BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
BAB III
PENUTUP.....................................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN................................................................................................14
3.2 SARAN..........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai bidang kajian filsafat, khususnya filsafat moral, etika sudah sangat
lama menjadi wacana intelektual para filsuf. Ia telah menjadi pusat perhatian sejak
zaman Yunani Kuno. Sampai saat ini etika masih tetap menjadi bidang kajian
menarik dan aktual. Bahkan dianggap semakin penting untuk tidak sekedar
dibicarakan di akademik melainkan juga dipraktikkan dalam interaksi kehidupan
sehari-hari setiap manusia beradab.
Etika merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya perangai atau perilaku
seseorang. Sedangkan moral merupakan perilaku baik atau buruknya seseorang.
Etika merupakan ide, cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku
manusia. Etika senantiasa memberikan contoh-contoh yang baik, sementara moral
selalu memberi penilaian terhadap pelaksanaan dari contoh yang diberikan oleh
etika. Oleh karenanya, orang yang beretika.
Notaris adalah profesi hukum sehingga profesi notaris merupakan suatu
profesi mulia (nobile officium). Notaris disebut sebagai pejabat mulia karena
profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat
oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban
seseorang. Kekeliruan atas akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan
tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban, oleh
karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi berbagai
ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris sebagai manusia biasa, dalam menjalankan tugas jabatannya dapat
melakukan kesalahan atau pelanggaran. Notaris yang terbukti melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan Notaris sebagaimana diatur dalam
Pasal 16 dan 17 UUJN, dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi perdata, sanksi
administratif, sanksi kode etik bahkan sanksi pidana.
Ilmu berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan
moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan
manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternative untuk membuat
keputusan politik dengan berkiblat kepada pertimbangan moral.
Notaris juga memikul tanggung jawab profesional, yang meliputi etika, moral,
norma, dan kesusilaan. Notaris dalam menyampaikan ilmu atau pengetahuan
harus melihat sisi etika cara penyampaiannya. Norma tidak kalah pentingnya
karena menyangkut pengetahuan
Kata Notaris besal dari kata “NOTA LITERARIA” yaitu tanda tulisan atau
karakter yang digunakan untuk myang ditugaskan oleh menuliskan atau
menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan nara sumber. Pada awalnya
Notaris hakikatnya adalah pejabat umum kekuasan umum untuk melayani
kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan kepastian
hubungan keperdataan, sepanjang alat bukti otentik tetap memperlukan eksistensi
ditengah masyakarat.
Pada tanggal 27 Agustus 1620,yaitu beberapa bulan setelah dijadikanya
Jacatra sebagai ibu kota(tanggal 4 Maret 1621 dinamakan “Batavia”).Melchior
Kerchem Sekertaris dari College van Schepenen di Jacatra diangkata sebagai
notais pertama di Indonesia. Didalam akta pengakatan Melcior Kerchem sebagai
notaris sekaligus secara singkat dimuat suatu intruksi yang menguraikan bidang
pekejaan dan wewenang,yakni untuk menjalankan tugas jabatan di kota Jacatra
untuk kepentingan publik.
Lima tahun kemudian,yakni pada tanggal 16 Juni 1625,setelah jabatan “
Notaris Publik” dipisahka dari jabatan “secretaries van den gereche” dengan surat
keputusan Gubenur Jendral tanggal 12 November 1620,maka dikelurkanlah
intruksi pertama untuk para Notaris di Indonesia yang hanya berisikan 10 pasal.
Pada tahun 1822 notaris ini diatur 2 buah reglemen yang agak terperinci dari
tahun 1625 dan 1765.Ditahun 1822(Sbt.No 11)dikeluarkan “intructire voor de
notarissen di indonesia, yang terdiri dari 34 pasal.
Notaris bertindak sebagai pelayanan umum masyarakat sebagai pejabat yang
diangkat oleh pemerintahan yang memperoleh kewenangan secara atributif dari
Negara untuk melayani masyarakat dalam hubungan hukum yang terjadi antara
mereka yangn digunakan sebagai alat bukti akan dokumen- dokumen lehgal yang
sah yang memiliki kekuatan pembuktian yng sempurna.
Menurut G.H.S Lumbang Tobing adalah mengenai Peraturan Jabatan
Notaris,wewenang notaris adalah membuat akta otentik.Akta Notaris bersumber
dari Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris diaman Notaris dijadikan sebagai “
penjabatan umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaris karena kedudukanya
tersebut memperoleh sifat akta otentik.
Peraturan mengenai notaris mengacu pada ketentuan (Stl,1860 Nomor 3) atau
Peraturan Jabatan Notaris yang berlaku pada 1Juli 1860.Inilah yang menjadi
dasar yang kuat bagi pelembagaan Notaris di Indonesia yang merupakan
peninggalan zaman kolonial Belanda, berbagai ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan tersebut sudah tidah sesuai dengan perkembngan dan
kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,perlu adanya
pembaharuan dan penganturan kembali dalam satu Undang-Undang yang
mengatur tentang Jabatan Notaris.
Dengan diudangkan Undang-Undang No.30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris pada tanggal 6 Oktober 2004.Pasal 91 UUJN telah menecabut dan
menytakan tidak belaku lagi.
1. Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesia (Sbt 1860.3) sebagaimana
telah diubah terahir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101;
2. Ordonantie 16 September 1931 tetang Honorium Notaris;
3. Undang- Undang Nomor 33 tahun 1954 teatng Wakil Notaris dan Wakil
Notaris sementara(Lemabaran Negara Tahun 1945 Nomor 101,Tambahan
Lembaran Negara Tahun 1954
Menurut pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang notaris adalah membuat akta
bukan membuat surat,seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) atau mebuat surat lain,seoerti Surat keterangan waris juga ada beberapa
akta otentik yang nerupakan wewenang Notaris dan juga menjadi wewenang
penjabat atau instalasi lain,yaitu:
lembaga Negara atau penjabat yang berwewenang dan mengikat secara umum.
Perbedaan tersebut terletak pada wewenang Notaris dalam menjalankan tugas dan
jabatanya,dan ynag menjadi dasar darin kewenangan Notaris tersebut adalah pasal
15 angka (1),(2) dan (3) UUJN yang menyebutnya bahwa:
Akta Jaminan Fidusia diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42
tahun 1999 tentang jaminan Fidusia, Hak Tngguangna Atas Tanah beserta
kebenda-benda yangberkaitan dengan tanah,Akta pendirinan yayasan diatur dalam
pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan junto
Undang-Undang 28 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
16 tahun 2001 tentang yayasan.
Akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat oleh Notaris secara
melawan hukum sehingga menyebabkan akta otentik menjadi akta dibawah
tangan serta akta tersebut dapat dibatalkan telah sejalan dengan teori kewenangan
dan konsep perlindungan hukum. Seperti dikemukakan dalam teori kewenangan,
Notaris dalam membuat akta otentik termasuk dalam kewenangan secara atribusi,
berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU perubahan atas UUJN.
Terjadinya suatu akibat hukum yaitu berupa akta otentik menjadi akta
dibawah tangan dan akta tersebut dibatalkan diakibatkan oleh penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh Notaris, dimana Notaris dalam menjalakan
wewenangnya telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan mengakibatkan berubahnya
kekuatan pembuktian akta dan adanya pembatalan akta otentik tersebut oleh
pengadilan.
Akibat hukum ini juga telah sejalan dengan konsep perlindungan hukum
yang dikemukan Satijipto Raharjo yang menjelaskan bahwa perlindungan hukum
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Serta bahwa perlindungan
hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial,
ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial. Sesuai dengan pengertian
konsep perlindungan hukum yang dikemukan oleh para sarjana maka akibat
hukum berupa pembatalan akta otentik dapat melindungi para pihak yang merasa
dirugikan oleh perbuatan melawan hukum seorang Notaris dalam proses
pembuatan akta otentik.
Adapun kedudukan akta Notaris dapat dibagi menjadi 5 macam yaitu
dapat dibatalkan, batal demi hukum, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta dibawah tangan, dibatalkan oleh para pihak sendiri dan dibatalkan oleh
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
penerapan asas praduga sah.
Kelima kedudukan akta Notaris tersebut tidak dapat dilakukan secara
bersama-sama, tetapi hanya berlaku satu saja. Jika akta Notaris diajukan
pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (Negeri)
dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap atau akta Notaris mempunyai kududukan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan atau akta Notaris batal demi hukum, atau akta Notaris dibatalkan oleh para
pihak sendiri dengan akta Notaris lagi, maka pembatalan akta Notaris yang
lainnya tidak berlaku.
Akibat hukum terhadap terhadap akta otentik yang dibuat oleh seorang
Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah hilangnya
keotentikkan akta tersebut dan menjadi akta dibawah tangan sesuai dengan
ketentuan Pasal 41 UU perubahan atas UUJN serta akta otentik tersebut dapat
dibatalkan apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya dalam
persidangan di pengadilan, karena pembuatan suatu akta otentik harus memuat
ketiga unsur tersebut di atas (lahiriah, formil dan materiil) atau salah satu unsur
tersebut tidak benar dan menimbulkan perkara pidana atau perdata yang kemudian
dapat dibuktikan ketidakbenarannya. Sehingga dalam menjalankan jabatanya
seorang Notaris harus tunduk pada ketentuan undang-undang dan akta tersebut
dibuat oleh dan dihadapan Notaris sesuai dengan prosedur dan tata cara pembuatan
akta otentik agar keotentikannya tidak menjadi akta di bawah tangan atau akta tidak
sampai dibatalkan.
Sehubungan dengan pentingnya keberadaan kode etik profesi dalam suatu profesi,
maka Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa .Pendidikan ketrampilan
teknis tanpa disertai pendidikan tanggung jawab profesional dan etika adalah
berbahaya. Hal ini tentunya tidak dapat dipungkiri, karena jika suatu pendidikan
hanya menyangkut ketrampilan teknis tanpa disertai tanggung jawab profesional
dan etika, tentunya akan mengakibatkan penyandang profesi akan menjadi liar
karena ia tidak dapat melaksanakan profesinya secara profesional. Dimana hal
tersebut nantinya akan menimbulkan kerugian yang besar terhadap penyandang
profesi hukum secara keseluruhan, karena Notaris dalam menjalankan jabatannya
memiliki kewenangan, kewajiban dan larangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Pelaksanaan kinerja Notaris diupayakan selalu berdasar kaidah hukum yang
ada berdasar UUJN dan kode etik. Dalam hal menggunakan kewenangannya
notaris tetap harus berjiwa besar dan tahan terhadap perkembangan kondisi
persaingan yang tidak sehat dengan pertumbuhan Notaris yang semakin banyak
Saling berkoordinasi dalam wadah organisasi INI akan mampu mengarahkan diri
pribadi dan tentu tanggung jawab profesionalitas seorang Notaris.