Anda di halaman 1dari 2

Nama : Desak Made Chyntia Dewi

NIM/Kelas : 1904551505

Mata Kuliah : Hukum Adat Bali

1.Seberapa besar otonomi desa adat di jaman sekarang(luas/terbatas) ?

Desa Adat, yaitu desa yang melaksanakan aturan hukum agama dan/ atau tradisi/adat istiadat
yang berlaku di wilayahnya masing-masing. Contohnya adalah desa adat di Bali, yang keberadaan nya
dibedakan dengan desa baru yang dibentuk pemerintah kolonial pada akhir abad 19 yang disebut
dengan istilah desa dinas (yang menjalankan fungsi pemerintahan). Jadi desa adat, memiliki otonomi
(asli) desa berdasarkan hak asal-usulnya (yang diakui), maka desa pemerintahan memiliki otonomi desa
berdasarkan ketentuan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku. Secara konsepsional, desa
yang memiliki otonomi berdasarkan hak asal-usulnya (desa adat), disebut sebagai selft governing
community, yaitu sebuah komunitas sosio-kultural yang bisa mengurus dan mengatur dirinya sendiri
(sebagai komunitas). Desa pakraman di Bali dalam penyelenggaraan kehidupan desa pakraman
ditemukan satu landasan filosofis yang bersumber pada ajaran agama Hindu yang dikenal dengan tri hita
karana . Semua aturan berkenaan dengan pemeliharaan keharmonisan hubungan dari ketiga unsur tri
hita karana tersebut dituangkan kedalam awig-awig desa yang dibentuk oleh desa pakraman secara
bersama-sama melalui paruman desa, dan kewenangan untuk menetapkan awig-awig tersebut
merupakan salah satu perwujudan dari otonomi desa adat. Sejalan dengan keberadaan awig-awig
tersebut maka kewenangan desa pakraman untuk menjatuhkan sanksi merupakan kewenangan yang
dimiliki desa sejalan dengan otonominya itu. Contohnya pada zaman sekarang yang dimana di Indonesia
dan seluruh belahan dunia sedang dilanda pandemi covid-19, pemerintah daerah Bali membuat
keputusan Bersama Gubernur Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali Nomor :
472/1571/PPDA/DPMA, Nomor : 05/SK/MDA-Prov Bali/III/2020 tentang Pembentukan Satuan Tugas
Gotong Royong Pencegahan Covid-19 Berbasi Desa Adat di Bali , yang dimana ini merupakan wujud
dari otonomi desa adat tersebut. Jadi otonomi desa adat tergolong luas karena diberikan kebebasan dan
kemandirian untuk mengurus dan mengatur dirinya sendiri, akan tetapi kebebasan dan kemandirian
bukan berarti kemerdekaan, tetapi tetap terkait dengan ikatan kesatuan yang lebih besar.

2. Mengapa negara tidak berani membubarkan desa adat masyarakat hukum adat?

Karena Pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat secara yuridis
konstitusional tersirat dalam Pasal Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945. Dalam Pasal 18 B ayat (2) tersebut
ditegaskan bahwa “negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang dalam kenyataan masih ada, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diatur dalam undang undang”. Desa yang merupakan
kesatuan masyarakat hukum, memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan UUD
NRI Tahun 1945. Atas dasar itu, kemudian dibentuklah Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa (disingkat UU No. 6 Tahun 2014). Dalam UU No. 6 Tahun 2014 diatur adanya Desa dan Desa Adat
atau yang disebut dengan nama lain. Dalam UU 6 Tahun 2014, Desa Adat diatur dalam Pasal 1 angka 1
yang menunjukan bahwa desa sebagai kesatuan MHA dengan otonominya, memiliki kewenangan untuk
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan susunan asli dan hak asal usulnya.
Pengaturan mengenai Desa Adat secara khusus berkaitan dengan hak asal usul terutama dalam
kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan hak asal usul di dalamnya termasuk
kewenangan untuk membentuk Peraturan Desa Adat. Pengakuan dan penghormatan atas desa dan
masyarakat hukum adat tersebut harus diimplementasikan secara konkrit oleh negara dalam rangka
memberikan perlindungan hukum secara optimal.

Anda mungkin juga menyukai