Anda di halaman 1dari 17

Daftar Isi

BAB I

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................5

BAB II

PEMBAHASAN...............................................................................................................6

2.1 Kewenangan Notaris......................................................................................6


A. Kewenangan Umum Notaris...........................................................................7

B. Kewenangan Khusus Notaris..........................................................................8

C. Kewenangan Notaris yang akan ditentukan Kemudian..................................9

2.2 Akibat Hukum...............................................................................................11

BAB III

PENUTUP.....................................................................................................................14

3.1 KESIMPULAN................................................................................................14

3.2 SARAN..........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai bidang kajian filsafat, khususnya filsafat moral, etika sudah sangat
lama menjadi wacana intelektual para filsuf. Ia telah menjadi pusat perhatian sejak
zaman Yunani Kuno. Sampai saat ini etika masih tetap menjadi bidang kajian
menarik dan aktual. Bahkan dianggap semakin penting untuk tidak sekedar
dibicarakan di akademik melainkan juga dipraktikkan dalam interaksi kehidupan
sehari-hari setiap manusia beradab.
Etika merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya perangai atau perilaku
seseorang. Sedangkan moral merupakan perilaku baik atau buruknya seseorang.
Etika merupakan ide, cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku
manusia. Etika senantiasa memberikan contoh-contoh yang baik, sementara moral
selalu memberi penilaian terhadap pelaksanaan dari contoh yang diberikan oleh
etika. Oleh karenanya, orang yang beretika.
Notaris adalah profesi hukum sehingga profesi notaris merupakan suatu
profesi mulia (nobile officium). Notaris disebut sebagai pejabat mulia karena
profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat
oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban
seseorang. Kekeliruan atas akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan
tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban, oleh
karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi berbagai
ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris sebagai manusia biasa, dalam menjalankan tugas jabatannya dapat
melakukan kesalahan atau pelanggaran. Notaris yang terbukti melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan Notaris sebagaimana diatur dalam
Pasal 16 dan 17 UUJN, dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi perdata, sanksi
administratif, sanksi kode etik bahkan sanksi pidana.
Ilmu berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan
moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan
manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternative untuk membuat
keputusan politik dengan berkiblat kepada pertimbangan moral.
Notaris juga memikul tanggung jawab profesional, yang meliputi etika, moral,
norma, dan kesusilaan. Notaris dalam menyampaikan ilmu atau pengetahuan
harus melihat sisi etika cara penyampaiannya. Norma tidak kalah pentingnya
karena menyangkut pengetahuan
Kata Notaris besal dari kata “NOTA LITERARIA” yaitu tanda tulisan atau
karakter yang digunakan untuk myang ditugaskan oleh menuliskan atau
menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan nara sumber. Pada awalnya
Notaris hakikatnya adalah pejabat umum kekuasan umum untuk melayani
kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan kepastian
hubungan keperdataan, sepanjang alat bukti otentik tetap memperlukan eksistensi
ditengah masyakarat.
Pada tanggal 27 Agustus 1620,yaitu beberapa bulan setelah dijadikanya
Jacatra sebagai ibu kota(tanggal 4 Maret 1621 dinamakan “Batavia”).Melchior
Kerchem Sekertaris dari College van Schepenen di Jacatra diangkata sebagai
notais pertama di Indonesia. Didalam akta pengakatan Melcior Kerchem sebagai
notaris sekaligus secara singkat dimuat suatu intruksi yang menguraikan bidang
pekejaan dan wewenang,yakni untuk menjalankan tugas jabatan di kota Jacatra
untuk kepentingan publik.
Lima tahun kemudian,yakni pada tanggal 16 Juni 1625,setelah jabatan “
Notaris Publik” dipisahka dari jabatan “secretaries van den gereche” dengan surat
keputusan Gubenur Jendral tanggal 12 November 1620,maka dikelurkanlah
intruksi pertama untuk para Notaris di Indonesia yang hanya berisikan 10 pasal.
Pada tahun 1822 notaris ini diatur 2 buah reglemen yang agak terperinci dari
tahun 1625 dan 1765.Ditahun 1822(Sbt.No 11)dikeluarkan “intructire voor de
notarissen di indonesia, yang terdiri dari 34 pasal.
Notaris bertindak sebagai pelayanan umum masyarakat sebagai pejabat yang
diangkat oleh pemerintahan yang memperoleh kewenangan secara atributif dari
Negara untuk melayani masyarakat dalam hubungan hukum yang terjadi antara
mereka yangn digunakan sebagai alat bukti akan dokumen- dokumen lehgal yang
sah yang memiliki kekuatan pembuktian yng sempurna.
Menurut G.H.S Lumbang Tobing adalah mengenai Peraturan Jabatan
Notaris,wewenang notaris adalah membuat akta otentik.Akta Notaris bersumber
dari Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris diaman Notaris dijadikan sebagai “
penjabatan umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaris karena kedudukanya
tersebut memperoleh sifat akta otentik.
Peraturan mengenai notaris mengacu pada ketentuan (Stl,1860 Nomor 3) atau
Peraturan Jabatan Notaris yang berlaku pada 1Juli 1860.Inilah yang menjadi
dasar yang kuat bagi pelembagaan Notaris di Indonesia yang merupakan
peninggalan zaman kolonial Belanda, berbagai ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan tersebut sudah tidah sesuai dengan perkembngan dan
kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,perlu adanya
pembaharuan dan penganturan kembali dalam satu Undang-Undang yang
mengatur tentang Jabatan Notaris.
Dengan diudangkan Undang-Undang No.30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris pada tanggal 6 Oktober 2004.Pasal 91 UUJN telah menecabut dan
menytakan tidak belaku lagi.
1. Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesia (Sbt 1860.3) sebagaimana
telah diubah terahir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101;
2. Ordonantie 16 September 1931 tetang Honorium Notaris;
3. Undang- Undang Nomor 33 tahun 1954 teatng Wakil Notaris dan Wakil
Notaris sementara(Lemabaran Negara Tahun 1945 Nomor 101,Tambahan
Lembaran Negara Tahun 1954

Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan Undang-


Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut
UUJN), sebagai bagian dari hukum positif di Indonesia. Notaris sebagai Pejabat
Umum,dalam hal ini dihubuingan denagn pasal 1868 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “Suatu akta yang sedemikian,yang
dibuat dalm bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau dihadapan
pejabat umum yang berwenang untuk itu,di tempat dimana akta itu dibuat.”
Dalam kewenangan Notaris ini meliputi 4 hal,yaitu:
1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyakut akat yang dibuatnya.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang(- orang), untuk
kepentingan akta itu dibuat.
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat,dan dimana akta itu
dibuat
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembutan akta itu.

Terlepas dari wewenang Notaris yang dikemukakan oleh G.H.S Lumbang


Tobing mengenani kewenangan Notaris utama,Notaris terkait kedudukanya
sebagai penjabat umum yang membuat akta otentik.Menurut Habib Adje dalam
bukunya Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris)
Berdasarkan bunyi pasal 1 PJN (Stbl.1860 Nomoe 3) bahwa yang dimaksud
dengan Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik menegenai perbuatan,pejanjian,dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikendaki
untuk dinyatakan dalam satu akta otentik,mejamin kepastian tanggal,penyimpanan
aktanya dan memberikan grosse,salinan dan kutipannya,semua sepanjang
pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada penjabat atau orang lain.
Sedangkan dalam pasal 1 angka 1 UUJN,yang dimaksud dengan Notaris
adalah Pejabat umum yang berwenang umtuk membuat akta otentik dan
kewengan lainya yang dimaksud dalam UUJN.
Wewenang (atau sering pula ditulis dengan istilah Kewenangan) merupakan
suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang
bersangkutan.Dengan demikian setiap wewenang ada batasanya sebagaimana
yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya.Wewenang Notaris terbatas sebagaimana peraturan perundang-
undangan yang mengatur jabatan Penjabat yang bersangkutan. Wewenang yang
diperoleh suatu jabatan mempunyai sumber asalnya.Dalam Hukum Administrasi
wewenang bisa diperoleh secara Atribusi,Delegasi atau Mandat.
Wewenang secara Atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada
suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan
hukum.Wewenang secara Delegasi merupakan pemindahan/pengalihan wewenang
yang berdasakan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum.Mandat
sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang,tapi yang berkompeten
berhalangan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kewenangan notaris ?
2. Bagaimana akibat hukum terhadap akta otentik notaris ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kewenangan Notaris


Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan,perjanjian,dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/ atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik,menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,penyimpanan
akta,memberikan grosse,salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanajang
pembuuatan akta-akta itu juga tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
lain atau orng lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Berdasarkan UUJN tersebut ternyata Notaris sebagai Penjabat Umum
memperoleh wewenang secara Atribusi, karena wewenag tersebut diciptakan dan
diberikan oleh UUJN sendiri. Di wewenang yang diperoleh Notaris bukan berasal
dari lembaga lainya. Misalnya dari Departemen Hukum dan HAM.
Notaris sebagai sebuah jabatan (bukan profesi atau profesi jabatan),
dimana jabatan apapun yang ada dinegeri ini mempunyai wewenang
tersendiri.setiap wewengan harus ada dasar hukumnya. Kalau kita berbicara
mengenai wewenang, maka wewenang serang pejabat apapun harus jelas dan
tegas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tetang pejabat atau
jabatan tersebut. Sehingga jika seorang Pejabat melakukan suatu tindakan diluar
wewenag disebut sebagai peraturan melanggar hukum. Oleh karena itu,suatu
wewenang tidak muncul begitu saja sebagai hasil dari suatu diskusi atau
pembicara di belakang meja ataupun karena pembahasan-pembahasan ataupun
pendapat-pendapat dilembaga legeslatif ,tapi wewenang harus dinyatakan dengan
tegas dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Kewenangan Notaris tersebut dalam pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan
sampai dengan ayat (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi :
1. Kewenangan Umum Notaris
2. Kewenangan Khusus Notaris
3. Kewengan Notaris yang ditentukan kemudian.

1.3 Kewenangan Umum Notaris


Tercantum pada pasal ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu
kewengan Notaris,yaitu membuat akta secara Umum .Hal inin disebutkan
sebagaian Kewenangan Umum Notaris deangan batasan sepanjang :
1. Tidak dikecualikan kepada penjabat lain yang ditetapkan oleh Undang-undang
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik
mengenai smua perbuatan,perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Menurut pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang notaris adalah membuat akta
bukan membuat surat,seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) atau mebuat surat lain,seoerti Surat keterangan waris juga ada beberapa
akta otentik yang nerupakan wewenang Notaris dan juga menjadi wewenang
penjabat atau instalasi lain,yaitu:

1. Akta pengakuan anak diluar kawin (pasal 281BW)


2. Akta berita acara tetang kelalaian penjabat penyimpanan hipotek(pasal
1227 BW)
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi
(pasal 1405-1406 BW)
4. Akta protes wesel dan cek (pasal 143 dan 218 Wvk)
5. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Undang-
undang Nomor 4 tahun 1996
6. Membuat akta Risalah Lelang
1.4 Kewenangan Khusus Notaris
Pasal 15 ayat (2) mengatur kewengan khusus notaris untuk melakukan
tindakan hukum tertentu:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat


dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
2. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftarkan dalam
buku khusus.
3. Membuat copy dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan.
4. Melakukan pengesahan kecocokan foto copy dengan surat asli
5. Memberi penyuluhan hukum sehubungan dengan membuat akta
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau
7. Membuat akta risalah lelang

Sebenarnya ada kewenangan khusus lainya, yaitu membuat akta dalam


bentuk original,yaitu:

1. Pembayaran uang sewa,bunga,dan pensiun


2. Penawaran pembayaran tunai
3. Akta kuasa
4. Keterangan pemilikan
5. Akta lain berdasarkan peraturan perundang-undangan
Tetapi kewenangan tersebut tidak dimasukan sebagai kewenangan khusus
tapi dimasukan sebagai kewajiban Notaris (Pasa 16 ayat 3) UUJN.Diliat secara
substansi hal tersebut harus dimasukan sebagai kewenangan khusus Notaris,
karena Pasal 16 ayat 3 UUJN tersebut tindakan hukum yang harus dilakukan
Notaris yaitu membuat akta tertentu dalam bentuk In Original.

Notaris juga mempunyai kewenangan khusus lainya seperti yang tersebut


dalm pasal 51 UUJN, yaitu berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis atau
kesalahan ketik yang terdapat dalam Minuta akta yang telah ditanda tangani,
dengan cara membuat Berita Acara Pembetulan dan Salinan atas Berita Acara
pembetulan tersebut Notaris wajib menyampaikan kepada para pihak.

1.5 Kewenangan Notaris yang akan ditentukan Kemudian


Kewenangan yang akan ditentukan kemudian berdasakan aturan hukum
lain yang akan datang kemudian (ius constituendum). Berkaitan dengan
wewenang tersebut, jika Notaris melakukan tindakan diluar wewenang yang telah
ditentukan, maka Notaris telah melakukan tindakan diluar wewenang, maka
produk atau akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat
dilaksanakan (nonexecutable), dan pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh
tindakan Notaris diluar wewenang tersebut,maka Notaris dapat digugat secara
perdata ke pengadilan Negeri.

Wewenang Notaris yang akan ditentukan kemudian,merupakan


wewenang yang akan muncul akan ditentukan berdasakan peraturan peraturan
perundang-undangan.Dalam kaiatan ini perlu diberikan batasan mengenai
peraturan perundang-undangan yang dimaksud Batasan perundang-undangan
dapat diliat pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara,bahwa:

Yang dimaksudkan denagn peraturan perundang-undangan dalam undang-undang


ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan
oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintahan baik ditingkat pusat
maupun daerah,yang juga besifat mengikat secara umum.

Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tetang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,bahwa:

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan yang tertulis yang akan dibentuk


oleh

lembaga Negara atau penjabat yang berwewenang dan mengikat secara umum.

Dengan konstruksi kesimpulan seperti tersebut diatas,maka ketentuan pasal 50


Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),dapat diterapkan kepada Notaris
dalam menajalankan tugas jabatan.Sepanjang pelaksanakan tugas jabatan tersebut
sesuai dengan cara yang sudah ditentukan dalam UUJN,hal ini sebagian
perlindungan hukum terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya atau
merupakan suatu immunitas terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatan
sesuai aturan hukum yang berlaku.

Terdapat pebedaan antara pengertian notaris yang terrcantum dalam PJN


dan UUJN.Menurut pasal 1 PJN,disebutkan bahwa notaris adalah pejabat
umumyang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik.Sedangkan pasal
1 angka 1 UUJN menyebutkan bahwa Notaris adalah penjabat umum.

Pejabat umum yang buat akta otentik.Tidak disebukan bahwa Notaris


adalah penjabat umum yang satu-satunya berwenagn membuat akta otentik.

Perbedaan tersebut terletak pada wewenang Notaris dalam menjalankan tugas dan
jabatanya,dan ynag menjadi dasar darin kewenangan Notaris tersebut adalah pasal
15 angka (1),(2) dan (3) UUJN yang menyebutnya bahwa:

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenal sebuah pebuatan,perjanjian,


dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/ atau
yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untu dinyatakan dalam akta
otentik,menajamin,salinan dan kepastian tanggal pembuatanakta,menyimpan
akta,memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang
pembuatan akta-akta itu juga ditugaskan atau dikecualikan kepada penjabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Notaris berwenang pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat


dibawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus.
b. membukukan surat-surat dibaawah tangan dengan mendaftarkan dalam
buku khusus.
c. membuat copydari asli surat-surat dibawah tangan beruapa salianan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan ddigambarkan dalam surat yang
bersangkutan
d. melakukan pengesahan kecocokan pfoto kopi denah surat aslinya.
e. memberikan penyuluhan hubungan dengan perbuatan akta
f. membuat akta yang berkaitan denagan pertanahan;
g. membuat akta risalah lelang.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud Notaris mempunyai
kewengan lainya yang diatur dalam peraturan perudang-undangan.Kewenangan
lainya tersebut diantaranya adalah membuat Akta Pendirian Perseroan
Terbatas(diatur dalam pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang perseroan terbatas).

Akta Jaminan Fidusia diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42
tahun 1999 tentang jaminan Fidusia, Hak Tngguangna Atas Tanah beserta
kebenda-benda yangberkaitan dengan tanah,Akta pendirinan yayasan diatur dalam
pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan junto
Undang-Undang 28 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
16 tahun 2001 tentang yayasan.

2.2 Akibat Hukum


Akibat hukum terhadap terhadap akta otentik yang dibuat oleh seorang
Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah hilangnya
keotentikkan akta tersebut dan menjadi akta dibawah tangan serta akta otentik
tersebut dapat dibatalkan apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya
dalam persidangan di pengadilan, karena pembuatan suatu akta otentik harus
memuat tiga unsur yaitu lahiriah, formal dan materiil atau salah satu unsur
tersebut tidak benar dan menimbulkan perkara pidana atau perdata yang kemudian
dapat dibuktikan ketidakbenarannya.

Akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat oleh Notaris secara
melawan hukum sehingga menyebabkan akta otentik menjadi akta dibawah
tangan serta akta tersebut dapat dibatalkan telah sejalan dengan teori kewenangan
dan konsep perlindungan hukum. Seperti dikemukakan dalam teori kewenangan,
Notaris dalam membuat akta otentik termasuk dalam kewenangan secara atribusi,
berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU perubahan atas UUJN.
Terjadinya suatu akibat hukum yaitu berupa akta otentik menjadi akta
dibawah tangan dan akta tersebut dibatalkan diakibatkan oleh penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh Notaris, dimana Notaris dalam menjalakan
wewenangnya telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian bagi para pihak dan mengakibatkan berubahnya
kekuatan pembuktian akta dan adanya pembatalan akta otentik tersebut oleh
pengadilan.
Akibat hukum ini juga telah sejalan dengan konsep perlindungan hukum
yang dikemukan Satijipto Raharjo yang menjelaskan bahwa perlindungan hukum
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Serta bahwa perlindungan
hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial,
ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial. Sesuai dengan pengertian
konsep perlindungan hukum yang dikemukan oleh para sarjana maka akibat
hukum berupa pembatalan akta otentik dapat melindungi para pihak yang merasa
dirugikan oleh perbuatan melawan hukum seorang Notaris dalam proses
pembuatan akta otentik.
Adapun kedudukan akta Notaris dapat dibagi menjadi 5 macam yaitu
dapat dibatalkan, batal demi hukum, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta dibawah tangan, dibatalkan oleh para pihak sendiri dan dibatalkan oleh
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
penerapan asas praduga sah.
Kelima kedudukan akta Notaris tersebut tidak dapat dilakukan secara
bersama-sama, tetapi hanya berlaku satu saja. Jika akta Notaris diajukan
pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada pengadilan umum (Negeri)
dan telah ada putusan pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap atau akta Notaris mempunyai kududukan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan atau akta Notaris batal demi hukum, atau akta Notaris dibatalkan oleh para
pihak sendiri dengan akta Notaris lagi, maka pembatalan akta Notaris yang
lainnya tidak berlaku.
Akibat hukum terhadap terhadap akta otentik yang dibuat oleh seorang
Notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah hilangnya
keotentikkan akta tersebut dan menjadi akta dibawah tangan sesuai dengan
ketentuan Pasal 41 UU perubahan atas UUJN serta akta otentik tersebut dapat
dibatalkan apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya dalam
persidangan di pengadilan, karena pembuatan suatu akta otentik harus memuat
ketiga unsur tersebut di atas (lahiriah, formil dan materiil) atau salah satu unsur
tersebut tidak benar dan menimbulkan perkara pidana atau perdata yang kemudian
dapat dibuktikan ketidakbenarannya. Sehingga dalam menjalankan jabatanya
seorang Notaris harus tunduk pada ketentuan undang-undang dan akta tersebut
dibuat oleh dan dihadapan Notaris sesuai dengan prosedur dan tata cara pembuatan
akta otentik agar keotentikannya tidak menjadi akta di bawah tangan atau akta tidak
sampai dibatalkan.
Sehubungan dengan pentingnya keberadaan kode etik profesi dalam suatu profesi,
maka Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa .Pendidikan ketrampilan
teknis tanpa disertai pendidikan tanggung jawab profesional dan etika adalah
berbahaya. Hal ini tentunya tidak dapat dipungkiri, karena jika suatu pendidikan
hanya menyangkut ketrampilan teknis tanpa disertai tanggung jawab profesional
dan etika, tentunya akan mengakibatkan penyandang profesi akan menjadi liar
karena ia tidak dapat melaksanakan profesinya secara profesional. Dimana hal
tersebut nantinya akan menimbulkan kerugian yang besar terhadap penyandang
profesi hukum secara keseluruhan, karena Notaris dalam menjalankan jabatannya
memiliki kewenangan, kewajiban dan larangan.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta otentik yang


dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab terhadap jabatannya,
sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur perilaku profesi notaris
tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris adalah merupakan penjabaran lebih
lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris , mengingat Notaris
dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk dan mentaati seqala ketentuan
dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.
Pedoman profesi menjadi acuan bagi setiap orang yang berprofesi sebagai
notaris agar sesuai etika jabatan yang telah dirumuskan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang ada dan juga organisasi notaris yang merupakan
organisasi profesi dimana notaris bernaung. Pedoman itulah yang senantiasa
menjadi acuan bagi notaris dalam melaksanakan tugasnya. Notaris harus tetap
berprinsip teguh dalam menjalankan profesinya. Notaris telah melakukan kaidah
sesuai pedoman kode etik dan asas umum jabatan yaitu asas kecermatan. Cermat
dalam arti meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada Notaris dan
mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai
bahan dasar untuk dituangkan dalam akta. Asas kecermatan ini merupakan
penerapan dari Pasal 16 ayat 1 huruf a, antara lain menjalankan tugas jabatannya
wajib bertindak seksama. Tentu diteliti dengan mengemban sumpah jabatan
Notaris agar selalu sesuai dengan aturan yang ada, meskupun dihadapan pada
persaingan ketat sesama Notaris, tidak sampat melakukan tindakan penyimpangan
dari ketentuan hukum.

3.2 SARAN
Pelaksanaan kinerja Notaris diupayakan selalu berdasar kaidah hukum yang
ada berdasar UUJN dan kode etik. Dalam hal menggunakan kewenangannya
notaris tetap harus berjiwa besar dan tahan terhadap perkembangan kondisi
persaingan yang tidak sehat dengan pertumbuhan Notaris yang semakin banyak
Saling berkoordinasi dalam wadah organisasi INI akan mampu mengarahkan diri
pribadi dan tentu tanggung jawab profesionalitas seorang Notaris.

Anda mungkin juga menyukai