Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA SEPIHAK


PT. GOODYEAR INDONESIA AKIBAT PANDEMI COVID-19

OLEH :

ENDAH WAL ISTANAWATI


072519024

MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya penulis dapat membuat sebuah makalah tentang Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak
Pt. Goodyear Indonesia Akibat Pandemi Covid-19. Dalam makalah ini, penulis mencoba menyajikan
materi-materi yang berkaitan dengan Hubungan Industrial.
Makalah ini disusun berdasarkan dari beberapa sumber rujukan. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu diharapkan kepada semua
pihak untuk memberikan masukan dan kritik demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga
menyadari bahwa tugas ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan, oleh
karena itu diharapkan adanya kritik, saran dan masukan demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami yang masih belajar dan bagi orang lain
pada umumnya. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan maupun bila ada kata-kata yang kurang
berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa yang
akan datang dan semoga isi dari makalah ini dapat menjadi sebuah referensi untuk membuka
pandangan dan wawasan kita semua untuk dapat memahami bagaimana dalam pengambilan suatu
keputusan itu.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH 1

II. RUMUSAN MASALAH 2

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 2

BAB II PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 3

II. PENGERTIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 3

III. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 3

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada masa pandemi yang tengah melanda seluruh bagian dunia, termasuk
Indonesia, aspek ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang yang terkena imbasnya
secara signifikan. Banyak perusahaan yang menunda proses hiring, memberlakukan lay
off atau cuti tanpa gaji, hingga memberhentikan karyawan-karyawannya dalam rangka
efisiensi dan mempertahankan keberlangsungan usaha yang sedang menghadapi
perekonomian yang lesu.
Dalam data Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak 2,8 juta kasus pemutusan
hubungan kerja (PHK) telah dilaporkan selama masa pandemi ini. Sedangkan, berdasarkan
pendapat Kamar Dagang dan Industri bidang UMKM, diperkirakan sebanyak 15 juta pekerja
UMKM menjadi korban, baik yang dilaporkan maupun yang tidak.
Dalam hal ini salah satu contoh kasus yang penulis dapatkan adalah kasus PHK
besar-besaran akibat pandemi Covid-19 pada karyawan PT Goodyear Indonesia.
Goodyear Indonesia sendiri semula didirikan dengan nama N.V.Goodyear Tire &
Rubber Company Limited berdasarkan Akta Pendirian No.199 tertanggal 22 Januari 1917
yang dibuat dihadapan Benjamin Terkuile, Notari di Surabaya, disetujui oleh Gouverneur
Generaal van Nederlandsch Indie dengan Surat Keputusan No.50 tertanggal 23 Mei 1917
dan diumumkan dalam Bijvoegsel No.217 Javasche Courant No.64 tertanggal 10 Agustus
1917.
Kemudian berubah nama menjadi PT Goodyear Indonesia berdasarkan Akta No.73
tanggal 31 Oktober 1977 yang dibuat dihadapan Eliza Pondaag, Notaris Publik di Jakarta,
yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat
Keputusan No. Y.A.5/250/7 Tanggal 25 Juli 1978.
Setelah Penawaran Umum Terbatas pada tanggal 10 November 1980, nama
perseroan berubah menjadi PT Goodyear Indonesia, Tbk dengan nama emiten tercantum
GDYR.
Goodyear adalah produsen ban terbesar dunia yang mengaryakan lebih dari 63,000
orang dengan pabrik produksi sejumlah 46 unit di 21 negara disepenjuru dunia. Dua pusat
inovasinya di Innoation Center di Akron, Ohio dan Colmar-Berg, Luxembourg selalu berupaya
untuk menciptakan produk dan layanan unggulan yang menjadi standar teknologi dan
performan industri.
Alasan pihak PT Goodyear sendiri karena dalam kondisi seperti ini semua
permintaan turun. Terutama pasar domestik dan import yang turun jauh dalam beberapa
bulan terakhir ini. Perusahaan harus membuat keputusan yang berat termasuk rightsizing
staff agar mayoritas hal lainnya tetap bisa berlangsung dan bisnis terus berlanjut di masa
depan.
Hal inilah yang memicu adanya perselisihan hubungan industrial antara manajemen
perusahaan dan serikat pekerja. Karena dalam sebuah perusahaan, baik itu pengusaha
maupun pekerja pada dasarnya memiliki kepentingan atas kelangsungan usaha dan
keberhasilan perusahaan. Meskipun keduanya memiliki kepentingan terhadap keberhasilan
perusahaan, tidak dapat dipungkiri konflik/perselisihan masih sering terjadi antara
pengusaha dan pekerja. 

1
II. RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial?


b. Bagaimana cara menyelesaikan perselisihan hubungan industrial?

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

a. Untuk mengetahui maksud dari perselisihan hubungan industrial;


b. Untuk mengetahui cara apa saja yang dapat diambil untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Menurut UU No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 angka 16, Hubungan


Industrial  adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam
proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh,
dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan industrial adalah hubungan antara
semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa
di suatu perusahaan. Hubungan industrial tersebut harus dicipatkan sedemikian rupa
agar aman, harmonis, serasi dan sejalan, agar perusahaan dapat terus meningkatkan
produktivitasnya untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang terkait atau
berkepentingan terhadap perusahaan tersebut.

II. PENGERTIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang


mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan
Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya perselisihan mengenai
hak, perselisihan kepentingan,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan
antar serikat pekerja/serikat Buruh dalam satu perusahaan  (pasal 1 angka 1 UU No. 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial).

III. PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Perselisihan hubungan industrial diharapkan dapat diselesaikan melalui


perundingan bipartit, Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian
dilakukan melalui mekanisme mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal,
maka perselisihan hubungan industrial dapat dimintakan untuk diselesaikan di
Pengadilan Hubungan Industrial.
Prosedur PHK Menurut UU No 13 Tahun 2003 yaitu dengan merundingkan
terlebih dahulu antara kedua pihak. Jika memang hasil akhir PHK tetap dilaksanakan,
maka diajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial atau biasa disebut dengan Pengadilan Hubungan Industrial disertai
dengan alasan kenapa PHK dilakukan. Jika terjadi pemutusan hubungan kerja, maka
perusahaan wajib membayarkan uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja dan
uang penggantian yang seharusnya diterima oleh karyawan. Hal inilah yang masih
menjadi polemik bagi karyawan yang terkena PHK dan manajemen PT Goodyear
Indonesia sampai saat ini.
Dampak pandemi global COVID-19 ini sangat signifikan bagi perekonomian
Indonesia. Situasi krisis saat ini bisa jadi membuat pengusaha tidak punya pilihan lain
selain melakukan PHK karena mereka harus menekan biaya operasional besar-besaran.
Namun Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah
menegaskan bahwa PHK seharusnya menjadi langkah terakhir yang ditempuh. Sebelum
melakukan PHK, UU Ketenagakerjaan mengatur bagaimana pengusaha, buruh, serikat
buruh, dan pemerintah harus bekerja sama agar tidak terjadi PHK.

3
4 hal yang dapat dilakukan yakni :

1. Lakukan dialog dua arah atau bipartit.


Pengusaha dan pekerja bersama dengan serikat pekerja perlu
melakukan dialog secara transparan sejak dini dalam mengantisipasi kondisi
ketenagakerjaan akibat pandemi COVID-19 ini. 
Perusahaan yang karena sifat industrinya mengharuskan kehadiran
pekerja maka harus mengatur sistem kerja dengan mengutamakan keselamatan
dan kesehatan kerja. 
Selain itu, dialog bipartit juga perlu membahas antisipasi terhadap
kondisi terburuk hubungan kerja di antara mereka seperti efisiensi, pengaturan
jam kerja, dan pembagian kerja. 
Dialog ini menjadi pintu utama membangun pemahaman bersama
menghadapi dampak pandemi COVID-19 baik bagi perusahaan maupun pekerja. 

2. Susun kebijakan ketenagakerjaan dalam situasi pandemi COVID-19.


Kebijakan ini harus merespons setiap perubahan yang terjadi akibat
pandemi COVID-19 terhadap sistem kerja karyawan. Perubahan tersebut
meliputi penerapan sistem bekerja dari rumah, social distancing, pembatasan
sarana transportasi umum, dan lockdown terbatas yang saat ini sudah dilakukan
oleh beberapa pemerintah daerah.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja harus aktif dalam
memberikan informasi kebijakan untuk bekerja dan melakukan tinjauan
kebijakan secara berkala. Kebijakan yang bisa diterapkan misalnya kebijakan
pengurangan hari dan jam kerja, meliburkan/merumahkan pekerja, dan
sebagainya. 
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan rencana mitigasi
ketenagakerjaan dalam menghadapi situasi kerja yang memburuk karena krisis
ekonomi sebagai dampak pandemi COVID-19. 
Hal ini bisa dilakukan dengan pelaksanaan program pemerintah yang
dapat menyerap angkatan kerja besar dan program dukungan pengembangan
keterampilan seperti contohnya pemberian Kartu Pra Kerja bagi orang yang baru
lulus sekolah dan sedang mencari pekerjaan.

3. Realisasikan dan pantau implementasi paket insentif bagi pengusaha dan pekerja
untuk bertahan.
Pemerintah sudah menerbitkan paket insentif bagi pengusaha seperti
pembebasan atau pengurangan pembayaran pajak dan hibah anggaran untuk
sektor usaha kecil. 
Pemerintah sendiri berencana akan memberikan stimulus sebesar Rp 2
triliun untuk meningkatkan daya beli pelaku koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM).
Selain itu, insentif sosial juga disiapkan oleh pemerintah bagi pekerja
yang terkena PHK atau tidak dapat bekerja seperti pekerja sektor non
formal. Insentif ini berbentuk bantuan langsung dan potongan biaya untuk
kebutuhan fasilitas yang disediakan pemerintah (listrik dan air). Kebijakan ini
perlu dipastikan realisasi dan dipantau agar tepat sasaran.

4
4. Lakukan dialog tiga arah (tripartit) antara pengusaha, pekerja/serikat pekerja dan
pemerintah.
Paralel dengan pemberian paket insentif bagi pengusaha dan pekerja,
dalam situasi yang sulit ini pemerintah juga harus menjadi pihak yang mampu
menengahi dialog antara pengusaha dengan pekerja dan serikat pekerja baik
untuk mencegah terjadinya PHK. 
Peran pemerintah dapat diupayakan sebagai penengah mencari solusi
yang disepakati kedua pihak terutama terkait pemenuhan hak-hak pekerja,
apabila PHK tidak terhindarkan. 
Dalam hal ini pemerintah dapat membentuk Satuan Tugas Penanganan
PHK agar lebih respons terhadap permasalahan pengusaha dan pekerja selama
pandemi ini dapat diantisipasi dan diselesaikan sejak dini. 

5
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

I. KESIMPULAN

Opsi PHK bisa jadi langkah terakhir yang akan ditempuh. Langkah ini menjadi
situasi buruk terutama bagi pekerja. PHK akan berdampak sangat serius pada
perekonomian keluarga pekerja. Di sisi lain, pengusaha juga dalam posisi yang sulit
karena harus memenuhi kewajiban bagi karyawan yang mengalami PHK.

II. SARAN

Seperti yang sudah dipaparkan dalam pembahasan maka saran yang dapat penulis
berikan adalah :
a. Pengusaha dan pekerja bersama dengan serikat pekerja perlu melakukan dialog
secara transparan dalam mengantisipasi ketenagakerjaan terkait pandemi covid-19;
b. Perusahaan dapat mengatur sistem kerja dengan mengutamakan keselamatan dan
kesehatan kerja. Selain itu perusahaan juga perlu membahas antisipasi terhadap
kondisi terburuk hubungan kerja di antara mereka seperti efisiensi, pengaturan jam
kerja, dan pembagian kerja;
c. Perusahaan dapat memilih memberikan lay off atau cuti tanpa gaji, alih-alih memilih
PHK, dengan harapan ketika pandemi berakhir karyawan dapat kembali bekerja dan
perusahaan juga tidak mengalami kerugian yang ekstrim;
d. Apabila PHK tetap tak terhindarkan, maka pemerintah dapat membentuk Satuan
Tugas Penanganan PHK agar lebih respons terhadap permasalahan pengusaha dan
pekerja selama pandemi ini dapat diantisipasi dan diselesaikan sejak dini. 

Anda mungkin juga menyukai