Anda di halaman 1dari 138

1

Hukum Perusahaan
Disusun oleh Mahmul Siregar
Materi
I. Pengantar Hukum Perusahaan
II. Perusahaan Tidak Berbadan Hukum
III. Perusahaan Berbadan Hukum
IV. Perusahaan Penanaman Modal
V. Restrukturisasi Perusahaan
VI. Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Spin off
I.
Pengantar Hukum Perusahaan
Pengertian, unsur-unsur dan bentuk perusahaan
1 PENGERTIAN PERUSAHAAN

UU No. 3/1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang


menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap dan terus menerus dan yang didirikan,
bekerja serta berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia, untuk tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba

UU No 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan


kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan
memperoleh keuntungan atau laba, baik yang
diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan
usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan
hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia
2 Unsur-Unsur Perusahaan

❶ Setiap bentuk usaha

Didirikan, bertempat
Menjalan kegiatan
kedudukan dan melakukan ❺
❷ usaha
kegiatan usaha di Indonesia

Secara tetap dan terus


❸ menerus
Bertujuan mencari
keuntungan ❻

Badan hukum atau bukan Perusahaan


❹ badan hukum (Korporasi)
3 Bentuk-Bentuk Perusahaan

Berdasarkan Status Berdasarkan Pemilik Berdasarkan Struktur


Badan Hukum Menejemen
1. BUMN (Negara)
1. Perusahaan Tunggal (Single
1. Perusahaan Bukan 2. BUMD (Pemerintah Daerah)
Badan Hukum Company)
3. Koperasi (Anggota)
2. Perusahaan Grup (Holding
2. Perusahaan Badan 4. Swasta (Asing, Dalam
Hukum Company)
Negeri, Patungan)

Berdasarkan Fasilitas Berdasarkan Jumlah Berdasarkan Bidang


Pemegang Saham Usaha
1. Perusahaan
Penanaman Modal 1. Perusahaan Terbuka 1. Perusahaan Jasa Keuangan
(PMA dan PMDN) (Emiten dan 2. Perusahaan Perkebunan
2. Perusahaan Non Perusahaan Publik) 3. Perusahaan Pertambangan
Fasilitas 2. Perusahaan Tertutup 4. dll.

Setiap bentuk perusahaan memiliki aspek hukum yang berbeda, sehingga untuk
menguasai hukum perusahaan harus mempelajari seluruh aspek hukumnya
II.
Perusahaan Tidak Berbadan Hukum
Pengertian, karakter badan hukum, CV, Firma, dll
Ciri-Ciri Perusahaan Tidak Berbadan Hukum

• Kekayaan perusahaan tidak terpisah dengan kekayaan pendiri (tergabung)

• umumnya tanggungjawab pemilik tidak terbatas dan sampai pada kekayaan


pribadi

• pendiriannya tidak memerlukan persetujuan pemerintah dan tidak diatur formalitas


pendirian dalam suatu undang-undang

• peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara tegas organ-organ


perusahaan
Persekutuan Commanditer (Commanditer Vennotscahp, CV)

PENGERTIAN
persekutuan yang didirikan oleh satu atau lebih sekutu
komanditer dengan satu atau lebih sekutu komplementer,
untuk menjalankan usaha secara terus menerus

PEMILIK (SEKUTU, MITRA)


1. Sekutu Komplementer : sekutu pengurus, bertindak untuk dan atas
nama CV, bertanggungjawab renteng sampai kekayaan pribadi
2. Sekutu Komanditer : pelepas uang, tidak melakukan pengurusan,
bertangawab sebatas modal yang dimasukkan

SUMBER HUKUM
KItab Undang-Undang Hukum Dagang, KUH Perdata,
Permenkumham No. 17 Tahun 2018, Akte Pendirian
PENDIRIAN CV

Akte Pendirian
Para pendiri CV menandatangani Akte
Pendirian CV (Akte Notaris)

Permohon Pengajuan Nama CV


• Permenkumham No. 17 Tahun 2018
• Diajukan ke Menkumham melalui
SABH

Pendaftaran CV
• Permenkumham No. 17 Tahun 2018
• Diajukan ke Menkumham melalui SABH

Izin Operasional
Melalui Online Single Submission
Vennotschap onder Firma (Persekutuan Firma)

Pengertian : persekutuan yang menjalankan


usaha secara terus menerus dan setiap sekutunya
berhak bertindak atas nama persekutuan.

Pemilik : setiap sekutu mitra, berhak melakukan


perbuatan untuk dan atas nama Firma

Tanggungjawab : Tanggungjawab renteng untuk


setiap sekutu

Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum


Dagang, KUH Perdata, Permenkumham No. 17 Tahun
2018, Akte Pendirian
Pendirian

Akte Pendirian
Para pendiri menandatangani Akte
Pendirian Firma

Permohon Pengajuan Nama


Firma
• Permenkumham No. 17 Tahun 2018
• Diajukan ke Menkumham melalui
SABH

Pendaftaran Firma
• Permenkumham No. 17 Tahun 2018
• Diajukan ke Menkumham melalui SABH

Izin Operasional
Melalui Online Single Submission
Persekutuan Perdata

Persekutuan Perdata (Maatschap)


Pengertian : suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu
ke dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya
(vide Pasal 1652 KUH Perdata)

Pemilik : Setiap sekutu (mitra) yang memasukkan modal

Pengurus : • pengurus yang ditunjuk oleh semua mitra berhak melakukan semua pengurusan
kepentingan maatschap dengan itikad baik
• Jika tidak ada pengaturan khusus tentang pengurus, maka semua mitra/sekutu dipandang
secara timbal balik telah memberikan kuasa untuk bertindak atas nama sekutu dan
maatschap
Tangggungjawab : • Tanpa ada kuasa khusus atau persetujuan dari mitra/ sekutu, maka pihak ketiga tidak dapat
meminta pertanggugjawaban kepada mitra secara keseluruhan
• Pengecualian Pasal 1644 KUH Perdata, dalam hal tindakan salah satu mitra tersebut
menguntungkan maatschap secara keseluruhan, maka semua mitra dapat dimintai
pertanggungjawaban

Sumber Hukum : KUH Perdata dan Akte Pendirian CV


III.
Perusahaan Berbadan Hukum
Pengertian, karakter badan hukum, CV, Firma, dll
1 Badan Hukum
(Recht persoon, Legal Entity)

Subjek hukum
Diakui sebagai subjek hukum karenanya
merupakan pendukung hak dan
subjek kewajiban dihadapan hukum
hukum
Mandiri
Memiliki kemandirian secara hukum, memiliki
kekayaan terpisah, terpisah dari pemiliknya,
mandiri memiliki pengurus yang bertindak untuk dan
legal
personality atas namanya

Legal personality (kepribadian hukum


dapat menuntut dihadapan hukum,
bertanggungjawab atas perbuatan
hukumnya, dapat dipidana berdasarkan
hukum
2 Karakter Badan Hukum

1 memiliki tujuan sendiri, berbeda dengan


tujuan para pemiliknya

2 memiliki organ sebagaimana diatur


dalam Undang-Undang dan Akte
Pendiriannya/ Anggaran Dasar

3 Memiliki kekayaan yang terpisah dari


kekayaan para pemilik dan pengurusnya

4 Proses pendiriannya melibatkan peran


Badan pemerintah (persetujan)
Contoh : Perseroan Terbatas, Koperasi,
Hukum Yayasan dan badan hukum publik
Hukum Perseroan
Terbatas
Principal – Agent Relationship

The relationship between a business or individual and someone hired by that


business or person to act on their behalf.
The principal is the business entity (or hiring individual), while the agent is the
entity hired to act on behalf of the principal.
Agency allows the agent to work on behalf of the principal as if the principal
was present and acting alone.
In an agency relationship, the agent's actions create legal obligations for the
principal. Therefore, the agent is obliged to make business decisions that are
conducive to how the principal would act.
AGENCY PROBLEM

19
Fiduciary Duties

All agency relationships are fiduciary


relationships
Agents must act for the best interest of the
principals
1
Pengertian Perseroan Terbatas

Pengertian Unsur-Unsur PT
§ Perseroan Terbatas, yang selanjutnya § badan hukum
disebut Perseroan, adalah badan § persekutuan modal,
hukum yang merupakan persekutuan § didirikan berdasarkan perjanjian,
modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan § melakukan kegiatan usaha
modal dasar yang seluruhnya terbagi § modal dasar yang seluruhnya
dalam saham dan memenuhi terbagi dalam saham
persyaratan yang ditetapkan dalam § memenuhi persyaratan yang
Undang-Undang ini serta peraturan ditetapkan dalam Undang-
pelaksanaannya. Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
2
Bentuk-Bentuk PT

PT. Persero

Berdasarkan
PT. Perseroda
Pemiliknya

PT. PMA
PT. Swasta

PT. PMDN
PT. Tertutup
Perseroan
Berdasarkan
Terbatas Jumlah Pemegang Emiten
Sahamnya
PT. Terbuka

Perusahaan
Publik
Perseroan Tunggal
Berdasarkan
Struktur
Menejemennya
Perusahaan Grup
Perusahaan Perseroan (PT. PERSERO)
PENGERTIAN : BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

FUNGSI : • Mencari keuntungan (fungsi bisnis)


• Fungsi pembangunan ekonomi (agent of development)

ORGAN : Sama dengan PT yakni RUPS, Dewan Komisris dan Direksi

KEPEMILIKAN : • Sekurang-kurangnya 51% saham dimiliki negara


• Berasal dari kekayaan negara dipisahkan

DASAR HUKUM : • UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT (lex generalis)


• UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan peraturan pelaksanaannnya
• UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya (khusus
untuk PT. Persero Terbuka (Tbk)
• Peraturan perundang-undangan sektoral
PT. PMA (penanaman modal asing)
Perseroan terbatas yang seluruh atau sebahagian dari modal
PT. (saham)nya dimiliki oleh perserorangan atau badan hukum asing

PMA Wajib berbentuk PT kecuali jika undang-undang menyatakan


bentuk lain

Pengaturan secara umum sama dengan Perseroan Terbatas

Mendapatkan fasilitas fiskal dan non-fiskal dari pemerintah


sesuai ketentuan perundang-undangan

Dasar Hukum : UU No. 25 Tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas dan peraturan pelaksanaannya, UUPT dan peraturan
pelaksanaannya, Perundang-undangan Sektoral, dll
PT. PMDN (penanaman modal dalam negeri)

PT. Perseroan terbatas yang seluruh modal (saham)nya dimiliki oleh


perserorangan atau badan hukum Indonesia

PMDN dapat berbentuk PT atau perusahaan nonbadan hukum

Pengaturan secara umum sama dengan Perseroan Terbatas

Mendapatkan fasilitas fiskal dan non-fiskal dari pemerintah


sesuai ketentuan perundang-undangan

Dasar Hukum : UU No. 25 Tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas dan peraturan pelaksanaannya, UUPT dan peraturan
pelaksanaannya, Perundang-undangan Sektoral, dll
Governance
Structure
Struktur Kepemilikan
• Blockholder
• Dispersed
• Kombinasi
Perseroan Terbatas Terbuka (PT. Tbk)

PENGERTIAN • Perseroan Terbatas yang terdaftar di bursa efek atau memperdagangkan


sahamnya di bursa efek

DAN JENIS • Terdiri dari : Emiten dan Perusahaan Publik

ORGAN DAN • Sama dengan organ PT. yakni terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi
• Pengaturan secara umum tunduk pada UU PT kecuali diatur secara khusus dalam
PENGATURAN perundang-undangan bidang pasar modal

TATA KELOLA • Wajib menjalankan tatakelola perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip GCG

REGULASI DAN • Diatur dan diawasi secara khusus oleh Otoritas Jasa Keuangan
PENGAWASAN
3
Organ Perseroan Terbatas

• Organ PT yang memiliki segala kekuasaan danwewenang yang


RUPS tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris
berdasarkan UU dan Anggaran Dasar

Dewan • Organ yang memiliki tugas dan fungsi mengawasi pengurusan


perseroan yang dilakukan oleh Direksi dan memberikan nasihat
kepada Direksi
Komisaris • Diangkat dan diberhentikan oleh RUPS

• Organ yang memiliki tugas dan wewenang melakukan tindakan

Direksi
pengurusan serta bertindak untuk dan atas nama PT baik di dalam
maupun diluar pengadilan
• diangkat dan diberhentikan oleh RUPS
4
Dasar Hukum

• UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas (lex generalis)
• UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
• UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
• PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD
5
Modal dan Proses Pendirian

§ Pasal 32 UU No. 40 Tahun 2007

(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).

(2) Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat


menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar
daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
§ Pasal 33

1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan
dan disetor penuh.

2) Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.

3) Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali


untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor
penuh.
Prosedur Pendirian PT
Prosedur pendirian PT

• Ijin-ijin operasional untuk keperluan beroperasinya perusahaan


diurus kepada instansi terkait sesuai kewenangannya setelah
Akte Pendirian PT disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM
• Khusus untuk PT. Penanaman Modal (PMA dan PMDN)
diperlukan persetujuan BKPM atau instansi di daerah sesuai
kewenangannya (Badan Pelayanan dan Perijinan Penanaman
Modal di Daerah).
• Khusus untuk PT dengan bidang jasa keuangan (bank atau
nonbank) ijin operasional dikeluarkan oleh OJK.
Pengurusan PT

• Pengurusan Perseroan Terbatas


§ Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

§ Anggota Direksi diangkat oleh RUPS

§ Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih,
pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota
Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

§ Dalam hal RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang


anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Pengawasan Perseroan Terbatas

• Pengawasan
– Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada
Direksi.
– Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
– Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota
merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat
bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan
Komisaris.
CORPORATE VEIL

SEPARATE LEGAL PIERCING THE BUSINESS


ENTITY CORPORATE VEIL
JUDGMENT
DOCTRINE RULE

Salomon vs. Salomon Jones v Lipman and


Carlton vs. Walkovsky Gilford Motors v Horne
SALOMON vs. Salomon
FACTS:
• Salomon transferred his business of boot making, initially run as a sole proprietorship, to a company (Salomon Ltd.), incorporated
with members comprising of himself and his family.
• The price for such transfer was paid to Salomon by way of shares, and debentures having a floating charge (security against debt) on
the assets of the company.
• Later, when the company’s business failed and it went into liquidation, Salomon’s right of recovery (secured through floating charge)
against the debentures stood aprior to the claims of unsecured creditors, who would, thus, have recovered nothing from the
liquidation proceeds.
• To avoid such alleged unjust exclusion, the liquidator, on behalf of the unsecured creditors, alleged that the company was sham, was
essentially an agent of Salomon, and therefore, Salomon being the principal, was personally liable for its debt,
• The liquidator sought to overlook the separate personality of Salomon Ltd., distinct from its member Salomon, so as to make
Salomon personally liable for the company’s debt as if he continued to conduct the business as a sole trader.

ISSUES:
The issue was whether, regardless of the separate legal identity of a company, a shareholder/controller could be held liable for its debt,
over and above the capital contribution, so as to expose such member to unlimited personal liability.

JUDGMENT:
• The Court of Appeal, declaring the company to be a myth, reasoned that Salomon had incorporated the company contrary to the true
intent of the then Companies Act, 1862, and that the latter had conducted the business as an agent of Salomon, who should,
therefore, be responsible for the debt incurred in the course of such agency.
• The House of Lords, however, upon appeal, reversed the above ruling, and unanimously held that, as the company was duly
incorporated, it is an independent person with its rights and liabilities appropriate to itself, and that “the motives of those who took
part in the promotion of the company are absolutely irrelevant in discussing what those rights and liabilities are”. Thus, the legal
fiction of “corporate veil” between the company and its owners/controllers was firmly created by the Salomon case.
Walkovsky vs. Carlton
FACTS:
• Defendant was a shareholder in ten separate corporations wherein each corporation has two cabs registered in its
name.
• A single shareholder for multiple corporations is a common practice for the cab industry.
• A cab from one of Defendant’s corporations hit Plaintiff, and Plaintiff brought this cause of action to recover.
• Each cab has only $10,000 worth of insurance coverage, which is the statutory minimum.
• Plaintiff contends that Defendant was fraudulently holding out the corporations as separate entities when they actually
work as one large corporation.

ISSUES:
The issue is whether Defendant can be held personally liable for the injuries suffered by Plaintiff.

JUDGMENT:
The Plaintiff did not state a correct cause of action to recover from Defendant. Defendant would be held liable under the
respondeat superior doctrine if he controlled the corporation for his personal benefit at the expense of the corporations
benefit. Plaintiff did not offer proof to make that claim, and instead offered proof that the ten corporations operated as
one large corporation. The fact that the corporations may have been one large corporation, however, does not prove that
Defendant was controlling the corporations for his own behalf.

Dissenting Opinion:
The dissent argued that the corporations were undercapitalized and the corporate entity was clearly used to simply
escape liability. Although Defendant carried the statutory minimum amount of insurance, the intent of the legislature was
not to use the insurance coverage as a means for justifying Defendant’s use of corporate entities.
Jones vs. Lipman

FACTS:
• Lipman agreed to sell a property to Jones for £5,250
• Lipman changed his mind. He then formed his own company, which had £100 in capital, and
made himself the director and owner.
• He then transferred the land, which he had agreed to sell to Jones, to this sham company for
£3,000.
• $1,554.00 of the £3,000.00 was borrowed by the company from a bank and the rest
remaining owing to Lipman.
• Jones applied for specific performance to be carried out against the vendor and the vendor’s
company for the transfer of the property in question.

ISSUES:
Was Lipman’s company an attempt to avoid a pre-existing legal obligation?

JUDGMENT:
The English High Court held that the company was a sham or facade which Lipman intended to
use to evade a pre-existing obligation.
“The defendant company is the creature of the first defendant, a device and a sham, a mask
which he holds before his face in an attempt to avoid recognition by the eye of equity.”
Gilford Motors vs. Horne

FACTS:
• Mr EB Horne was formerly a managing director of the Gilford Motor Co. Ltd.
• His employment contract stipulated (clause 9) not to solicit customers of the company if he were to leave employment
of Gilford Motor Co.
• Mr. Horne was fired, thereafter he set up his own business and undercut Gilford Motor Co's prices. He received legal
advice saying that he was probably acting in breach of contract.
• He set up a company, JM Horne & Co Ltd, in which his wife and a friend called Mr Howard were the sole shareholders
and directors. They took over Horne’s business and continued it. Mr. Horne sent out fliers saying,

“Spares and service for all models of Gilford vehicles. 170 Hornsey Lane, Highgate, N. 6. Opposite Crouch End Lane...
No connection with any other firm”

• The company had no such agreement with Gilford Motor about not competing, however Gilford Motor brought an
action alleging that the company was used as an instrument of fraud to conceal Mr Horne's illegitimate actions.

ISSUES:
Had Horne violated his non-compete clause by setting up his competing company?

JUDGMENT:
• The English Court of Appeal held that the company was set up to evade Horne’s contractual obligations.
• The Court “pierced the corporate veil” and ordered an injunction against Horne.
• Courts can “pierce the corporate veil” if a company is simply a mere device to evade legal obligations, though this is
only in limited and discrete circumstances.
• The existence of fraud, wrongdoing,
or injustice to third parties.
• Failure to maintain the separate
PIERCING identities of the companies.
THE • Failure to maintain separate
identities of the company and its
CORPORATE owners or shareholders.
VEIL • Failure to adequately capitalize the
company.
• Failure to follow corporate
formalities
Tanggungjawab Pemegang Saham
• Sesuai dengan doktrin seperate legal entity, maka
tanggungjawab pemegang saham adalah sebesar
modal yang disetorkannya kedalam perusahaan

• Pasal 3 ayat (1) UUPT : Pemegang saham Perseroan


tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak
bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi
saham yang dimiliki.
Piercing the Corporate Veil
• Doktrin Piercing the Corporate Veil

• Pasal 3 ayat (2) UUPT :

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:


a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan
itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Tanggungjawab Direksi

• Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh


secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya (Pasal 97 ayat (3) UUPT)

• Doktrin Piercing the Corporate veilbagi direksi


Doktrin Business Judgment Rule

• Doktrin Business Judgment Rule


• Pasal 97 ayat (5) UUPT :
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila
dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang
mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
Tanggungjawab Dewan Komisaris
• Pasal 114 ayat (3) dan ayat (4) UUPT :

(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung


jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila
yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua)
anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara
tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan
Komisaris.

• Doktrin Piercing the Corporate veil bagi direksi


Doktrin Business Judgment Rule

• Doktrin Business Judgment Rule

• Pasal 114 ayat (5) UUPT :


(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan
kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
Pembubabaran dan Likuidasi
• Pembubaran
– Suatu perusahaan dibubarkan karena :
a) Keputusan pendiri atau RUPS untuk perseroan terbatas ;
b) Jangka waktu berdiri sesuai Akte Pendirian/Anggaran Dasar telah berakhir
c) Penetapan pengadilan
d) dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perusahaan (PT) tidak
cukup untuk membayar biaya kepailitan
e) karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam
keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f) karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan
melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
RUPS Pembubaran PT
• RUPS untuk menyetujui pembubaran Perseroan
dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah
jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar
(Ps. 89 ayat (1) UUPT)
• Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.

• RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak
mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4
(tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
• Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada
ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.

• Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah


dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan
dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.

• Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.

• Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.

• RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh)
hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya
dilangsungkan.
• Pasal 146
(1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar
kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang
melanggar peraturan perundang-undangan;
b. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya
cacat hukum dalam akta pendirian;
c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris
berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.

(2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.


Likuidasi Perseroan Terbatas – 1

• Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan :


a. wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
b. Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk
membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.

• Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang
ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan
berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi
bertindak selaku likuidator.

• Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan, pengadilan niaga
sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam
Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
• Pasal 147

(1) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran
Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam
Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.

(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a. pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
b. nama dan alamat likuidator;
c. tata cara pengajuan tagihan; dan
d. jangka waktu pengajuan tagihan.

(3) Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
• Pasal 147
(4) Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi
dengan bukti:
a. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
b. pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf

• Pasal 148
(1) Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(2) Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita pihak ketiga.
• Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar
daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan
pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain,
dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui
pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
• Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan
hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari
terhitung sejak tanggal pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara
Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;

• Dalam hal pengajuan keberatan ditolak oleh likuidator, kreditor dapat


mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Badan Usaha Milik
Negara
Pengertian
Badan Usaha Milik Negara
• Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Perusahaan Perseroan (PT. PERSERO)


• BUMN yang Berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau Paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Perusahaan Umum (PERUM)


• BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus
mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Tujuan
a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b. mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak;
d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta dan koperasi;
e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Organ BUMN

PT. Persero Perum

RUPS Menteri

Dewan Komisaris Badan Pengawas

Direksi Direksi
Pendirian
• Setiap penyertaan modal negara dalam rangka
pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang
dananya berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
• Setiap perubahan penyertaan modal negara
baik berupa penambahan maupun
pengurangan, termasuk perubahan struktur
kepemilikan negara atas saham Persero atau
perseroan terbatas, ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Koperasi
KOPERASI

PENGERTIAN ORGAN DASAR HUKUM


Perusahaan badan 1. Rapat Anggota UU No. 25 Tahun
hukum yang seluruh 2. Pengurus 1992 Tentang
modalnya berasal dari 3. Pengawas Koperasi
ANGGOTA

Peraturan pelaksana
IV.
Perusahaan Penanaman Modal
Pengertian, PMA dan PMDN
JENIS PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL
Badan Hukum

Perusahaan Usaha
PMDN Perseorangan

Bukan Badan
Perusahaan Hukum
Penanaman Modal

Perseroan
Terbatas
Perusahaan
PMA Bentuk lain
berdasarkan UU
yang mengatur
secara khusus
PERUSAHAAN PMDN
• Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Penanam Modal Dalam
Negeri dengan menggunakan modal Dalam Negeri.

• Seluruhnya (100%) modalnya menggunakan modal dalam negeri

• Dapat berbentuk badan hukum seperti Perseroan Terbatas, Koperasi, dll

• Dapat berbentuk bukan badan hukum, seperti Firma, CV, usaha perserorangan, dll

• Dapat diberikan fasilitas fiskal dan nonfiskal.


Pendirian Perusahaan
• Sama seperti mendirikan perusahaan pada umumnya

• Untuk perusahaan yang berbentuk PT, dilakukan sesuai ketentuan UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas

• Persyaratan dan tata cara penanaman modal diatur dalam :


§ Peraturan BKPM No. 1 Tahun 2020 tentang PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN PERIZINAN
BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK
§ Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Koordinasi Penanaman
Modal Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal
PERUSAHAAN PMA
• Penanaman Modal Asing, yang selanjutnya disebut sebagai PMA adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh Penanam Modal Asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan Penanam Modal Dalam Negeri.

• Menggunakan modal asing sepenuhnya (100%) atau disebut sebagai fully owned
enterprise atau berpatungan dengan modal dalam negeri (joint venture
company).

• Umumnya pengendali perusahaan adalah pemodal asing

• Dapat diberikan fasilitas fiskal dan nonfiskal.


TERBENTUKNYA PERUSAHAAN PMA
Pasal 5 ayat (3) UU No. 25 Tahun 2007

Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan


penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan
dengan:
a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan
terbatas;
b. membeli saham; dan
c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pendirian Perusahaan
• Joint Venture Agreement untuk perusahaan PMA patungan

• mendirikan perusahaan Perseroan Terbatas berdasarkan ketentuan UU No. 40


Tahun 2007

• Izin Usaha dan Izin Komersial melalui Lembaga OSS (Online Single Submission)

• Persyaratan dan tata cara penanaman modal diatur dalam :


§ Peraturan BKPM No. 1 Tahun 2020 tentang PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN PERIZINAN
BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK
§ Peraturan BKPM No. 5 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Koordinasi Penanaman
Modal Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Fasilitas Penanaman
Modal
Perizinan
• segala bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan
Administrator Kawasan Ekonomi Khusus, yang memiliki kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Nonperizinan
• segala bentuk kemudahan pelayanan dan informasi mengenai
Penanaman Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PELAYANAN PENANAMAN MODAL


RUANG LINGKUP LAYANAN
Perizinan Nonperizinan

• Izin Usaha untuk berbagai sektor usaha • Penggunaan Tenaga Kerja


• Izin Usaha Perluasan untuk berbagai sektor
usaha
Asing;
• Izin Usaha Penggabungan Perusahaan • Angka Pengenal Importir;
Penanaman Modal untuk berbagai sektor
usaha
dan
• Izin Usaha Perubahan untuk berbagai • Rekomendasi teknis
sektor usaha
• Izin Kantor Perwakilan; dan
berbagai sektor usaha.
• Izin operasional berbagai sektor usaha. • Pertimbangan Teknis
• Izin Lokasi; Pertanahan;
• Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
• Izin Lingkungan; dan
KEWENANGAN PENYELENGGARAAN
Delegasi
Kewenangan Kewenangan
PTSP BKPM
Pemerintah Pusat Menteri/ Kepala
LPNK

a. penyelenggaraan Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi;


b. urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang meliputi:

1. Penanaman Modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan
lingkungan yang tinggi;
2. Penanaman Modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
3. Penanaman Modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya
lintas provinsi;
4. Penanaman Modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;
5. Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari Pemerintah
negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah negara lain; dan
6. bidang Penanaman Modal lain yang menjadi urusan Pemerintah Pusat menurut peraturan perundang-
undangan.
KEWENANGAN PENYELENGGARAAN

Kewenangan Delegasi
BPMPTSP Kewenangan
Pemerintah
PROVINSI
Provinsi Gubernur

a. urusan pemerintah provinsi yang diatur dalam perundang-


undangan;
b. urusan pemerintahan provinsi yang ruang lingkupnya lintas
kabupaten/kota; dan
c. urusan Pemerintah yang diberikan pelimpahan wewenang
kepada Gubernur.
KEWENANGAN PENYELENGGARAAN

Kewenangan Delegasi
BPMPTSP
Pemerintah Kewenangan
Kab/Kota KAB/KOTA
Bupati/Walikota

a. urusan Pemerintah Kabupaten/Kota di bidang Penanaman Modal


yang ruang lingkupnya dalam satu Kabupaten/Kota; dan

b. urusan Pemerintah Pusat yang diberi pelimpahan wewenang kepada


Bupati/Walikota.
KEWENANGAN PENYELENGGARAAN

Delegasi Kewenangan
PTSP KPBPB Menteri/Kepala
LPNK/Gubernur/Bupati/Walikota

a. urusan pelayanan penanaman modal di dalam Kawasan Pelabuhan


Bebas dan Perdagangan Bebas
KEWENANGAN PENYELENGGARAAN

Delegasi Kewenangan
PTSP KEK Menteri/Kepala
LPNK/Gubernur/Bupati/Walikota

a. urusan pelayanan penanaman modal di dalam Kawasan


Ekonomi Khusus (KEK)
• Komposisi pemilikan saham pada saat pendirian mempedomani ketentuan daftar
negatif investasi (DNI) khususnya tentang persyaratan kepemilikan saham asing

• Saat ini diatur dalam Perpres No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan dalam Bidang
Penanaman Modal.

• Screening dilakukan oleh BKPM atau PTSP di daerah sesuai dengan


kewenangannya

Komposisi Pemilikan Saham


• Tidak semua bidang usaha dapat dilakukan oleh perusahaan PMA di Indonesia

• Daftar bidang usaha yang dapat dilakukan oleh perusahaan PMA patungan saat ini
diatur dalam Perpres No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup
dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan dalam Bidang Penanaman Modal
(saat ini dalam proses perubahan).

• Penentuan bidang usaha juga merujuk pada KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha di
Indonesia dan peraturan perundang-undangan sektoral

• Lihat Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2015 Tentang
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia

Bidang Usaha
• Pada PT PMA tidak berlaku ketentuan jumlah minimum modal setor
sebagaimana diatur dalam UUPT

• Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007, Pemerintah dapat menentukan


kelayakan ekonomi jumlah modal setor bagi perusahaan PMA

• Tergantung pada penilaian pemerintah terhadap modal yang diusulkan pada


saat permohonan.

• Dalam Perka BKPM No. 15 Tahun 2015 ditegaskan bahwa perusahaan PMA
dapat mengajukan Izin Usaha dengan total nilai realisasi investasi lebih
besar dari Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) diluar nilai investasi
tanah dan bangunan (Pasal 13 ayat (6) dan (7))

Jumlah Modal Setor


• Diserahkan kepada kesepakatan para pihak dalam JVA

• Untuk jabatan direksi boleh diduduki oleh WNA (expatriat), kecuali


direksi yang mengurus bidang personalia wajib WNI sesuai UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

• Untuk jabatan Dekom sesuai dengan kesepakatan para pihak dalam


JVA. Secara umum tidak ada pembatasan.

Komposisi Direksi dan Dekom


• wajib mengutamakan tenaga kerja WNI

• Tenaga kerja WNA (expatriat) dapat dipergunakan sesuai ketentuan pembatasan


jabatan dan masa kerja sesuai dengan perundang-undangan ketenagakerjaan.

• Prinsipnya hanya jabatan yang belum dapat diduduki oleh WNI yang dapat diduduki
oleh ekspatriat.

• Wajib adanya tenaga kerja pendamping untuk ekspatriat dan membayar iuran
pembinaan ketenagakerjaan (USD 1200)

• Baca :Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan


Tenaga Kerja Asing

Penggunaan Tenaga Kerja


• Berdasarkan kesepakatan para pihak dalam JVA dengan batasan yang
terdapat dalam UUPT dan AD perusahaan

• Tidak dibenarkan melebihi persyaratan batasan kepemilikan saham


asing yang diatur dalam DNI (Perpres No. 44 Tahun 2016)

• Peralihan saham kepada pihak asing wajib mendapatkan persetujuan


terlebih dahulu dari pemerintah cq. BKPM untuk disesuaikan dengan
batasan kepemilikan saham asing

Pengalihan Hak Atas Saham


• Diatur berdasarkan kesepakatan para pihak dalam JVA

• Harus diatur secara tegas dalam JVA tahapan divestasi,


jumlah dan mekanisme pengalihan termasuk penentuan
harga

• Untuk bidang usaha tertentu seperti pertambangan


minerba, UU sektoral mengatur jumlah dan waktu
divestasi.

Divestasi Saham Asing


• Perusahaan PMA patungan wajib menerapkan GCG

• Tata kelola perusahaan secara umum mengacu pada


ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas

• Wajib melaksanakan CSR sesuai ketentuan UUPT

Tata Kelola Perusahaan


• Diatur berdasarkan kesepakatan para pihak dalam JVA

• Untuk pengalihan teknologi yang kompleks umumnya


dibuat dalam sebuah perjanjian tersendiri yang terpisah
dari JVA (Transfer of Technology Agreement)

Alih Teknologi
• Diatur berdasarkan kesepakatan para pihak dalam JVA

• para pihak dapat memilih melalui pengadilan atau melalui


arbitrase dalam atau luar negeri

• Untuk sengketa investasi dimana salah satu pihak adalah


negara Republik Indonesia cq. Pemerintah, maka penyelesaian
sengketa di arbitrase internasional, terutama ICSID
(International Centre for settlement of investment dispute).

Penyelesaian Sengketa
• Menerapkan GCG
• Melaksanakan CSR
• Membuat LKPM (laporan kegiatan penanaman
modal)
• Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar
perusahaan

Kewajiban PMA
V.
Restrukturisasi Perusahaan
Pengertian, bentuk-bentuk dan proses
Bentuk-Bentuk Restrukturisasi Perusahaan
• Restrukturisasi Keuangan/ Modal
– Restrukturisasi Utang
– Debt Equity Swap
– Spin off, Sell off, liquidation
– Private Placement, management buy out
– Go publik (IPO)
– Privatisasi (BUMN)
• Restrukturisasi Aset
– Penjualan Aset
– Pemanfaatan Aset
• Sewa
• BOT
• BTO
• Kerjasama Usaha, dll
• Restrukturisasi Organisasi
– Perampingan organisasi
– Pergantian direksi, Dekom
ASPEK PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN

Valuation & Funding

S
Legal and procedural issues
T
R
Taxation and Stamp duty aspects A
T
Accounting aspects E
G
Competition aspects I

Human and Cultural synergies


VI.
Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Spin off
Pengertian, bentuk-bentuk dan proses
Merger
(Penggabungan)
MERGER

Merger merupakan kombinasi dua atau


lebih yang bisa digabungkan bersama
baik secara amalgamasi atau
penyerapan

Di Indonesia berdasarkan Pasal 1 angka


9 UUPT digunakan istilah
“Penggabungan”

Dibedakan dengan konsolidasi yang


lebih mengarah pada cara amalgamasi
Merger/ Penggabungan

Tidak ada jaminan PT.


A pasca merger akan
mempekerjakan
seluruh tenaga kerja
PT. A PT. B

PT. A

Aktiva dan passiva


PT. B

• Bubar tanpa dilikuidasi


• Pemegang saham PT. B akan menjadi pemegang saham pada PT. B
• Terjadi dilusi atas persentase kepemilikan saham
Alasan

Pertumbuhan atau Meningkatkan


Sinergi
diversifikasi dana

Menambah
keterampilan Pertimbangan Meningkatkan
manajemen atau pajak likuiditas pemilik
teknologi

Melindungi diri
dari
pengambilalihan
KERANGKA HUKUM MERGER

Aspek prosedural

Aspek hukum persaingan usaha

Perlindungan pemegang saham minoritas

Perlindungan terhadap kreditur

Hak-hak tenaga kerja

Aspek hukum pajak


The picture can't be The picture can't be The picture can't be The picture can't be
displayed. displayed. displayed. displayed.
ASPEK PROSEDURAL

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Direksi perseroan yang akan


Direksi masing-asing perseroan Rekomendasi Komisaris dan menggabungkan diri menyusun
menyusun USULAN rancangan
penggabungan Persetujuan RUPS bersama RANCANGAN
PENGGABUNGAN

Ringkasan Rencana Penggabungan wajib


Persetujuan RUPS masing-masing diumumkan oleh Direksi masing-masing
Perseroan terhadap RANCANGAN dalam 2 surat kabar harian serta
PENGGABUNGAN dan Konsep Akta diumumkan secara tertulis kepada Perubahan Anggaran
Penggabungan karyawan perseroan yang akan
menggabungkan diri paling lambat 14
Dasar
hari sebelum pemanggilan RUPS
masing-masing perseroan
ASPEK HUKUM PERSAINGAN USAHA

Pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999


(1). Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
(2). Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila
tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Aspek Hukum Persaingan Usaha

Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999:


(1). Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat
nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu,
wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau
pengambilalihan tersebut.

(2). Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan
serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Aspek Hukum Persaingan Usaha

Perusahaan A

Konsentrasi Kemampuan Kemampuan


Perusahaan B mempengaruhi mempengaruhi
Pasar out put harga

Perusahaan C

Salah satu akibat merger terkonsolidasinya pasar para peserta merger. Market power pasca
merger menjadi lebih besar. Market power yang besar dapat mempengaruhi out put dan harga
sehingga kemungkinan bisa terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat .

Oleh karena, hukum mengatur agar merger tidak dipergunakan untuk melakukan Praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
PP No. 57 Tahun 2010
Pasal 5
Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham
perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi
jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada Komisi paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis Penggabungan
Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan.

Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


a. nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah);
dan/atau
b. nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah).

Bagi Pelaku Usaha di bidang perbankan kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara


tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika nilai aset melebihi
Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah).
PERLINDUNGAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS

Simple majority dalam pengambilan keputusan RUPS untuk


menyetujui merger menyebabkan pemegang saham
minoritas tidak dapat menggagalkan proses merger
Perlindungan pemegang saham minoritas melalui appraisal
right
Hak pemegang saham minoritas untuk menggugat
Perseroan berdasarkan gugatan derivatif (derivative suite)
Perlindungan melalui personal right
Pada perusahaan terbuka dikenal prinsip majority rules
The picture can't be displayed.

minority protection
RUPS Independent dalam transaksi benturan kepentingan
(silent majority)
PERLINDUNGAN KEPENTINGAN KREDITUR

Merger harus melindungi kepentingan kreditor


Hak kreditor untuk mengajukan keberatan terhadap
merger
Keberatan kreditor yang diajukan dalam proses
merger harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum
RUPS menyetujui Rancangan Penggabungan
Kreditor yang tidak mengajukan keberatan dianggap
The picture can't be displayed.

menyetujui merger
PERLINDUNGAN HAK PEKERJA

Merger akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tenaga kerja

Tidak ada jaminan perusahaan pasca merger akan mempekerjakan


kembali seluruh tenaga kerja dari perusahaan yang menggabungkan
diri

Keberatan tenaga kerja pada dasarnya tidak menghalangi proses


merger

Sedapat mungkin merger meminimalkan terjadinya PHK

Hak-hak tenaga kerja harus dilindungi dalam proses merger, termasuk


apabila merger mengakibatkan terjadinya PHK
ASPEK HUKUM PAJAK

Aspek kewajiban pajak merupakan salah satu pertimbangan penting


dalam merger

Merger mengakibatkan terjadinya transfer kepemilikan (aktiva) dari


perusahaan yang menggabungkan diri kepada perusahaan yang
menerima merger

Transfer aktiva ini akan mengakibatkan terjadinya peralihan aset,


misalnya tanah, sehingga harus diperhitungkan kewajiban pajak peralihan
tanah (BPHTB)
The picture can't be displayed.

Transfer aktiva dalam suatu merger juga akan menambah kekayaan dari
perusahaan yang menerima merger, sehingga melahirkan kewajiban
pembayaran pajak penghasilan
Konsolidasi/ Amalgamasi
(Peleburan)
PELEBURAN

• Bubar tanpa dilikuidasi


• Pemegang saham PT. A akan menjadi pemegang saham pada PT. AB
• Terjadi dilusi atas persentase kepemilikan saham
Tidak ada jaminan
PT. AB pasca
PT. A merger akan
Aktiva dan passiva mempekerjakan
seluruh tenaga
kerja PT. A dan PT.
B
PT. AB
Entitas Baru

Aktiva dan passiva


PT. B

• Bubar tanpa dilikuidasi


• Pemegang saham PT. B akan menjadi pemegang saham pada PT. AB
• Terjadi dilusi atas persentase kepemilikan saham
PELEBURAN

• Merger (peleburan atau amalgamasi) pada prinsipnya


The picture can't be
displayed.

sama dengan merger (penggabungan)

• Perbedaannnya pada konsolidasi (amalgamasi)


terbentuk sebuah entitas hukum yang baru
The picture can't be displayed.

• Pertimbangan, prosedur, dll prinsipnya sama


seperti pada restrukturisasi melalui merger
Akuisisi / Takeover
(Pengambilalihan)
AKUISISI (TAKEOVER)

Pengambilalihan (akuisisi, take over) berarti tindakan korporasi


yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan
mengambilalih saham perusahaan target dengan maksud
untuk mengendalikan perusahaan target.

Akuisisi/ take over menyebabkan terjadinya perubahan


pengendalian perusahaan target oleh pengakuisisi.

Akuisisi biasanya dilakukan untuk tujuan ekspansi pasar

Dalam UU PT digunakan istilah “pengambilalihan”


Kerangka hukum takeover

Aspek prosedural

Aspek hukum persaingan usaha

Perlindungan pemegang saham minoritas

Perlindungan terhadap kreditur

Hak-hak tenaga kerja

Aspek hukum pajak


The picture can't be displayed.
Aspek prosedural

Berbeda antara perusahaan tertutup dan perusahaan terbuka

Pada perusahaan tertutup prosedural melibatkan internal


perusahaan, lembaga/instansi pemerintah terkait dengan
perubahan AD (mis: Kemenkumham di Indonesia dan OJK
(apabila perusahaan bergerak dalam bidang perbankan).

Pada perusahaan terbuka melibatkan otoritas pasar modal (OJK


di Indonesia)

Untuk keadaan tertentu melibatkan otoritas pengawas


persaingan usaha
Aspek prosedural (PT tertutup)

Pengambilalihan langsung dari pemegang saham.


Pengambilalihan ini sama dengan pengalihan hak atas
saham pada umumnya. Dengan ketentuan disetujui oleh
RUPS sesuai AD

Hak menawar terlebih dahulu (pre-emptive right) dari


pemegang saham harus dihormati jika AD menetapkan
adanya batasan menawarkan terlebih dahulu pada
pemegang saham yang ada.

Jika yang diambilalih adalah saham portofolio (saham


dalam simpanan), maka wajib adanya mekanisme
penawaran terlebih dahulu.
Aspek prosedural (PT tertutup)
Pengambilalihan melalui Direksi (friendly takeover)

Penyampaian maksud Rancangan


Usulan rencana
takeover oleh perusahaan Pengambilalihan
pengambilalihan (direksi
pengakuisisi kepada (diumumkan dalam 2
kedua pihak)
direksi perusahaan target surat kabar)

Persetujuan RUPS Perubahan Anggaran


Akta Pengambilalihan
(Korum 3/4 ) Dasar
Aspek prosedural (PT terbuka)

Tender Offer merupakan penawaran melalui media massa untuk membeli


saham perusahaan publik yang tercatat dibursa dengan tujuan untuk
mengendalikan perusahaan publik yang bersangkutan.

Pernyataan Penawaran Tender adalah dokumen yang wajib disampaikan


kepada otoritas pengawas (OJK) oleh pihak yang melakukan penawaran
tender.

Pelaksanaan Tender Offer dapat mempengaruhi masyarakat pemodal


untuk menjual atau tak menjual efek atau saham yang dimiliki.

Disinilah peran pengawas pasar modal dan bursa untuk memastikan


bahwa kesepakatan mengenai penawaran sahan tersebut jujur dan
transparan.
Aspek prosedural (PT terbuka)

• pihak yang dapat melakukan penawaran tender wajib mengumumkan di


surat kabar, mengenai rencana penawaran tender, yang memuat :

a. Identitas pihak yang melakukan tender offer


b. Persyaratan dan kondisi khusus dari penawaran tender yang
direncanakan
c. Jumlah efek bersifat ekuitas dari perusahaan sasaran yang dimiliki
oleh pihak yang melakukan penawaran tender.
d. Pernyataan akuntan, bank, atau penjamin emisi efek yang
menerangkan bahwa pihak yang melakukan penawaran tender
telah mempunyai dana yang mencukupi untuk membiayai
penawaran tender yang dimaksud.
Aspek hukum persaingan usaha

Salah satu dampak dari akuisisi adalah terjadinya konsolidasi


kekuatan pasar dari perusahaan yang mengakuisisi

Konsentrasi pasar dapat menimbulkan kekuatan pasar (market


power) yang mungkin memberikan kemampuan kepada pelaku
usaha untuk mempengaruhi out put dan harga di pasar

Perlu diatur aspek hukum persaingan usaha agar


pengambilalihan tidak digunakan sebagai instrumen untuk
melakukan tindakan monopoli dan anti persaingan lainnya.
ASPEK HUKUM PERSAINGAN USAHA

Pasal 28 UU No. 5 Tahun 1999


(1). Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
(2). Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila
tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Aspek Hukum Persaingan Usaha

Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999:


(1). Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat
nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu,
wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau
pengambilalihan tersebut.

(2). Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan
serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Aspek Hukum Persaingan Usaha

Perusahaan A

Konsentrasi Kemampuan Kemampuan


Perusahaan B mempengaruhi mempengaruhi
Pasar out put harga

Perusahaan C

Salah satu akibat merger terkonsolidasinya pasar para peserta merger. Market power pasca
merger menjadi lebih besar. Market power yang besar dapat mempengaruhi out put dan harga
sehingga kemungkinan bisa terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat .

Oleh karena, hukum mengatur agar merger tidak dipergunakan untuk melakukan Praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
PP No. 57 Tahun 2010
Pasal 5
Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham
perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi
jumlah tertentu wajib diberitahukan secara tertulis kepada Komisi paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal telah berlaku efektif secara yuridis Penggabungan
Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan.

Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


a. nilai aset sebesar Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah);
dan/atau
b. nilai penjualan sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah).

Bagi Pelaku Usaha di bidang perbankan kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara


tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika nilai aset melebihi
Rp20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah).
Perlindungan pemegang saham minoritas

Simple majority dalam pengambilan keputusan RUPS untuk


menyetujui pengambilalihan menyebabkan pemegang saham
minoritas tidak dapat menggagalkan proses merger
Perlindungan pemegang saham minoritas melalui appraisal right
Hak pemegang saham minoritas untuk menggugat Perseroan
berdasarkan gugatan derivatif (derivative suite)
Perlindungan melalui personal right
Pada perusahaan terbuka dikenal prinsip majority rules minority
protection
RUPS Independent dalam transaksi benturan kepentingan (silent
majority)
Perlindungan kepentingan kreditur

pengambilalihan harus melindungi kepentingan


kreditor
Hak kreditor untuk mengajukan keberatan terhadap
pengambilalihan
Keberatan kreditor yang diajukan dalam proses
pengambilalihan harus diselesaikan terlebih dahulu
sebelum RUPS menyetujui Rancangan
Pengambilalihan
The picture can't be displayed.

Kreditor yang tidak mengajukan keberatan dianggap


menyetujui pengambilalihan
Perlindungan hak-hak pekerja

pengambilalihan akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tenaga kerja

Tidak ada jaminan perusahaan pasca pengambilalihan akan mempekerjakan


kembali seluruh tenaga kerja dari perusahaan yang dikendalikan

Keberatan tenaga kerja pada dasarnya tidak menghalangi proses


pengambilalihan

Sedapat mungkin pengambilalihan meminimalkan terjadinya PHK

Hak-hak tenaga kerja harus dilindungi dalam proses merger, termasuk apabila
merger mengakibatkan terjadinya PHK
Aspek hukum pajak

Aspek kewajiban pajak merupakan salah satu


pertimbangan penting dalam Pengambilalihan

Pengambilalihan mengakibatkan terjadinya transfer


kepemilikan saham

Transfer kepemilikan saham ini akan


mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas saham
The picture can't be displayed.
dan terjadinya pendapatan pada sisi lain.
Demerger / Spinn off
(Pemisahan)
DEMERGER (pemisahan)

• Perusahaan harus merampingkan operasi mereka


dalam suatu keadaan tertentu, seperti saat divisi
perusahaan berkinerja buruk atau hanya karena tidak
lagi sesuai dengan rencana perusahaan.
• mungkin juga perlu untuk membatalkan merger
sebelumnya atau Akuisisi yang terbukti tidak berhasil.

• restrukturisasi perusahaan dilakukan melalui strategi


seperti demerger atau spin off, split off, dll.
• Demerger adalah bentuk restrukturisasi
perusahaan dimana operasi bisnis entitas
dipisahkan menjadi satu atau lebih banyak
komponen.

• Sering dilakukan untuk membantu masing-


masing segmen beroperasi dengan lebih
lancar, agar mereka bisa fokus pada tugas
yang lebih spesifik setelah demerger.
Bentuk Demerger

• SPIN OFF dengan memisahkan unit-unit bisnis tertentu dari


perusahaan menjadi satu atau beberapa entitas (perusahaan)
yang mandiri dengan tetap mempertahankan keberadaan
perusahaan induk

• SPLIT UP dengan memisahkan unit-unit bisnis tertentu dari


perusahaan menjadi beberapa entitas (perusahaan) yang
mandiri dan perusahaan induk diberhentikan setelah
terjadinya demerger

• SPLIT OFF mereorganisasi struktur perusahaan yang ada


dimana saham divisi bisnis, anak perusahaan atau
perusahaan terafiliasi baru dialihkan ke pemegang saham
perusahaan induk dengan imbalan saham pada perusahaan
tersebut.
Bentuk Demerger/Pemisahan

Co. A Co. A

Division A Division B Division C Division A Co. B Co. C

BEFORE AFTER
Bentuk Demerger/Pemisahan

Shareholder of Shareholder of
Company A Company A

Company Company
A A

C D E C D E

Subsidiary Company A
Bentuk Demerger/Pemisahan

Shareholder of Shareholder of Company


Company A A

Shareholder of Company Shareholder of Company


Company A B
A

Co. A Co. B
C D E F
New Company

Operation of Company A

C D E F

Operation of Company B
UU PT tentang Pemisahan

Pengertian

• Pasal 1 Angka 12 UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT


Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan
untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan
pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua Perseroan atau
lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum
kepada satu Perseroan atau lebih.
Bentuk Pemisahan dalam UUPT

1. Pemisahan Murni
mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua)
Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan
Pemisahan tersebut berakhir karena hukum.

2. Pemisahan Tidak Murni


mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1
(satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan
Pemisahan tersebut tetap ada.

TATA CARA

o Pada prinsipnya banyak persamaan prosedur dengan penggabungan, peleburan dan


pengambil alihan
Good Corporate Governance

Anda mungkin juga menyukai