Anda di halaman 1dari 64

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Tinjauan Umum Tentang Notaris

2.1.1 Pengertian Notaris dan Sejarah Perkembangan

Notaris merupakan salah satu profesi hukum yang tertua di dunia, dimana

Notaris awalnya ada dari lahirnya scribae pada jaman Romawi Kuno (abad ke II

dan ke III sesudah Masehi). Jabatan Notaris ini lahir untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dan bukan merupakan jabatan yang sengaja diciptakan kemudian baru

diperkenalkan kepada khalayak umum. 56 Kata Notaris itu sendiri berasal dari kata

notarius yang digunakan oleh masyarakat Romawi untuk mereka yang melakukan

pekerjaan menulis, namun fungsi Notaris pada jaman tersebut tidak sama dengan

fungsi Notaris sekarang. Orang yang disebut notarius adalah mereka yang

mengadakan pencatatan tulisan cepat.57

Pasal 1 angka 1 UUJN menentukan bahwa pengetian Notaris adalah

“pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau

berdasarkan Undang-Undang lainnya”. Sementara Pasal 1 Peraturan Jabatan

56
Anke Dwi Saputro, 2010, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang Dan Di Masa
Datang, Gramedia Pustaka, Jakarta, h. 40.
57
Abdul Ghofur Anshori, 2016, Lembaga Kenotariatann Indonesia (Perspektif Hukum Dan
Etika), UII Press, Yogyakarta, h. 7.

41
42

Notaris pada tanggal 1 Juli 1860 (selanjutnya disebut PJN) menentukan mengenai

pengertian Notaris yaitu :

De Notarissen zijn openbare ambtenaren, ulsluitend bevoeg, om

authentieke akten op te mken wegens alle handeligen, overeenkomsten en

beschikkingen, waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de

belanghebbenden verlangen, dat bij authentieke geschrift blijken zal, daarvan de

dagteekening te verzekeren, de akten in bewaring te houden en daarvan grosen,

afschriften en uittreksels uit te geven; alles voorzoover het opmaken dier akten

door eene algemeene verordening niet ook aan andere ambtenaren of personen

opgedragen of voorbehouden.58

Artinya : Notaris adalah pejabat-pejabat umum khususnya berwenang untuk

membuat akta-akta autentik mengenai semua perbuatan, persetujuan dan

ketetapan-ketetapan, yang untuk itu diperintahkan oleh suatu undang-undang

umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan, yang akan

terbukti dengan tulisan autentik, menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan

akta-akta dan mengeluarkan grosse-grosse, salinan-salinan dan

kutipan-kutipannya; semuanya itu sejauh perbuatan akta-akta tersebut oleh suatu

undang-undang umum tidak juga ditugaskan atau diserahkan kepada

pejabat-pejabat lainnya.

Notaris dalam Black's Law Dictionary disebutkan sebagai Notary Public,

yaitu “a person authorized by a state to administer oaths, certify documents, attest

58
Engelbrecht, 1998, De Wetboeken Wetten En Veroordeningen, Benevens De Gronwet Van
De Republiek Indonesie, Ichtiar Baru-Van Voeve, Jakarta, h. 882.
43

to the authenticity of signatures, and perform official acts in commercial matters”,

yang dapat diartikan sebagai seseorang yang ditunjuk negara untuk mengambil

sumpah, mengesahkan dokumen, menegaskan keaslian tanda tangan, dan

melakukan tindakan resmi dalam hal komersial.

Pengertian Notaris yang dikemukakan oleh G.H.S Lumban Tobing ialah

pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik tentang perbuatan,

perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh

pihak yang berkepentingan dalam suatu akta autentik, dengan jaminan kepastian

tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya,

semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat atau orang lain. 59 Seorang Notaris, menurut Tan Thong Kie yaitu

seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang jabatan seorang Notaris

masih disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat,

tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diadalkan. Segala sesuatu

yang ditulis serta ditetapkan (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuatan

dokumen yang kuat dalam proses hukum. 60

Sejarah notariat di Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah notariat di

Belanda dan Perancis. Belanda menjajah Indonesia selama lebih dari tiga abad dan

hukum kenotariatan merupakan salah satu hal yang diterapkan Belanda di

Indonesia. Belanda sendiri mengoper ketentuan-ketentuan dari hukum notariat di

59
Sajadi, I., & Saptanti, N, (2015), Tanggung Jawab Notaris Terhadap Keabsahan Akta
Notaris Yang Dibuatnya Atas Penghadap Yang Tidak Dapat Membaca Dan
Menulis, Repertorium, Vol. 2, No. (2), p. 183.
60
Tan Thong Kie, 2013, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, Jakarta, h. 157.
44

Perancis (loi organique du notariat) ke dalam sistem hukumnya. Jabatan Notaris

pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada jaman penjajahan Belanda, dengan

adanya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Pada permulaan abad ke 17,

tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1620 diangkat Notaris pertama di Indonesia yaitu

Melchior Kerchem, sekretaris College van Schepenen di Jakarta. Pengangkatan

Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama diikuti dengan pengangkatan

notaris-notaris selanjutnya, tidak hanya di Batavia, namun juga di buitenposten

(daerah di luar Batavia).61

Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada saat itu

hanya 2 buah reglement yang seringkali berubah-ubah isinya sesuai dengan

kepentingan yang berkuasa pada saat itu, bukan untuk kepentingan umum (publik).

Pada tahun 1822 dikeluarkan “Instructie voor de notarissen in Indonesia”, yang

terdiri dari 34 pasal yang menyatakan mengenai batas-batas tugas dan wewenang

dari seorang notaris dan yang kiranya dapat dipandang sebagai langkah pertama di

dalam pelembagaan notaris, dalam Pasal 1 yang menyatakan, bahwa “Notaris

adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang

berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta-akta dan

kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan

pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau

minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan

benar.” Tahun 1860 Pemerintah Hindia Belanda membuat perubahan lagi

61
Pandamdari, E, (2018), Peranan Ikatan Notaris Indonesia (Ini) Terhadap Pengawasan
Notaris Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris Di Provinsi Dki Jakarta, Jurnal Hukum
Adigama, Vol. 1, No. (1), p. 14.
45

mengenai jabatan Notaris yaitu dengan dikeluarkannya Reglement op het

Notaris-ambt in Indonesie Ordonansi 11 Januari 1860 - 1 Juli 1860 (TXVIII-25)

yang mengatur mengenai jabatan Notaris hingga Indonesia merdeka.

Setelah Indonesia merdeka, Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie

Ordonansi 11 Januari 1860 - 1 Juli 1860 (TXVIII-25) masih berlaku berdasarkan

aturan peralihan saat itu dan lebih dikenal dengan sebutan PJN. PJN ini berlaku

hingga saat diundangkannya UUJN, dan kemudian sesuai Pasal 91 UUJN,

aturan-aturan sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, yakni :

1. Reglement op het Notarisambt in Nederlandsch Indie sebagaimana telah

diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101;

2. Ordonantie 16 September 1931 Tentang Honorarium Notaris;

3. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379), dan;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 Tentang Sumpah/Janji

Jabatan Notaris.62

UUJN kemudian diperbaharui dengan UUJN Perubahan dan sampai saat ini

aturan yang mengatur mengenai Jabatan Notaris adalah UUJN.

2.1.2 Notaris Sebagai Jabatan

62
Gansham Anand, 2014, Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia (Seri Peraturan
Jabatan Notaris), Zifatama Publisher, Sidoarjo, h. 12.
46

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jabatan berarti pekerjaan (tugas)

dalam pemerintahan atau organisasi. 63 Jabatan dalam arti sebagai Ambt merupakan

fungsi, tugas, wilayah kerja pemerintah pada umumnya atau badan perlengkapan

pada khususnya. Menurut E. Utrecht bahwa “Jabatan (Ambt) ialah suatu

lingkungan perkerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan

dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum)”. 64

Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.

Kehadiran lembaga Notaris merupakan beleidsregel dari negara dengan UUJN,

bahwa jabatan Notaris sengaja diciptakan negara sebagai implementasi dari negara

dalam memberikan pelayanan kepada rakyat, khususnya dalam pembuatan alat

bukti yang autentik yang diakui oleh negara. 65 Notaris menerima tugasnya dari

negara dalam bentuk delegasi dari negara sehingga ini mendari dasar kenapa

Notaris di Indonesia memakai lambang negara, yaitu burung garuda. Lembaga

Notaris dapat berjalan apabila ada pejabat yang menjalankannya, sehingga

diangkatlah mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menjalankan

jabatan Notaris, dan mereka inilah para Notaris yang merupakan personifikasi dari

lembaga Notaris.66

63
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 392.
64
Habib Adjie dan Rusdianto Sesung, 2020, Tafsir, Penjelasan, dan Komentar Atas
Undang-Undang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, h. 56.
65
Mokodongan, S. S, (2017), Pengangkatan, Pemberhentian Dan Tugas Kewajiban Notaris
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lex Privatum, Vol. 5,
No. (3), p. 69.
66
Habib Adjie, 2019, Memahami Dan Menguasai Teori Akta Notaris Ragam Awal Akta
Komparisi Dan Akhir Akta Notaris, Duta Nusindo Semarang, Semarang, h. 51, (selanjutnya disebut
Habib Adjie III).
47

Notaris sebagai suatu jabatan menjalankan sebagian dari fungsi publik dari

negara, khususnya di bidang perdata. Hal inilah yang membedakan jabatan Notaris

dengan profesi lainnya. Notaris sebagai jabatan mendapatkan tugasnya secara

delegasi dari negara. Menurut Habib Adjie, jabatan Notaris memiliki karakteristik

sebagai berikut :

a. Sebagai Jabatan

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.

Menempatkan notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau

tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu

serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Segala

hal yang berkaitan dengan jabatan Notaris harus mengacu pada UUJN yang

merupakan unifikasi di bidang pengaturan jabatan Notaris, artinya satu-satunya

aturan hukum dalam bentuk undang undang yang mengatur jabatan Notaris di

Indonesia.

b. Memiliki Kewenangan Tertentu

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan

hukumnya sebagai batasan agar jabatannya dapat berjalan dengan baik dan tidak

bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Apabila serorang pejabat (notaris)

melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat

dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.

c. Diangkat dan Diberhentikan oleh Pemerintah


48

Pasal 2 UUJN menyatakan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh

Menteri (pemerintah), dalam hal ini Menteri yang diberi tugas dan tanggung

jawabnya meliputi bidang kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Meskipun

begitu, Notaris bukan subordinasi (bawahan) yang mengangkatnya. Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya bersifat mandiri (autonomus), tidak memihak

siapapun (impartial), dan tidak tergantung kepada siapapun (independent), yang

artinya dalam menjalankan jabatannya, Notaris tidak dapat dicampuri oleh pihak

manapun, termasuk pihak yang mengangkatnya.

d. Tidak Menerima Gaji atau Pensiun dari yang mengangkatnya

Notaris tidak menerima gaji maupun pensiun dari pemerintah meskipun

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Sesuai Pasal 36 ayat (1)

UUJN, Notaris hanya menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan oleh

masyarakat kepadanya sesuai dengan kewenangannya. Selain itu sesuai Pasal 37

UUJN, Notaris juga wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara

cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.

e. Akuntabilitas atas pekerjannya kepada Masyarakat

Notaris hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan

akta autentik, sehingga Notaris memiliki tanggung jawab untuk melayani

masyarakat. Jika terbukti bahwa akta yang dibuat oleh Notaris tidak sesuai dengan

aturan hukum yang berlaku maka masyarakat dapat menggugat Notaris secara
49

perdata serta menuntut ganti rugi dan bunga. Hal ini merupakan bentuk

akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.67

Jabatan yang diemban Notaris merupakan suatu jabatan kepercayaan yang

diamanatkan oleh undang-undang dan masyarakat. Seorang Notaris haruslah

bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya

dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran

jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang Notaris maka akan

merugikan masyarakat umum yang dilayaninya. Notaris dalam menjalankan

jabatannya harus mematuhi seluruh kaidah moral yang telah hidup dan berkembang

di masyarakat. Selain adanya tanggung jawab dari etika profesi, penting bagi

Notaris untuk memiliki integritas dan moral yang tinggi. 68

Jabatan Notaris ada karena dikehendaki oleh aturan hukum untuk

membantu melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang

bersifat autentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. 69 Dengan

alasan ini maka seorang Notaris harus memiliki semangat untuk melayani

masyarakat, dan masyarakat yang telah merasa dilayani oleh Notaris sesuai tugas

jabatannya dapat memberikan honorarium kepada Notaris. Oleh karena itu Notaris

tidak memiliki arti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. Notaris

sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat

67
Habib Adjie, 2013, Menjalin Pemikiran Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan
Tulisan), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 15, (selanjutnya disebut Habib Adjie IV).
68
K. Bertens, 2011, Etika, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 282.
69
Mowoka, V. P, (2014), Pelaksanaan Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang
Dibuatnya. Lex Et Societatis, Vol. 2, No. (4), p. 61.
50

oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu).

Pengertian jabatan memiliki bersifat berkesinambungan, yaitu harus berlangsung

terus menerus sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Pada saat seseorang

pensiun dari jabatannya sebagai seorang Notaris, maka berhenti pula

kedudukannya sebagai seorang Notaris, namun Notaris sebagai jabatan akan tetap

ada selama aturan hukum mengenai jabatan Notaris itu tetap ada.

2.1.3 Notaris Sebagai Pejabat Umum

Notaris sesuai Pasal 1 angka 1 UUJN adalah pejabat umum. Pasal 1 angka 1

UUJN menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang undang lainnya”. Kedudukan

Notaris sebagai pejabat umum di tengah-tengah masyarakat dan kekuatan

pembuktian dari akta autentik yang dibuatnya, dapat dikatakan bahwa jabatan

Notaris merupakan jabatan kepercayaan. Jabatan kepercayaan yang diberikan

undang-undang dan masyarakat ini mewajibkan seseorang yang berprofesi sebagai

Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan tersebut dengan

sebaik-baiknya serta menjunjung tinggi etika hukum, martabat serta keluhuran

jabatannya. 70

Menurut Ridwan HR pejabat umum adalah pejabat yang diangkat oleh

Pemerintan serta memiliki keterangan tertentu dalam suatu lingkungan pekerjaan

70
Edwar, E., Rani, F. A., & Ali, D, (2019), Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum
Ditinjau dari Konsep Equality Before the Law, Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 49, No. (1), p.
181.
51

yang tetap.71 Jabatan Notaris adalah jabatan umum atau publik, hal ini dikarenakan

Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Pejabat umum adalah pejabat

yang diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaan umum (pemerintah) dan diberi

wewenang serta kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu, karena itu

Notaris ikut juga melaksanakan kewibawaan pemerintah. Notaris menjalankan

tugas negara, menggunakan lambang negara, dan minuta akta yang dibuat adalah

dokumen negara. Sebagai pejabat umum, notaris haruslah: (a) berjiwa Pancasila;

(b) taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris; (c) berbahasa Indonesia

yang baik.72

Pejabat umum adalah terjemahan dari Openbare Amtbtenaren sebagaimana

dalam Pasal 1 PJN, dan Pasal 1868 KUH Perdata. PJN Pasal 1 menentukan bahwa :

De Notarissen zijn openbare ambtenaren, uitsluitend bevoegd, om authentieke

akten op te maken wegens alle handelingen, overeenkomsten en beschikkingen,

waarvan eene algemeene verordening gebiedt of de belanghebbenden verlangen,

dat bij authentiek geschrift blijken zal, daarvan de dagtekenig te verzekeren, de

akten in bewaring te houden en daarvan grossen, afschrif akten en uittreksels uit te

geven; alles voorzoover het opmaken dier akten door ene algemene verordening

niet ook aan andere ambtenaren of personen opgedragen of voorbehouden.

Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa :

71
Ridwan H.R, op. cit, h. 20.
72
Abdulkadir Muhammad, 2014, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. h.
89.
52

Eene authentieke acte is de zoodanige welke in de wettelijken vorn in

verleden. Door of ten overstain van openbare ambtenaren die daartoe bevoegd zijn

ter plaatse alwar zulks is geschied.73

Istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Articel 1 dalam

Regelement op het Notaris Ambt in Indonesia, atau PJN Pasal 1 tersebut diatas,

kemudian diterjemahkan oleh G.H.S Lumban Tobing menjadi Pejabat Umum.

Istilah Openbare Amtbtenaren yang terdapat dalam Pasal 1868 KUH Perdata

diterjemahkan menjadi Pejabat Umum oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio dalam

KUH Perdata terjemahan mereka. 74 Istilah pejabat umum yang merupakan

terjemahan dari istilah Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam ketentuan Pasal

1868 KUH Perdata yaitu suatu akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam

bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang

berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Openbare Ambtenaren yang

diterjemahkan sebagai pejabat umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas

untuk membuat akta autentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi

seperti itu diberikan kepada notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUH

Perdata tersebut, untuk dapat membuat akta autentik seseorang harus mempunyai

kedudukan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu

dibuat.75

73
Habib Adjie & Rusdianto Sesung, op.cit, h. 68.
74
Habib Adjie & Rusdianto Sesung, op.cit, h. 45.
75
Sari, M. P, (2017), Analisis Yuridis Komparisi Penghadap Dalam Akta Notaris
Berdasarkan Studi Putusan No. 51pk/tun/2013, Premise Law Journal, Vol. 15, No. (1), p. 5.
53

Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk

membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur pada UUJN.

Mengenai akta autentik dalam Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu

akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan UU

oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

Akta autentik merupakan alat bukti yang sempurna sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 1870-1871 KUH Perdata adalah akta autentik mereupakan alat pembuktian

yang sempurna bagi kedua pihak. 76 Mereka yang berwenang diberikan jabatan

yakni sebagai pejabat umum oleh aturan hukum untuk membuat akta autentik,

seperti halnya Notaris sebagai pejabat umum. Oleh karenanya Notaris sudah pasti

merupakan pejabat umum, namun pejabat umum belum tentu adalah Notaris,

karena pejabat umum dapat disandang juga oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

(selanjutnya disebut PPAT).

Notaris dalam UUJN dikualifikasikan sebagai pejabat umum, tetapi

kualifikasi notaris sebagai pejabat umum tidak hanya untuk Notaris saja karena

PPAT dan pejabat lelang juga diberi kualifikasi sebagai pejabat umum. Kualfikasi

yang diberikan kepada Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan wewenang

Notaris. Menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN bahwa Notaris berwenang membuat akta

autentik mengenai semua perbuatan, sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Pemberian wewenang

kepada pejabat atau instansi lain, seperti PPAT, Pejabat Lelang, atau Kantor

76
Fauzan, R., Suryadi, S., & Nuraini, L, (2020), Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap
Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Yang Sempurna Dalam Perkara Jual Beli Tanah (Studi Putusan
Mahkamah Agung Nomor 2469K/PDT/2017), Student Online Journal (SOJ) UMRAH-Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Vol. 1, No. (2), p. 807.
54

Catatan Sipil, tidak berarti memberikan kualifikasi sebagai Pejabat Umum tapi

hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum saja ketika membuat akta-akta

yang ditentukan oleh aturan hukum, dan kedudukan mereka tetap dalam jabatannya

seperti semula sebagai Pegawai Negeri. 77

Notaris sebagai pejabat umum juga dapat diartikan sebagai pejabat publik.

Sesuai Wet op het Notarisambt yang mulai berlaku tanggal 3 April 1999, Notaris

tidak lagi disebut sebagai Openbaar Ambtenaar, namun sebagai suatu jabatan

(Ambt) yang pada dasarnya adalah jabatan publik. 78 Sebutan pejabat publik dapat

diberikan kepada mereka yang dalam tugasnya berfungsi melayani kepentingan

umum sesuai dengan kewenangannya, tidak kepada Pejabat Eksekutif saja namun

juga kepada Notaris. Notaris sebagai pejabat publik dalam pengertian mempunyai

wewenang dengan pengecualian sesuai dalam Pasal 15 UUJN. Meskipun Notaris

adalah pejabat umum atau publik yang diangkat dan diberhentikan oleh

pemerintah, namun Notaris bukan pegawai pemerintah atau pegawai negeri yang

memperoleh gaji dari pemerintah. Dalam hal ini Undang-Undang yang mengatur

mengenai kepegawaian menjadi tidak berlaku bagi Notaris. Selain itu Notaris

sebagai pejabat publik juga bukanlah pejabat Tata Usaha Negara. Produk dari

Notaris adalah akta autentik, bukan Keputusan Tata Usaha Negara. Notaris bukan

pejabat Tata Usaha Negara.

2.1.4 Tugas dan Kewenangan Notaris

77
Makmur, M., & Siregar, T, (2013), Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Notaris
Setelah Berakhir Masa Jabatannya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, JURNAL MERCATORIA, Vol. 6, No. (1), p. 6.
78
Muhjad, M. H, (2018), Jabatan Notaris dalam Perspektif Hukum Administrasi, Lambung
Mangkurat Law Journal, Vol. 3, No. (1), p. 87.
55

Tugas pokok seorang Notaris adalah membuat akta autentik, baik yang

ditentukan oleh peraturan perundang-undangan maupun oleh keinginan orang

tertentu dan badan hukum yang memerlukannya. 79 Sesuai UUJN, salah satu tugas

jabatan Notaris adalah membuat akta autentik dengan memformulasikan keinginan

atau tindakan para penghadap kedalam bentuk akta autentik. Tugas Notaris selain

membuat akta autentik adalah untuk melakukan pendaftaran dan mengesahkan

surat-surat atau akta-akta yang dibuat dibawah tangan sesuai permintaan

penghadap, selain itu Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penyuluhan

hukum kepada para pihak yang bersangkutan.

Notaris mempunyai peran khusus yaitu untuk mengatur secara tertulis dan

autentik hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta untuk

memakai jasa Notaris yang pada dasarnya adalah sama dengan tugas hakim yang

memberikan keadilan di antara pada pihak yang bersengketa. Terlihat dari

penjabaran tugas Notaris tersebut bahwa Notaris merupakan pihak mandiri yang

berada ditengah-tengah para pihak dan bukan sebagai salah satu pihak. 80 Seperti

halnya yang dikatakan John Henry Merryman sebagai berikut :

Notaries in a typical civil law country serve three principal functions. First,

they draft important legal instruments, such as wills, corporate charters,

conveyances of land, and contracts. Second, notaries authenticate instruments. An

authenticated instrument has special evidentiary effects: it conclusively establishes

79
Supriadi, 2018, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 37.
80
Fatimah, P. T, (2020), Tanggung Jawab Notaris Dan Ppat Yang Melakukan Pemalsuan
Akta Autentik (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 451/K.
Pid/2018, Indonesian Notary, Vol. 2, No. (4) p. 542.
56

that the instrument itself is genuine and that what it recites accurately represents

what the parties said and what the notary saw and hears. Third, notaris act as a

kind of public record office. They are required to retain the original of every

instrument they prepare and furnish authenticated copies on request. An

authenticated copy usually has the same evidentiary value as the original.81

Artinya : Notaris di negara hukum perdata menjalankan tiga fungsi utama.

Pertama, mereka menyusun instrumen hukum penting, seperti surat wasiat, piagam

perusahaan, transaksi tanah, dan kontrak. Kedua, notaris mengautentikasi

instrumen. Instrumen yang diautentikasi memiliki efek pembuktian khusus: ia

menetapkan dengan pasti bahwa instrumen itu sendiri asli dan apa yang didalamnya

secara akurat mewakili apa yang dikatakan para pihak serta apa yang dilihat dan

didengar oleh notaris. Ketiga, notaris bertindak sebagai semacam kantor catatan

publik. Mereka diharuskan untuk menyimpan asli dari setiap instrumen yang

mereka siapkan dan memberikan salinan yang diautentikasi berdasarkan

permintaan. Salinan yang diautentikasi biasanya memiliki nilai pembuktian yang

sama dengan aslinya.

Selain tugas yang dimiliki Notaris seperti yang diuraikan diatas, seorang

Notaris juga mempunyai kewenangan dalam menjalankan jabatannya. Menurut

KBBI wewenang adalah merupakan hak dan kekuasaan yang dimiliki untuk

81
John Henry Merryman and Rogelio Perez-Perdomo, 2018, The Civil Law Tradition: An
Introduction To The Legal Systems Of Europe And Latin America, Stanford University Press,
Stanford, California, h. 207.
57

bertindak.82 Kewenangan Notaris dapat dilihat dari pengertian Notaris itu sendiri,

yaitu dalam Pasal 1 angka 1 UUJN dinyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan

undang-undang lainnya”. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat dikatakan

wewenang Notaris pada prinsipnya merupakan wewenang yang bersifat umum,

yang meliputi pembuatan segala jenis akta autentik kecuali yang dikecualikan

untuk tidak dibuat oleh Notaris. Dengan kata lain, pejabat-pejabat lain selain

Notaris hanya mempunyai kewenangan membuat akta tertentu saja dan harus

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Kewenangan Notaris adalah kewenangan atribusi, yang artinya

kewenangan yang diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan

perundang-undangan. Notaris diberikan kewenangan oleh peraturan

perundang-undangan yaitu UUJN, yang artinya kewenangan tersebut adalah

sebatas apa yang diberikan oleh UUJN. 83 Mengenai kewenangan Notaris, diatur

dalam Pasal 15 UUJN yang dibagi menjadi :

a. Kewenangan umum Notaris Pasal 15 ayat (1) UUJN menentukan mengenai

kewenangan Notaris sebagai berikut :

Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan

82
Aisyah, S, (2021), Akibat Hukum Terhadap Akta Notaris Yang Tidak Sesuai Dengan
Fakta Hukum, Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, Vol. 10, No. (2), p. 150.
83
Adonara, F. F, (2016), Implementasi Prinsip Negara Hukum Dalam Memberikan
Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, Perspektif, Vol. 21, No. (1), p. 52.
58

perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.

Kewenangan yang dijelaskan diatas merupakan kewenangan umum

sepanjang tidak dilimpahkan kepada pejabat lain atas dasar Undang-Undang,

Kewenangan Notaris dalam pembuatan akta autentik ini adalah dalam arti

“verleijden”, yaitu menyusun, membacakan dan menandatangani, maka dari

kewenangan Notaris dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN haruslah dihubungkan dengan

Pasal 1868 KUH Perdata mengenai akta autentik, yaitu :

1. Akta harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang

pejabat umum;

2. Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;

3. Pejabat Umum oleh/atau dihadapan siapa akta dibuat harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta yang bersangkutan.84

Pembatasan kewenangan Notaris dalam membuat akta ada 3 hal yakni :

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan

Undang-Undang;

84
Habib Adjie, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan
Tulisan Tentang Notaris dan PPAT), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 14, (selanjutnya disebut
Habib Adjie V).
59

2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta

autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang

diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang

bersangkutan; dan

3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan

akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan. 85

b. Kewenangan khusus Notaris yang diatur dalam UUJN dalam Pasal 15 ayat (2)

yaitu untuk melakukan tindakan hukum tertentu sebagai berikut :

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi),

legalisasi merupakan bahwa akta yang belum ditandatangani diberikan

kepada notaris dan dihadapan notaris akta tersebut ditandatangani oleh

pihak-pihak setelah isi akta dijelaskan oleh notaris kepada pihak pihak

tersebut dan tanggal dan tanda tangan Notaris telah dilekatkan di dalam

akta bawah tangan tersebut.

2. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus (waarmerking), waarmerking (autentikasi) berarti seseorang

memberikan kepada notaris akta di bawah tangan yang sudah

ditandatangani, notaris memberikan jaminan tanggal dari akta tersebut.

3. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

85
Ibid, h. 17.
60

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang berkaitang dengan pertanahan;

7. Membuat akta risalah lelang.

c. Kewenangan Notaris yang ditentukan kemudian

Kewenangan Notaris yang ditentukan kemudian diatur dalam Pasal 15 ayat

(3) UUJN tersebut tercantum bahwa “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan”. Kewenangan yang dimaksud dalam pasal ini

adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian

(ius constituendum), dengan batasan bahwa aturan hukum tersebut dibentuk oleh

Badan Perwakilan Rakyat Bersama Pemerintah atau oleh pejabat negara yang

berwenang dan mengikat secara umum. Aturan yang dimaskud dengan batasan ini

haruslah dalam bentuk undang-undang dan bukan di bawahnya.

Selain kewenangan Notaris yang diatur dalam Pasal 15 UUJN diatas,

Notaris juga memiliki kewenangan yang diatur dalam Pasal 51 UUJN yang

menyatakan bahwa “Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis

dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah

ditandatangani”. Perbaikan Minuta Akta yang dilakukan oleh Notaris tersebut

harus dilakukan dihadapan penghadap dan saksi, kemudian dituangkan dalam

berita acara dengan pemberian catatan menyebutkan tanggal dan nomor berita

acara perbaikan tersebut pada asli akta, serta pemberian salinan berita acara

tersebut kepada para pihak yang berkepentingan.


61

2.1.5 Kewajiban, Larangan, dan Kode Etik Notaris

Kewajiban diartikan dalam KBBI sebagai segala sesuatu yang wajib dan

harus dilaksanakan karena sebagai suatu dari keharusan tersebut. Kewajiban

seorang Notaris di dalam menjalankan jabatannya sudah diatur pula di dalam

UUJN, yakni pada Pasal 16. Pasal 16 UUJN mengatur menyatakan bahwa dalam

menjalankan jabatannya, Notaris wajib :

1) bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2) membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari protokol notaris;

3) melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta

akta;

4) mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan

minuta akta;

5) memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

6) Notaris harus merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang

dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta

sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang

menentukan lain;

7) menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih
62

dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku;

8) membuat daftar dari akta proses terhadap tidak dibayar atau tidak.

diterimanya surat berharga;

9) membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan

waktu pembuatan akta setiap bulan;

10) mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud huruf h atau daftar

nilai yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen

yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu

5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

11) mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada

setiap akhir bulan;

12) harus mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

13) Notaris diwajibkan untuk membacakan akta di hadapan penghadap

dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan

ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris;

14) menerima magang calon notaris.

Notaris juga wajib hanya mempunyai satu kantor, yaitu di tempat

kedudukannya, hal ini tercantum dalam Pasal 19 UUJN Selain kewajiban untuk

melakukan hal-hal yang telah disebutkan di atas, Notaris masih memiliki satu

kewajiban lain, yaitu kewajiban ingkar. Kewajiban ingkar Notaris merupakan suatu
63

sumpah jabatan Notaris bahwa Notaris akan merahasiakan isi akta dan keterangan

yang diperoleh sehubungan dengan proses pembuatan akta dan dalam pelaksanaan

jabatan Notaris. Kewajiban ingkar ini telah melekat dalam jabatan Notaris sejak

Notaris mengangkat sumpah sebagai Notaris bahkan sampai setelah pensiun.

Kewajiban ingkar ini bukan untuk diri Notaris sendiri namun untuk kepentingan

para pihak yang telah mempercayakan kepada Notaris untuk mampu menyimpan

semua keterangan atau pernyataan para pihak yang pernah diberikan di hadapan

Notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta.86

Secara umum, sesuai Pasal 4 ayat 2 UUJN j.o. Pasal 16 ayat (1) huruf f

UUJN j.o. Pasal 54 UUJN, maka hanya undang-undang saja yang dapat

memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan

yang berkaitan dengan pembuatan akta tersebut yang diketahui oleh Notaris.

Apabila dilakukan pemeriksaan terhadap Notaris, maka Notaris wajib

menggunakan kewajiban ingkarnya dan tidak perlu mengemukakan alasan apapun

dan hanya perlu dicatat dalam berita acara pemeriksaan bahwa Notaris

menggunakan kewajiban ingkarnya. Kewajiban ingkar ini berlaku pula untuk

Notaris yang telah pensiun, hal ini berkaitan dengan Pasal 65 UUJN dimana Notaris

pembuat akta tetap bertanggung jawab atas akta tersebut meskipun protokol

Notaris sudah diserahkan kepada Notaris penerima protokol. Kerahasiaan protokol

Notaris menjadi tanggung jawab dan kewajiban Notaris dan pemegang protokolnya

86
Arisaputra, M. I, (2012), Kewajiban Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Dalam
Kaitannya dengan Hak Ingkar Notaris, Perspektif, Vol. 17, No. (3), p. 180.
64

untuk dijaga seumur hidup dan kemudian dilanjutkan penjagaannya oleh pemegan

protokolnya tersebut saat sang Notaris meninggal dunia. 87

Notaris juga memiliki hak istimewa di samping kewajiban ingkar ini yaitu

hak ingkar (vercshoninngsrecht) dimana hak ini merupakan imunitas hukum

Notaris untuk tidak berbicara atau memberikan keterangan atau informasi apapun

yang berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris sebagai saksi

dalam penuntutan dan pengadilan. Penggunaan hak ingkar Notaris ini tidak

serta-merta namun harus dilakukan dengan datang memenuhi panggilan dan

membuat surat permohonan kepada Hakim yang mengadili perkara untuk

menggunakan hak ingkarnya. Apabila permohonan itu dikabulkan maka Notaris

dapat mengundurkan diri sebagai saksi dalam persidangan, namun jika

permohonan itu ditolak maka Notaris perlu bersaksi di pengadilan dan jika ada

yang dirugikan atas keterangan Notaris maka Notaris tidak dapat dituntut karena

Notaris melakukannya atas perintah hakim. 88

Selain kewajiban yang dimiliki oleh Notaris, terdapat pula larangan yang

harus dipatuhi oleh Notaris dalam melaksanakan jabatannya. Larangan-larangan ini

dimaksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat yang memerlukan jasa

Notaris. Jika larangan ini dilanggar oleh Notaris, maka kepada Notaris yang

melanggar akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam UUJN. Larangan bagi

Notaris diatur dalam Pasal 17 UUJN yaitu :

87
Padry. M, (2020), Perlindungan Hukum Penerima Protokol Werda Notaris Dan
Kewajiban Menyimpan Rahasia Jabatan, Recital Review, Vol. 2, No. 1, p. 103.
88
Habib Adjie & Rusdianto Sesung, op.cit, h. 141.
65

1. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

2. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut

tanpa alasan yang sah;

3. merangkap sebagai pegawai negeri;

4. merangkap sebagai pejabat negara;

5. merangkap jabatan sebagai advokat;

6. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan usaha swasta;

7. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah

jabatan notaris;

8. menjadi Notaris pengganti;

9. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan

martabat jabatan Notaris.

Notaris sebagai suatu profesi juga tidak dapat lepas dari kode etik profesi.

Hubungan Notaris dengan organisasi Notaris diatur melalui Kode Etik Notaris.

Keberadaan kode etik Notaris bertujuan agar suatu profesi notaris dapat dijalankan

dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual

serta beragumentasi secara rasional dan kritis serta menjujung tinggi nilai-nilai

moral. Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai perkumpulan organisasi bagi para

notaris mempunyai peranan yang sangat peting dalam penegakan dan pelaksanaan
66

kode etik profesi bagi notaris. 89 Kode Etik Notaris ini juga memiliki hubungan

dengan UUJN yaitu dalam Pasal 4 UUJN mengenai sumpah jabatan Notaris.

Notaris melalui sumpah jabatannya berjanji akan menjaga sikap, tingkah laku, dan

akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,

martabat, dan tanggung jawab sebagai Notaris. Pasal 1 angka 2 Perubahan Kode

Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia, Banten, 29-30 Mei 2015

menyatakan bahwa :

Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah

kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia

yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres

Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi

serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua

orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di

dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti pada saat

menjalankan jabatan.

Ruang lingkup Kode Etik Notaris diatur dalam Bab II Pasal 2 yaitu meliputi

seluruh anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan

menjalankan jabatan Notaris baik dalam pelaksanaan jabatan maupun kehidupan

sehari-hari. Menurut Wawan Setiawan, unsur dan ciri yang harus dipenuhi oleh

seorang Notaris profesional dan ideal, antara lain dan terutama adalah :

89
Handayani, T. U., Suryaningtyas, A., & Mashdurohatun, A, (2018), Urgensi Dewan
Kehormatan Notaris Dalam Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Pati, Jurnal Akta, Vol. 5,
No. (1), p. 52.
67

1. Tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, termasuk dan terutama

ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi seorang Notaris, teristimewa

ketentuan sebagimana termaksud dalam Peraturan Jabatan Notaris;

2. Di dalam menjalankan tugas dan jabatannya dan profesinya senantiasa

mentaati kode etik yang ditentukan/ditetapkan oleh

organisasi/perkumpulan kelompok profesinya, demikian pula etika

profesi pada umumnya termasuk ketentuan etika profesi/jabatan yang

telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan;

3. Loyal terhadap organisasi/perkumpulan dari kelompok profesinya dan

senantiasa turut aktif di dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh

organisasi profesinya;

4. Memenuhi semua persyaratan untuk menjalankan tugas/profesinya. 90

Kewajiban Notaris juga diatur dalam Pasal 3 Kode Etik Notaris yang juga

harus ditaati selain kewajiban yang diatur didalam UUJN. Pasal 3 Kode Etik

Notaris menjelaskan bahwa :

Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan

Notaris) wajib :

1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;

2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan

Notaris;

3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan;

90
Aulia, F, (2018), Wewenang Pemerintah Dibidang Pembinaan Notaris Di Jawa
Timur, ASPIRASI: JURNAL ILMIAH ADMINISTRASI NEGARA, Vol. 3, No. (1), p. 12.
68

4. Berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh

rasa tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah

jabatan Notaris;

5. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi yang telah

dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan;

6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan

Negara;

7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk

masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;

8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut

merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam

melaksanakan tugas jabatan sehari-hari;

9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya

dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200

cm x 80 cm, yang memuat :

a. Nama lengkap dan gelar yang sah;

b. Tanggal dan Nomor Surat Keputusan;

c. Tempat kedudukan;

d. Alamat kantor dan Nomor telepon/fax.

10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang

diselenggarakan oleh Perkumpulan;

11. Menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh

keputusan-keputusan Perkumpulan;
69

12. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib;

13. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang

meninggal dunia;

14. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium

yang ditetapkan perkumpulan;

15. Menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali karena alasan-alasan

yang tertentu;

16. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam

melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling

memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling

menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin

komunikasi dan tali silaturahim;

17. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak

membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya;

18. Membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk menjalankan

peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Tentang

Jabatan Notaris dan Kode Etik.

Larangan Notaris selain dalam Pasal 17 UUJN juga diatur dalam Pasal 4

Kode Etik Notaris yang menjelaskan bahwa :

Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan

Notaris) dilarang :
70

1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun

kantor perwakilan;

2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor

Notaris” di luar lingkungan kantor;

3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara

bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya,

menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk :

a. Iklan;

b. Ucapan selamat;

c. Ucapan belasungkawa;

d. Ucapan terima kasih;

e. Kegiatan pemasaran;

f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun

olah raga.

4. Bekerja sama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada

hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau

mendapatkan klien;

5. Menandatangani akta yang proses pembuatannya telah dipersiapkan

oleh pihak lain;

6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani;

7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah

dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada

klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain;


71

8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan

dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan

psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta

padanya;

9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang

menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama

rekan Notaris;

10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah

yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan;

11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan

kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang

bersangkutan, termasuk menerima pekerjaan dari karyawan kantor

Notaris lain;

12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang

dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau

menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di

dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau

membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan

kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya

dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah

timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang

bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;


72

13. Tidak melakukan Kewajiban dan melakukan Pelanggaran terhadap

Larangan sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik dengan

menggunakan media elektronik, termasuk namun tidak terbatas dengan

menggunakan internet dan media sosial;

14. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif

dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga,

apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi;

15. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang undangan yang berlaku;

16. Membuat akta melebihi batas kewajaran yang batas jumlahnya

ditentukan oleh Dewan Kehormatan;

17. Mengikuti pelelangan untuk mendapatkan pekerjaan/pembuatan akta.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Protokol Notaris

2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Protokol Notaris

Protokol Notaris merupakan jiwa seorang Notaris, segala sesuatu yang

dilakukan oleh Notaris selama jabatannya ada dalam protokolnya. Protokol Notaris

dapat dikatakan sebagai rekaman jabatan seorang Notaris. UUJN dalam Pasal 1

angka 13 menerangkan bahwa protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang

merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Protokol Notaris menurut

penjelasan Pasal 62 UUJN terdiri atas :


73

a. minuta Akta;

b. buku daftar akta atau repertorium;

c. buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan

di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang didaftarkan;

d. buku daftar nama penghadap atau klapper;

e. buku daftar protes;

f. buku daftar wasiat; dan

g. buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Istilah-istilah tersebut diatas dapat diartikan sebagai berikut, yaitu :

a. Minuta Akta;

Merupakan asli akta notaris yang disimpan dalam protokol notaris yang

didalamnya tercantum asli tanda tangan, paraf, dan cap jempol penghadap,

saksi-saksi dan notaris dan tercantum pula renvooi atau dilekatkan dokumen

yang diperlukan untuk pembuatan akta tersebut. Minuta akta harus selalu dijilid

setiap bulannya menjadi satu buku yang disebut budel minuta akta yang

memuat tidak lebih dari 50 akta. Pada sampul setiap buku tersebut dicatat

jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya.

b. Buku Daftar Akta atau Repertorium;

Berisi catatan tentang semua akta yang dibuat oleh atau dihadapan

notaris, baik dalam bentuk minuta akta maupun in original dengan

mencantumkan nomor urut, nomor bulanan, tanggal, sifat akta dan nama para
74

penghadap, sebelum dipergunakan akan diserahkan kepada MPD Notaris untuk

disahkan penggunaannya.

c. Buku Daftar Akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan

dihadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang didaftar;

Notaris wajib mencatat surat-surat dibawah tangan, baik yang disahkan

maupun yang dibukukan dengan mencantumkan nomor urut, tanggal, sifat surat

dan nama para pihak. Buku daftar akta dibawah tangan ini harus dibuat 2 (dua)

buku yaitu 1. Legalisasi, dan 2. Waarmerking.

d. Buku Daftar Nama Penghadap atau Klapper;

Klapper merupakan daftar nama penghadap yang disusun menurut

abjad dan dikerjakan setiap bulan, dimana di dalamnya dicantumkan nama

penghadap, sifat/judul akta, nomor akta, dan tanggal. Buku ini dibuat sebagai

buku kendali dalam mencari minuta.

e. Buku Daftar Protes;

Penomoran daftar protes dimulai dengan nomor urut 01 dan seterusnya

selama masa jabatan notaris. Buku ini berisi mengenai tidak dilakukannya

pembayaran atas suatu tagihan atau surat berharga. Buku daftar protes

disampaikan setiap bulan dan apabila tidak ada maka notaris wajib

melaporkannya dengan keterangan “NIHIL”

f. Buku Daftar Wasiat;


75

Buku ini berisikan pembuatan akta wasiat yang dibuat dihadapan

Notaris. Pencatatan buku ini dilakukan setiap bulan dan apabila tidak ada maka

dalam buku tersebut harus dibuat "NIHIL”

g. Buku Daftar Lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan. 91

Penyimpanan protokol Notaris yang sudah berusia cukup panjang

selanjutnya diatur dalam UUJN dan UUJN-P dengan Pasal 63 ayat (5) UUJN-P

UUJN yang menyatakan bahwa Protokol Notaris dari Notaris lain yang pada waktu

penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih diserahkan oleh

Notaris penerima Protokol Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah. Terkait

mengenai penyimpanan protokol Notaris berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau

lebih tersebut, diatur pula dalam Pasal 70 huruf e menyatakan bahwa Majelis

Pengawas Daerah berwenang menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris

yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima)

tahun atau lebih.

2.2.2 Kewajiban Notaris Pemegang Protokol

Pengertian jabatan Notaris merupakan jabatan yang berlangsung terus

menerus. Oleh sebab itu, meskipun Notaris yang menjabat tersebut pensiun atau

meninggal dunia, maka jabatan Notaris tersebut masih ada, dan produk dari jabatan

Notaris tersebut yang antara lain adalah akta-akta yang dibuat di hadapan atau oleh

Notaris tersebut tetap diakui dan akan disimpan oleh Notris pemegang protokolnya.

91
Habib Adjie & Rusdianto Sesung, op.cit, h. 526.
76

Ketika Notaris akan diangkat untuk menjalankan jabatannya, pasti akan selalu

diminta untuk bersedia menerima protokol Notaris. Hal ini sudah menjadi

kewajiban hukum untuk menerimanya.92

UUJN Pasal 1 angka 13 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang

harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Penyimpanan dan pemeliharaan protokol Notaris tersebut

terus berlangsung walaupun Notaris yang bersangkutan telah pensiun atau bahkan

sudah meninggal dunia. Protokol Notaris tersebut diserahkan kepada Notaris lain

sebagai Notaris pemegang protokol untuk seterusnya dipegang dan disimpan

dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Notaris pemegang

protokol tersebut tidak dapat melakukan tindakan apapun, seperti merubah isi akta,

dan hanya dapat merawat dan memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan

isi akta, Grosse akta, kutipan akta, atau mengeluarkan salinan tambahan atas

permintaan para pihak yang berkepentingan langsung pada akta atau para ahli

warisnya, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan

perundang-undangan.

2.3 Tinjuan Umum Tentang Ahli Waris

2.3.1 Pengertian Ahli Waris

92
Yuhana, D. A, (2021), Peran Majelis Pengawas Daerah dan Notaris Penerima Protokol
Terhadap Penyimpanan Protokol Notaris Yang Telah Berumur 25 Tahun, Jurnal Officium
Notarium, Vol. 1, No. (1), p. 50.
77

Secara umum definisi Ahli Waris adalah pihak yang menerima warisan dari

Pewaris setelah pewaris meninggal dunia. Menurut Eman Suparman, Ahli Waris

ialah orang yang berhak menerima peninggalan orang yang telah meninggal. Yaitu

sekalian orang yang menjadi waris, berarti orang yang berhak menerima harta

peninggalan pewaris. 93 Ahli waris juga memiliki kewajiban untuk menunaikan

pesan apa yang ditinggalkan oleh pewaris melalui surat wasiat. Dalam hukum

perdata, ahli waris dibagikan menjadi beberapa golongan yang dimana untuk

mengatur sistem kewarisan.

Orang yang berhak atau ahli waris atas harta peninggalan harus sudah ada

atau masih hidup saat kematian si pewaris. Hidupnya ahli waris dimungkinkan

dengan :

a. Hidup secara nyata, yaitu menurut kenyataan memang benarbenar

masih hidup, dapat dibuktikan dengan panca indera.

b. Hidup secara hukum, yaitu tidak diketahui secara kenyataan masih

hidup. Dalam hal ini termasuk juga bayi yang dalam kandungan ibunya.

2.3.2 Ahli Waris Dalam Hukum Perdata

Dalam KUHPerdata ada dua cara untuk mendapatkan sebuah warisan dari

pewaris, yaitu :

1. Secara ab intestato (pewarisan menurut undang-undang). Pewarisan

menurut undang-undang yaitu pembagian warisan kepada orang-orang

yang mempunyai hubungan darah yang terdekat dengan pewaris yang


93
Eman Suparman, 2011, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW,
Refika Aditama, Bandung, h. 33.
78

ditentukan oleh undang-undang. Ahli waris menurut undang-undang

berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu :

a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus kebawah, meliputi

anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami istri yang

ditingglkan atau yang hidup paling lama.

b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus keatas, meliputi orang

tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan

mereka.

c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya

keatas dari pewaris.

d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke

samping dan sanak keluarga lainnya.

2. Secara testamentair (ahli waris karena di tunjuk dalam suatu wasiat atau

testamen). Surat wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang

apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Sifat utama surat

wasiat adalah mempunyai kekuatan berlaku sesudah pembuat surat

wasiat meninggal dunia dan tidak dapat ditarik kembali. Pemberian

seseoraang calon pewaris berdasarkan surat wasiat tidak bermaksud

untuk menghapus hak untuk mewaris secara ab intestato.94

2.3.3 Ahli Waris Dalam Hukum Adat

94
H. Zainuddin Ali, 2010, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
h. 85.
79

Ahli Waris di Indonesia antara daerah yang satu dengan yang lainnya

terdapat suatu perbedaan tentang para waris, baik terhadap ahli waris yang berhak

mewarisi maupun yang bukan ahli waris tetapi mendapat warisan. Berhak atau

tidaknya para waris sebagai penerima warisan sangat dipengaruhi oleh sistem

kekerabatan dan agama yang dianut. Djaren Saragih mengemukakan bahwa pada

dasarnya ahli waris itu terdiri dari berikut ini :

1. Garis pokok keutamaan

Garis hukum yang menentukan urutan-urutan keutamaan di antara

golongan-golongan dalam keluarga pewaris dengan pengertian bahwa

golongan yang satu lebih diutamakan daripada golongan yang lain.

Golongan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kelompok keutamaan I adalah keturunan pewaris

b. Kelompok keutamaan II adalah orang tua pewaris

c. Kelompok keutamaan III adalah saudara-saudara pewaris dan

keturunannya

d. Kelompok keutamaan IV adalah kakek dan nenek pewaris.

2. Garis pokok penggantian

Garis hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa di antara orang-orang

di dalam kelompok keutamaan tertentu, tampil sebagai ahli waris, golongan

tersebut yaitu :

a. Orang yang tidak mempunyai penghubung dengan pewaris

b. Orang yang tidak ada lagi penghubungnya dengan pewaris


80

Berdasarkan pengaruh dari prinsip garis keturunan yang berlaku pada

masyarakat itu sendiri, maka yang menjadi ahli waris tiap daerah akan berbeda.

Masyarakat yang menganut prinsip patrilineal seperti Batak, yang merupakan ahli

waris hanyalah anak laki-laki, demikian juga di Bali. Berbeda dengan masyarakat

di Sumatera Selatan yang menganut matrilineal, golongan ahli waris adalah tidak

saja anak laki-laki tetapi juga anak perempuan. Masyarakat Jawa yang menganut

sistem bilateral, baik anak laki-laki maupun perempuan mempunyai hak sama atas

harta peninggalan orang tuanya.

Hukum waris adat tidak mengenal azas “legitieme portie” atau bagian

mutlak sebagaimana hukum waris barat dimana untuk para waris telah ditentukan

hak-hak waris atas bagian tertentu dari harta warisan sebagaimana diatur dalam

pasal 913 KUHPerdata. Hukum waris adat juga tidak mengenal adanya hak bagi

waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan dibagikan kepada para

waris sebagaimana disebut dalam alinea kedua dari pasal 1066 KUHPerdata. Akan

tetapi jika si waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan, sedangkan ia berhak

mendapat waris, maka ia dapat saja mengajukan permintaannya untuk dapat

menggunakan harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan

para waris lainnya. 95

95
Puspita, S. D., & Fadhly, F, (2015), Legitieme Portie Dalam Hukum Waris Islam Di
Indonesia, Veritas et Justitia, Vol. 1, No. (2), p. 371.
81

Untuk menjadi ahli waris yang terpenting adalah anak kandung, sehingga

anak kandung dapat menutup ahli waris lainnya. Di dalam hukum adat juga dikenal

istilah :96

1. Anak angkat

Dalam hal status anak angkat, setiap daerah mempunyai perbedaan. Putusan

Raad Justitie tanggal 24 Mei 1940 mengatakan anak angkat berhak atas

barangbarang gono gini orang tua angkatnya. Sedangkan barang-barang pusaka

(barang asal) anak angkat tidak berhak mewarisinya, (Putusan M.A. tanggal 18

Maret 1959 Reg. No. 37 K/SIP/1959).

2. Anak Tiri

Terhadap bapak dan ibu kandungnya anak tersebut merupakan ahli waris,

namun anak tersebut tidak menjadi ahli waris orang tua tirinya. Kadang-kadang

begitu eratnya hubungan antara anggota rumah tangga, sehingga anak tiri mendapat

hak hibah dari bapak tirinya, bahkan anak tiri berhak atas penghasilan dari bagian

harta peninggalan bapak tirinya demikian sebaliknya.

3. Anak Luar Nikah

Anak diluar nikah hanya dapat menjadi ahli waris ibunya.

4. Kedudukan Janda

96
Manossoh, M. D, (2019), Kedudukan Anak Angkat Dalam Pembagian Harta Warisan
Dilihat Dari Perspektif Hukum Adat, LEX PRIVATUM, Vol. 6, No. (10), p. 169.
82

Dalam hukum adat kedudukan janda didalam masyarakat di Indonesia

adalah tidak sama sesuai dengan sifat dan sistem kekeluargaan. Sifat kekeluargaan

Matrilineal : harta warisan suaminya yang meninggal dunia kembali kekeluarga

suaminya atau saudara kandungnya.

5. Kedudukan Duda

Daerah Minangkabau dengan sifat kekeluargaan matrilineal suami pada

hakekatnya tidak masuk keluarga isteri, sehingga duda tidak berhak atas warisan

isteri.

2.3.4 Ahli Waris dalam Hukum Islam

Menurut hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada keluarga wanita

(anak-anak perempuan, cucu-cucu perempuan, ibu dan nenek pihak perempuan,

saudara perempuan sebapak seibu, sebapak atau seibu saja). Para ahli waris

berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 dari pihak

perempuan. 97 Ahli waris dari pihak laki-laki ialah :

1. Anak laki-laki (al ibn)

2. Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah (ibnul ibn)

3. Bapak (al ab)

4. Datuk, yaitu bapak dari bapak (al jad)

5. Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq)

6. Saudara laki-laki sebapak (al akh liab)

97
Muchtar, M. A, (2018), Analisis Terhadap Sistem Pembagian Harta Warisan, JUSTISI,
Vol. 4, No. (2), p. 72.
83

7. Saudara laki-laki seibu (al akh lium)

8. Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq)

9. Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab)

10. Paman seibu sebapak

11. Paman sebapak (al ammu liab)

12. Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq)

13. Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy liab)

14. Suami (az zauj)

15. Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang

memerdekakan seorang hamba apabila sihamba tidak mempunyai ahli

waris.

Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah :

1. Anak perempuan (al bint)

2. Cucu perempuan (bintul ibn)

3. Ibu (al um)

4. Nenek, yaitu ibunya ibu (al jaddatun)

5. Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab)

6. Saudara perempuan seibu sebapak (al ukhtus syaqiq)

7. Saudara perempuan sebapak (al ukhtu liab)

8. Saudara perempuan seibu (al ukhtu lium)

9. Isteri (az zaujah)

10. Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah).


84

2.4 Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Notaris

2.4.1 Pengawasan Terhadap Notaris

Notaris merupakan pejabat yang mempunyai peran yang penting dalam

pembuatan akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.

Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan dengan peran yang sangat penting,

oleh karena itu seorang Notaris selalu diawasi dalam pelaksanaan jabatannya.

Pengawasan Notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka

melihat dan menilik tugas dan kewenangan Notaris. Pengawasan, yang dalam

bahasa inggris disebut dengan supervision, diartikan sebagai (1) penilikan dan

penjagaan, (2) penilikan dan pengarahan. Disini konsep pegawasan. difokuskan

pada penilikan, yang artinya proses, cara atau perbuatan menilik, pengontrolan atau

pemeriksaan. Notaris dikonsepkan sebagai orang yang diberi kewenangan untuk

membuat akta autentik maupun kewenangan lainnya yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan, berdasarkan konsep tersebut maka pengawasan

Notaris dikonsepkan sebagai cara untuk mengamati, mengawasi dan memeriksa

Notaris, didalam menjalankan kewenangannya, yaitu membuat akta autentik, dan

kewenangan lainnya sesuai peraturan perundang undangan. 98

Notaris dalam menjalankannya dijalankan oleh lembaga yang diberikan

oleh Menteri, dimana dengan berlakunya UUJN pengawasan Notaris dilakukan

oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan membentuk Majelis

98
Salim HS, 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoretis, Kewenangan Notaris,
Bentuk dan Minuta Akta), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 203.
85

Pengawas Notaris. Pasal 1 angka 6 UUJN menyatakan bahwa “Majelis Pengawas

adalah suatu badan yang mempunyai kewajiban dan kewajiban untuk

melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris”. Pengawasan

terhadap Notaris agar Notaris menjalankan tugas jabatannya berpegang dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur peraturan Notaris

secara melekat, dalam arti segala hal yang disebutkan dalam peraturan peraturan

perundang-undangan yang berlaku Notaris wajib diikuti. 99

Pengawasan bagi Notaris ada karena Notaris dihadirkan untuk melayani

kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat bukti berupa akta autentik.

Notaris diangkat pemerintah bukan untuk kepentingan diri Notaris itu sendiri,

tetapi untuk kepentingan masyarakat umum. 100 Pengawasan Notaris selain diatur

dalam UU melalui UUJN dan UUJN juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum

Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang

Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,

Dan Tata Kerja Majelis Pengawas (selanjutnya disebut Permenkumham 40 Tahun

2015) dan dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis

Pengawas Terhadap Notaris (selanjutnya disebut Permenkumham 15 Tahun 2020).

Kedua Permenkumham ini juga mencabut aturan pengawasan Notaris yang

99
Kuntjoro, N, (2016), Efektivitas Pengawasan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kota
Yogyakarta Terhadap Perilaku Notaris di Kota Yogyakarta Menurut Kode Etik Notaris, Lex
Renaissance, Vol. 1, No. (2), p. 205.
100
Hariyanto, B, (2022), Peran Majelis Pengawas Notaris Dalam Upaya Penegakan
Terhadap Pelanggaran Kode Etik Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, IUS:
Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, Vol. 10, No. (01), p. 16.
86

sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor : M.02.Pr.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan

Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara

Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. Hal ini sesuai dengan Pasal 81 UUJN yang

menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan

pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata kerja, serta tata cara

pemeriksaan Majelis Pengawas diatur dengan Peraturan Menteri”.

Pengawasan Notaris dalam UU diatur pada Pasal 67 UUJN-P dan Pasal 68

UUJN. Pasal 67 UUJN menyatakan bahwa :

(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.

(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Menteri membentuk Majelis Pengawas.

(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9

(sembilan) orang, terdiri atas unsur :

a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;

b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan

c. ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.

(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis

Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.

(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris

dan pelaksanaan jabatan Notaris.


87

(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.

Sementara dalam diatur dalam Pasal 2 yaitu Majelis Pengawas berwenang

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris serta melakukan

pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan

Notaris. Selanjutnya Pasal 68 UUJN, Pasal 3 Permenkumham 40 Tahun 2015 dan

Pasal 3 Permenkumham 15 Tahun 2020 mengatur mengenai susunan dari Majelis

Pengawas Notaris yaitu terdiri atas Majelis Pengawas Daerah (selanjutnya disebut

MPD), Majelis Pengawas Wilayah (selanjutnya disebut MPW), dan Majelis

Pengawas Pusat (selanjutnya disebut MPP). Sesuai Permenkumham 15 Tahun

2020 maka pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan Notaris dimulai dari tahap

MPD yang kemudian dilaporkan ke MPW untuk diputuskan dan upaya hukum

terhadap putusan MPW dilakukan melalui banding kepada MPP.

2.4.2 Majelis Pengawas Daerah Notaris

MPD Notaris merupakan garda terdepan untuk pengawasan Notaris. MPD

selain diatur dalam UUJN juga diatur dalam Permenkumham 40 Tahun 2015 dan

dalam Permenkumham 15 Tahun 2020. Pembentukan, struktur, kewenangan, dan

kewajiban MPD diatur dalam Pasal 69, 70 dan Pasal 71 UUJN. MPD menurut Pasal

69 UUJN adalah sebagai berikut :

(1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota.

(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).


88

(2a) Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota, jumlah Notaris tidak sebanding

dengan jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah, dapat dibentuk

Majelis Pengawas Daerah gabungan untuk beberapa Kabupaten/Kota.

(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh

anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah

adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

(5) Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih

yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.

Sesuai Pasal 4 Permenkumham 15 Tahun 2020, MPD berkedudukan di

kabupaten atau kota. MPD akan dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama

Menteri jika di kabupaten atau kota tersebut telah diangkat paling sedikit 12 (dua

belas) orang Notaris. Apabila pada suatu kabupaten atau kota belum dapat dibentuk

MPD, maka sesuai Pasal 29 Permenkumham 40 Tahun 2015 tugas dan kewenangan

MPD diserahkan ke MPW untuk dilaksanakan. Keanggotaan MPD menurut Pasal

69 ayat (2) UUJNP j.o. Pasal 9 Permenkumham 40 Tahun 2015 adalah terdiri atas

unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) yaitu terdiri atas 9 (Sembilan)

orang dimana 3 (tiga) orang dari unsur Pemerintah yang diusulkan oleh Kepala

Divisi Pelayanan Kantor Wilayah, 3 (tiga) orang dari unsur Organisasi Notaris

yang diusulkan oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia, dan 3 (tiga) orang

dari unsur ahli atau akademisi yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah.
89

Mengenai kewenangan MPD diatur dalam Pasal 70 UUJN, yaitu sebagai

berikut :

Majelis Pengawas Daerah berwenang :

a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan

Notaris;

b. melakukan pemeriksaan terhadap protokol Notaris secara berkala 1

(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris

yang bersangkutan;

e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah

terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau

lebih;

f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara

Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);

g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam

Undang-Undang ini;

h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada

huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada

Majelis Pengawas Wilayah.


90

Kewenangan MPD juga diatur dalam Pasal 23 Permenkumham 40 Tahun

2015, yang menyatakan sebagai berikut :

(1) Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat administratif yang

tidak memerlukan persetujuan rapat Majelis Pengawas Daerah meliputi :

a. memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 (enam)

bulan;

b. menetapkan Notaris Pengganti;

c. menerima dan menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang

pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh

lima) tahun atau lebih;

d. mengeluarkan salinan dari akta sebagaimana dimaksud pada huruf c

termasuk surat yang dilekatkan pada akta tersebut atas permintaan pihak

yang berkepentingan sesuai ketentuan Pasal 54 Undang-Undang;

e. mengesahkan fotokopi sesuai aslinya dari surat yang dilekatkan pada

akta sebagaimana dimaksud pada huruf d;

f. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan

pelanggaran kode etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam

Undang-Undang;

g. memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat di bawah

tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan,

dan daftar surat lain yang diwajibkan Undang-Undang; dan

h. menerima penyampaian secara tertulis salinan dari akta, daftar surat di

bawah tangan yang disahkan, dan daftar surat di bawah tangan yang
91

dibukukan yang telah disahkannya, yang dibuat pada bulan sebelumnya

paling lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan berikutnya, yang

memuat paling sedikit nomor, tanggal, dan judul akta.

(2) Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat administrastif yang

memerlukan keputusan rapat meliputi :

a. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol

Notaris yang akan diangkat sebagai pejabat Negara;

b. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol

Notaris yang meninggal dunia;

c. mengeluarkan salinan dari akta yang telah berusia 25 (dua puluh lima)

tahun atau lebih yang telah diterima oleh Majelis Pengawas Daerah

dan/atau surat yang di lekatkan pada akta tersebut atas permintaan pihak

yang berkepentingan sesuai ketentuan Pasal 54 Undang-Undang;

d. mengesahkan fotokopi sesuai aslinya dari surat yang di lekatkan pada

akta sebagaimana dimaksud pada huruf c;

e. memberikan persetujuan atas permintaan penyidik, penuntut umum,

atau hakim untuk proses peradilan;

f. menyerahkan fotokopi minuta akta dan/atau surat yang dilekatkan f.

pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;

dan

g. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan

dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam

penyimpanan Notaris.
92

Kewajiban MPD telah ditentukan dalam Pasal 71 UUJN, yang menentukan

sebagai berikut:

Majelis Pengawas Daerah berkewajiban :

a. mencatat dalam buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris

dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah Akta serta jumlah

surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal

pemeriksaan terakhir;

b. membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada

Majelis Pengawas Wilayah Notaris, dengan tembusan kepada Notaris

yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat;

c. merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;

d. menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain

dari Notaris yang merahasiakannya;

e. memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan

hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris

dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang

melaporkan, Notaris terlapor, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi

Notaris;

f. menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan

cuti.

Selain UUJN, Permenkumham 15 Tahun 2020 mengatur pula mengenai

kewajiban MPD atas pemeriksaan terhadap Notaris yang berkaitan dengan adanya
93

Laporan pengaduan masyarakat, pemeriksaan Protokol Notaris, dan/atau

pemeriksaan fakta hukum terhadap dugaan pelanggaran pelaksanaan jabatan dan

perilaku Notaris. Pemeriksaan pada tahap MPD ini dilakukan melalui Majelis

Pemeriksa Daerah dan kemudian hasilnya dituangkan dalam berita acara

pemeriksaan dan rekomendasi hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan tersebut

dilaporkan kepada Ketua MPD dengan melampirkan laporan pengaduan

masyarakat, berita acara pemeriksaan MPD, dan rekomendasi hasil pemeriksaan

Majelis Pemeriksa Daerah untuk disampaikan kepada MPW dengan surat

pengantar yang ditembuskan kepada Pelapor, Terlapor, MPP, dan Pengurus Daerah

Ikatan Notaris Indonesia. MPD sendiri tidak menjatuhkan sanksi kepada Notaris

namun menyampaikan rekomendasi kepada MPW untuk ditindak lanjuti.

2.4.3 Majelis Pengawas Wilayah Notaris

Pembinaan, pengawasan, dan juga pemeriksaan terhadap Notaris pada level

selanjutnya ada pada MPW. Pembentukan, struktur, kewenangan, dan kewajiban

MPW diatur dalam Pasal 72 UUJN, Pasal 73 UUJN, dan Pasal 74-75 UUJN. MPW

menurut Pasal 72 UUJN adalah sebagai berikut :

(1) Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota

provinsi.

(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).

(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari dan oleh

anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


94

(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas

Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

(5) Majelis Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih

yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Wilayah.

Keanggotaan MPW menurut Pasal 72 ayat (2) UUJN j.o. Pasal 10

Permenkumham 40 Tahun 2015 seperti halnya MPD yaitu terdiri atas unsur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) yaitu terdiri atas 9 (Sembilan)

orang dimana 3 (tiga) orang dari unsur Pemerintah yang diusulkan oleh Kepala

Kantor Wilayah, 3 (tiga) orang dari unsur Pemerintah yang diusulkan oleh Kepala

Kantor Wilayah, 3 (tiga) orang dari unsur Organisasi Notaris yang diusulkan oleh

Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia, dan 3 (tiga) orang dari unsur ahli atau

akademisi yang diusulkan oleh dekan fakultas hukum setempat atau ahli/akademisi

yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

Berikutnya Pasal 73 UUJN dan 74 UUJN mengatur mengenai kewenangan

MPW, yaitu sebagai berikut:

Pasal 73 UUJN :

(1) Majelis Pengawas Wilayah berwenang :

a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil

keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui

Majelis Pengawas Daerah;

b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas

laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;


95

c. memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu)

tahun;

d. memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah

yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor;

e. memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan

tertulis;

f. mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis

Pengawas Pusat berupa : 1) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan

sampai dengan 6 (enam) bulan; atau 2) pemberhentian dengan tidak

hormat.

g. dihapus.

(2) Keputusan Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf e bersifat final.

(3) Terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf e dan huruf f dibuatkan berita acara.

Pasal 74 UUJN :

(1) Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a bersifat tertutup untuk umum.

(2) Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan dalam sidang

Majelis Pengawas Wilayah.

Kewenangan dari MPW juga diatur dalam Pasal 24 Permenkumham 40

Tahun 2015 yang menyatakan sebagai berikut :


96

Kewenangan administratif Majelis Pengawas Wilayah yang tidak

memerlukan persetujuan rapat Majelis Pengawas Wilayah meliputi :

a. memberikan izin cuti untuk jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan

sampai dengan 1 (satu) tahun;

b. menetapkan Notaris Pengganti; dan

c. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan

pelanggaran kode etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam

Undang-Undang.

Kewajiban MPW diatur dalam Pasal 75 UUJN, yaitu :

Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban :

a. menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat

(1) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f kepada Notaris yang

bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan

Organisasi Notaris; dan

b. menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis

Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.

Berkaitan dengan pemeriksaan terhadap Notaris, selain UUJN,

Permenkumham 15 Tahun 2020 mengatur pula mengenai kewajiban MPW atas

pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan melalui Majelis Pemeriksa Wilayah

dan tertutup untuk umum. Majelis Pemeriksa Wilayah memeriksa dan memutus

hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

dicatat di buku register perkara. Setelah melalui pertimbangan hukum, maka


97

Majelis Pemeriksa Wilayah dapat mengambil putusan yang dibacakan dalam siding

yang terbuka untuk umum. Putusan ini dapat berupa sanksi peringatan lisan

maupun peringatan tertulis atau memberi usulan penjatuhan sanksi kepada MPP

berupa pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan, atau

pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat. Usulan

sanksi pemberhentian dilakukan dengan melampirkan surat penunjukan nama

Notaris pemegang protokol dari MPD.

Putusan tersebut disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, MPD, MPP dan

pengurus pusat Ikatan Notaris Indonesia dengan surat pengantar, dalam jangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak putusan dibacakan. Notaris

dapat melakukan banding terhadap sanksi pemberhentian yang diberikan oleh

MPW. Apabila Notaris melakukan banding, maka MPW memiliki kewajiban untuk

menyampaikan permohonan banding yang sudah lengkap kepada MPP untuk

ditindak lanjuti.

2.4.4 Majelis Pengawas Pusat Notaris

MPP merupakan tingkat tertinggi yang melaksanakan pembinaan,

pengawasan, dan pemeriksaan terhadap Notaris. Pembentukan, struktur,

kewenangan, dan kewajiban MPP diatur dalam Pasal 76 sampai Pasal 80 UUJN.

MPP menurut Pasal 76 UUJN adalah sebagai berikut :

(1) Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara.

(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Pusat terdiri atas unsur sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).


98

(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh

anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat

adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.

(5) Majelis Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang

ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Pusat.

Sesuai Pasal 6 Permenkumham 40 Tahun 2015 MPP dibentuk oleh Menteri

dan berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. Keanggotaan MPP

sesuai Pasal 72 ayat (2) UUJN j.o. Pasal 11 Permenkumham 40 Tahun 2015 seperti

halnya MPD dan MPW yaitu terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal

67 ayat (3) yaitu terdiri atas 9 (sembilan) orang dimana 3 (tiga) orang dari unsur

Pemerintah yang diusulkan oleh Direktur Jenderal atau yang ditunjuk oleh Menteri,

3 (tiga) orang dari unsur Organisasi Notaris yang diusulkan oleh Pengurus Pusat

Ikatan Notaris Indonesia, dan 3 (tiga) orang dari unsur ahli atau akademisi yang

diusulkan oleh dekan fakultas hukum yang mempunyai program Magister

Kenotariatan atau ahli/akademisi yang ditunjuk oleh Menteri.

Kewenangan dari MPW diatur dalam Pasal 77 UUJN dan 78 UUJN, yaitu

sebagai berikut :

Pasal 77 UUJN :

Majelis Pengawas Pusat berwenang :

a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan

dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;


99

b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana

dimaksud pada huruf a;

c. menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan

d. mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak

hormat kepada Menteri.

Pasal 78 UUJN :

(1) Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77 huruf a bersifat terbuka untuk umum.

(2) Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis

Pengawas Pusat.

Kewenangan MPP sesuai Pasal 25 Permenkumham 40 Tahun 2015 adalah

sebagai berikut :

Kewenangan administratif Majelis Pengawas Pusat yang tidak memerlukan

persetujuan rapat Majelis Pengawas Pusat meliputi :

a. memberikan izin cuti untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun;

b. menetapkan Notaris Pengganti; dan

c. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan

pelanggaran kode etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam

Undang-Undang.

Kewajiban MPP diatur dalam Pasal 79 dan 80 UUJN, yaitu :

Pasal 79 UUJN ;
100

Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan keputusan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a kepada Menteri dan Notaris

yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah

dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta Organisasi Notaris.

Pasal 80 UUJN :

(1) Selama Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, Majelis Pengawas

Pusat mengusulkan seorang pejabat sementara Notaris kepada Menteri.

(2) Menteri menunjuk Notaris yang akan menerima Protokol Notaris dari

Notaris yang diberhentikan sementara.

Mengenai pemeriksaan Notaris pada level MPP, sesuai Permenkumham 15

Tahun 2020, MPP melaksanakan pemeriksaan terhadap Notaris melalui Majelis

Pemeriksa Pusat. Majelis Pemeriksa Pusat memeriksa permohonan Banding

terhadap keberatan atas putusan MPW, usulan penjatuhan sanksi oleh MPW atau

fakta hukum terhadap pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris.

Pemeriksaan ini tertutup untuk umum dan dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari

setelah terbentuknya Majelis Pemeriksa Pusat. Majelis Pemeriksa Pusat dapat

memutuskan untuk menguatkan putusan MPW atau mengubah atau membatalkan

putusan MPW dan mengeluarkan putusannya sendiri. Putusan MPP dibacakan

dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak

berkas dicatat dalam buku register. Putusan MPP bersifat final serta berkekuatan

hukum tetap, kecuali putusan sanksi pemberhentian tidak hormat yang diajukan

kepada Menteri untuk diterbitkan surat keputusannya. Putusan MPP disampaikan


101

kepada Menteri, Pelapor, Terlapor, MPD dan MPW serta Pengurus Pusat Ikatan

Notaris Indonesia dengan surat pengantar. Apabila ada dugaan unsur pidana maka

Majelis Pemeriksa melapor kepada Majelis Pengawas untuk disampaikan kepada

instansi yang berwenang.

2.4.5 Dewan Kehormatan Notaris

Berkaitan dengan penegakan Kode Etik Notaris, maka Notaris juga tunduk

kepada Dewan Kehormatan Notaris untuk hal-hal yang berkaitan dengan Kode Etik

Notaris. Pengertian Dewan Kehormatan Notaris sesuai Pasal 1 angka 8 Kode Etik

Notaris adalah sebagai berikut :

Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan yang dibentuk

dan berfungsi menegakkan Kode Etik, harkat dan martabat Notaris, yang bersifat

mandiri dan bebas dari keberpihakan, dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya dalam perkumpulan. Dewan Kehormatan terdiri atas : 101

a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat Nasional;

b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat Propinsi;

c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat Kabupaten/Kota.

Dewan Kehormatan Notaris mempunyai tugas dan wewenang untuk

mengawasi dan memeriksa Notaris dalam hal yang berkaitan dengan dugaan

pelanggaran Kode Etik. Pengawasan dan pemeriksaan ini dilakukan secara

berjenjang mulai dari Dewan Kehormatan Daerah, lalu Dewan Kehormatan

101
Sinaga, N. A, (2020), Kode Etik Sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum Yang
Baik, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol. 10, No. (2), p. 23.
102

Wilayah, dan terakhir pada Dewan Kehormatan Pusat. Dewan Kehormatan Notaris

juga dapat menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik Notaris. Sesuai

Pasal 14 Kode Etik Notaris maka apabila sanksi yang dijatuhkan adalah

pemberhentian Notaris, baik sementara maupun secara permanen, maka wajib

diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada MPD dan tembusannya diberikan

kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

2.4.6 Majelis Kehormatan Notaris

Selain pengawasan Notaris oleh Majelis Pengawas, Notaris juga tunduk

kepada Majelis Kehormatan Notaris (selanjutnya disebut MKN) yang dibentuk

berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Tugas Dan Fungsi, Syarat Dan Tata Cara

Pengangkatan Dan Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, Dan Anggaran

Majelis Kehormatan Notaris (selanjutnya disebut Permenkumham 25 Tahun 2020).

MKN ini berkaitan khusus mengenai persetujuan atau penolakan untuk

kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta

Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan

dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. MKN

terdiri dari MKN Pusat dan MKN Wilayah. MKN Pusat bertugas membina MKN

Wilayah dan berfungsi mengawasi MKN Wilayah dalam menjalankan tugasnya.

Sesuai Pasal 23 Permenkumham 25 Tahun 2020 MKN Wilayah

mempunyai tugas melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan

oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim, serta memberikan persetujuan atau
103

penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan Notaris untuk hadir

dalam penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan. MKN Wilayah dalam

melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi melakukan pembinaan dalam rangka

menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan profesi jabatannya

dan memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan kewajiban Notaris

untuk merahasiakan isi Akta. Sesuai Pasal 25 Permenkumham 25 Tahun 2020

dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, Ketua MKN Wilayah membentuk

majelis pemeriksa yang beranggotakan sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri dari

setiap unsur anggota MKN Wilayah, paling lambat 5 (lima) hari setelah laporan

diterima. Majelis pemeriksa berwenang memeriksa dan memberikan persetujuan

atau penolakan terhadap permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim terkait

pengambilan fotokopi minuta akta dan surat-surat yang dilekatkan pada minuta

akta dan/atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dan pemanggilan

Notaris. Setiap hasil pemeriksaan majelis pemeriksa kemudian dilaporkan kepada

Ketua MKN Wilayah yang kemudian mengirimkan laporan bulanan kepada Ketua

MKN Pusat.

Permohonan persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol Notaris

dan pemanggilan Notaris oleh pihak penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk

hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan akta atau protokol Notaris yang

berada dalam penyimpanan Notaris, seusai Pasal 27 PermenkunHAM 25 Tahun

2020 diajukan kepada Ketua MKN Wilayah pada wilayah kerja Notaris yang

bersangkutan. Ketua MKN Wilayah kemudian wajib memberikan jawaban berupa

persetujuan atau penolakan terhadap permohonan tersebut setelah mengdengar


104

keterangan langsung dari Notaris yang bersangkutan. Jawaban Ketua MKN

Wilayah ini harus diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan. Apabila dalam jangka

waktu tersebut terlampaui, dianggap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah

menerima permintaan persetujuan.

Berdasarkan uraian mengenai pengaturan mengenai pengawasan Notaris,

yaitu oleh Menteri melalui MPD, MPW, dan MPP, serta Dewan Kehormatan

Notaris, dan juga MKN, dapat disimpulkan bahwa kewenangan dan kewajiban

yang berkaitan mengenai penyimpanan protokol Notaris yang berusia 25 (dua

puluh lima) tahun hanya diberikan oleh UUJN kepada MPD. Protokol yang berusia

25 (dua puluh lima) tahun tersebut seharusnya disimpan oleh MPD sesuai aturan

Pasal 63 ayat (5) UUJN dan MPD memiliki kewenangan untuk menentukan tempat

penyimpanannya sesuai aturan Pasal 70 huruf e.

Anda mungkin juga menyukai