Anda di halaman 1dari 3

Permohonan

Permohonan merupakan perkara voluntair yaitu sesuatu yang diajukan ke pengadilan,


di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu
hal, yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dianggap
sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya. Dalam perkara permohonan ini hanya
ada satu pihak saja yaitu pemohon. Namun di Pengadilan Agama ada permohonan yang
mengandung sengketa sehingga di dalamnya ada dua pihak yang berperkara yaitu pemohon
dan termohon, yaitu dalam perkara permohonan ikrar talak dan permohonan izin beristri lebih
dari satu orang, yang mana pemohonnya adalah suami, dan termohonnya adalah istri.
Beberapa perkara voluntair yang bisa diajukan di Pengadilan Agama dengan hanya
satu pihak di antaranya adalah:
1) Permohonan penetapan wali pengampu bagi ahli waris yang tidak mampu untuk
melakukan tindakan hukum;
2) Permohonan penetapan pengangkatan wali;
3) Permohonan penetapan pengangkatan anak;
4) Permohonan penetapan pengesahan nikah (itsbat nikah);
5) Permohonan penetapan wali ‘adhol, dan sebagainya.
BENTUK GUGATAN DAN PERMOHONAN
Pada dasarnya gugatan atau permohonan harus dibuat secara tertulis berdasarkan pada
Pasal 120 HIR atau Pasal 144 (1) RBg dan memuat unsur-unsur seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Namun kalau ada penggugat atau pemohon yang tidak bisa menulis dan
membaca seperti penggugat yang buta huruf, maka gugatan atau permohonan dapat diajukan
secara lisan, dan diajukan kepada ketua pengadilan agama yang berwenang, lalu
memerintahkan kepada hakim untuk membuatkan surat gugatan/permohonan dengan cara
mencatat dan memformulasikan segala sesuatu yang disampaikan oleh penggugat/pemohon
dan membacakannya, selanjutnya gugatan/permohonan diberi tanda tangan oleh ketua/hakim
yang membuatkannya dan penggugat/pemohon sendiri sudah tidak perlu lagi
menandatanganinya. 6 Dari uraian di atas, dapat dijelaskan tahapan pembuatan
gugatan/permohonan secara lisan itu yaitu:
1. Gugatan disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Agama,
2. Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan mencatat segala
kejadian dan peristiwa sekitar tuntutan yang diminta oleh Penggugat, kemudian
diformulasikan dalam sebuah surat gugatan yang mudah dipahami apabila para pihak
membacanya,
3. Gugatan yang telah diformulasikan dalam sebuah surat gugatan itu dibacakan kepada
Penggugat, apakah segala sesuatu yang menjadi persengketaan dan tuntutan yang
dikehendakinya telah sesuai dengan kehendak Penggugat,
4. Apabila sudah sesuai dengan kehendak penggugat, maka surat gugatan yang telah
diformulasikan itu ditandatangani oleh Ketua/Hakim yang ditunjuk oleh Ketua untuk
Menyusun formulasi gugatan itu
Unsur-unsur dalam gugatan dan permohonan secara garis besar terdiri dari beberapa
komponen berikut:
1. Pengadilan Agama yang Dituju Penentuan pengadilan mana yang dituju berdasarkan
ketentuan kewenangan relatif, pada dasarnya gugatan diajukan ke pengadilan dimana tergugat
tinggal. Namun dalam perceraian, maka diajukan di pengadilan dimana istri tinggal, baik Istri
sebagai penggugat dalam gugatan cerai, atau istri sebagai termohon dalam permohonan cerai
talak.
2. Tanggal Gugatan atau permohonan. Meski pencantuman tanggal tidak imperatif dan
bahkan bukan syarat formil gugatan, namun sebaiknya dicantumkan guna menjamin
kepastian hukum atas pembuatan dan penandatanganan surat gugatan.
3. Tanda Tangan Penggugat atau Kuasa Hukum
4. Identitas Para Pihak Identitas yang harus dimasukkan dalam gugatan atau permohonan,
meliputi:
a. Nama lengkap berikut gelar, alias, julukan, bin/binti, Kekeliruan penulisan nama
bisa berakibat pada cacatnya gugatan berupa error inpersona atau obscuur libel dalam
arti orang yang menggugat atau digugat tidak jelas. Nama untuk badan hukum harus
lengkap dan jelas berdasarkan nama yang disebut dalam anggaran dasar atau surat-
surat resmi perusahan. Identitas bagi badan hukum harus disebutkan orang yang
ditunjuk untuk mewakilinya biasanya adalah nama direktur.
b. Alamat Tempat tinggal terakhir. Bagi pihak yang tidak diketahui tempat tinggalnya,
hendaklah ditulis “dahulu bertempat tinggal di …” tetapi sekarang tidak diketahui
tempat tinggalnya di Indonesia.
c. Penyebutan identitas lain yang tidka imperative. Hal ini meliputi umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin. Lebih lengkap tentu lebih baik, apalagi berkaitan dengan asas
personalitas keislaman dalam Pengadilan Agama, maka status agama menjadi penting.
d. Status dalam gugatan, apakah sebagai penggugat/tergugat. Dalam kumulasi gugatan
subjektif atau gugatan yang terdapat penggugat lebih dari satu, maka disebutkan
sebagai penggugat I, penggugat II dan seterusnya. Jika tergugat lebih dari satu, maka
disebutkan tergugat I tergugat II dan seterusnya.
e. Jika ada pemberian kuasa, maka sebutkan dengan jelas pemberi dan penerima kuasa
yang berdasarkan surat kuasa Khusus yang telah dibuat.
f. jika terdapat pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan perkara, maka
identitas dan kedudukan pihak-pihak tersebut harus disebutkan secara jelas
kedudukannya; apakah sebagai penggugat, tergugat, turut tergugat, pelawan, terlawan,
pemohon atau termohon. Dalam praktik, dikenal pihak yang disebut “turut tergugat”,
dimaksudkan untuk mau tunduk terhadap putusan pengadilan, sedangkan istilah turut
penggugat tidak dikenal. Kalimat yang memisahkan antara identitas pihak penggugat
dan pihak tergugat dicantumkan kata-kata “berlawanan dengan” yang diletakkan di
baris tersendiri di tengah-tengah.
Berikut adalah beberapa langkah yang harus dilakukan dalam mengajukan permohonan di
Peradilan Agama:

1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama


2. Permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama di tempat tinggal Pemohon
3. Permohonan tersebut memuat nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman
Pemohon dan Termohon; posita (fakta kejadian dan fakta hukum); petitum (hal-hal
yang dituntut berdasarkan posita)
4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat
diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak
diucapkan
5. Membayar biaya perkara. Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-
Cuma (prodeo)
17 Jenis Permohonan di Pengadilan Agama
1. Permohonan Pengangkatan Wali Bagi Anak
2. Permohonan Pengangkatan Wali/Pengampu
3. Permohonan Dispensasi Kawin
4. Permohonan Izin Kawin
5. Permohonan Pengangkatan Anak
6. Permohonan untuk Menunjuk Seorang atau Beberapa Orang Wasit
7. Permohonan Sita atas Harta Bersama
8. Permohonan Izin untuk Menjual Harta Bersama
9. Permohonan Agar Seseorang Dinyatakan dalam Keadaan Mafqud
10. Permohonan Penetapan Ahli Waris
11. Permohonan Itsbat Nikah
12. Permohonan Penetapan Wali Adhal
13. Permohonan Pencabutan Surat Penolakan Perkawinan
14. Permohonan Pencegahan Perkawinan
15. Permohonan Itsbat Kesaksian Rukyat Hilal
16. Permohonan Pembatalan Perkawinan
17. Permohonan Izin Poligami

Daftar Pustaka:
Rofiq, M. Khoirur. 2022. Hukum Acara Peradilan Agama. Semarang: CV. Rafi Sarana
Perkasa

Situs Hukum. (2021). [lengkap] dasar-dasar hukum acara peradilan agama. Retrieved from
https://www.situshukum.com/2020/09/hukum-acara-peradilan-agama.html

Anda mungkin juga menyukai