Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERADILAN AGAMA DI INDONESIA


TATA CARA BERPERKARA PADA BADAN PERADILAN AGAMA
DOSEN: Muhammad Syarif Hidayatullah S.Hi., M.H.

Prodi Hukum Keluarga Islam

Di Susun Oleh Kelompok 9:

Dian Febriza (213090005)


Sania Putri Ramadani (213090021)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) DATOKARAMA PALU


Jln. DIPONEGORO PALU BARAT, SULAWESI TENGAH
SEMESTER III (2022/2023)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas limpahan
karunia, rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Peradilan Agama Di Indonesia ini yang berjudul “Tata Cara Berperkara Pada Badan
peradilan Agama".

Shalawat teriring salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad


SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah
seperti sekarang ini.

Rasa terima kasih kami sampaikan pula kepada Bapak Muhammad Syarif
Hidayatullah S.Hi., M.H. selaku dosen mata kuliah “Peradilan Agama Di
Indonesia” yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak terdapat


kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penyusun khususnya. Aamiin.

Palu Barat, Rabu 26 0ktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2


1. Perkara Cerai Talak ................................................................................... 2

2. Perkara Cerai Gugat .................................................................................. 5

3. Perkara Gugatan Lain ................................................................................ 8

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11


A. Kesimpulan ............................................................................................... 11

B. Saran .......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum di Negara kita sangatlah tinggi, maka harus kita ketahui antara
hukum-hukum tersebut. Dalam makalah ini penyusun akan membahas fokus
hukum terhadap proses dalam persidangan mahkamah.

Konflik dalam rumah tangga sangatlah sering terjadi di Negara kita. Dalam
hal ini pemerintah dan para jajaranya telah memberikan aturan dalam kasus tersebut
tepatnya dalam pengajuan kasus ke mahkamah.

Petinggi Negara juga telah menetapkan peraturan yang membahas tentang


keadilan masyarakatnya. Kita telah ketahui bahwa Negara yang merdeka bukan
hanya Negara yang bebas akan penjajah, namun Negara yang memiliki kehidupan
bermasyarakat yang harmonis, sejahtera, dan damai.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun dalam penyusunan makalah ini pastinya memiliki rumisan masalah.
Rumusan masalah dari di buatnya makalah ini yaitu:
1. Bagaimana Proses Talak Di Indonesia?
2. Jelaskan Cara Pelporan Hingga Penyelesaian Cerai Gugat!
3. Bagaimana Cara Berperoses Gugat Lain Di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN
Dalam penyususnan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui Aturan Berproses Dalam Talak.
2. Memahami Cara Berperoses Cerai Gugat.
3. Mengetahui Tahapan Dalam Pengajuan Gugat Lain Hingga Penyelesaian.
4. Sebagai Tambahan Ilmu Pengetahuan Dan Sebagai Memenuhi Tugas
Yang Diberikan Oleh Dosen.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkara Cerai Talak

Perkara cerai talak yang hanya memimiliki kuasa adalah pihak laki-laki
(suami). Dalam hal ini berarti perempuan (istri) tidak memiliki hak kuasa dalam
perkara cerai talak.

Adapun prosedur langkah-langkah yang harus di lakukan pemohon (suami)


adalah:1
1. Ketentuan syarat dan peraturan mencakup:
a) Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah (pasal 118 HIR, 142 R.
Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
UU No.3 tahun 2006 dan UU.50 Tahun 2009)
b) Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar’iyah tentang tata cara membuat surat
permohonan (pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo. Pasal 58 UU No.7 tahun
1989 yang diuba dengan UU No.3 tahun 2006 dan UU No.50
Tahun 2009)
c) Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita
dan petitum. Jika Termohan telah menjawab surat permohonan
ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas
persetujuan Termohon.
2. Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah
syariah:
a) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon
(Pasal 66 ayat (2) UU nomor 7 tahun 1989).

1
Prosedur Penyelesaian Perkara. (2011). Hal 1-3

2
b) Bila termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah
disepakati bersama tanpa izin pemohon, maka permohonan harud
diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon (Pasal 66 ayat (2)
UU nomor 7 tahun 1989).
c) Bila termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan
diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon (Pasal 66 ayat (3)
UU nomor 7 tahun 1989).
d) Bila pemohon dan termohon bertempat kediaman diluar negeri,
maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah
syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya
perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66
ayat (4) UU nomor 7 tahun 1989).
3. Permohonan tersebut memuat:
a) Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman pemohon dan
termohon.
b) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
c) Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta
bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak
atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU nomor 7 tahun
1989).
5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. jo.
Pasal 89 UU nomor 7 tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat
berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) (Pasal 237 HIP, 273 R.Bg.).

3
Setelah kita memahami langkah-langka pelaporan permohonan, adapun
untuk proses penyelesaianya sebagai berikut:2
1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan
agama/mahkamah syariah.
2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah
syariah untuk menghadiri persidangan.
3. Tahapan dan keputusan
a) Tahapan Persidangan:
1) Dalam upaya mengintensipkan upaya perdamaian
sebagaimananya dimaksud Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg pada
hari sidang pertama yang dihadiri para pihak,hakim
mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi (Pasal 7 ayat
(1) dan Pasal 11 ayat (1) PERMA No.1 Tahun 2008).
2) Pada permulaan pelaksanaan mediasi, suami dan isteri harus
secara pribadi (Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 yang telah
diubah UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009).
3) Apabila upaya perdamaian melalui mediasi tidak berhasil,
maka pemeriksaan perkara di lanjutkan dengan membacakan
surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan
kesimpulan. 4) Pada saat menyampaikan jawaban atau
selambat-lambatnya sebelum pembuktian, termohon dapat
mengajukan rekonvensi atau gugat balik (132b HIR, Pasal 158
RBg dan Buku II Edisi Revisi).

b) Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan


cerai talak sebagai berikut:
1) Permohonan dikabulkan. Apabila pemohon tidak puas dapat
mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah
syar’iyah tersebut.

2
Ibid. Hal 4

4
2) Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding
melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut.
3) Permohonan tidak dapat diterima. Pemohon dapat mengajukan
permohonan baru.
4. Apabila permohanan dikabulkan dan putusan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka:
a) Pengadilan agama /mahkamah syari’yah menentukan hari sidang
penyaksian ikrar talak.
b) pengadilan agama/mahkamh Syar’iyah memanggil pemohon dan
termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
c) Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang
penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan
ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum
penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi
berdasarkan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 tahun
1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50
Tahun 2009).
5. Setelah ikrar talak di ucapkan panitria berkewajiban memberikan Akta
Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-
selambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (pasal 84 ayat
(4) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun
2006 dan UU No.50 Tahun 2009).

B. Perkara Cerai Gugat

Perkara talak yang memiliki kuasa penuh adalah laki-laki (suami), maka
dalam perkara ini perempuan (istri) dapat mengugat cerai terhadap suami namun
tetap, perempuan (istri) tidak dapat memutuskan untuk menalak laki-laki (suami).

5
Adapun Langkah-langkah yang harus dilakukan penggugat (isteri) atau
kuasanya:3
1. Langkah pertama mencakup tiga (3) point, yaitu:
a) Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan
agama/mahkamah syariah (Pasal 118HIR, 142 R.Bg jl. Pasal 73 UU
nomor 7 tahun 1989).
b) Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan
agama/mahkamah syariah tentang tata cara membuat surat gugatan
(Pasal 119 HIP, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989).

c) Surat Gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan


petitum. Jika tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada
perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan
tergugat.
2. Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah
syariah:
a) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal
73 ayat (1) UU nomor 7 tahun 1989).
b) Bila penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah
disepakati bersama tanpa izin tergugat, maka gugatan harus diajukan
kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU
nomor 7 tahun 1989 jo. Pasal 32 ayat (2) UU nomor 1 tahun 1974).
c) Bila penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan
kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU
nomor 7 tahun 1989).
d) Bila penggugat dan tergugat bertempat kediaman diluar negeri,
maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah

3
Prosedur Dan Proses Berperkara Di Peradilan Agama. (21 January 2012). Hal 1

6
syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya
perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73
ayat (3) UU nomor 7 tahun 1989).
3. Gugatan tersebut memuat :
a) Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman penggugat dan
tergugat.
b) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
c) Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri dan harta
bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau
sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal
86 ayat (1) UU nomor 7 tahun 1989).
5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. jo.
Pasal 89 UU nomor 7 tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat
berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIP, 273 R.Bg ).
6. Penggugat dan tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan
berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syariah.

Setelah kita memahami langkah-langka pelaporan permohonan, adapun


untuk proses penyelesaianya sebagai berikut:
1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan
agama/mahkamah syariah.
2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah
syariah untuk menghadiri persidangan.
3. Persidangan dan keputusan pengadilan
a) Tahap persidangan:
1) Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha
mendamaikan kedua belah pihak, dan suami isteri harus datang
secara pribadi (Pasal 82 UU nomor 7 tahun 1989).

7
2) Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua
belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat
(1) PERMA nomor 2 tahun 2003).
3) Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara
dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, jawab
menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab
menjawab (sebelum pembuktian) tergugat dapat mengajukan
gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132a HIP, 158 R.Bg).

b) Putusan pengadilan agama/mahkamah syariah atas gugatan


perceraian sebagai berikut:
1) Gugatan dikabulkan. Apabila tergugat tidak puas dapat
mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah
syariah tersebut.
2) Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui
pengadilan agama/mahkamah syariah tersebut.
3) Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan
baru.
4. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera
pengadilan agama/mahkamah syariah berkewajiban memberikan Akta
Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak (Pasal
84 ayat (4) UU nomor 7 tahun 1989).

C. Perkara Gugatan Lain

Perkara gugatan lain merupakan suatu gugatan yang termasuk ke dalam


ranah hukum acara perdata. Adapun gugatan lain-lain tersebut, setelah kami
menelusuri dari berbagai sumber, tidak diatur secara ekplisit.4

4
https://www.lawyersclubs.com/ulasan-mengenai-gugatan-lain-lain-dalam-kepailitan/

8
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh penggugat sebagai
berikut:5
1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan
agama/mahkamah syar'iah (pasal 118 Hir, 142 R.Bg).
2. Gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar'iyah:
3. Yang daerah hukum meliputi tempat kediaman tergugat;
4. Bila tempat kediaman tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan
kepada pengadilan agama/mahkamah syar'iyah, yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman penggugat.
5. Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan
agama/mahkamah syar'iyah, yang daerah hukumnya meliputi tempat letak
benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa
pengadilan agama/mahkamah syar'iyah, maka gugatan dapat diajukan
kepada salah satu pengadilan agama/mahkamah syar'iyah yang dipilih oleh
penggugat (pasal 118 HIR, 142 R.Bg).
6. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145ayat (4) R.Bg.Jo.
Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah UU No.3 Tahun 2006 dan
UU No.50 Tahun 2009). Bagi yang tidak mampu dapat berpekara secara
Cuma-Cuma (prodeo) (pasal 237 HIR, 273R. Bg).
7. Pengugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan
berdasarkan panggilan pengadilan agama /mahkamah syar'iyah (pasal 121,
124, dan 125 HIR, 145R.Bg.).

Setelah kita memahami langkah-langka pelaporan permohonan, adapun


untuk proses penyelesaianya sebagai berikut:
1. Penggugat mendaftarkan gugatan ke pengadilan agama/mahkamah
syar’iyah.
2. Penggugat dan tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah
syari’yah untuk menghadiri persidangan.

5
http://pa-kandangan.go.id/layanan-hukum/prosedur-beracara/prosedur-dan-proses-berperkara-di-
pengadilan-agama.html

9
3. Tahapan persidangan:
a) Pada pemeriksaan sidang pertama hakim berusaha mendamaikan kedua
belah pihak melalui mediasi (PERMA No. 1 Tahun 2008).
b) Apabila mendiasi tidak berhasil maka pemeriksaan perkara dengan
membacakan surat gugatan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan
kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian)
tergugat dapat mengajukan gugatan rekonvensi atau (gugat balik) (Pasal
132 HIR, 158 R.Bg).
4. Pada pemeriksaan sidang pertama hakim berusaha mendamaikan kedua
belah pihak melalui mediasi (PERMA No. 1 Tahun 2008).
5. Apabila mendiasi tidak berhasil maka pemeriksaan perkara dengan
membacakan surat gugatan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan
kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) tergugat
dapat mengajukan gugatan rekonvensi atau (gugat balik) (Pasal 132 HIR,
158 R.Bg).
6. Putusan pengadilan agama/mahkamah syari'yah atas gugatan tersebut
sebagai berikut :
a) Gugatan dikabulkan. Apabila tergugat tidak puas dapat mengajukan
banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar'iyah tersebut.
b) Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui
pengadilan agama/mahkamah syar'iyah tersebut.
c) Gugatan tidak diterima, Penggugat dapat mengajukan permohonan
baru.
d) Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, kedua belah pihak
dapat meminta salinan putusan (pasal 185 HIR, 196 R.Bg.).
e) Apabila pihak yang kalah dihukum untuk menyerahkan objek sangketa,
kemudian tidak mau melaksanakan secara sukarela dapat mengajukan
permohonan eksekusi kepada pengadilan agama/mahkamah syar'iyah.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam berumah tangga aturan yang fokus pada makalah ini perihal talak
dan gugatan cerai. Talak adalah keputusan yang diambil untuk berpisah (cerai)
antara suami dan istri. Talak hanya dipegang penuh oleh laki-laki (suami). Hal ini
sudah ditetapkan dalam undang-undang, bahkan sampai sepakat ulama.

Seorang perempuan (istri) tidak bisa menalak laki-lakinya (suaminya),


namun perempuan (istri) dapat mengajukan gugatan cerai kepada pihak yang
berwenang. ketika istri menggugat maka belum di jatuhi hukum talak sebab akan
melalui beberapa proses penyelidikan dan penghakiman. Berbeda dengan suami,
jika sudah mengikrarkan cerai, maka jatuhlah hukum talak tersebut.

Pemerintah telah memberikan kesempatan bagi siapa yang merasa


dirugikan oleh orang lain maka berhak melaporkan kerugian tersebut kepada pihak
yang berwajib. Sebagai contoh orang yang tidak membayar hutang, maka orang
yang di hutangi bisa membawa masalah tersebut kedalam mahkama peradilan agar
mendapatkan haknya kembali dan pertanggung jawaban oleh penghutang, entah
dari segi sanksi, ataupun pengembalian hutang.

B. Saran
Sebagai maysarakat yang memiliki jiwa nasionalis sepatutnya kita taat akan
pentingnya hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara. Adapun dari penyusunan
makalah ini kami berharap kepada pembaca agar mengetahui cara berperoses di
mahkama hukum dan dapat mengimplementasikannya dalam bekehidupan
berbangsa dan bernegara. Selayaknya makalah ini di buat pasti ada kekurangan
dalam materi atau bahkan dalam penyusunan, maka kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Prosedur Penyelesaian Perkara. (2011). Hal 1-3

Prosedur Dan Proses Berperkara Di Peradilan Agama. (21 January 2012). Hal 1

https://www.lawyersclubs.com/ulasan-mengenai-gugatan-lain-lain-dalam-

kepailitan/

http://pa-kandangan.go.id/layanan-hukum/prosedur-beracara/prosedur-dan-proses-

berperkara-di-pengadilan-agama.html

12

Anda mungkin juga menyukai