Anda di halaman 1dari 13

AKAD

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kajian Kitab HES”

Dosen Pengampu:
Dr. Umi Chaidaroh, SH. MHI

Disusun oleh:
1. Margrit Manggardinar Murayna (C72218077)
2. Risky Maulana (C72218095)
3. Asrul Zakaria (C92218116)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN


HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah kajian kitab.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan tak lepas dari bantuan
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 12 Maret 2021

Tim makalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Pengertian Akad..............................................................................................................3
B. Dasar Hukum Akad........................................................................................................4
C. Syarat-syarat Akad.........................................................................................................5
D. Rukun-rukun Akad........................................................................................................6
BAB 3 PENUTUP .....................................................................................................
SIMPULAN ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubunga n
dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia
tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang
lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi
kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban
keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan
dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan
proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah
fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah. karena itu ia merupakan
kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam
sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang
cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat
digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan
spesifikasi kebutuhan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang
pembagian atau macam-macam akad secara spesifik, akan dijelaskan teori
akad secara umum yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk
melakukan akad-akad lainnya secara khusus. Maka dari itu, dalam makalah
ini kami akan mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang
terkait dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita
sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Akad?
2. Apa Dasar Hukum Akad?
3. Apa Saja syarat-syarat Akad?

1
4. Apa Saja rukun-rukun Akad?
5. Hal-hal Yang Berhubungan Dengan Akad?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Tentang pengertian Akad
2. Mengetahui Tentang Dasar Hukum Akad
3. Mengetahui Tentang syarat-syarat Akad
4. Mengetahui Tentang rukun-rukun Akad
5. Mengetahui Hal-hal Yang Berhubungan Dengan Akad

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
Pengertian akad secara etimologi, antara lain berarti ikatan antara dua
perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi
1
maupun dua segi. Akad dalam bahasa Arab artinya ikatan (atau penguat dan
ikatan) antara ujung-ujung sesuatu, baik ikatan nyata maupun maknawi, dari
2
satu segi maupun dua segi.
Secara terminologi, akad yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Ibn Abidin, akad adalah perikataan yang ditetapkan dengan ijab dan
qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.
2. Menurut Al-Kamal Ibnu Humam, akad adalah hubungan ucapan salah
seorang melakukan akad kepada yang lainnya sesuai syara` pada segi yang tampak dan
berdampak pada objeknya.
3. Menurut Syamsul Anwar, akad adalah pertemuan ijab dan qabul sebagai
pernyataan kedua belah pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hokum pada objeknya
4. Menurut UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara,
akad adalah perjajian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
5. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, akad adalah kesepakatan
dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau tidak
3
melakukan perbuatan hukum tertentu.
Dalam fiqh muamalah, perikatan dan perjanjian bisa disebut juga dengan
akad. Kata akad berasal dari bahasa arab yakni al-aqd yang jika jama’ menjadi
al’uqud yang memiliki arti yakni:

1
Mardani, “Hukum Sistem Ekonomi Islam”, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), Cet. 1, 143
2 Wahbah az-Zuhaili Al-Fiqh Islamy wa Adillatuh Juz IV, (Damaskus Dar Al -Fikr, 1986) hlm80
3 Ibid, 144

3
1. Mengikat, yaitu mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya
dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi
sepotong benda.
2. Sambungan
3. Janji
Dalam hal ini, bahwa pengertian maupun pelaksanaan
akad tidak lepas dari
4 sebuah perjanjian, persetujuan, dan perikatan.

B. Dasar Hukum Akad


Dasar hukum akad antara lain:
1. Qs. Al- Isra’ (17): 34:

َ َْ ْ ِ‫ا ا‬ َ ُ ٰLّٰ ُ
َ َ ْ َ َِ ِ ْ َ َ َ َ
ۖٗ
‫وَل تقرُبوا ما َل‬ ‫اليِتْيم اَل بالِتي‬ ِ‫هي احْ سن حتى يْبلَغ‬

َ ُ‫ا‬
َ ُ ْ ۖٗ ِ‫ْ ا‬ َ
‫مس‬
ْ ‫كان‬
َ ‫اشده واوفوا بالعهِد ان العهَد‬
‫ـول‬

َ ِ َ َ َُٔ
ْْ ْ ْ ْ

”Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji;
5
sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya.”
2. Qs. Al-Maidah (5): 1:

ٰٓGَّٰٰٓ ٰ ُ َُ ْ ُۗ ُ‫ْا‬ َُ ُْْ ِ


ُLُّ ‫يايها‬ ِ ‫الذِي َْن ّٰـآمٰٓنوا اوفوا بالعقود‬ ‫اِحلت لكم بهيْمة اَلنعام اَل‬

ْْ ْ ُْ ْGَْ ِ

َ َ ِ ِ َ َ
ٰ ُْ ِۗ
ْ
َُ ُ
َ ِ‫ا‬

َ َ ْ َُ ‫ا‬ َ ُْ ََ َُ
‫ما‬ ُ ْ‫ـّٰلل يح‬L‫يتلى عليْكم غَيْر م ِِحلى الصيْ دِ وانتم حرم ان ٰا‬
‫كم ما‬

ُ‫يِر ْي ُد‬
Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).
6 Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.
4
Bab ll kajian pustaka, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
5
Qs. Al-Isra’ (17): 34
6
Qs. Al-Maidah (5): 1

4
C. Syarat-syarat Akad
7
Adapun syarat-syarat akad yang disepakati para fuqaha’ yakni antara lain:
1. Aqil. Menurut jumhur ulama’, orang yang melakukan akad harus orang yang
berakal dan baligh. Jika orang yang melakukan akad belum berakal dan baligh, maka jual
belinya menjadi tidak sah.
2. Orang yang berakad bukan orang yang sama. Maksudnya satu orang yang
melakukan akad tidak boleh menjadikan dirinya sebagai penjual dan pembeli sekaligus

D. Unsur-unsur Akad
Adapun unsur akad yaitu sebagai berikut:
1. Para pihak yang membuat akad (‘aqidain) Para pihak yang membuat atau
disebut juga dengan subjek akad (subjek hukum). Subjek akad, dapat berbentuk perorangan
8
dan dapat juga berbentuk badan hukum. Adapun syarat subjek akad tersebut, yaitu:
a. Seseorang yang mukallaf, yaitu orang yang memiliki kedudukan tertentu
sehingga dia dibebani kewajiban-kawajiban tertentu. Patokan dalam penentuan mukallaf
adalah baligh dan aqil. Kegunaan dan penentuan mukallaf ini adalah sebagai dasar
pembebanan kewajiban.
b. Badan hukum. Yang dimaksud dengan badan hukum suatu persekutuan yang
dibentuk berdasarkan hukum dan memiliki tanggung jawab kehartaan yang terpisah dari
pendirinya.
Tanpa ada kedua pihak, tidak akan terjadi akad. Salah satu atau keduanya
bisa original untuk dirinya sendiri bisa juga wakil dari orang lain. Yang menjadi
obyek akad adalah sesuatu yang di dalamnya ditetapkan implikasi akad dan
hukumnya, seperti barang yang dijual-belikan dalam akad jual-beli, utang yang
dijamin dalam akad kafâlah, dsb. Lalu îjâb adalah ungkapan salah satu pihak yang
berakad akan ketegasan keinginannya untuk melangsungkan akad. Misal,
ungkapan aku jual atau aku beli). Adapun qabûl adalah ungkapan dari pihak

7 Muhammad Yazid, fiqh muamalah EKONOMI ISLAM, (Surabaya: imtiyaz, 2017), Cet 1, 17
8 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), Cet. 1, 146

5
kedua setelah ungkapan ijab, yang mengungkapkan persetujuan dia atasnya.
Ijab dan qabul itu bisa dilakukan secara lisan, tulisan atau dengan sarana lain
9
yang bisa menunjukkan dengan jelas keinginan kedua pihak.
2. Pernyataan kehendak para pihak (shighat `aqd) Shighat akad atau ijab Kabul
(serah terima), yaitu perkataan yang menunjukkan kepada kedua belah pihak. Syarat shighat
10
`aqd diantaranya, yaitu:
a. Jala`ul ma`na (dinyatakan dengan ungkapan yang jelas dan pasti
maknanya), sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.
b. Tawafuq/tathabuq bainal ijab wal Kabul (persesuaian antara ijab dan
Kabul)
c. Jazmul iradataini (ijab dan Kabul mencerminkan kehendak masingmasing
pihak secara pasti, mantap) tidak menunjukkan adanya unsur keraguan dan paksaan.
d. Ittishad al-kabul bil-hijab, di mana kedua belah pihak dapat hadir dalam
suatu majlis.
11
3. Objek akad (mahallul `aqd). Syarat objek akad, yaitu:
a. Halal menurut syara`
b. Bermanfaat
c. Dimiliki sendiri atau atas kuasa pemilik
d. Dapat diserah terimakan (benda dalam kekuasaan)
e. Dengan harga jelas
4. Tujuan akad (maudhu` al-`aqd)
Syarat akad atau maudhu'u 'aqd atau dalam istilah hukum perjanjian disebut
"Prestasi". Tujuan ini sesuai dengan jenis akadnya, seperti tujuan dalam jual
beli (buyu'/ba'i) ialah menyerahkan barang dari penjual kepada pembeli
dengan ganti bayaran (iwadh), dalam hibah ialah menyerahkan barang

9 https://tsaqofah.id/al-aqd-akadkontrak/, Al-‘Aqd (Akad/Kontrak), agustus 2017

10 Ibid, 147
11 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), Cet. 1, 147

6
kepada penerima hibah (mauhub) tanpa ganti (iwadh) dan pada akad sewa
12
(ijarah) ialah memberikan manfaat dengan ganti (iwadh).
Akad statusnya batil jika tidak memenuhi ketentuan syariah tentang
akadnya sendiri atau rukunnya, yaitu: jika salah satu rukunnya kosong, atau
tidak memenuhi ketentuan shighât, atau tidak terpenuhi syarat in‘iqâd atau
syarat khususnya, atau akadnya sendiri dilarang, atau ada gharar yang
menyebabkan batil. Misal: jika salah satu ’âqid tidak layak melangsungka n
akad; atau shighât jual-beli menggantung; atau tidak adanya serah-terima
barang yang dibeli atau yang diagunkan; atau jual-beli barang yang bukan
atau belum dimiliki; atau barang yang dijual majhûl seperti jual-beli ikan yang
masih di dalam air, dsb. Akad yang batil hakikatnya secara syar‘i tidak
terjadi. Karena itu, semua implikasi hukumnya juga tidak ada (tidak berlaku)
di dalam sesuatu yang menjadi obyeknya. Dalam jual-beli yang batil tidak ada
pemindahan kepemilikan di antara penjual dan pembali. Artinya, pembeli
tidak memiliki barang yang dibeli dan penjual tidak memiliki harga yang ia
terima. Akad yang batil haram dilanjutkan. Akad itu harus dikembalikan lagi
13
ke keadaan awal sebelum akad.
Adapun akad yang fasad adalah akad yang diciderai oleh syarat dan sifat
yang bertentangan dengan syariat. Seperti terjadinya ghabn fakhisy (mark up
harga) dalam akad jual beli, maka akadnya tetap sah, dan bisa dilanjutka n,
jika sifat ghabn fakhisy tersebut dihilangkan, atau pihak yang merasa ditipu
14
tidak merasa keberatan dengan penipuan harga yang menimpanya.

12 Ibid,
13 https://tsaqofah.id/al-aqd-akadkontrak/ , Al-‘Aqd (Akad/Kontrak), agustus 2017
14 https://tsaqofah.id/al-aqd-akadkontrak/ , Al-‘Aqd (Akad/Kontrak), agustus 2017

7
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian akad secara etimologi, antara lain berarti ikatan antara dua
perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi
maupun dua segi. Dasar Hukum Akad terdapat dalam QS. Al-Isra ayat 34, Al-
Maidah ayat 1. Syarat-syarat akad yaitu aqil dan orang yang berakad bukan orang
yang sama. Unsur-unsur akad ada para pihak yang membuat akad (‘aqidain),
Pernyataan kehendak para pihak (shighat `aqd) Shighat akad atau ijab Kabul
(serah terima), Objek Akad dan Tujuan Akad.
.

8
DAFTAR PUSTAKA

Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh Islamy wa Adillatuh Juz IV, (Damaskus: Dar


Al-Fikr,1986),

Mardani. “Hukum Sistem Ekonomi Islam”. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2015.

Yazid, Muhammad. “fiqh muamalah EKONOMI ISLAM”. SURABAYA:


imtiyaz, 2017.

Bab ll kajian pustaka, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

https://tsaqofah.id/al-aqd-akadkontrak/, Al-‘Aqd (Akad/Kontrak), agustus 2017

Anda mungkin juga menyukai