PENDAHULUAN
Di era globalisasi saat ini, setiap negara pasti ingin menjadi suatu negara
yang memiliki tingkat keuangan yang tinggi. Untuk memajukan tingkat keuangan
suatu negara, pemerintahannya pasti membutuhkan informasi-informasi yang
dapat menunjang hal itu. Informasi-informasi tersebut seperti tentang posisi
keuangan Negara tersebut sampai kegiatan-kegiatan ekonomi yang
menghubungkan antar Negara. Oleh karena itu sangat diperlukannya informasi-
informasi tersebut, maka setiap pemerintahan di suatu Negara membuat suatu
iktisar yang memuat banyak informasi keuangan yang disebut Neraca
Pembayaran.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana maksud nilai tukar Flexible dalam ekonomi terbuka ?
1.2.2 Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar?
1.2.3 Bagaimana hubungan antara nilai tukar dengan perdagangan dan harga-
harga ?
1.2.4 Bagaimana maksud kebijakan fiskal dalam nilai tukar yang fleksibel ?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Nilai tukar mata uang valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan
jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata
uang asing(Sadono Sukirno, 1995:358). Jadi bisa dikatakan nilai valuta asing
adalah kekuatan nilai tukar mata uang suatu negara terhadap nilai mata uang
negara lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai tukar ialah sebagai
berikut :
2.1.3 Inflasi
3
menjadi menurun. Barang impor akhirnya semakin banyak. Kemudian bedampak
pada peningkatan permintaan atas valuta asing.
Pengertian nilai tukar (exchange rate) adalah harga satu mata uang yang
diekspresikan terhadap mata uang lainnya (M. Faisal, 2001: 20). Kurs dapat
diekspresikan sebagai sejumlah mata uang asing disebut direct quote atau
sebaliknya sejumlah mata uang lokal disebut indirect quotes.
Dalam ekspor, impor, jasa dan aliran modal dari suatu negara ke negara
lain memerlukan valuta asing, yaitu pasaran yang melakukan pertukaran (atau jual
beli) di atara semua mata uang dengan berbagai mata uang lainya. Untuk
melakukan pertukaran atau jual beli tersebut dibutuhkan kurs valuta asing. Dua
4
sistem dapat digunakan untuk menentukan kurs valuta asing: sistem kurs
pertukaran tetap dan sistem kurs pertukaran perubahan bebas. Dalam sistem kurs
pertukaran tetap pemerintah akan menentukan nilai pertukaran di antara mata
uang domestik dengan mata uang asing. Dalam kurs pertukaran bebas permintaan
dan penawaran mata uang asing di pasaran akan menentukan kurs pertukaran.
Jadi suatu sistem nilai tukar fleksibel adalah sistem yang membiarkan nilai
tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan pasar, artinya permintaan
dan penawaran terhadap mata uang tersebut dalam kaitannya dengan mata uang
negara lain. Sistem ini dikenal juga sebagai flexible exchange rate system, karena
dengan penentuan nilainya oleh kekuatan pasar, nilai tersebut naik atau turun,
tergantung dari besarnya aliran permintaan dan penawarannya setiap satuan
waktu. Di Indonesia, diukur dengan USD, nilai tukar rupiah akan tergantung
kepada permintaan dan penawaran akan USD, dengan pembayaran terhadap
transaksi tersebut yang dilakukan dengan rupiah. Kalau permintaan terhadap USD
lebih besar dari penawarannya, maka harga USD, diukur dengan rupiah menjadi
meningkat, atau sebaliknya nilai rupiah menurun. Dan kalau penawaran USD
lebih besar dibandingkan permintaan terhadapnya, maka hasil sebaliknya akan
terjadi.
2.3 Hubungan antara nilai tukar dengan Neraca perdagangan dan harga-
harga
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah
perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat
ini atau di kemudianhari, antara dua mata uang masing-masing Negara atau
wilayah. (Bank Indonesia). Pasca krisis keuangan tahun 1997/1998, Indonesia
telah mengubah rezim nilai tukar dari rezim kurs tetap beralih ke rezim kurs
mengambang. Pada rezim ini, nilai tukar yang terbentuk di pasar valutaasing akan
dipengaruhi oleh setiap transaksi internasional. Hal ini menyebabkan nilai tukar
dapat mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh berbagai tekanan di pasar
valutaasing. Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, gejolak yang terjadi di
dunia internasional sangat berpotensi dalam menimbulkan tekanan yang sangat
5
besar bagi pasar valutaasing (Bank Indonesia.1997). Sesuai dengan Undang-
undang nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Sentral, bahwa untuk mendukung
terwujudnya pembangunan nasional yang berkesinambungan dan sejalan dengan
tantangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang semakin kompleks,
system keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang
semakin kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus di titik
beratkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah. Secara garis besar,
sejak tahun 1970 Indonesia telah menerapkan tiga system nilai tukar, adalah
sebagai berikut :
Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih
tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagi otoritas moneter untuk mempertahankan
kebijakan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga di dalam negeri.
Disisi lain tingginya suku bunga yang berlebihan telah berdampak negative
terhadap dunia usaha. Suatu Negara didefinisikan mengalami krisis mata uang
apabila nilai tukarnya mengalami perubahan yang besar, disamping itu negara
6
yang mengalami krisis mata uang umumnya di tandai dengan adanya perubahan
kebijakan mengenai sistim penetapan nilai tukar (Tjahjono 1998:2).
Kaitan antara tingkat inflasi, tingkat suku bunga dengan nilai tukar jika
dihubungkan dengan aspek risiko negara. Jika dalam suatu Negara tengah
mengalami tingkat inflasi yang tinggi dimana jumlah uang beredar relative lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah barang, pemerintah akan berusaha mengatasi
hal tersebut dengan meningkatkan tingkat suku bunga. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di bank dari pada
mengkonsumsinya. Sehingga tingkat permintaan atau konsumsi barang atau jasa
dapat menurun. Hal ini dapat berdampak pada keseimbangan jumlah barang dan
jumlah uang beredar sehingga dapat kembali pada keadaane quilibrium atau
keseimbangan semula.
Negara yang inflasinya relative lebih tinggi dibandingkan dengan Negara lain
maka mata uangnya akan cenderung melemah (relative inflation rate). Hal ini
terkait dengan aspek purchasing power parity. Dimana ketika inflasi meningkat
maka purchasing power parity akan menurun. Teori Paritas Daya Beli
(Purchasing Power Parity Theory = PPPT) digunakan untuk menganalisa
pengaruh inflasi antara dua Negara terhadap kurs valas. Variabel-variabel yang
digunakan dalam PPPT adalah perubahan kurs spot dalam persentase dan
perbedaan laju inflasi antar dua -negara. Menurut PPPT, kurs spot suatu valas
akan berubah sebagai reaksi terhadap inflasi. Ketika harga produk dalam negeri
mengalami peningkatan maka masyarakat akan cenderung untuk mencari
alternative tawaran dari Negara lain yang lebih murah. Akibatnya kurs mata uang
dalam negeri akan melemah seiring dengan penurunan permintaan akan mata
uang dalam negeri. Permintaan mata uang asing akan meningkat seiring dengan
peningkatan produk dari Negara lain. Itulah sebabnya mengapa Negara yang
inflasinya relatif lebih tinggi di bandingkan dengan Negara lain maka nilai mata
uangnya akan cenderung melemah.
Sedangkan hubungan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar adalah sebagai
berikut. Negara dengan tingkat suku bunga yang relative lebih tinggi maka nilai
mata uangnya akan cenderung menguat. Hal ini terkait dengan penyimpanan
7
uang. Jika suatu Negara memiliki interest rate yang lebih tinggi maka masyarakat
akan cenderung lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di Negara tersebut.
Terdapat dua pendekatan dalam meganalisis relative interest rate terhadap nilai
tukar mata uang, yakni International rate parity dan International Fisher Effect.
Dengan menggunakan teori paritas suku bunga dapat diketahui hubungan antara
bursa valas dan pasar uang internasional Interest Rate Pariety Theory (IRPT)
paling banyak digunakan dalam literature keuangan internasional yang
menyatakan bahwa perbedaan tingkat sukubunga pada pasar keuangan
internasional mempunyai kecenderungan yang sama dengan forward rate
premium atau forward rate discount. IRPT menekankan pada perbedaan antara
kurs forward dan kurs spot yang tercermin dari perbedaan tingkat suku bunga
antara dua negara. Kurs forward mata uang suatu negara yang mengandung premi
ditentukan oleh perbedaan tingkat suku bunga antar negara. Akibatnya arbitrase
suku bunga yang ditutup akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan
suku bunga domestik. Variabel yang digunakan pada IRPT adalah premi forward
dan perbedaan suku bunga antar dua Negara. IRPT memfokuskan pembahasannya
pada penyebab terjadinya perbedaan antara kurs forward dengan kurs spot yang
dapat mencerminkan perbedaan antara tingkat suku bunga antara dua Negara
dalam suatu periode tertentu. Sedangkan pada PPPT dan International Fisher
Effect Theory (IFET) memfokuskan pembahasannya pada bagian kurs spot
berubah sepanjang waktu. International Fisher Effect Theory memprediksikan
bahwa kurs spot bergerak mengikuti perbedaan suku bunga antar negara. Dengan
demikian terdapat hubungan antara International Fisher Effect Theory dengan
PPPT, karena perbedaan tingkat suku bunga antar dua Negara dipengaruhi oleh
perbedaan tingkat inflasi antar negara.
8
Neraca pembayaran sering menjadi factor yang dapat mendorong naik atau
turunnya kurs mata uang suatu negara. Kenaikanatau surplus dari neraca
perdagangan dan neraca pembayaran akan diinterpretasikan sebagai indikasi awal
kemungkinan terjadinya apresiasi suatu mata uang. Sebaliknya penurunan atau
deficit neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan di terjemahkan sebagai
indikasi awalnya terjadi depresiasi mata uang suatu negara. Dengan adanya
neraca pembayaran ini dapat diketahui kapan suatu Negara mengalami surplus
maupun defisit. Berikut ini adalah data neraca pembayaran di Indonesia pada
tahun 2000:Q12010:Q4 (per triwulan)
9
kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan
selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara
yang dipisahkan. Kebijakan fiskal umumnya merepresentasikan pilihan-pilihan
pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran atau belanja
danjumlah pendapatan, yang secara eksplisit digunakan untuk mempengaruhi
perekonomian. Berbagai pilihan tersebut, dalam tataran praktisnya
dimanifestasikan melalui anggaran pemerintah, yang di Indonesia lebih dikenal
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
10
pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang tertuang
dalam APBN sebagai suatu rencana operasi keuangan pemerintah.
ekonomi.
c. Politik anggaran (surplus, berimbang, atau defisit) sebagai respon atas suatu
kondisi, serta
c. Redistribusi pendapatan.
11
(Musgrave, 1959). Ketiga cabang ekonomi dari pemerintah (Musgrave) adalah
sebagai berikut:
1) Stabilisasi
2) Alokasi
3) Distribusi
Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua
yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif. Kebijakan fiskal
ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional
gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi dibandingkan
dengan output actual ( Y1). Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi
perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran dimana Uactual >
Ualamiah.
12
Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah
(G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun
mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T)
terhadap output adalah sebagai berikut, pada grafik (2.1) maka dapat dijelaskan
bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) naik atau selisih pajak (∆T) turun
maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan
akan naik dari (Y1) menjadi (Yf).
13
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
14
Daftar Pusaka
15