Pertanyaan :
Hingga saat ini, tidak terdapat kesepakatan di antara para ahli hukum dari berbagai negara tentang apa
itu Hukum Perdata Internasional. Sebutkan beberapa istilah yang digunakan untuk Hukum Perdata
Internasional beserta artinya, dan apabila ada, kritik atas istilah-istilah tersebut.
Secara garis besar terdapat 4 pandangan mengenai luas bidang Hukum Perdata Internasional.Sebutkan
dan jelaskan masing-masing pandangan tersebut.Dari keempat pandangan tersebut, manakah yang
dianut oleh Indonesia?
Jelaskan pengertian Status Personal Orang dan aliran-aliran yang digunakan dalam menentukan status
personal seseorang berserta kelebihan dari masing-masing aliran tersebut.
Jelaskan mengenai pengertian Status Personal Badan Hukum dan prinsip-prinsip utama dalam
menentukan hukum yang berlaku bagi badan hukum.
Jawaban :
Yang dimaksud dengan “internasional” adalah karena dalam hubungan/peristiwa hukum tersebut
mengandung unsur asingnya (Foreign Element).Pada umumnya aturan perdata internasional di
Indonesia diatur dalam Algemene Bepalingen (AB). Menyangkut pengertian Hukum Perdata
Internasional terdapat 2 (dua) macam aliran :
1. Internasionalitas : harus ada hukum perdata yang berlaku di seluruh dunia/ beberapa negara.
2. Nasionalitas : di setiap negara mempunyai hukum perdata internasional masing-masing. Artinya :
setiap negara mempunyai peraturan masing-masing terhadap perbuatan perdata yang mengandung
unsur asing.
Beberapa pengertian Hukum Perdata Internasional menurut para ahli hukum
1. Van Brakel : hukum nasional yang khusus diperuntukkan bagi perkara-perkara internasional.
2. Cheshire : dalam bukunya “Private International Law” mengatakan bahwa cabang dari hukum Inggris
yang dikenal sebagai Hukum Perdata Internasional mulai bekerja apabila badan pengadilan dihadapkan
dengan gugatan hukum yang mempunyai unsur asing (Foreign Element).
3. Sudargo Gautama : keseluruhan peraturan dan kekhususan hukum yang menunjuk stelsel hukum
manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa
antara warga-warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian-pertalian dengan
stelsel-stelsel dengan kaidah-kaidah hukum 2 (dua) atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan,
kuasa tempat, pribadi dan soal-soal.
Dalam Hukum Perdata Internasional Indonesia telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio In
Terminis). Maksudnya bahwa adanya kata “internasional” menunjuk seolah-olah ada hukum perdata
yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Indonesia.
1. Aliran yang paling sempit dianut oleh Jerman dan Belanda yaitu mencakup Techtstoepassingrecht :
hukum yang berlaku untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mengandung unsur asing. Dengan
demikian aliran sempit ini berbicara mengenai “Choice of Law”.
2. Mengatakan bahwa luas bidang HPI : mengenai hakim mana yang harus menyelesaikan masalah yang
memuat unsur asing setelah itu baru dipermasalahkan hukum apa yang diberlakukan terhadap masalah
tersebut. Oleh karenanya pada paham atau aliran ini memuat “Choice of Law” dan “Choice of
Yuridiction”.Paham kedua ini dianut oleh negara-negara Anglo Saxon.
3. Luas bidang HPI meliputi : hakim mana yang harus menyelesaikan masalah, hukum apa yang
digunakan dan status/ kedudukan orang asing tersebut. Aliran ini dianut oleh Italia dan Spanyol.
4. Luas bidang HPI meliputi : hakim mana yang harus menyelesaikan masalah, hukum apa yang
digunakan, status/ kedudukan orang asing tersebut dan kewarganegaraan. Aliran ini dianut oleh
Perancis.
Apabila dilihat dari ruang lingkup HPI tersebut maka masalah-masalah pokok yang dihadapi oleh HPI
yaitu : Pertama, mengenai “Choice of Law” untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mengandung
unsur asing (foreign element). Sedangkan masalah Kedua, mengenai “Choice of Yuridiction” untuk
menyelesaikan masalah yang mengandung unsur asing.Ketiga, sejauh mana keputusan hakim dari suatu
negara diakui mengenai hak dan kewajiban yang timbul dari keputusan tersebut.
Dengan adanya perkembangan ekonomi global banyak orang-orang asing yang menanamkan modalnya
di Indonesia termasuk mereka yang mengadakan “Joint Venture” perlu dipertanyakan hukum apa yang
mengatur mengenai hak dan kewajiban badan hukum yang mengandung unsur asing. Untuk
menentukan badan hukum yang mempunyai SP berlaku beberapa macam asas yaitu :
1. Prinsip kewarganegaraan/ domisili dari sebagian besar pemegang sahamnya; Asas ini merupakan asas
tertua di dalam menentukan hak dan kewajiban badan hukum yang mengandung unsur asing.
Kelemahan dari asas ini muncul apabila kewarganegaraan dari berbagai warga negara asing;
2. Asas Centre of Administration/ of Bussiness : bahwa untuk menentukan status dan wewenang suatu
badan hukum mengikuti hukum di mana pusat dari administrasi badan hukum tersebut terletak;
3. Asas Place of Incorporation : untuk menentukan status dan kewenangan yuridis suatu badan hukum
ditentukan berdasarkan hukum dari tempat/ negara di mana badan hukum tersebut didirikan secara
sah. Asas ini dianut oleh Indonesia;
4. Asas Central of Eksplotation : untuk menentukan status dan wewenang yuridis badan hukum harus
ditentukan berdasarkan tempat/ negara di mana perusahaan tersebut memusatkan kegiatan eksploitasi
atau memproduksi barang-barangnya. Di dalam penerapan Asas Central of Eksplotation akan mengalami
kesulitan apabila perusahaan tersebut mempunyai cabang yang tersebar di mana-mana.
Menurut S. Gautama mengenai SP ini, terhadap WNI yang di luar negeri diberlakukan hukum Indonesia,
akan tetapi terhadap WNA di Indonesia, meskipun berdasarkan Pasal 16 AB mengenai status
personalnya harus diberlakukan hukum nasionalnya, namun apabila orang asing tersebut telah berada di
Indonesia lebih dari 2 (dua) tahun, sebaiknya bagi WNA tersebut, untuk status personalnya diberlakukan
hukum domisili (Hukum Indonesia).
Menentukan hukum yang mengatur organisasi intern dan hubungan-hubungan hukum dengan pihak
ketiga
Menentukan hak-hak dan kewenangan dari sejak ’lahir’ 9diciptakan/berdiri) hingga ’meninggal’
(berhentinya sebagai badan hukum setelah dilikuidasi)
Asas ini beranggapan bahwa status badan hukum ditentukan berdasarkan hukum dari tempat di mana
mayoritas pemegang sahamnya menjadi warga negara (lex patriae) atau berdomisili (lex domicili).
Asas ini dianggap sudah ketinggalan zaman karena kesulitan untuk menetapkan kewarganegaraan atau
domisili dari mayoritas pemegang saham, terutama jika komposisi kewarganegaraan atau domisili itu
ternyata beraneka ragam.
Status dan kewenangan yuridik suatu badan hukum harus tunduk pada kaidah-kaidah hukum dari
tempat yang merupakan pusat kegiatan administrasi badan hukum tersebut.
Teori ini akan mengalami kesulitan jika dihadapkan pada perusahaan-perusahaan multinasional,
terutama jika perusahaan induknya mengalami persoalan hukum yang berkaitan dengan eksistensi
yuridisnya (pailit, merger, akuisisi, dsb.)
Dalam Konvensi Den Haag 1951, prinsip inkorporasi yang pertama-tama dikemukakan walaupun harus
diakui bahwa sesuatunya bersifat kompromissoir, mengingat juga prinsip central office diberikan tempat
yang layak.
Di Indonesia, menurut pasal 3 UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menentukan
bahwa perusahaan-perusahaan yang hendak terhitung dalam kategori-kategori perusahaan-perusahaan
di bawah UU tersebut haruslah suatu perusahaan yang seluruhnya atau sebagian terbesar beroperasi di
Indonesia sebagai suatu ‘independent business unit’ yang harus merupakan badan hukum menurut
hukun Indonesia dan mempunyai domisili, tempat kedudukannya di Indonesia.
Terimaksih !