Anda di halaman 1dari 12

PERAN ARBITER DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DITENGAH

PANDEMI COVID-19

Disusun Oleh :

FAKULTAS HUKUM

2021

DAFTAR ISI

Daftar Isi………………………………………………………………………………..1
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................2
A. Latar Belakang……….……………………………….…………………….……….2
B. Rumusan Masalah………………………..………………………………………….3

BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………..……4
A. Peran Arbiter Terhadap Perusahaan dan Pekerja yang Terkena Pemutusan
Hubungan Kerja ditengah pandemi COVID-19……………………….…………….......4

B. Solusi untuk mengatasi kerugian yang dialami oleh pemilik perusahaan


dan karyawan ...................................................................................................................6

BAB 3 PENUTUP............................................................................................................9

A.Kesimpulan…………………………………………………………………………...9
B. Saran ………………………………………………………………………………....9

Daftar Pustaka……….……………….……………………………………………….11

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak awal tahun 2020 dunia sedang dilanda wabah virus COVID-19, seperti yang kita
ketahui bahwa virus ini berasal dari China. Kasus pertama terjadi pada tanggal 17 November
2019 berdasarkan data South Morning China Post. Kasus tersebut menyerah seorang individu
yang berumur 55 tahun di provinsi Hubei yang diduga sebagai kasus pertama. 1 Hingga
akhirnya virus tersebut menyebar kehampir seluruh dunia termasuk ke Indonesia. Pada

1 https://www.livescience.com/first-case-coronavirus-found.html

1
tanggal 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama yang terjadi di
Indonesia. Tidak butuh waktu lama virus tersebut berhasil menyebar hingga sampai saat ini
menyebabkan 18.010 orang positif, 4.234 orang sembuh, dan 1.191 meninggal. 2 Dan sampai
saat ini pemerintah masih berusaha untuk mencegah terjadinya peningkatan infeksi dengan
cara memberlakukan kebijakan pencegahan virus COVID-19. Sudah banyak usaha
pencegahan yang dilakukan pemerintah selama kasus pertama di Indonesia muncul. Mulai
dari penutupan sekolah, peniadaan transportasi, perintah bekerja di rumah untuk PNS,
penutupan bisnis dan lainya. Hal tersebut dilakukan agar social distancing yang
direkomendasikan oleh WHO dapat dilakukan.3 Salah satu kebijkan yang dilakukan
pemerintah guna menghambat peningkatan kasus baru COVID-19 adalah melakukan PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang didasarkan Permenkes 9 Tahun 2020 tentang
Pedoman PSBB. Melalui PSBB pemerintah berusaha menerapkan social distancing sebagai
aturan tertulis. Sehingga jika orang yang tidak melaksanakan social distancing akan terdapat
sanksi yang berlaku.Hal tersebut tentu sangat membantu untuk mengurangi jumlah kasus
baru setiap harinya dikarenakan kontak sosial masyarakat akan berkurang secara signifikan,
Namun hal tersebut berdampak dengan berkurangnya kegiatan ekonomi di masyarakat. Hal
tersebut sebagaimana disebutkan didalam data BPS mengenai pertumbuhan PDB Indonesia
pada kuratal-1 2020. Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 2.97%, hal tersebut sangat jauh dari
target kuartal 1 yaitu 2,5-4,6%.4

Dampak ekonomi tersebut membawa pengaruh yang cukup besar terhadap lingkup kerja.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Aloysius Uwiyono melihat
wabah pandemi COVID-19 berdampak terhadap pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Bagi
perusahaan yang sama sekali tidak mampu menghadapi dampak COVID-19 bisa menempuh
langkah pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain program Kartu Prakerja, ada juga program
padat karya infrastruktur, padat karya produktif, tenaga kerja mandiri, dan program lainnya.
Banyak pekerja yang di-PHK berusaha mendaftarkan diri untuk mendapat bantuan lewat
skema Kartu Prakerja. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Ketenagakerjaan
Soes Hindharno mengatakan bahwa calon peserta program Kartu Prakerja diminta sabar dan

2 https://covid19.go.id/
3 https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public
4 https://tirto.id/ekonomi-kuartal-i-2020-tersungkur-indonesia-terancam-resesi-fpp5

2
terus mencoba untuk mendaftar lantaran kuota yang diberikan setiap minggunya hanya untuk
200.000 orang.5

Tidak serta merta perusahaan dapat melakukan PHK karena mengalami kerugian, force
majeur atau untuk efisiensi yang diakibatkan karena terjadinya pandemi yang dapat
merugikan perusahaan. Ada ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga PHK dapat dilakukan
oleh Perusahaan. Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(UU Ketenagakerjaan) mengatur PHK dapat dilakukan jika perusahaan yang mengalami
kerugian, force majeur atau untuk efisiensi. Selain PHK, kebijakan lain dari perusahaan
merespons dampak COVID-19 adalah dengan merumahkan karyawan (unpaid leave). Untuk
hal ini, Masykur menyatakan bahwa “dirumahkan” tidak diatur dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga berdasarkan hal-hal yang telah
diuraikan diatas membuat penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang Pemutusan Hubungan Kerja ditengah pandemi COVID-19 ditinjau dari Hukum
Perburuhan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peran arbiter terhadap perusahaan dan pekerja yang terkena pemutusan
hubungan kerja ditengah pandemi COVID-19 ini?
2. Bagaimana solusi untuk mengatasi kerugian yang dialami oleh pemilik perusahaan dan
karyawan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Arbiter Terhadap Perusahaan dan Pekerja yang Terkena Pemutusan


Hubungan Kerja ditengah pandemi COVID-19

Untuk dapat bekerja pada perusahaan pada awalnya sebelum menjadi karyawan maka
pekerja akan menandatangani sebuah kontrak kerja atau perjanjian kerja dengan perusahaan

5 https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52488832

3
yang mana baik dari perusahaan dan pekerja harus mematuhi dan tidak boleh melanggar hal -
hal yang sudah tercantum pada perjanjian tersebut. Dalam hukum perjanjian, setiap pihak
mempunyai kebebasan untuk mengadakan perjanjian apa saja tetapi perjanjian tersebut tidak
melanggar peraturan perundang-undang yang ada.6 Seluruh perjanjian yang dibuat sesuai
dengan undang-undang:
(1) berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut;
(2) tidak dapat ditarik kembali kecuali karena ada kesepakatan kedua belah pihak, atau karena
adanya alasan yang ditentukan dalam undang-undang; dan
(3) harus dilaksanakan dengan itikad baik.7

Namun pemutusan hubungan kerja akibat pandemi COVID-19 ini bukanlah hal yang
dapat dipungkiri dan mungkin tidak tercantum dalam kontrak kerja karena situasi ini adalah
force majeure, Dengan dikaitkannya faktor-faktor yang mempengaruhi force majeure
menurut KUH Perdata ada 3 (tiga) kepada unsur-unsur pandemi Covid-19 menurut Ricardo
Simanjuntak adalah sebagai berikut:

a. Tidak memenuhi prestasi, Ricardo Simanjuntak mengatakan bahwa Pandemi Covid-19 ini
merupakan suatu halangan yang tidak dapat dikesampingkan sehingga debitur tidak dapat
memenuhi prestasinya.8

b. Ada suatu hal yang di mana hal tersebut tidak dibuat atau dilakukan atau tidak dapat
disalahkan oleh debitur.9

Ricardo Simanjuntak tegas mengatakan bahwa Pandemi Covid-19 ini, masyarakat tidak
terlibat atau tidak mempunyai contributory effects atas wabah itu.

c. Faktor penyebab itu tidak dapat diduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggung
jawabkan kepada debitur. Ricardo Simanjuntak jelas juga mengatakan bahwa masyarakat
tidak dapat mengetahui atau tidak dapat memprediksi kapan pandemi itu terjadi.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata terdapat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu
adanya kesepakatan para pihak. Jika subjek dan objek tersebut sudah terpenuhi maka para

6 www.mckinsey.com/business-functions/risk/our-insights/covid-19-implications-for-business
7 Subekti, Op.Cit., hal. 13.
8 Pasal 1338 ayat (1), (2) dan (3) KUH Perdata
9 Hukumonline.com, “Masalah Hukum Penundaan Kontrak Akibat Penyebaran Covid-19”

4
pihak harus mentaati perjanjian yang disepakati bersama, oleh karena itu negosiasi
merupakan hal yang sangat penting bagi para pihak. Penyelesaian masalah karena PHK pada
masa pandemi ini dapat dilakukan melalui lembaga arbitrase dengan bantuan seorang arbiter.

Arbitrase biasa dipilih oleh para pengusaha untuk penyelesaian sengketa


komersialnya, karena ternyata memiliki beberapa kelebihan dan kemudahan karena para
pihak yang bersengketa dapat memilih, dimana para arbiternya sendiri dan untuk ini tentunya
akan dipilih mereka yang dipercayai memiliki integritas, kejujujuran, keahlian dan
profesionalisme dibidangnya masing-masing.Ada 2 prinsip dasar arbitrase yang harus
dipegang oleh arbiter dalam menjalankan tugasnya yaitu :

a. Penyelesaian arbitrase harus didasarkan pada penyelesaian yang cepat, mandiri, dan
adil;
b. Penyelesaian perkara diluar pengdailan atas dasar perdamaian, terjaminnya
kerahasiaan sengketa, terhindar dari kelambatan karena prosedural dan administrasi,
serta penyelesaian menekankan konsep win-win-solution.

Penyelesaian yang dilakukan oleh profesi arbiter pada umumnya mencakup bidang
komersial di Indonesia, masih terdapat dalam yurisdiksi perdata, adanya itikad dari para
pihak untuk mengesampingkan penyelesaian di pengadilan, serta adanya perjanjian arbitrase,
sehingga dengan kondisi- kondisi seperti ini putusan arbitrase bersifat final and binding,
artinya putusan yang dibuat oleh arbiter bersifat terakhir dan mengikat bagi para pihak yang
membuatnya. Dengan kata lain, dalam putusan arbitrase tidak dimungkinkan terjadi upaya
hukum apapun bagi para pihak apabila tidak puas terhadap putusan yang dibuat oleh arbiter.

Para pihak yang bersengketa dan memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase
memilih arbiter yang tepat kompeten, jujur dan memiliki integritas bukan saja pribadinya
akan tetapi juga kemampuan dan keahliannya dibidang Hukum Arbitrase dan kemudian
tentang inti sengketa yang dihadapinya. Di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 menentukan bahwa dalam hal para pihak tidak mencapai kesepakatan mengenai
pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua
Pengadilan Negeri dapat menunjuk arbiter atau majelis arbiter. Dalam hal para pihak telah
bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal, para
pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal. Untuk
itu pemohon arbitrase wajib, secara tertulis harus mengusulkan kepada pihak termohon

5
arbitrase nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal. Jika dalam waktu
selambat- lambatnya 14 hari setelah termohon menerima usul pemohon, para pihak tidak
berhasil menentukan arbiter tunggal, atas permohonan dari salah satu pihak. Ketua
Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal. Selanjutnya ditentukan juga bahwa
Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar nama yang
disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari lembaga atau organisasi arbitrase
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan memperlihatkan baik rekomendasi maupun
keberatan yang diajukan oleh para pihak terhadap orang yang bersangkutan.

B. Solusi untuk mengatasi kerugian yang dialami oleh pemilik perusahaan dan
karyawan

Tidak bisa dipungkiri dampak dari pandemi Covid-19 atau virus corona ini memang
menyakitkan. Salah satu yang terkena dampak dari munculnya virus corona yakni sektor
ekonomi. Banyak perusahaan-perusahaan yang tidak bisa menjalankan usahanya seperti
biasa. Sehingga menyebabkan perusahaan mengalami penurunan pendapatan bahkan sampai
tidak ada pendapatan sama sekali. Dengan menurunnya pendapatan membuat perusahaan
harus berpikir agar perusahaannya dapat bertahan di kondisi saat ini. Berbagai cara
perusahaan dilakukan agar usahanya bisa bertahan, mulai dari menerapkan sistem bekerja
dari rumah sampai PHK massal, memotong upah pekerja, dan menunda membayar upah
pekerja. Cara-cara yang dilakukan itu sangat beresiko bagi perusahaan karena dapat
melanggar ketentuan hukum yang ada. Sebaiknya pelaku usaha tetap tenang saat menghadapi
pandemi virus corona ini. Sehingga pelaku usaha dapat mengambil langkah yang tepat. Selain
menghadapi dengan tenang pelaku usaha harus berpikir lebih kreatif lagi. Dengan begitu
pelaku usaha dapat mengambil keputusan untuk perusahaan dengan bijak.
Yang harus dilakukan terhadap karyawan di masa sulit ini terkait status dan kewajiban
pengusaha antara lain adalah;
a. Jujur dan transparan
Sebaiknya perusahaan bersikap jujur dan transparan kepada karyawannya terkait
kondisi yang dialaminya. Dengan begitu perusahan dapat merundingkan langkah apa
yang terbaik bagi karyawan dan perusahaannya.

b. Menentukan strategi bisnis Perusahaan perlu memikirkan strategi bisnisnya lagi.


Jika dengan strategi bisnis yang sedang dijalankan perusahaan masih dapat berjalan,
maka sebaiknya pertahankan. Namun, jika tidak dapat bertahan perusahaan dapat

6
menggunakan melakukan pivot dari core bisnis. Pivot sendiri memiliki arti mencari
model bisnis yang lain, namun tetap berada divisi yang sama dengan perusahaan. Bisa
juga perusahan menjalankan keduanya secara bersama.

c. Mengarahkan karyawan dengan sesuai dengan kebutuhan saat ini Setelah menentukan
strategi bisnis perusahaan harus mengarahkan karyawannya agar strategi bisnisnya
dapat berjalan dan sesuai kebutuhan.

d. Status kontrak
Jika berakhir tidak perlu diperpanjang Jika perusahaan yang memiliki karyawan yang
status kontraknya akan berakhir sebaiknya menunda perpanjangan lebih dahulu. Jika
dirasa karyawan bekerja dengan baik dan perusahaan tidak ingin melepaskan
karyawan, maka solusinya jadikan sebagai mitra/distributor/reseller/freelance.

e. Jika cash flow berdarah, maka lakukan negosiasi dengan karyawan melalui bipartite
Perusahan yang mengalami cash flow yang menyulitkan, maka perusahaan dapat
melakukan negosiasi dengan karyawan melalui bipartite. Bipartite adalah perundingan
antara pekerja atau serikat pekerja dengan perusahaan untuk menyelesaikan hubungan
industrial. Perusahan sebaiknya merundingkan terkait kesepakatan baru tentang
kondisi saat ini. Apakah harus PHK atau melakukan no work no pay.

Merebaknya virus corona sejak awal tahun 2020 telah memberikan dampak signifikan
terhadap perekonomian global. Bahkan, setelah resmi dinyatakan sebagai pandemi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus corona semakin menekan kondisi perekonomian
di berbagai sektor. Berbagai perusahaan mulai dari sektor manufaktur hingga pariwisata
sudah mulai merasakan kerugian yang disebabkan penyebaran virus ini.

Merespon hal tersebut, hasil riset McKinsey & Company menyebutkan ada 4 langkah yang
perlu dilakukan perusahaan untuk menghadapi fenomena wabah virus corona.

a. Lindungi karyawan

Perusahaan tidak bisa lagi menjalankan bisnis seperti biasa saat ini. Merebaknya
virus corona membuat perusahaan perlu melakukan beberapa penyesuaiaan
dengan fokus utama melindungi karyawan. Saat ini, sudah banyak perusahaan
yang mengeluarkan kebijakan khusus untuk menghadapi virus corona.

b. Bentuk tim respons virus corona

7
McKinsey & Company menyarankan perusahaan untuk membentuk satu tim
respons menghadapi virus corona. Tim ini bisa dibentuk dengan berbagai tujuan,
tergantung dengan kebutuhan perusahaan. Adapun 4 output dari tim respons yang
disarankan adalah, pengecekan kesehatan karyawan, keuangan, pasokan barang,
dan pemasaran perusahaan.

c. Kaji ulang target keuangan perusahaan

Kinerja keuangan perusahaan diproyeksi akan mengalami banyak tantangan


menghadapi virus corona. Oleh karenanya, perusahaan dinilai perlu mengkaji
ulang target keuangan. Pengkajian perlu dilakukan dengan memperhitungkan
berbagai skenario wabah virus corona.

d. Stabilkan pasokan

Permintaan terhadap beberapa produk tengah mengalami kenaikan, akibat


terhambatya pasokan global. Oleh karenanya, perusahaan perlu memastikan
apabila pasokan barang terpenuhi. Salah satu langkah yang perlu dilakukan
perusahaan adalah mencari pemasok baru, yang tidak terganggu distribusinya.10

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan Pasal 164 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, dapat dikaitkan bahwa pandemik


COVID-19 ini merupakan force majeure (keadaan kahar) di mana situasi ini berada di luar
kendali atau di luar kemampuan si pengusaha, sehingga kondisi tersebut mempengaruhi
kemampuan ekonomi si Pengusaha dalam membayar gaji para pekerjanya. Oleh karena itu,

10 Daryl John Rasuh, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Pasal 1244 dan Pasal 1245
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. IV, No. 2, Feb 2016.

8
banyak pekerja/buruh yang dirumahkan. Meskipun banyak yang dirumahkan tetapi mereka
tetap berhak mendapatkan upah penuh atau pemotongan upah apabila telah disepakati oleh
pihak perusahaan dan pekerja. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan bantuan
seorang arbiter, Peranan arbiter dalam penyelesaian sengketa alternatif melalui arbitrase
sangat penting dan menjadi penentu untuk penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui
arbitrase, pada umumnya arbitrase mencakup bidang komersial di Indonesia, masih terdapat
dalam yurisdiksi perdata, adanya itikad dari para pihak untuk mengesampingkan
penyelesaian di pengadilan, serta adanya perjanjian arbitrase, sehingga dengan kondisi-
kondisi seperti ini putusan arbitrase bersifat final and binding, artinya putusan yang dibuat
oleh arbiter bersifat terakhir dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Jika
Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan bukan berarti perusahaan tidak memiliki solusi untuk
kembali bangkit begitu juga dengan pekerja atau karyawan nya. Perusahaan dapat
menentukan strategi bisnis Perusahaan perlu memikirkan strategi bisnisnya lagi,
mengarahkan karyawan dengan sesuai dengan kebutuhan saat ini Setelah menentukan strategi
bisnis perusahaan harus mengarahkan karyawannya agar strategi bisnisnya dapat berjalan dan
sesuai kebutuhan.

B. SARAN

Situasi krisis saat ini bisa jadi membuat pengusaha tidak punya pilihan lain selain
melakukan PHK karena mereka harus menekan biaya operasional besar-besaran.
Namun Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah
menegaskan bahwa PHK seharusnya menjadi langkah terakhir yang ditempuh. Sebelum
melakukan PHK, UU Ketenagakerjaan mengatur bagaimana pengusaha, buruh, serikat buruh,
dan pemerintah harus bekerja sama agar tidak terjadi PHK. Mengenai PHK Pengusaha,
pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mampu menjalin kerja sama yang
mengantisipasi terjadinya PHK.

1. Lakukan dialog dua arah atau bipartit.


Sebelum dan mencegah campur tangan nya lembaga arbitrase dan arbiter, pengusaha dan
pekerja bersama dengan serikat pekerja perlu melakukan dialog secara transparan sejak dini
dalam mengantisipasi kondisi ketenagakerjaan akibat pandemi COVID-19 ini. Perusahaan
yang karena sifat industrinya mengharuskan kehadiran pekerja maka harus mengatur sistem
kerja dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.

9
2. Susun kebijakan ketenagakerjaan dalam situasi pandemi COVID-19.
Kebijakan ini harus merespons setiap perubahan yang terjadi akibat pandemi COVID-19
terhadap sistem kerja karyawan. Perubahan tersebut meliputi penerapan sistem bekerja dari
rumah, social distancing, pembatasan sarana transportasi umum, dan lockdown terbatas yang
saat ini sudah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah.

3. Realisasikan dan pantau implementasi paket insentif bagi pengusaha dan pekerja
untuk bertahan.
Pemerintah sudah menerbitkan paket insentif bagi pengusaha seperti pembebasan atau
pengurangan pembayaran pajak dan hibah anggaran untuk sektor usaha kecil.

DAFTAR PUSTAKA

A. Rujukan Buku dan Jurnal :

Daryl John Rasuh, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Pasal 1244
dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. IV, No. 2, Feb
2016.

Subekti, Op.Cit., hal. 13.

B. Peraturan Perundang - Undangan :

Pasal 1338 ayat (1), (2) dan (3) KUH Perdata

10
C. Rujukan Website :

covid19.go.id

Hukumonline.com, “Masalah Hukum Penundaan Kontrak Akibat Penyebaran Covid-19”

tirto.id/ekonomi-kuartal-i-2020-tersungkur-indonesia-terancam-resesi-fpp5

www.livescience.com/first-case-coronavirus-found.html

www.mckinsey.com/business-functions/risk/our-insights/covid-19-implications-for-business

www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/advice-for-public

www.bbc.com/indonesia/indonesia-52488832

11

Anda mungkin juga menyukai