pasal 142 Rbg, yang mengajukan gugatan adalah pihak yang
berkepentingan, sedangkan hakim bersikap menunggu diajukannya suatu
9
Benny Rijanto, ibid
10
Anonym, Asas-Asas Hukum Acara Perdata, http://www.npslawoffice.com/asas-asas-hukum-
acara-perdata/, diakses pada 4 Mei 2017 pukul 15.20
10
perkara atau gugatan. Hal tersebut berarti hakim tidak boleh secara aktif
mencari-cari perkara di masyarakat. Akan tetapi, ketika suatu perkara diajukan
kepada hakim, hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadilinya.11
Hakim dalam memeriksa suatu perkara haruslah bersikap pasif. Artinya bahwa
ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang di ajukan kepada hakim untuk di
periksa pada asasnya di tentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan
oleh hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan.
Hal tersebut berarti, pihak yang merasa haknya dirugikanlah yang menentukan
apakah ia akan mengajukan gugatan. Seberapa besar tuntutan juga tergantung
pada pihak yang bersangkutan. Apakah nantinya perkara akan dilanjutkan atau
dihentikan karena adanya perdamaian diantara kedua belah pihak juga
tergantung pihak yang bersangkutan.12
11
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
12
Putusan MA 21 Februari tahun 1970 Nomor 339 K/Sip/1969, JJ. Pen.I/70, hlm. 13
13
Benny Rijanto, op.cit, hlm. 31
11
2.4.4 Mendengar kedua belah pihak (audi et alteram partem)
Dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama,
tidak memihak, dan didengar bersama-sama. Seperti yang tertera dalam Pasal
4 ayat (1) UU No.48 tahun 2009 mengandung arti bahwa didalam hukum acara
perdata yang berperkara harus sama-sama diperhatikan atas perlakuan yang
sama dan adil serta masing-masing harus di beri kesempatan untuk memberi
pendapatnya.
Tiidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga
pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili
oleh kuasanya kalau dikehendakinya.
12
2.5 Putusan Hakim dan Pelaksanaanya
Putusan Hakim adalah suatu pernyataan oleh Hakim sebagai pejabat Negara
yang di beri wewenang untuk itu di ucapkan di persidangan dan bertujuan
untuk mengakhiri suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Setelah
pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan gugatan penggugat,
jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian dan
kesimpulan yang diajukan baik oleh penggugat maupu oleh tergugat selesai
dan pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi yang ingin dikemukakan,
maka Hakim akan menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut.14
1. Putusan Akhir
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di
persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun
yang tidak/belum melalui semua tahapan pemeriksaan.
2. Putusan Sela
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses
pemeriksaan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.
14
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta : Liberty), hal. 175
15
Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: Armico), 1985 hal. 132
13
1. Pelaksanaan putusan yang menghukum pihak yang bersalah/dikalahkan
untuk melakukan pembayaran sejumlah uang (Pasal 196 HIR dan Pasal
208 RBg).
2. Pelaksanaan putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu
perbuatan (Pasal 225 dan 259 RBg).
3. Pelaksanaan putusan riil adalah pelaksanaan putusan hakim yang
memerintahkan pengosongan benda tetap. Bila tidak dilaksanakan,
maka akan dilakukan dengan paksaan (Pasal 1033 Rv).
4. Parate executive atau eksekusi langsung, terjadi apabila seorang
kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai
title eksekutorial (Pasal 1155 KUHPerdata).
16
Anonym, Pengertian Hukum Acara Perdata, www.suduthukum.com, diakses pada 8 Mei 2017
pukul 12.40
14
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Hukum acara perdata adalah adalah hukum yang mengatur dan
menyelenggarakan bagaimana proses seseorang mengajukan, menjamin,
mengatur dan menyelenggarakan perkara perdata.Bahkan mengatur sampai ke
tahap dan proses pelaksanaan keputusan hakim (eksekusi). Dengan kata lain,
dapat disebut sebagai hukum yang mengatur bagaimana cara mengajukan
gugatan serta melaksanakan putusan hakim.
Sebagai bagian dari hukum acara, maka hukum acara perdata mempunyai
ketentuan dan asas pokok yang bersifat umum. Dalam penerapannya, hukum
acara perdata mempunyai fungsi untuk mempertahankan, memelihara, dan
menegakkan ketentuan dan asas hukum perdata materiil. Berdasarkan hal
tersebut, keberadaan hukum acara perdata sangat penting dalam kelangsungan
penegakkan hukum perdata materiil.
3.2 Saran
Dengan ditulisnya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca untuk memperluas wawasan dan pengetahuan. Kami
mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi evaluasi bagi
penulis dalam menyusun makalah selanjutnya.
15
Daftar Pustaka
16