Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERJANJIAN DAN KREDIT

Oleh:

Abigail Ellaura Fe Bahari NIM. 2042620216

Fitriyah NIM. 2042620104

Fakhrurrozi Ibnurrizal NIM. 2042620202

Mochammad Sihabudin 2042620152

Rommel Hizkia Ezekiel Simanungkalit NIM.2042620105

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

PROGRAM STUDI DIV HUKUM BISNIS

i
JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA

OKTOBER 2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Perjanjian Dan Kredit" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya


Manusia. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang perencanaan
manajemen sumber daya manusia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fullchis selaku dosen Mata Kuliah


Manajemen Sumber Daya Manusia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua teman-teman yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iv
BAB I.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A . Latar Belakang..................................................................................................................1
B . Rumusan Masalah.............................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................................4
2.1 Pembahasan....................................................................................................................4
2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit.......................................................................................4
2.1.2 Unsur-unsur Kredit.....................................................................................................5
2.1.3 Jenis Kredit.................................................................................................................6
2.1 Isi Perjanjian Kredit........................................................................................................9
2.2 Subyek-subyek dalam perjanjian kredit..........................................................................9
2.3 Tujuan dan Fungsi Kredit.............................................................................................12
BAB IV........................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan Dan Saran.................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar Belakang
Pada era reformasi ini ataupun pada era-era sebelumnya bank atau perbankan
adalah merupakan suatu badan usaha yang sangat erat hubunganya dengan banyak orang.
Mengenal dan memahami bisnis perbankan yang ada di Indonesia merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari mengenal dan memahami perekonomian Indonesia. Hal
ini sangat erat kaitanya antara stabilitas atau kestabilan perbankan dengan perekonomian,
demikian juga sebaliknya. Dengan begitu, peran yang diemban oleh lembaga perbankan
ini sedemikian besarnya sehingga sangat sulit bagi kita untuk mengharapkan
pertumbuhan ekonomi yang baik tanpa didukung penuh oleh lembaga perbankan.

Perbankan menurut Undang-Undang adalah segala sesuatu yang menyangkut


tentang bank : mencakup kelembagan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam UndangUndang dijelaskan bahwa sektor
perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem
pembayaran.Pada saat ini lembaga keuangan tidak hanya melakukan kegiatan berupa
pembiayaan investasi perusahaan, namun juga berkembang menjadi pembiayaan untuk
sektor konsumsi, distribusi, modal kerja, dan jasa lainya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1998, bank adalah


badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dalam dunia perbankan kredit adalah salah satu produk yang dikeluarkan oleh
bank, dalam kegiatan bank melakukan pemberian kredit sudah pasti akan terjadi suatu
perjanjian kredit.

1
Perjanjian kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dengan
penerima kredit.Apabila kreditur dan debitur telah membuat perjanjian, maka lahirlah hak
dan kewajiban diantara kedua belah pihak.Kreditur berkewajiban mengeluarkan atau
menyerahkan uang yang diperjanjiakan dengan hak untuk menerima kembali uang
tersebut dari debitur tepat pada waktunya disertai bunga dan biaya.

Berdasarkan pasal 1754 KUHPerdata terdapat istilah perjanjian pinjam-


meminjam yang dinyatakan sebagai berikut: pinjam meminjam adalah perjanjian dengan
mana pihak yang satu memberikan pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang menghabis karena

pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan
sejumlah yang sama pula. Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari
penyerahan uang.Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara
pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya.
Oleh karena itu pengertian perjanjian kredit tidak terbatas pada apa yang telah dijelaskan
diatas akan tetapi lebih luas lagi penafsirannya. Perjanjian kredit dapat juga disebut
perjanjian pokok (prinsipil yang bersifat riil).Sebagai perjanjian prinsipil, maka
perjanjian jaminannya adalah assesoirnya.Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan
bergantung pada perjanjian pokok.Arti riil adalah bahwa terjadinya perjanjian kredit
ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitor. Sehingga dapat
dikatakan juga perjanjian kredit merupakan perjanjian baku, dengan disana sini diadakan
penyesuaian seperlunya.

Kredit menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang terbesar.


Disamping itu kredit juga merupakan jenis kegiatan penggunaan dana yang sering
menjadi penyebab utama bank mengalami atau menghadapi masalah besar. Karenanya,
tidak berlebihan bila dikatakan bahwa stabilitas usaha bank sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan mereka mengelola kredit. Usaha bank yang berhasil mengelola kreditnya
akan berkembang, sedangkan usaha bank yang selalu didorong kredit bermasalah yang
tak terselesaikan lambat laun akan mundur. Tidak ada jenis usaha dari bank yang dengan
cepat dapat mendatangkan kerugian besar bagi pemiliknya, kecuali kredit yang diberikan
kepada debitur yang tak bertanggung jawab.

2
Hak dan kewajiban antara debitur dan kreditur dalam perjanjian pinjam
meminjam uang atau perjanjian kredit bersifat timbal balik bagi keduanya. Bagi pihak
perbankan atau kreditur sendiri pemberian kredit kepada debitur dalam dunia usaha selalu
mengandung resiko, akan tetapi selama kedua belah pihak melaksanakan hak dan
kewajibannya dengan baik maka tidak akan terjadi perselisihan ataupun permasalahan
diantara keduanya.

B . Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang di maksud perjanjian kredit?
2. Bagaimana Subyek-subyek dalam perjanjian kredit?

3
BAB II
2.1 Pembahasan
2.1.1 Pengertian Perjanjian Kredit
Berdasarkan Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) terdapat istilah perjanjian pinjam-meminjam, yang dinyatakan
sebagai berikut:

Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu


memberikan pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis
karena pemakaian,dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Perjanjian Kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang.


Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan
penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antar keduanya. Oleh
karena itu, pengertian perjanjian kredit tidak terbatas pada apa yang telah
dijelaskan diatas akan tetapi lebih luas lagi penafsirannya. Perjanjian kredit dapat
juga disebut perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian
prinsipiil, maka perjanjian jaminannya adalah assesoirnya.

Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian


pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh
penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitor[2]. Sehingga dapat dikatakan
juga perjanjian kredit merupakan perjanjian baku, dengan di sana sini diadakan
penyesuaian seperlunya.

Biasanya pihak bank telah mempunyai draft tersendiri, dimana para pihak
dapat mengisi data pribadi dan data tentang pinjaman yang diambil, sedangkan
jangka waktu dan bentuknya sudah dicetak secara baku. Apabila debitur
menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka

4
debitur berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut.Apabila
debitur menolak, maka debitur tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit
tersebut. Selanjutnya untuk dapat terjadinya suatu perjanjian, maka ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi salah satunya adalah sepakat, sehingga dengan
ditandatanganinya perjanjian kredit tersebut berarti berlakulah perjanjian kredit
antara kreditur dan debitur.

2.1.2 Unsur-unsur Kredit


Kredit yang diberikan oleh bank atau lembaga keuangan didasarkan atas
kepercayaan. Dalam pemberian kredit harus dilihat dari berbagai unsur-unsur
kredit. Unsur-unsur kredit menurut Kasmir (2012:114) adalah:
1. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa
kredit yang akan diberikan tersebut benar-benar akan diterima kembali
dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. Kepercayaan
diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu
kredit berani dikucurkan. Oleh karena itu, sebelumnya harus dilakukan
penelitian dan penyelidikan lebih dulu secara mendalam tentang kondisi
nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan
tentang kondisi pemohon kredit sekarang dan masa lalu, untuk menilai
kesungguhan dan etikat baik nasabah terhadap bank
2. Kesepakatan
Disamping unsur percaya, didalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing
pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu
ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka
waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (di bawah 1 tahun), jangka
waktu menengah (1 sampai 3 tahun) atau jangka panjang (di atas 3 tahun).
Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang

5
sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu
ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan

4. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu, maka pengembalian
kreditakanmemungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet
pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit maka
semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi
tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah, maupun oleh
resiko yang tidak disengaja, misalnya terjadi bencana alam atau
bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.
5. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit.
Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita kenal dengan dengan nama
bunga. Di samping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga
membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga
merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah
balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

2.1.3 Jenis Kredit


Menurut Kasmir (2012:85) jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi,
antara lain:
1. Jenis kredit dilihat dari segi kegunaan
Maksud jenis kredit dilihat dari segi kegunaannya adalah untuk melihat
penggunaan uang tersebut apakah untuk digunakan dalam kegiatan
utama atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi
kegunaannya terdapat dua jenis kredit, yaitu:
a. Kredit
investasi Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan
perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru dimana
masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relative lebih

6
lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan
utama suatu perusahaan.
b. Kredit modal kerja
Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh, kredit
modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar
gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan
proses produksi perusahaan. Kredit modal kerja merupakan
kredit yang dicairkan untuk mendukung kredit investasi yang
sudah ada.
2. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan kredit
Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah
bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan
pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan adalah sebagai berikut:
a. Kredit produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan
usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini digunakan untuk
diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang
maupun jasa.
b. Kredit konsumtif
Merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau
dipakai secara ptibadi.
c. Kredit perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk
kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membelibarang
dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan
barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada
supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli
barang dalam jumlah tertentu.
3. Jenis Kredit dilihat dari segi jangka waktu

7
Dilihat dari segi jangka waktu, artinya lamanya masa pemberian kredit
mulai dari pertama kali diberikan sampai masa pelunasannya. Jenis
kredit ini adalah sebagai berikut:
a. Kredit jangka pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu
tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk
keperluan modal kerja.
b. Kredit jangka menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai
dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal
kerja. Beberapa bank mengklasifikasikan kredit menengah
menjadi kredit jangka panjang.
c. Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang,
yaitu di atas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini digunakan
untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa
sawit, atau manufaktur dan untuk juga kredit konsumtif seperti
kredit perumahan.
4. Jenis Kredit dilihat dari segi jaminan
Dilihat dari segi jaminan maksudnya adalah setiap pemberian suatu
fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat
berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit dilihat dari
segi jaminan adalah sebagai berikut:
a. Kredit dengan jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan
tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud
atau tidak berwujud. Artinya, setiap kredit yang dikeluarkan
akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.
b. Kredit tanpa jaminan
Yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang
tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek

8
usaha, karakter, serta loyalitas si calon debitur selama
berhubungan dengan bank yang bersangkutan

2.1 Isi Perjanjian Kredit


Pada praktek isi perjanjian kredit berbeda-beda antara satu bank
dengan bank lainnya, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Perjanjian
kredit tersebut dapat mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dapat pula berdasarkan atas kesepakatan
bersama, akan tetapi untuk aturan-aturan yang memaksa harus sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata.

Hal-hal yang dicantumkan dalam perjanjian kredit meliputi definisi serta


istilah-istilah yang akan digunakan dalam perjanjian. Jumlah dan batas waktu
pinjaman, pembayaran kembali pinjaman (repayment), hak si peminjam dan
dendanya apabipa debitur lalai membayar bungan, terakhir dicantumkan berbagai
klausula seperti hukum yangberlaku untuk perjanjian tersebut.

2.2 Subyek-subyek dalam perjanjian kredit


a. Pemberi Kredit (Kreditur)

Berdasarkan Pasal 1 butir 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998


menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.

berdasarkan Undang-undang tersebut diatas, maka yang dimaksud kreditur


adalah Bank. Selanjutnya jenis bank menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 adalah bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank
umum menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, dapat untuk

9
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan
perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.

Bank Perkreditan rakyat, yaitu bank yang dapat menerima simpanan hanya
dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu pemberian kredit pada hakekatnya melaksanakan secara langsung tugas-
tugas pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan sektor ekonomi, untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat menurut pola yamg ditetapkan oleh pemerintah

b. Penerima Kredit (Debitur)

Rumusan mengenai penerima kredit diatur dalam Undang-undang Nomor


7 Tahun 1992, akan tetapi menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992,
“dalam pemberian kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan”. Keyakinan bank tersebut menurut penjelasan Pasal 8
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 berdasarkan penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan prospek usaha debitur.

Berkenaan dengan hal tersebut pengaturan tentang debitur tidak diatur


secara tegas siapa saja yang dapat menjadi debitur, akan tetapi hanya disebutkan
bahwa debitur adalah orang yang mendapat fasilitas dari pihak kreditur (bank)
berupa kredit dengan kewajiban mengembalikan pada waktu yang telah
disepakati. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa debitur adalah perseorangan
atau badan usaha yang mendapatkan kredit dan wajib mengembalikan setelah
jangka waktu yang telah ditentukan.

c. Jaminan pada Perjanjian Kredit

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko dalam


pelaksanaannya. sehingga, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat[4]. Perjanjian kredit dibuat berdasarkan prinsip Character, Capacity,
Capital, Collateral dan Conditio of Economic yang merupakan unsur penting
untuk menganalisa apakah calon debitur bisa mendapat kredit dari bank atau

10
tidak. Fungsi jaminan ini antara lain adalah sebagai pengaman apabila di
kemudian hari debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya.

Berdasarkan Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum


Perdata (KUHPerdata) yang mengatur jaminan. Pasal 1131 menyebutkan bahwa
segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak,
baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatan perseorangan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa semua harta kekayaan


si berhutang di jadikan jaminan bagi semua kewajibannya, yang mana hutang
tersebut meliputi:

a. Benda bergerak dan tidak bergerak;


b. Benda yang sudah ada pada saat perjanjian dibuat;
c. Benda yang baru akan ada pada saat perjanjian dibuat.

Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata menjelaskan bahwa kebendaan


tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan
padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata
merupakan suatu perlindungan kepada kreditur yang bersifat umum yang artinya
bahwa yang dapat dijadikan jaminan adalah semua harta debitur.

Menurut Hartono Hadisoeprapto menjelaskan yang dimaksud dengan


jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan
keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewjiban yang dapat dinilai dengan
uang yang timbul dari suatu perikatan[5]. Jadi tujuannya adalah untuk
memberikan keyakinan kepada kreditur bahwa piutangnya akan dikembalikan
oleh debitur.

11
Pandangan Subekti menjelaskan berkenaan dengan lembaga jaminan
sebagai berikut : karena lembaga jaminan yang baik, adalah lembaga yang dapat
secara mudah membantu memperoleh kredit itu bagi pihak yang
memerlukan,yang mana tidak melemahkan posisi (kekuatan) si Kreditur untuk
melakukan atau meneruskan usahanya, serta dapat memberikan kepastian kepada
si pemberi kredit dalam arti barang jaminan setiap waktu tersedia untuk di
eksekusi,artinya jaminan tersebut dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi
hutang si penerima kredit.

Perjanjian Jaminan merupakan salah satu perjanjian yang bersifat accesoir


(tambahan) yaitu perjanjian yang selalu menyertai perjanjian pokok. sehingga
perjanjian Jaminan dapat berakhir bila perjanjian pokoknya telah berakhir.

d. Jangka Waktu

Perjanjian kredit perlu ditentukan jangka waktu. Karena kredit adalah


pinjaman dan akhirnya pada suatu waktu harus dikembalikan kepada penyedia
kredit. Terlebih lagi untuk perbankan bahwa kredit yang diberikan itu berasal dari
dana masyarakat. oleh karena itulah perlu dicantumkannya item jangka waktu
agar setiap kreditur dapat bertanggung jawab terhadap kewajibannya.

Jika jangka waktu telah ditentukan dan penerima kredit ingkar janji, perlu
ditentukan hukuman atas kelalaian itu,apakah berupa denda, bunga,biaya dan lain-
lain. Sehingga penyelesaian kredit itu tidak berlarut-larut. Hal ini akan
memudahkan proses penyelesaian baik dilihat dari sudut penyedia dan penerima
kredit.

2.3 Tujuan dan Fungsi Kredit


Rivai (2006:6) pada bukunya menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat
dua fungsi yang saling berkaitan dengan kredit, yaitu profitabilitydan safety.
Profitability yaitu, tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan
dari bunga yang harus dibayar nasabah. Sedangkan safety merupakan keamanan
dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga
tujuan profitability dapat tercapai tanpa hambatan yang berarti.

12
Tjoekam (1999:3) menjelaskanbahwa dalam perkreditan melibatkan
beberapa pihak yaitu: kreditur (bank), debitur (penerima kredit), otorita moneter
(pemerintah) dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, tujuan perkreditan
bagi setiap pihak yang terkait antara lain:

a. Bagi Kreditur (bank):


1. Perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.
2. Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas
dan profitabilitas bank.
3. Kredit dapat memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang
ada.
b. Bagi Debitur:
1. Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha
semakin lancar dan performance (kinerja) usaha semakin baik
daripada sebelumnya.
2. Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai
jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.
3. Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam
perusahaan.
c. Bagi Otoritas (pemerintah):
1. Kredit sebagai instrumen moneter.
2. Kredit dapat menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan
kerja yang memperluas sumber pendapatan negara.
3. Kredit dapat sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan
mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efisiensi dan
mengurangi pemborosan di semua lini.
d. Bagi Masyarakat
1. Kredit dapat mengurangi pengangguran, karena membuka peluang
berusaha, bekerja dan pemeratan pendapatan.
2. Kredit dapat meningkatkan fungsi pasar, karena ada peningkatan
daya beli.

13
sedangkan Abdullah (2005:84) melihat bahwa Tujuan pemberian kredit dari
pendekatan mikro ekonomi guna mendapatkan suatu nilai tambah bagi nasabah
maupun bank sebagai kreditur, dan dari pendekatan makro ekonomi melihat
pemberian kredit merupakan salah satu instrumen untuk menjaga keseimbangan
jumlah uang beredar di masyarakat.

Hasibuan (2001:88), meninjau fungsi kredit antara lain sebagai berikut:

1. Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan


perekonomian
2. Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat.
3. Memperlancar arus barang dan jasa.
4. Meningkatkan hubungan internasional.
5. Meningkatkan daya guna (utility) barang.
6. Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat.
7. Memperbesar modal perusahaan.
8. Meningkatkan produktivitas dana yang ada.
9. Meningkatkan income per kapita masyarakat

BAB IV
3.1 Kesimpulan Dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan perniasalahan yang telah dibahas dalam bab-bab yang terdahulu,
maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. perjanjian kredit yang dibuat antara bank dengan nasabahnya (debitur) tidak
dapat disamakan dengan perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian kredit yang dibuat antara
bank dengan debitur hanya oerlaku khusus untuk perjanjian pinjam-meminjam
uang saja dan hanya berlaku di lingkungan perbankan. Sedangkan perjanjian
pinjam-meminjam yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
berlaku umum, yaitu tidak hanya berlaku untuk perjanjian pinjam-meminjam
uang saja, akan tetapi berlaku juga untuk perjanjian pinjam-meminjam barang.

14
Selain daripada itu, dalam perjanjian kredit tidak terkandung adanya suatu
konsensus (kesepakatan) dari kedua belah pihak, melainkan hanya sepihak,
karena bank telah menentukan syarat-syarat umum perjanjian kredit.
Sedangkan dalam perjanjian pinjara-meminjara yang diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata disyaratkan adanya konsensus antara kedua
belah pihak;
2. dalam proses pembebanan hipotek atas tanah halt milik ternyata bank lebih
senang mempergunakan surat kuasa memasang hipotek. Akta hipotek baru
dibuat apabila debitur sudah menunjukkan gejala-gejala yang diragukan dalam
pembayaran kembali hutangnya, Hal yang demikian menirabulkan resiko
yang besar bagi bank sebelum dibuatnya akta hipotek dan berpengaruh pula
terhadap kedudukan bank sebagai kreditur, Walaupun demikian, akhirnya
apabila akta hipotek telah dibuat, maka agar hipotek tersebut berlaku efektif
selalu didaftarkan pada kantor agraria;
3. selain yang ditentukan dalam pasal 1209 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, ternyata masih ada sebab-sebab lain yang mengakibatkan hipotek
menjadi hapus;
4. apabila hutang debitur telah dinyatakan lunas oleh bank, maka selalu
dilakukan pencoretan (roya) terhadap pendaftaran hipotek.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan permasalahan dan kesimpulannya, maka saya
memberikan saran sebagai berikut:
1. pemohon kredit hendaknya bersifat terbuka dalam melengkapi dan
memberikan inforraaai yang diperlukan oleh bank, karena cepat lambatnya
pembahasan permohonan kredit tergantung pada kelengkapan data yang
diberikan oleh pemohon kredit. Makin cepat data itu diberikan, makin cepat
selesai pula pembahasannya;

15
2. hendaknya segera dibentuk undang-undang mengenai hak tanggungan seperti
yang dimaksudkan dalam pasal 51 UUPA, sehingga tidak ada lagi dualisme
lagi dalam pengaturannya dan ada keseragaman dalam pelaksanaannya\
3. walaupun tidak ada ketentuan yang mengharuskan akta yang melarang untuk
menahan sertifikat hak atas tanah yang dibebani dengan hipotek, sebaiknya
selsma hutang debitur belum dibayar lunas, maka bank tetap menahan
sertifikat hak atas tanah yang dibebani dengan hipotek. Ini dimaksudkan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang mungkin dilakukan oleh
debitur atas sertifikat hak atas tanah tersebut, yang dapat merugikan bank;
dalam kaitannya dengan surat kuasa memasang bipotek, hendaknya bank
segera mengusahakan pembuatan akta hipoteknya. Apabila akta hipotek
belum dibuat dan debitur jatuh pailit, maka seluruh harta kekayaan debitur
akan disita termasuk pula benda yang dibebani hipotek, kemudian dilelang
dan hasilnya sedapat mungkin dipergunakan untuk melunasi piutang para
krediturnya dengan memperhatikan uruturutannya. Oleh karena akta hipotek
belum dibuat, maka bank kedudukannya masih sebagai kreditur biasa,
sehingga ada kemungkinan piutangnya tidak dapat dibayar seluruhnya dan ini
jelas akan merugikan bank; oleh karena hipotek dapat hapus dengan hapusnya
hak atas tanah yang dibebaninya, maka dalam akta hipotek harus
dimungkinkan adanya janji-janji khuSU6 yang lain, yang tidak hanya terbatas
pada janji-janji yang telah biasa disebutkan dalam akta hipotek. Dengan
adanya janji-janji khusus tersebut diharapkan dapat mencegah atau
memperkecil resiko bagi bank dari kerugian yang mungkin timbul karena
hapusnya hak atas tanah yang dibebaninya.

16
DAFTAR PUSTAKA
 Mariam Darus Baruldzaman.Bab-bab tentang Credit Verband,Gadai dan Fiducia.
Bandung: PT Citra Aditya Bahkti,1991,hal 28
 Hermansyah.Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Jakarta:Kencana,2007,hal 71
 Djumhana.Hukum Perbankan di Indonesia.Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2000,
hal 387
 Mariam Darus Badrulzaman,.Aneka Hukum Bisnis.Jakarta:1994,hal 145
 Hadi Soeprapto,Hartono.Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan.
Yogyakarta:Liberty,1984,hal 50
 Subekti.Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum di Indonesia.
Bandung:Alumni,1982,hal 29
 Mariam Darus badrulzaman,.op cit,hal 146

17
18

Anda mungkin juga menyukai