1. Hal-hal apa saja yang menyebabkan seseorang kehilangan
kewarganegaraannya (WNI) sehingga kehilangan hak-hak kewarganegaraannya termasuk hak untuk menjabat menjadi bupati?
Jawab: Seorang warga negara Indonesia bisa saja kehilangan status
kewarganegaraannya. Ada berbagai hal yang membuat status kewarganegaraan tersebut tidak diakui lagi menurut UU Nomor 12 Tahun 2006, yaitu; 1. Mendapatkan kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain. 2. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas kemauannya sendiri, dengan ketentuan: telah berusia 18 tahun dan bertempat tinggal di luar negeri 3. Masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai izin dari Presiden 4. Masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, dan jabatan tersebut di Indonesia hanya bisa dijabat oleh warga negara Indonesia. 5. Bersumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri 6. Ikut dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, meskipun tidak diwajibkan keikutsertaannya. 7. Memiliki paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya. 8. Menetap di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah, dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut berakhir, dan setiap lima tahun berikutnya yang bersangkutan tetap tidak mengajukan pernyataan ingin menjadi warga negara Indonesia kepada perwakilan Indonesia, meskipun telah diberi pemberitahuan secara tertulis.
2. Apakah dimungkinkan memperoleh kembali kewarganegaraan
RI setelah berpindah kewarganegaraan? Jika bisa berikan penjelasan?
Jawab: sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 pasal 23 huruf a s/d huruf h, dapat memperoleh kembali kewarganegaran R.I. dengan mengajukan permohonan kepada presiden melalui menteri. Tata cara pengajuan permohonan dilakukan sesuai dengan ketentuan “Tata Cara Pewarganegaraan”. doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah- kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae . Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan. Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio in Termins), dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Indonesia. doktrin penunjukan kembali merupakan suatu doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah- kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae . Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan. Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio in Termins), dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Indonesia. doktrin penunjukan kembali merupakan suatu doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah- kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae . Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan. Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio in Termins), dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Indonesia. doktrin penunjukan kembali merupakan suatu doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah- kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae . Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan. Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio in Termins), dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Indonesia. doktrin penunjukan kembali merupakan suatu doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah- kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae . Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan. Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio in Termins), dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Indonesia. doktrin penunjukan kembali merupakan suatu doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah- kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae . Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan. Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio in Termins), dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Ind mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing. Jadi, dapat kiranya disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis. 3. Kasus tersebut menggunakan teori kualifikasi bertahap Tahap Pertama; Berdasarkan hukum Swiss hakim terlebih dahulu menentukan kategori hukum dari sekumpulan fakta yang dihadapinya. Seandainya Hukum Swiss menganggap peristiwa tersebut sebagai pewarisan, maka langgak selanjutnya adalah menetapkan Kaedah HPI apa dari Hukum Swis yang harus digunakan untuk menetapkan lex Causae. Kaedah HPI swis menetapkan bahwa pewarisan harus diatur oleh hukum dari tempat tinggal terakhir pewaris tanpa membedakan benda bergerak dan tidak bergerak. Dengan demikian berarti HPI Swis menunjuk hukum Inggris. Tahap Kedua; Berdasarkan hukum Inggris hakim kemudian menetapkan bagianbagian dari harta peninggalan yang dikatagorikan sebagai sebagai benda bergerak atau tidak bergerak. Setelah itu berdasarkan kaedah hukum ingris hakim menetapkan hukum apa yang harus digunakan untuk mengatur pewarisan tersebut. Pada tahap ini hakim akan dapat menjumpai untuk benda bergerak pewarisan akan dilakukan berdasarkan hukum dari tempat pewaris berdomisili pada saat meninggal ( hukum Inggris ).Untuk benda- benda tetap kaedah HPI inggris menetapkan yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana benda itu berada. Seandainya Sipewaris meninggalkan sebidang tanah di Prancis maka tidak mustahil akan dipergunakan hukum Prancis untuk menga