Anda di halaman 1dari 13

ASAS-ASAS KONTRAK

INTERNASIONAL UNIDROIT

The UNIDROIT Principles of


International Commercial Contracts
1994
Substansi Pengaturan
1). Bab I : General Provisions.
2). Bab II : Formation.
3). Bab III: Validity
4). Bab IV: Interpretation.
5). Bab V : Content.
6). Bab VI: Performance.
7). Bab VII : Non Performance
A. Latar Belakang Dibuatnya Prinsip UNIDROIT
 Sumber hukum dagang internasional dan hukum kontrak
internasional yang sama penting seperti Convention on contract for
the international sale of goods SG 1980.

 UNIDROIT, seperti juga UNCITRAL, bertujuan untuk


menciptakan suatu harmonisasi hukum atas aturan-aturan dalam
perdagangan internasional. Harmonisasi dimaksudkan agar
perbedaan sistem hukum antar negara tidak menjadi kendala dalam
perdagangan internasional.

 Dengan adanya upaya harmonisasi ini maka mau tidak mau ada
suatu sistem hukum yang harus menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan yang disepakati para pihak atau yg tertuang dalam suatu
instrumen internasional.
B. Tujuan dibentuknya Prinsip-prinsip UNIDROIT

1). Untuk menciptakan suatu aturan yang berimbang bagi para


pelaku dagang internasional sehingga perbedaan tingkat
ekonomi, perbedaan sistem politik sampai perbedaan sistem
hukum tidak menjadi kendala dalam perdagangan
internasional.
2). Sebagai solusi manakala terjadi kebuntuan untuk menentukan
hukum mana yang akan diberlakukan terhadap suatu kontrak.
3). Untuk digunakan para pihak manakala terjadi sengketa yang
berkaitan dengan penafsiran suatu hal (klausul) dalam
kontrak.
4). Dapat dijadikan sebagai pegangan bagi para pihak perancang
hukum di negara-negara di dunia dalam merancang hukum
kontraknya.
5). Membuka kemungkinan perjanjian internasional lainnya
(setelah UNIDROIT) untuk mengacu pd prinsip-prinsip
kontraknya.
C. Ruang Lingkup Prinsip UNIDROIT

Prinsip-prinsip UNIDROIT berupaya


untuk memberikan aturan-aturan atas
transaksi yang tidak terbatas pada
jual beli barang internasional.
D. Prinsip-prinsip Pengaturan UNIDROIT
 Prinsip kebebasan berkontrak.
 Prinsip itikad baik (good faith) dan transaksi jujur (fair dealing).
 Prinsip diakuinya kebiasaan transaksi bisnis di negara setempat.
 Prinsip kesepakatan melalui penawaran (offer) dan penerimaan
(acceptance) atau melalui tindakan.
 Prinsip larangan bernegoisasi dengan itikad buruk.
 Prinsip kewajiban menjaga kerahasiaan.
 Prinsip perlindungan pihak lemah dari syarat-syarat baku.
 Prinsip syarat sahnya kontrak.
 Prinsip dapat dibatalkannya kontrak bila mengandung perbedaan
besar (gross disparity).
 Prinsip contra proferentem dalam penafsiran kontrak baku.
 Prinsip menghormati kontrak ketika terjadi kesulitan.
 Prinsip pembebasan tanggung jawab dalam keadaan memaksa.
D.1. Prinsip kebebasan berkontrak
Terwujud dalam 5 bentuk prinsip hukum, yaitu:

1. Kebebasan menentukan isi kontrak:


“The parties are free to enter into a contract and determine its
content” (Pasal 1.1).

2. Kebebasan menentukan bentuk kontrak:


“Nothing in these Principles requires a contract to be
concluded in or evidenced by writing. It may be proved by
any means, including witnesses” (Pasal 1.2).
.
3. Kontrak mengikat sebagai undang-undang:
“A contract validly entered into is binding upon the parties. It
can only be modified or terminated in accordance with its
terms or by agreement or as otherwise provided in these
Principles”. (Pasal 1.3).
4. Aturan memaksa (mandatory rules) sebagai pengecualian.
“Nothing in these Principles shall restrict the application of
mandatory rules, wheter of national, international or
supranational origin, which are applicable in accordance
with the relevant rules of private international law”. (Pasal
1.4).

“The parties may exclude the application of these Principles


or derogate from or vary the effect of any of their provisions,
excepts as otherwise provided in the Principles.” (Pasal 1.5).

5. Sifat internasional dan tujuan prinsip-prinsip Unidroit


yang harus diperhatikan dalam penafsiran kontrak.
“The interpretation of these Principles, regard is to be had to
their international character and to their purposes including
the need to promote uniformity in their application.” (Pasal
1.6).
D.2. Prinsip Itikad Baik dan Transaksi Jujur.
(1) “Each Party must act in accordance with good faith
and fair dealing in international trade”.
(2) “The parties may not exclude or limit this duty”.
(Pasal 1.7)

Contoh:
A melakukan kontrak utk penyediaan dan pemasangan instalasi
jaringan produksi khusus yang memuat ketentuan bhw A penjual
berkewajiban utk berkomunikasi kepada B pembeli, utk setiap
perbaikan yang dibuat oleh A mengenai teknologi dari jaringan
tersebut. Kmd stlh 1 thn A memperbaiki jaringan tsb ternyata ada
yg tdk diinformasikan. Dalam hal ini A tdk dpt mengelak bhw
produksi dlm tipe ttt dari jaringan produksi itu bukan tanggung
jawabnya, melainkan tanggung jawab C yg merupakan afiliasinya.
Hal tsb jelas melanggar prinsip itikad baik.
D.3. Prinsip pengakuan hukum terhadap kebiasaan dalam
transaksi bisnis sebagai hukum memaksa

(1) The parties are bound by any usage to which they have agreed
and by any parties which they have established between
themselves.
(2) The parties are bound by a usage that is widely known to and
regularly observed in international trade by parties in the
particular trade concerned except where the application of
such usage would be unreasonable. (Pasal 1.8)

 kebiasaan dagang yang telah berlaku diantara mereka;


kebiasaan dagang yang mereka sepakati; serta kebiasaan
dagang umum yang mereka ketahui atau yang mereka amati
dalam perdagangan internasional (yang konteksnya sama
dengan perdagangan para pihak).
D.4. Prinsip kesepakatan melalui penawaran (offer) dan
penerimaan (acceptance) atau melalui tindakan.
Unsur praktis terjadinya kontrak:
“A contarct may be concluded either by the acceptance of an offer
or by conduct of the parties that is sufficient to show agreement.”
(Pasal 2.1)

Contoh:
A dan B melakukan negoisasi untuk mengadakan joint venture
contract untuk pengembangan produk baru. Stlh negoisasi yg lama
tanpa ada penawaran atau penerimaan yg formal dan masih ada
beberapa maslah kecil yg masih dlm penyelesaian, kedua belah
pihak mulai melaksanakannya. Ketika kmd para pihak gagal
mencapai suatu persetujuan mengenai masalah kecil tsb,
pengadilan atau mahkamah arbitrase dpt memutus bhw kontrak itu
bagaimanapun juga telah berlaku sejak para pihak mulai
melaksanakannya. Dgn dmk perilaku itu menunjukkan kehendak
mereka untuk terikat oleh kontrak tsb.
D.5. Prinsip larangan bernegoisasi dengan itikad buruk.
(1) “A party is free to negotiate and is not liable for failure to
reach an agreeement.
(2) However, a party who negotiates or breaks off negoitations
in bad faith is liable for the losses caused to the other party.
(3) It is bad faith, in particular, for a party to enter into or
continue negoitations when intending not to reach an
agreement with other party.” (Pasal 2.15)

Contoh:
A mengetahui keinginan B untuk menjual restorannya. A tdk
berniat utk membeli restoran tsb, namun tetap bernegosiasi
panjang dengan B, dgn niat agar restoran tsb tdk dijual kpd C yg
merupakan saingannya. A menggagalkan negoisasi ketika C telah
membeli restoran lain. B kmd menjual restoran pada pihak lain
dgn harga dibawah penawaran C. A bertanggung jawab atas
perbedaan harga tsb.

Anda mungkin juga menyukai