Anda di halaman 1dari 18

Nama : Lingga Retno Amanda

Nim :042860652

1. Hal-hal apa saja yang menyebabkan seseorang kehilangan


kewarganegaraannya (WNI) sehingga kehilangan hak-hak
kewarganegaraannya termasuk hak untuk menjabat menjadi
bupati? 

Jawab: Seorang warga negara Indonesia bisa saja kehilangan status


kewarganegaraannya. Ada berbagai hal yang membuat status kewarganegaraan
tersebut tidak diakui lagi menurut UU Nomor 12 Tahun 2006, yaitu; 1. Mendapatkan
kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak
melepaskan kewarganegaraan lain. 2. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh
Presiden atas kemauannya sendiri, dengan ketentuan: telah berusia 18 tahun dan
bertempat tinggal di luar negeri 3. Masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai
izin dari Presiden 4. Masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, dan
jabatan tersebut di Indonesia hanya bisa dijabat oleh warga negara Indonesia. 5.
Bersumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari
negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri 6. Ikut dalam pemilihan sesuatu
yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, meskipun tidak diwajibkan
keikutsertaannya. 7. Memiliki paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara
asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negara lain atas namanya. 8. Menetap di luar wilayah negara Republik
Indonesia selama lima tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara,
tanpa alasan yang sah, dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk
tetap menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut
berakhir, dan setiap lima tahun berikutnya yang bersangkutan tetap tidak
mengajukan pernyataan ingin menjadi warga negara Indonesia kepada perwakilan
Indonesia, meskipun telah diberi pemberitahuan secara tertulis.

2. Apakah dimungkinkan memperoleh kembali kewarganegaraan


RI setelah berpindah kewarganegaraan? Jika bisa berikan
penjelasan?

Jawab: sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun


2006 pasal 23 huruf a s/d huruf h, dapat memperoleh kembali
kewarganegaran R.I. dengan mengajukan permohonan kepada presiden
melalui menteri. Tata cara pengajuan permohonan dilakukan sesuai dengan
ketentuan “Tata Cara Pewarganegaraan”.
doktrin yang dapat digunakan
untuk menghindarkan
pemberlakuan kaidah atau sistem
hukum yang seharusnya berlaku
(lex causae) yang sudah
ditetapkan berdasarkan
prosedur hukum perdata
internasional secara normal dan
mengubah acuan kepada
suatu kaidah atau sistem hukum
yang lain, seperti contoh kaidah-
kaidah hukum
intern lex fori atau sistem hukum
lain selain lex causae .
Oleh karena itu, renvoi digunakan
sebagai alat bagi para hakim
untuk merekayasa
penentuan lex causae ke arah
sistem hukum yang dianggap
akan memberikan putusan
yang dianggapnya terbaik.
Sehingga sudah pasti dalam
proses renvoi, ada kaidah
hukum perdata internasional yang
dikesampingkan.
Dalam HPI Indonesia sendiri
telah terjadi pertentangan istilah
(Contraditio in Termins),
dengan kata lain seolah-olah
terdapat hukum perdata yang
berlaku di semua
negara padahal hukum perdata
tersebut (HPI) berlaku di
Indonesia.
doktrin penunjukan kembali
merupakan suatu
doktrin yang dapat digunakan
untuk menghindarkan
pemberlakuan kaidah atau sistem
hukum yang seharusnya berlaku
(lex causae) yang sudah
ditetapkan berdasarkan
prosedur hukum perdata
internasional secara normal dan
mengubah acuan kepada
suatu kaidah atau sistem hukum
yang lain, seperti contoh kaidah-
kaidah hukum
intern lex fori atau sistem hukum
lain selain lex causae .
Oleh karena itu, renvoi digunakan
sebagai alat bagi para hakim
untuk merekayasa
penentuan lex causae ke arah
sistem hukum yang dianggap
akan memberikan putusan
yang dianggapnya terbaik.
Sehingga sudah pasti dalam
proses renvoi, ada kaidah
hukum perdata internasional yang
dikesampingkan.
Dalam HPI Indonesia sendiri
telah terjadi pertentangan istilah
(Contraditio in Termins),
dengan kata lain seolah-olah
terdapat hukum perdata yang
berlaku di semua
negara padahal hukum perdata
tersebut (HPI) berlaku di
Indonesia.
doktrin penunjukan kembali
merupakan suatu
doktrin yang dapat digunakan
untuk menghindarkan
pemberlakuan kaidah atau sistem
hukum yang seharusnya berlaku
(lex causae) yang sudah
ditetapkan berdasarkan
prosedur hukum perdata
internasional secara normal dan
mengubah acuan kepada
suatu kaidah atau sistem hukum
yang lain, seperti contoh kaidah-
kaidah hukum
intern lex fori atau sistem hukum
lain selain lex causae .
Oleh karena itu, renvoi digunakan
sebagai alat bagi para hakim
untuk merekayasa
penentuan lex causae ke arah
sistem hukum yang dianggap
akan memberikan putusan
yang dianggapnya terbaik.
Sehingga sudah pasti dalam
proses renvoi, ada kaidah
hukum perdata internasional yang
dikesampingkan.
Dalam HPI Indonesia sendiri
telah terjadi pertentangan istilah
(Contraditio in Termins),
dengan kata lain seolah-olah
terdapat hukum perdata yang
berlaku di semua
negara padahal hukum perdata
tersebut (HPI) berlaku di
Indonesia.
doktrin penunjukan kembali
merupakan suatu
doktrin yang dapat digunakan
untuk menghindarkan
pemberlakuan kaidah atau sistem
hukum yang seharusnya berlaku
(lex causae) yang sudah
ditetapkan berdasarkan
prosedur hukum perdata
internasional secara normal dan
mengubah acuan kepada
suatu kaidah atau sistem hukum
yang lain, seperti contoh kaidah-
kaidah hukum
intern lex fori atau sistem hukum
lain selain lex causae .
Oleh karena itu, renvoi digunakan
sebagai alat bagi para hakim
untuk merekayasa
penentuan lex causae ke arah
sistem hukum yang dianggap
akan memberikan putusan
yang dianggapnya terbaik.
Sehingga sudah pasti dalam
proses renvoi, ada kaidah
hukum perdata internasional yang
dikesampingkan.
Dalam HPI Indonesia sendiri
telah terjadi pertentangan istilah
(Contraditio in Termins),
dengan kata lain seolah-olah
terdapat hukum perdata yang
berlaku di semua
negara padahal hukum perdata
tersebut (HPI) berlaku di
Indonesia.
doktrin penunjukan kembali
merupakan suatu
doktrin yang dapat digunakan
untuk menghindarkan
pemberlakuan kaidah atau sistem
hukum yang seharusnya berlaku
(lex causae) yang sudah
ditetapkan berdasarkan
prosedur hukum perdata
internasional secara normal dan
mengubah acuan kepada
suatu kaidah atau sistem hukum
yang lain, seperti contoh kaidah-
kaidah hukum
intern lex fori atau sistem hukum
lain selain lex causae .
Oleh karena itu, renvoi digunakan
sebagai alat bagi para hakim
untuk merekayasa
penentuan lex causae ke arah
sistem hukum yang dianggap
akan memberikan putusan
yang dianggapnya terbaik.
Sehingga sudah pasti dalam
proses renvoi, ada kaidah
hukum perdata internasional yang
dikesampingkan.
Dalam HPI Indonesia sendiri
telah terjadi pertentangan istilah
(Contraditio in Termins),
dengan kata lain seolah-olah
terdapat hukum perdata yang
berlaku di semua
negara padahal hukum perdata
tersebut (HPI) berlaku di
Indonesia.
doktrin penunjukan kembali
merupakan suatu
doktrin yang dapat digunakan
untuk menghindarkan
pemberlakuan kaidah atau sistem
hukum yang seharusnya berlaku
(lex causae) yang sudah
ditetapkan berdasarkan
prosedur hukum perdata
internasional secara normal dan
mengubah acuan kepada
suatu kaidah atau sistem hukum
yang lain, seperti contoh kaidah-
kaidah hukum
intern lex fori atau sistem hukum
lain selain lex causae .
Oleh karena itu, renvoi digunakan
sebagai alat bagi para hakim
untuk merekayasa
penentuan lex causae ke arah
sistem hukum yang dianggap
akan memberikan putusan
yang dianggapnya terbaik.
Sehingga sudah pasti dalam
proses renvoi, ada kaidah
hukum perdata internasional yang
dikesampingkan.
Dalam HPI Indonesia sendiri
telah terjadi pertentangan istilah
(Contraditio in Termins),
dengan kata lain seolah-olah
terdapat hukum perdata yang
berlaku di semua
negara padahal hukum perdata
tersebut (HPI) berlaku di Ind
mengembalikan lagi hal tersebut
kepada agama masing-masing.
Jadi, dapat kiranya
disimpulkan bahwa berdasarkan
peraturan perundang-undangan di
Indonesia
perkawinan sesama jenis tidak
dapat dilakukan karena menurut
hukum, perkawinan
adalah antara seorang pria dan
seorang wanita. Pada sisi lain,
hukum agama Islam
secara tegas melarang
perkawinan sesama jenis.
3. Kasus tersebut menggunakan
teori kualifikasi bertahap
Tahap Pertama; Berdasarkan
hukum Swiss hakim terlebih
dahulu menentukan kategori
hukum dari sekumpulan fakta
yang dihadapinya. Seandainya
Hukum Swiss
menganggap peristiwa tersebut
sebagai pewarisan, maka langgak
selanjutnya adalah
menetapkan Kaedah HPI apa dari
Hukum Swis yang harus
digunakan untuk
menetapkan lex Causae. Kaedah
HPI swis menetapkan bahwa
pewarisan harus diatur
oleh hukum dari tempat tinggal
terakhir pewaris tanpa
membedakan benda bergerak
dan tidak bergerak. Dengan
demikian berarti HPI Swis
menunjuk hukum Inggris.
Tahap Kedua; Berdasarkan
hukum Inggris hakim kemudian
menetapkan bagianbagian
dari harta peninggalan yang
dikatagorikan sebagai sebagai
benda bergerak atau tidak
bergerak. Setelah itu berdasarkan
kaedah hukum ingris hakim
menetapkan hukum apa
yang harus digunakan untuk
mengatur pewarisan tersebut.
Pada tahap ini hakim akan
dapat menjumpai untuk benda
bergerak pewarisan akan
dilakukan berdasarkan hukum
dari tempat pewaris berdomisili
pada saat meninggal ( hukum
Inggris ).Untuk benda-
benda tetap kaedah HPI inggris
menetapkan yang berlaku adalah
hukum dari tempat
dimana benda itu berada.
Seandainya Sipewaris
meninggalkan sebidang tanah di
Prancis maka tidak mustahil akan
dipergunakan hukum Prancis
untuk menga

Anda mungkin juga menyukai