Anda di halaman 1dari 21

KETERLAMBATAN PEMBERITAHUAN ATAS PENGAMBILAN SAHAM

(AKUISISI) SEBAGAI BENTUK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT


PT. HD FINANCE OLEH PT. TIARA MARGA TRAKINDO (STUDI KAUSU
PUTUSAN PERKARA NOMOR 07/KPPU-M/2014)

Di Susun Oleh :
LORENZO BORNELISTO
NPM 1412011209
BAGIAN HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2017


A. LATAR BELAKANG MASALAH

Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar


perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu
mengembangkan strategi dan menciptakan inovasi-inovasi baru
untuk mempertahankan eksistensinya di pasar perdagangan.
Akuisisi merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat
mengembangkan kegiatan usaha. Dalam pengelolaan perusahaan
beberapa pilihan strategi yang umum dilakukan oleh pelaku usaha
untuk mengembangkan perusahaannya, di antaranya dengan
melibatkan partisipasi unsur-unsur yang ada di luar perusahaan,
antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan
saham (akuisisi), Peleburan (konsolidasi).

Di antara berbagai pilihan tersebut salah satu strategi yang


paling sering dilakukan oleh pelaku usaha adalah pengambilalihan
saham atau yang sering disebut akuisisi. Salah satu alasan suatu
perusahaan melakukan akuisisi meningkatkan efisiensi dan
produktifitas suatu kegiatan perusahaan.

Akuisisi dapat meningkatkan harga saham karena dengan


melakukan akuisisi perusahaan lain, terbuka kemungkinan untuk
memperbaiki kondisi keuangan suatu perusahaan dan menjadikan
saham dalam suatu perusahaan meningkat 1 . Akuisisi disadari
ataupun tidak akan mempengaruhi persaingan antar pelaku usaha
di dalam pasar yang bersangkutan dan membawa dampak kepada
konsumen dan masyarakat. Akuisisi yang berakibat nilai aset
melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan kepada komisi

1 Mustafa Kamal Rokan, 2009, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan Praktiknya Di Indonesia, Raja
Grafindo Persada, Jakarta Utara, hlm. 78
selambat-lambanya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dilakukannya
akuisisi.

Mengenai nilai aset melebihi jumlah tertentu diatur lebih


lanjut lagi di dalam PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan
atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pasal 5 ayat
(2). Pasal 5 ayat (2) memberikan penjelasan yakni
Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas;

a) Nilai aset sebesar Rp.2.500.000.000.000,- (dua triliun lima ratus


miliar rupiah); dan/atau
b) Nilai penjualan sebesar Rp. 5.000.000.000,-(lima triliun rupiah)

Tujuan pemberitahuan mengenai akuisisi kepada komisi


yaitu guna memberikan transparansi kepada pelaku usaha.
Larangan mengenai akuisisi yang dapat menimbulkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, diatur di dalam
Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut
UU No.5 Tahun 1999), sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat
(2). 2 Lihat Pasal 5 ayat (2) PP No.57 Tahun 2010 3 Pasal 28 ayat
(2) UU Anti Monopoli memberikan Larangan mengenai akuisisi
sebagai berikut :

“Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham


perusahan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat”. 3 Kewajiban melakukan pemberitahuan akuisisi diatur di
dalam UndangUndang No. 5 Tahun 1999, Pasal 29 ayat (1) yang
berbunyi : Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau
pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi
jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada komisi, selambat-
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan,
atau pengambilalihan tersebut.4 Namun fakta yang ada tidak
semua perusahaan yang melakukan akuisisi, melaporkan kepada
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Banyak perusahaan-perusahaan yang tidak melaporkan


telah melakukan akuisisi kepada KPPU atau terlambat melakukan
pemberitahuan jika perusahaan tersebut telah melakukan akuisisi
perusahaan lain kepada KPPU. Akibat dari tidak adanya
pemberitahuan atau akibat dari keterlambatan melakukan
pemberitahuan akuisisi lebih dari waktu yang ditentukan di dalam
peraturan perundang-undangan maupun peraturan pemerintah
kepada KPPU, perusahaan yang tidak melaporkan ataupun
melakukan keterlambatan pemberitahuan jika perusahaan tersebut
telah melakukan akuisisi, dilaporakan kepada KPPU tentang
dugaan adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Dari adanya laporan tentang adanya 3 Lihat Pasal 28 ayat (2) UU
No. 5 Tahun 1999 4 Lihat Pasal 29 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 5
KPPU, 2014, Terbukti Terlambat Melapor, KPPU Menghukum PT
PT. TIARA MARGA TRAKINDO atas dugaan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan suatu perusahaan,
maka untuk selanjutnya komisi akan melakukan penyelidikan lebih
lanjut terhadap laporan tersebut. Salah satu perusahaan yang
melakukan akuisisi adalah PT. TIARA MARGA TRAKINDO yang
mengambil alih saham milik PT. HD FINANCE yang merupakan
salah satu perusahaan pembiayaan konsumen penyedia jasa
layanan kendaraan terbesar di Indonesia.
PT HD Finance Tbk. (HD Finance), perusahaan pembiayaan
kendaraan bermotor, melakukan pergantian nama dan logo baru
menjadi Radana Finance. Terhitung sejak 9 Juni 2014, PT HD
Finance Tbk. Telah resmi berganti nama menjadi PT Radana
Bhaskara Finance Tbk. (Radana Finance) berdasarkan SK
Menkumham nomor AHU- 6301.AH.01.02. Tahun 2014 tanggal 9
Juni 2014.Perubahan nama ini merupakan kelanjutan dari proses
akuisisi sebagian besar saham HD Finance oleh PT Tiara
MargaTrakindo (TMT) pada Maret 2013 lalu, dimana TMT saat ini
merupakan pemegang saham pengendali dan pemegang saham
utama dengan komposisi kepemilikan saham sebesar 55,81%.

.Pada tanggal 8 Maret 2013, PT. TIARA MARGA TRAKINDO


(TMT) melakukan akuisisi sebesar 693.000.000 atau setara 45%
saham milik PT. HD FINANACE. Peleburan, penggabungan dan
pengambilalihan saham suatu badan usaha yang berakibat nilai
aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib
diberitahukan secara tertulis kepada KPPU paling lama 30 hari
kerja sejak tanggal berlaku secara yuridis akuisisi tersebut. Nilai
aset gabungan dan nilai penjualan gabungan akibat akuisisi PT. HD
FINANCE oleh PT. TMT adalah sebagai berikut:

a. Nilai aset gabungan PT MHD FINANCE dan PT TMT sebesar Rp


30.891.691.813.936 (tiga puluh triliun delapan ratus sembilan puluh
satu miliar enam ratus sembilan puluh satu juta delapan ratus tiga
belas ribu Sembilan ratus tiga puluh enam rupiah);

b. Nilai penjualan gabungan PT MHD FINANCE dan PT TMT


sebesar 25.518.222.785.456 (dua puluh lima triliun lima ratus
delapan belas miliar dua ratus dua puluh dua juta tujuh ratus
delapan puluh lima ribu empat ratus lima puluh enam rupiah);
Akuisisi PT MHD FINANCE oleh PT TMT mengakibatkan
nilai aset yang melebihi ketentuan yang telah ditetapkan KPPU
mengenai kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham,
sehingga PT. TMT wajib melakukan pemberitahuan tentang adanya
akuisisi kepada KPPU paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal
berlaku secara yuridis akuisisi tersebut. 7 Putusan KPPU No.
09/KPPU-L/2012 6 Adanya keterlambatan tentang pemberitahuan
akuisisi PT. Austindo Nusantara Jaya Rent oleh PT. TMT kepada
KPPU PT. TMT yaitu selama 32 (tiga puluh dua) hari maka PT. TMT
harus mendapat sanksi dari KPPU dengan membayar denda
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) yang tertuang di
dalam putusan KPPU Nomor 07/KPPU-M/2014 karena terbukti
secara sah melanggar Pasal 29 UU No.5 Tahun 1999 mengenai
peleburan, penggabungan, dan pemberitahuan pengambilalihan
saham kepada KPPU.

Penjatuhan sanksi oleh KPPU kepada perusahaan yang


melakukan pelanggaran diharapkan dapat memberikan efek jera
bagi perusahaan yang telah melakukan pelanggaran dan sebagai
pembelajaran bagi perusahaan lainnya untuk lebih memerhatikan
dan menaati aturan terkait pengambilalihan saham perusahaan.
Terkait kelalaian memenuhi kewajiban melakukan pemberitahuan
pengambilalihan saham, selain memberikan dampak bagi pesaing
dan konsumen, dampak negatif juga dirasakan pelaku usaha yang
melakukan pengambilalihan saham, jika ternyata pengambilalihan
saham yang dilakukan dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Melihat fakta
sebagaimana yang tertera di atas menimbulkan kekhawatiran jika
pelanggaran terhadap Pasal 29 UU Anti Monopoli terjadi secara
terus-menerus akan membuka kemungkinan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan
oleh pengambilalihan saham perusahaan dan memberikan
kerugian tersendiri bagi pelaku usaha yang melakukan
pengambilalihan saham.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah yang telah di uraikan


sebelumnya , dapat dirumuskan permasalahan yaitu;

1. Bagaimanakah efektivitas dan efisiensi pengaturan kewajiban


pewmberitahuan pengambilan saham dalam hukum persaingan
usaha di Indonesia?
2. Bagaimanakah tata cara dan ketentuan dalam hukum persaingan
usaha di Indonesia mengatur kewajiban pewmberitahuan
pengambilan saham kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dalam kasus keterlambatan pemberitahuan pengambilan
saham PT.HD FINANCE oleh PT.TIARA MARGA TRAKINDO?

C. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana KPPU menentukan tindakan


pengambilalihan perusahaan yang wajib untuk diberitahukan
dan konsekuensi yang timbul bila hal tersebut dilanggar.
2. Mengetahui penerapan sanksi administratif atas pelanggaran
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
berhubungan dengan keterlambatan PT. Tiara Marga Trakindo
menyampaikan pemberitahuan akan adanya pengambilalihan
saham dari PT. HD Finance sesuai putusan KPPU No.
07/KPPU-M/2014
Manfaat yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian dan penulisan makalah hukum ini diharapkan


dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai bahan untuk
mengembangkan hukum persaingan usaha di Indonesia yaitu
memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan
konspirasi yang cenderung mengurangin dan/atau
menghilangkan persaingan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penulisan makalah hokum ini diharapkan dapat


memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, berupa
konsep pemikiran dan pemahaman yang bermanfaat terhadap
adanya proses pengambilan saham (akuisisi) saham dalam
kaitannya dengan persangan usaha tidak sehat, lalu perushaan
tersebut wajib melakukan pemberitahuan pengambilan saham
(akuisisi) kepada KPPU. Agar dikudian hari apabila diketemukan
permasalahan-permasalahan pada praktek hukumnya yang
berkaitan dengan makalah ini , maka hasil pembuatan makalah
hukum ini dapat menjadi salah satu acuan kepustakaan untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan teresbut. Selain itu
hasil penulisan makalah ini diharapkan juga dapat memperkaya
dan menjadi sarana untuk mengembangkan keilmuan di bidang
hukum persaingan usaha.

D. PEMBAHASAN.

Dampak tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan


diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sebelum Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 berlaku, setiap perbuatan-perbuatan yang
bersifat anti persaingan dikualifikasi sebagai tindak pidana.
Pengaturannya didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 382
bis KUHPidana. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 muncul dalam
kondisi krisis moneter yang sedang melanda Indonesia. Akibat krisis
moneter tersebut, kondisi perekonomian Indonesia saat itu betul-betul
terpuruk. Ketika krisis moneter muncul yang menggoncangkan roda
pemerintahan dan sistem perekonomian, inflasi meningkat, pemerintahan
kesulitan di sektor keuangan, maka untuk mengatasinya pemerintah
mencari sumber dana lain untuk menghidupi perekonomian dan
pemerintahannya. Hampir semua lembaga keuangan dunia dilobi agar
bisa mengucurkan dananya ke Indonesia.2International Monetary Fund
(IMF)3 mau mengucurkan dana pinjaman dengan berbagai persyaratan
yang salah satunya diadakan atau dibuatnya undang-undang
antimonopoli. Namun, jauh sebelum itu tuntutan agar Indonesia memiliki
Undang-Undang Antimonopoli sudah ada. Tuntutan agar Indonesia
mempunyai undang-undang antimonopoli itu untuk pertama kalinya
muncul pada tahun 1990 sebagai bagian perdebatan tindakan kebijakan
antimonopoli di Indonesia, tetapi tuntutan itu tampaknya sulit untuk
diwujudkan karena tidak didukung oleh political will dari pemerintah pada
masa orde baru saat itu.

Praktik monopoli pertama kali terjadi pada tanggal 20 Maret 1602,yaitu


pada saat Pemerintah Belanda memberikan hak (octrooi) untuk
berdagang sendiri (monopoli) pada VOC di wilayah Indonesia. 411Cara
VOC melakukan praktik monopoli perdagangan di Indonesia seperti
melakukan pelayaran hongi, ekstirpasi, verplichte leverantien atau
penyerahan wajib, dan menerapakan contingenten. Tindakan
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan memiliki tujuan yang
utama untuk meningkatkan sinergi perusahaan, menciptakan diversifikasi
produk, kesempatan bagi

Tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan memiliki


tujuan yang utama untuk meningkatkan sinergi perusahaan, menciptakan
diversifikasi produk, kesempatan bagi perusahaan untuk mengadakan alih
teknologi, atas dasar pertimbangan pajak, memperluas pangsa pasar,
meningkatkan prestige perusahaan, dan sebagai alat investasi. Tindakan
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dapat dilakukan antara
perusahaan yang bergerak dalam lini bisnis yang sama, perusahaan yang
berada dalam satu mata rantai produksi, atau antara perusahaan yang
tidak berkaitan sama sekali. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
mengatur penggabungan, peleburan dan pengambilalihan secara rule of
reason,artinya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tidak
dilarang apabila tidak mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
terjadi jika badan usaha hasil penggabungan, peleburan dan

2 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat di Indonesia, cet. 1, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 101

3 Organisasi internasional yang bertanggung jawab dalam mengatur sistem finansial dan
menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya yang mengalami kesulitan untuk membantu
masalah keseimbangan neracankeuangan masing-masing negara

4 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di
Indonesia, cet. 2, ed. 1, (Surabaya: Penerbit Bayumedia, 2007), hlm. 10.
pengambilalihan diduga melakukan perjanjian yang dilarang, kegiatan
yang dilarang dan/atau penyalahgunaan posisi dominan.

Praktik monopoli dirumuskan sebagai pemusatan kekuatan ekonomi


oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.5Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
juga memberikan arti kepada “persaingan usaha tidak sehat” sebagai
suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan
cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha (vide Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999). Dalam literatur ilmu hukum anti monopoli, biasanya
yang diartikan anti persaingan sehat adalah dampak negatif tindakan
tertentu terhadap6:

1.Harga barang dan/atau jasa


2.Kualitas barang dan/atau jasa
3.Kuantitas barang dan/atau jasa

KPPU berwenang mempelajari dan menilai transaksi


penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang berpotensi
menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Oleh
karena itu, pelaku usaha wajib melakukan pemberitahuan terkait tindakan
penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan yang berakibat nilai aset
dan/atau nilai penjualan melebihi batasan nilai yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
berlaku efektif secara yuridis. Dalam hal pelaku usaha tidak
menyampaikan pemberitahuan sesuai waktu yang ditentukan maka
dijatuhkan denda administratif sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dan secara keseluruhan paling
tinggi Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). 7

5 Indonesia, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU
No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Pasal 1 angka 2.

6 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat, cet. 1, (Bandung:PT.
Citra Aditya Bakti, 1999),hlm. 5

7 KPPU, Peraturan Tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan


Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan, Perkom No.
4 Tahun 2012, Pasal 12.
Pengaturan besaran denda inilah yang akan PENULIS kritisi
dengan melakukan studi kasus terhadap pengambilalihan saham PT HD
Finance oleh PT Tiara Marga Trakindo. PT Tiara Marga Trakindo
(selanjutnya disebut “Terlapor”) diduga melanggar Pasal 29 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010. Kronologis pengambilalihan saham PT
HD Finance oleh PT Tiara Marga Trakindo adalah sebagai berikut 8:

1. Sebelum melakukan proses pengambilalihan saham PT HD Finance,


pada tanggal 14 Januari 2013 Terlapor terlebih dulu melaksanakan
konsultasi terkait rencana pengambilalihan saham perusahaan PT HD
Finance Tbk.
2. KPPU mengeluarkan Pendapat terhadap Konsultasi terkait Rencana
Pengambilalihan Saham Perusahaan PT HD Finance Tbk pada tanggal 27
Februari 2013.
3. Tepat pada tanggal 8 Maret 2013 Terlapor melakukan pengambilalihan
saham terhadap 693.000.000 saham atau setara dengan 45% saham PT
HD Finance Tbk dari PT HD Corpora dan Wealth Paradise Holdings
Limited.
4 .Setelah melakukan pengambilalihan saham perusahaan PT HD
Finance Tbk, Terlapor membuat pengumuman pengambilalihan 45%
saham PT HD Finance Tbk di Surat Kabar Bisnis Indonesia pada tanggal
11 Maret 2013.
5. Terlapor menyampaikan pemberitahuan kepada Otoritas Jasa
Keuangan terkait
Pengumuman Keterbukaan Informasi Pengambilalihan Saham PT HD
Finance Tbk pada tanggal 11 Maret 2013 dan pada tanggal tersebut
pengambilalihan saham PT HD Finance Tbk oleh Terlapor berlaku efektif
secara yuridis.
6. Pada tanggal 13 April sampai dengan 12 Mei 2013, Terlapor melakukan
penawaran tender (tender offer). Hasil pelaksanaan tender offer tersebut
Terlapor memperoleh 172.571.500 saham atau setara dengan 11,21%
saham PT HD Finance Tbk.
7. Sesudah melakukan tender offer Terlapor melakukan pemberitahuan
kepada Otoritas Jasa Keuangan terkait Laporan Hasil Penawaran Wajib
(tender offer) pada tanggal 27 Mei 2013.
8. Terlapor melakukan penjualan saham PT HD Finance pada tanggal 14
Juni 2013 sebanyak 6.223.833 saham atau setara dengan 0,43% saham
PT HD Finance Tbk sehingga mengubah jumlah kepemilikan saham
Terlapor pada PT HD Finance Tbk.
9. Pada tanggal 21 Juni 2013 Terlapor melakukan pemberitahuan kepada
Otoritas Jasa Keuangan mengenai Keterbukaan Informasi terkait

8 KPPU, Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Perkara Nomor 07/KPPU-M/2014,
hlm. 8
Perubahan Jumlah Kepemilikan Saham Terlapor pada PT HD Finance Tbk
menjadi 55,81%.
10 .Pemberitahuan terkait pengambilalihan saham PT HD Finance Tbk
oleh Terlapor dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013.

Hal yang menjadi permasalahan sehingga menyebabkan


keterlambatan pemberitahuan oleh Terlapor adalah perbedaan
pemahaman antara Terlapor dan KPPU terkait batas waktu kewajiban
pemberitahuan tepatnya mengenai tanggal efektif berlakunya
pengambilalihan secara yuridis. Jika merujuk kepada pendapat KPPU,
dalam menentukan tanggal efektif yuridis menggunakan Pasal 2 ayat (2)
huruf c Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012.16

Sementara menurut Terlapor, PT HD Finance merupakan


perusahaan terbuka sehingga dalam pengambilalihan perusahaan
terbuka, pihak yang mengambil alih wajib mengikuti prosedur atau tata
cara pengambilalihan sebagaimana diterapkan dalam Peraturan Bapepam
No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Peraturan
Bapepam No. IX.H.1 mewajibkan calon pengendali baru melakukan
proses penawaran tender (tender offer). Dalam menentukan tanggal
efektif yuridis masih terdapat kesalahan pengaturan yang dilakukan oleh
KPPU. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Komisi Nomor 4
Tahun 20129 menyatakan bahwa kewajiban pemberitahuan berlaku paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak keterbukaan informasi pengambilalihan
saham perusahaan terbuka, di mana menurut KPPU tanggal efektif yuridis
berlakunya pengambilalihan adalah 11 Maret 2013 dan berakhir pada
tanggal 24 April 2013 sehingga Terlapor sudah terlambat 41 hari
melakukan pemberitahuan. Sementara menurut Peraturan Bapepam LK
No. IX.H.1 terdapat beberapa macam keterbukaan informasi
pengambilalihan saham perusahaan terbuka, yaitu 10:

a. Keterbukaan informasi dalam bentuk pengumuman dan surat kepada


OJK pada tahap negosiasi pengambilalihan;
b. Keterbukaan informasi dalam bentuk pengumuman dan surat ke OJK
pada tahap transaksi pembelian saham;

9 Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 berbunyi:
“Khusus untuk pengambilalihan saham yang terjadi di bursa efek maka pemberitahuan dilakukan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keterbukaan informasi pengambilalihan
sahamperusahaan terbuka.”

10 Terlapor dalam menentukan tanggal efektif berlaku secara yuridis memperhatikan berlakunya
ketentuan Peraturan Bapepam-LK No.IX.H.1 (Lihat Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dalam Perkara Nomor 07/KPPU-M/2014, hlm. 31
c .Keterbukaan informasi dalam bentuk surat ke OJK pada tahap rencana
penawaran tender wajib;
d. Keterbukaan informasi dalam bentuk pengumuman pada tahap
penawaran tender wajib;
e. Keterbukaan informasi dalam bentuk surat ke OJK pada tahap
penyelesaian penawaran tender wajib.

A. Permasalahan Terkait Pengaturan Kewajiban Pemberitahuan


Akuisisi di Indonesia

(1) Masalah Terkait Waktu Melakukan Kewajiban Pemberitahuan

Permasalahan pertama yang paling utama dari prosedur


kewajiban pemberitahuan di Indonesia berkaitan dengan waktu
untuk melakukan kewajiban ini, yakni kewajiban pemberitahuan
diberlakukan setelah akuisisi berlaku efektif secara yuridis. Apabila
suatu perusahaan tidak melakukan pra notifikasi / konsultasi,
kemudian perusahaan tersebut melakukan akuisisi dan lalu
memberitahukannya pada KPPU, kemudian apabila KPPU
mengeluarkan pendapat yang menyatakan bahwa akuisisi yang
dilakukan perusahaan tersebut tidak mengakibatkan monopoli dan
tidak mengganggu persaingan usaha yang sehat, maka tidak ada
permasalahan. Namun tentu akan berakibat fatal bila pendapat
KPPU berisi pernyataan tidak setuju terhadap akuisisi yang telah
dilakukan pelaku usaha tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan
yang menunjukkan bahwa akuisisi yang dilakukan telah
mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat. Sesuai dengan Pasal 47 ayat (2) huruf e Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, maka atas pendapat yang berisi penolakan
atas akuisisi dengan alasan tersebut akan diberikan sanksi
administratif berupa penetapan pembatalan atas akuisisi yang
dilakukan11.Jika pembatalan tersebut dilakukan, jelas sekali bahwa
pelaku usaha akan mengalami kerugian yang tidak sedikit.

(2) Masalah Berkaitan Peran Pemberitahuan

Pemberitahuan akuisisi di Indonesia yang dilakukan setelah


eksekusi akuisisi menunjukkan bahwa kewajiban tersebut berperan
sebagai tindakan represif atas akuisisi yang mengakibatkan praktik
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Prosedur kewajiban

11 Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Op.Cit., Pasal 47 ayat (2) huruf e
yang demikian dikategorikan dalam tindakan represif sebab apabila
suatu akuisisi telah terlanjur dieksekusi, namun berdasarkan
pemeriksaan KPPU atas pemberitahuan akuisisi yang dilakukan
oleh pelaku usaha yang bersangkutan dapat mengakibatkan praktik
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, maka akuisisi
tersebut akan dilarang oleh KPPU dan menyusul pernyataan
tersebut, akan diperintahkan pembatalan atas akuisisi tersebut.
Penjelasan Umum PP No. 57 Tahun 2010 menyatakan bahwa
salah satu latar belakang dibentuknya Peraturan Pemerintah
tersebut adalah untuk menghindari sedini mungkin tindakan
penggabungan, peleburan atau pengambilalihan yang dapat
mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat.Begitu juga dengan tujuan dari pembentukan Peraturan
KPPU No. 3 Tahun 2012 yang salah satunya adalah mencegah
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat oleh
pelaku usaha sebagai akibat dari penggabungan, peleburan atau
pengambilalihan.Dengan demikian, tujuan pembentukan kedua
peraturan perundang-undangan ini berlawanan dengan prosedur
pemberitahuannya sendiri yang justru sama sekali tidak bersifat
pencegahan / preventif, tapi bersifat penyelesaian / represif.

(3) Masalah Berkaitan Sanksi atas Keterlambatan Pelaksanaan


Kewajiban

Pemberitahuan Akuisisi

Permasalahan substansial berkaitan dengan prosedur


pemberitahuan yang terletak setelah pengambilalihan saham adalah
mengenai ketepatan sasaran dari sanksi atas keterlambatan pelaksanaan
kewajiban pemberitahuan akuisisi sesuai dengan tujuan utama
pengendalian akuisisi. Dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, dirumuskan bahwa :

“Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan


lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”

Kewajiban pemberitahuan akuisisi, sesuai dengan Pasal 28 ayat (2)


Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, pada hakikatnya adalah proses untuk
membantu terselenggaranya pengawasan oleh KPPU atas akuisisi yang
dilakukan para pelaku usaha dengan tujuan utama agar jangan sampai
akuisisi tersebut mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat. Namun, apabila ternyata ada keterlambatan dari
pemenuhan kewajiban pemberitahuan, Pasal 6 PP 57 Tahun 2010
memberikan hukuman berupa denda administratif. Padahal bukan
keterlambatan pemenuhan kewajiban pemberitahuan akuisisi yang
mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tetapi
akuisisinya. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa denda ini menjadi
tidak tepat sasaran.

(4) Masalah Berkaitan dengan Peran Pra Notifikasi

Dinyatakan bahwa apabila pelaku usaha telah melakukan pra notifikasi


atas rencana akuisisinya, maka KPPU tidak akan melakukan penilaian
ulang terhadap akuisisi tersebut apabila tidak terdapat perubahan material
atas data yang disampaikan oleh pelaku usaha, baik pada saat pra
notifikasi maupun perubahan kondisi pasar pada saat pemberitahuan.
Jelas dengan penjelasan ini dapatlah dinyatakan bahwa dengan adanya
pra notifikasi, dalam hal tidak terdapat perubahan materiil, pemberitahuan
hanya membuang-buang waktu dan alokasi biaya dokumen saja, sebab
pendapat KPPU akan sama saja dengan pendapat dalam pra notifikasi.
Hal ini menjadi tidak efektif dan efisien sebab pra notifikasi menyebabkan
pelaku usaha melakukan pemberitahuan akuisisi pada KPPU dua kali
untuk hasil yang sama, padahal dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh para pelaku usaha, efektivitas dan efisiensi adalah hal yang dijunjung
tinggi. Seharusnya ditetapkan satu macam pemberitahuan akuisisi saja
yang paling efektif untuk dilaksanakan pelaku usaha.
B. Tata cara dan Syarat-Syarat Pengambilan Saham(Akuisisi)
Perseroan.

Mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 126, terdapat beberapa


persyaratan yang dapat diacu bagi proses pengambilan saham, yaitu:

 Pengambilalihan saham wajib memperhatikan ketentuan Anggaran


Dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas
saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan
pihak lain;

 Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan perusahaan, baik


kepentingan perusahaan yang mengakuisisi maupun kepentingan
perusahaan;

 Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan pemegang saham


minoritas;

 Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan karyawan


perusahaan;

 Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kreditur dan mitra


usaha lainnya dari Perseroan;
 Pengambilalihan saham tidak boleh merugikan kepentingan
masyarakat dan persaingan sehat.

 Pengambilalihan saham wajib memperhatikan ketentuan anggaran


dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas
saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan
pihak lain.

Disamping persyaratan di atas, suatu pengambilalihan saham (Akuisisi)


juga harus tunduk pada persyaratan yang diatur dalam pada Pasal 4,
Pasal dan Pasal 6 PP No.27/1998 mengenai Syarat-syarat
pengambilalihan dengan mengacu pada pasal-pasal tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan


kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan
yang bersangkutan;

2. Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan


kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha;

3. Pengambilalihan harus memperhatikan kepentingan kreditur;

4. Pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan


RUPS.

Meskipun begitu pada dasarnya semua persyaratan yang diatur dalam PP


No.27/1998 ini sudah mencakup persyaratan yang diatur dalam UU No.40
/2007.

2. Dokumen Persyaratan Dalam Proses Pengambilan Saham (Akuisisi)

Berdasarkan persyaratan di atas dapat ditelususri mengenai


dokumen-dokumen yang diperlukan untuk melakukan proses
Pengambilan Saham atau Akuisisi, yaitu meliputi:

a. Pernyataan Maksud Untuk Mengambil Alih Perseoran

Dalam hal Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang


akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan
Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih. Akan
tetapi Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari
pemegang saham, ketentuan ini tidak berlaku.

b. Rancangan Pengambilalihan Perseroan

Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Direksi Perseroan yang
akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-
masing menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-
kurangnya:

1. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil


alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

2. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil


alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;

3. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2)


huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan
mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

4. tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan
diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran
pengambilalihan dilakukan dengan saham;

5. jumlah saham yang akan diambil alih;

6. kesiapan pendanaan;

7. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih


setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

8. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju


terhadap Pengambilalihan;

9. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi,


Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil
alih;

10. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk


jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang
saham kepada Direksi Perseroan;

11. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil


Pengambilalihan apabila ada.
Meskipun begitu Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung
dari pemegang saham, ketentuan ini tidak berlaku.

c. Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS) atas Rencana


Pengambialihan (Akuisisi)

Berdasarkan Pasal 125 ayat (1) UU No.40/2007 dijelaskan bahwa


Dalam hal Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk
Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan
harus terlebih dahulu berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi
kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS.

Adapun Kuorum yang dimaksud disini sebagaimana dijelaskan


dalam Pasal 89 ayat (1) UU No.40/2007 adalah 3/4(tiga perempat) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam
RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran
dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

d. Pengumuman Ringkasan Rencana Pengambilan Alihan Ke Surat Kabar

Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan,


Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan
ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan
RUPS.

e. Surat Tercatat Rancangan Pengambilalihan Kepada Seluruh Kreditor

Paling Lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum Pemanggilan Rapat


Umum Pemegang Saham Direksi wajib menyemapaikan dengan surat
tercatat Rancangan Pengambilalihan kepada seluruh Kreditor Perseroan.

f. Pengumuman secara tertulis kepada karyawan Perseroan

Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan,


Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan
secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan
RUPS.
g. Akta Notaris Pengambilalihan Perseroan

Rancangan Pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan


ke dalam akta Pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam
bahasa Indonesia. Akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung
dari pemegang saham jugawajib dinyatakan dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia.

h. Surat Pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM

Setelah rancangan Pengambilaihan (Akuisisi) dituangkan menjadi


Akta Notaris maka selanjutnya adalah mendapatkan Surat Penyampaian
Pemberitahuan dari Menteri Hukum dan HAM. Dalam penyampaian
pemberitahuan ini Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib
dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang
perubahan anggaran dasar. Sedangkan Dalam hal Pengambilalihan
saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta
pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang
saham.

e. Pendaftaran Wajib Daftar Perseroan

Setiap perubahan yang diakibatkan oleh Pengambilalihan (akuisis)


baik yang berhubungan dengan data-data Pemegang Saham maupun,
data yang berhubungan dengan data-data Perseroan wajib dilaporkan
pada kantor tempat pendaftaran perusahaan oleh pemilik atau pengurus
perusahaan.

E. KESIMPULAN

Praktik monopoli dirumuskan sebagai pemusatan kekuatan


ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan umum.12Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 juga memberikan arti kepada “persaingan usaha tidak
sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa
yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara

12 Indonesia, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU
No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Pasal 1 angka 2.
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (vide Pasal 1
angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Dalam literatur ilmu
hukum anti monopoli, biasanya yang diartikan anti persaingan sehat
adalah dampak negatif tindakan tertentu terhadap 13:

1.Harga barang dan/atau jasa


2.Kualitas barang dan/atau jasa
3.Kuantitas barang dan/atau jasa

PT Tiara Marga Trakindo. PT Tiara Marga Trakindo (selanjutnya


disebut “Terlapor”) diduga melanggar Pasal 29 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010. Dan mendapat sanksi dari KPPU
dengan membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah) yang tertuang di dalam putusan KPPU Nomor 07/KPPU-
M/2014 karena terbukti secara sah melanggar Pasal 29 UU No.5
Tahun 1999 mengenai peleburan, penggabungan, dan pemberitahuan
pengambilalihan saham kepada KPPU.

DAFTAR PUSTAKA

Mustafa Kamal Rokan, 2009, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan


Praktiknya Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta Utara,

Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli


dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, cet. 1, (Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia, 2010),

Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan


Implikasi Penerapannya di Indonesia, cet. 2, ed. 1, (Surabaya:
Penerbit Bayumedia, 2007)

Indonesia, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33
Tahun 1999, TLN No. 3817, Pasal 1 angka 2

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan


Sehat, cet. 1, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999)

13 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat, cet. 1, (Bandung:PT.
Citra Aditya Bakti, 1999),hlm. 5
KPPU, Peraturan Tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan
Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan, Perkom No. 4 Tahun 2012,
Pasal 12.

KPPU, Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Perkara


Nomor 07/KPPU-M/2014, hlm. 8

Anda mungkin juga menyukai