Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 28D Ayat (2) yang dinyatakan, “Setiap orang berhak untuk

bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak

dalam hubungan kerja”. Dasar hukum ketenagakerjaan di Indonesia

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala

hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,

selama, dan sesudah kerja. Terlepas dari adanya jaminan bagi setiap

warga negara terkait hak untuk mendapatkan pekerjaan dan

penghidupan yang layak, dalam dunia ketenagakerjaan merupakan

salah satu masalah yang sering muncul yaitu Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK), selanjutnya disingkat dengan PHK, yang tidak jarang

juga, dapat menimbulkan konflik hubungan industrial, konflik antara

pengusaha dengan pekerja/buruh, yang mengakibatkan terjadinya

pengangguran.1

Covid-19 atau yang lebih dikenal sebagai Virus Corona telah

menjadi perhatian publik sejak kemunculannya terdeteksi di Tiongkok

untuk kali pertama di awal tahun 2020. Meninggalnya ribuan jiwa


1
Ramlan dan Rizki Rahayu Fitri, Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Dari Tindakan PHK
Perusahaan Dimasa Covid-19, Jurnal Program Studi Magister Hukum, Edisi Khusus, 2020, hlm
58-59

1
akibat virus ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak negara,

termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri Pada era Pandemi Covid-19

pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2020 tentang penekanan dan, pembatasan aktivitas pekerja yang

memiliki tujuan untuk bisa memutuskan dengan cara mencegah

pergerakan masyarakat, memutus rantai penyebaran virus COVID-19.

terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di seluruh wilayah

Indonesia hal berdampak kepada melemahnya ekonomi di semua lini

sektor. Banyak perusahaan tidak sanggup meneruskan produktivitas

usaha hingga harus lakukan Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK). Berdasarkan Data Kemnaker RI tercatat hingga 2.8 juta korban

PHK dari 4.156 perusahaan di indoensia di era pandemik Covid-19

dari tahun 2020 sampai dengan 2022. 2

Di Kabupaten Ketapang sendiri Berdasarkan data dari Dinas

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten

Ketapang, periode Maret hingga April 2020, setidaknya sudah ada

250 karyawan yang dirumahkan, sementara 600 pekerja harus

kehilangan pekerjaan alias di PHK. 3 Bidang usaha yang paling

terdampak akibat adanya wabah Covid-19 di Kabupaten Ketapang

adalah usaha di sektor pariwisata, perhotelan dan industrial. Dengan

adanya wabah covid-19 membuat omzet perusahaan menjadi rendah

dan tidak memnuhi target yang dimana dalam menyikapinya

2
Data kementerian ketenagakerjaan Republik Indoensia tahun 2022
3
Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Ketapang

2
perusahaan yang ada di Kabupaten Ketapang melakukan Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) guna mempertahankan kelangsungan

perusahaan,

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan

diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan dilakukan perubahan oleh Undang – undang

Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang dilakukan perubahan

Kembali menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2022 dimana dalam undang – undang tersebut

memuat aturan terkait mekanisme pemutusan hubungan kerja serta

pemenuhan hak – hak pekerja jika dilakukan pemutusan hubungan

kerja. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan pada

era covid-19 banyak menuai permasalahan karena dalam melakukan

pemutusan hubungan kerja perusahaan melakukan PHK secara

sepihak tanpa melakukan pemberitahuan kepada pekerja

sebagaimana bunyi pasal 151 ayat (2) Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Cipta

Kerja “Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari,

maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh

pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat

buruh.”

Selain pemutusan hubungan kerja secara sepihak perusahaan

juga tidak memenuhi hak – hak pekerja yang diatur sebagaimana

3
terdapat pada pasal 156 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020

Tentang Cipta Kerja. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh

perusahaan saat terjadinya pandemic covid-19 kebanyakan

dikarenakan masalah financial, perusahaan yang mengalami

penurunan omzet yang membuat sebagian besar Pengusaha dipaksa

untuk menghentikan atau mengurangi kegiatan usahanya dan harus

melakukan efesiensi guna mempertahankan kelangsungan

perusahaan.

Berdasarkan permasalahan yang ada penulis ingin menemukan

bentuk perlindungan hukum bagi pekerja yang mengalami pemutusan

hubungan kerja (PHK) pada masa pandemi covid-19 yang dimana

banyak sekali kerugian yang di alami pekerja baik secara materil

maupaun non materil, maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti tesis

dengan judul : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA YANG

DIKENAKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH

PERUSAHAN PADA MASA PANDEMI COVID 19 BERDASARKAN

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN BIDANG

KETENAGAKERJAAN (Studi Di Kabupaten Ketapang)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Perkerja Dilakukan

Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Perusahaan Pada Masa

Pandemi Covid 19?

4
2. Upaya Hukum Apa Yang Dapat Ditempuh Oleh Pekerja Karena

Dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Perusahaan Pada

Masa Pandemi Covid 19?

3. Bagaimana Tindakan Pemerintah Daerah Dalam Menyikapi

Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Perusahaan Pada

Masa Pandemi Covid 19?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk Perlindungan Hukum

Bagi Perkerja Dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja Oleh

Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Hukum Yang Dapat Ditempuh

Oleh Pekerja Karena Dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja Oleh

Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Tindakan Pemerintah Daerah

Dalam Menyikapi Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Oleh

Perusahaan Pada Masa Pandemi Covid 19

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah referensi

teoritis dalam ilmu hukum, perlindungan hukum dan pemenuhan

hak -hak bagi pekerja yang dikenakan pemutusan hubungan kerja.

2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk memberi masukan

bagi pihak-pihak, pekerja/buruh dan perusahaan serta pemerintah

5
daerah terkait dengan perlindungan hukum dan pemenuhan hak -

hak bagi pekerja yang dikenakan pemutusan hubungan kerja.

E. Kerangka Pemikiran

1. Perlindungan Hukum

Kata perlindungan dalam bahasa Inggris adalah protection

yang berarti sebagai:

(1) protecting or being protected;

(2) system protecting;

(3) person or thing that protect.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perlindungan

diartikan:

(1) tempat berlindung;


4
(2) perbuatan atau hal dan sebagainya memperlindungi.

Dari kedua definisi tersebut, maka perlindungan merupakan

perbuatan (hal)Hmelindungi, misalnya memberi perlindungan

kepada yang lemah. Perlindungan hukum memberikan

perlindungan tehadap hak-hak seseorang yang dianggap lemah.

perlindungan hukum dalam Bahasa Inggris disebut legal

protection,sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut

rechtsbecherming. pengertian bahwa perlindungan hukum

sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau

perlindungan yang diberikan oleh hukum untuk kemudian


4
Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://kbbi.web.id/. Diakses tanggal 04 Januari 2019

6
ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan

tertentu, yaitu dengan menjadikan kepentingan-kepentingan yang

perlu untuk dilindungi tersebut dalam sebuah hak hukum. 5

Philipus M Hadjon mengemukakan perlindungan hukum

adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan

terhadap hakhak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai

kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi

suatu hal dari hal yang lainnya. Berarti hukum memberikan

perlindungan terhadap hak-hak dari seseorang terhadap sesuatu

yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. 6

Setiono mengemukakan bahwa perlindungan hukum juga

dapat diartikan sebagai tindakan atau upaya untuk melindungi

masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa

yang tidak sesuai dengan aturan hukum,untuk mewujudkan

ketertiban dan ketentraman sehingga hal tersebut memungkinkan

manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia. 7

Perlindungan hukum berkaitan erat dengan hak seseorang

untuk berada dalam perlindungan secara hukum dan hak atas

rasa aman. Hal ini sudah tercantum dalam Pasal 28 huruf G

5
Harjono. 2008. Konstitusi sebagai Rumah Bangsa. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi. Hal, 357.
6
Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia. Sebuah Studi Tentang
Prinsip-Prinsipnya. Penanganan oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan
Pembentukan Peradilan Administrasi Negara. Surabaya. PT Bina Ilmu. Hal, 25.
7
Setiono. 2004. Rule of Law (Supremasi Hukum). Tesis Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hal, 3.

7
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang berbunyi :

1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, masyarakat, martabat, dan harta benda yang

dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasI

2. Setiapy.orang berhak untuk bebas.dari penyiksaan..atau

perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan

berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28 huruf G Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 bermakna bahwa setiap warga negara berhak

atas perlindungan dari Negara baik bagi dirinya sendiri, keluarga,

kehormatan maupun martabat dan harta benda yang dia miliki

dibawah kekuasaannya. Setiap orang memiliki hak atas rasa aman

dan perlindungan dari adanya ancaman untuk berbuat atau bertindak

yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Warga Negara juga

berhak untuk terhindar dan bebas dari tindakan penyiksaan dan

perlakuan yang dapat merendahkan derajat dan martabat manusia

juga untuk melindungi warganya. Oleh karena itu negara membentuk

lembaga dibidang hukum untuk mencegah terjadinya hal-hal yang

tidak diinginkan berupa tindak kekerasan dan kejahatan di

masyarakat. Setiap warga negara juga berhak memperoleh suara

8
politik dari negara lain. Bagi seseorang yang dengan sengaja

melakukan kekerasan ataupun mencoba untuk melakukan suatu

tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, maka orang

tersebut dapat dipidanakan dan mendapatkan hukuman yang telah

diatur oleh Negara yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlindungan hukum

merupakan tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat

terhadap harkat dan martabatnya yang dimiliki oleh setiap subyek

hukum dari tindakan sewenang-wenang oleh penguasa terhadap

kepentingan kepentingan tertentu yang tidak sesuai dengan aturan

hukum. Perlindungan hukum dapat digunakan dalam upaya

melindungi kepentingan masyarakat dari tindakan sewenang-wenang

yang merupakan tujuan dari hukum yang dapat diwujudkan dalam

bentuk adanya kepastian hukum.

2. Ketenagakerjaan

Pengertian Ketenagakerjaan Pada awalnya hukum

ketenagakerjaan disebut hukum perburuhan, dan sekarangpun

keduanya masih dipakai baik oleh para ahli hukum maupun dunia

akademik, dimana hukum perburuhan berasal dari kata “arbeidsrecht”.


8
Kata arbeidsrechtitu sendiri, banyak batasan pengertiannya.

Menyamakan istilah buruh dengan pekerja. Dalam pasal 1 angka 2

Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,

istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang bersifat umum yaitu,


8
Dede Agus, Hukum Ketenagakerjaan, (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2011), h. 1

9
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun

masyarakat.

Seringkali terjadi salah kaprah seakan-akan yang disebut

pekerja/ buruh/karyawan adalah orang-orang yang bekerja di pabrik,

para cleaning service dan staf-staf administrasi di kantor-kantor.

Sedangkan para manager dan kepala-kepala bagian, para direktur

bukan sebagai pekerja. Dalam hukum ketenagakerjaan pekerja

adalah Setiap orang yang bekerja pada orang lain dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain. Imbalan dalam bentuk lain yang

dimaksud adalah berupa barang atau benda yang nilainya ditentukan

atas dasar kesepakatan pengusaha dan pekerja. 9

Ketenagakerjaan diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun

2003, yang diundangkan pada lembaran negara tahun 2003 Nomor 39

pada tanggal 25 Maret 2003, dan mulai berlaku pada tanggal

diundangkan itu, pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian

integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan

UndangUndang Dasar Negara RI Tahun 1945, dilaksanakan dalam

rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan

pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan

harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan

masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materil maupun

spiritual (Penjelasan Umum atas UU No. 13 Tahun 2003 tentang


9
Libertus Jehani, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, (Tangerang: Visi Media, 2006), h. 1

10
Ketenagakerjaan). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan telah merumuskan pengertian istilah

ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan

tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa, yang diatur dalam UU

ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan

pekerja/buruh, menyangkut hal-hal sebelum masa kerja, antara lain;

menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja,

dan lain-lain.

Kemudian Pasal 1 angka 13 memberikan definisi tentang

tenaga kerja asing, yaitu warga negara asing pemegang visa dengan

maksud bekerja di wilayah Indonesia,6 orang asing dapat diberi

pengertian, yaitu orang yang bukan warga negara Indonesia dan

sedang berada di Indonesia, pengertian orang asing termasuk pula

badan hukum asing yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan

hukum asing, sehubungan dengan pengertian itu Pasal 7 UU No. 12

Tahun 2006 menyebutkan setiap orang yang bukan warga negara

Indonesia diperlakukan sebagai orang asing. 10 Terkait definisi tenaga

kerja asing yang lainnya ialah orang yang meninggalkan tempat

asalnya dan pindah tempat kerja lain. Pekerja asing merujuk kepada

pekerja yang meninggalkan negara asal, melintasi batas negara dan

bekerja dinegara lain, Pekerja asing adalah pekerja yang pindah dari

tempat asal ke tempat lain dalam negara mereka untuk bekerja.


10
Gatot Supramono, Hukum Orang Asing di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2014) h. 4

11
Pihak dalam hukum ketenagakerjaan sangat luas, yaitu tidak

hanya pengusaha dan pekerja/ buruh saja tetapi juga pihak-pihak lain

yang terkait. Luasnya para pihak ini karena masing-masing pihak yang

terkait dalam hubungan industrial saling berinteraksi sesuai dengan

posisinya dalam mengahasilkan barang dan/jasa. Para pihak dalam

hukum ketenagakerjaan tersebut adalah pekerja/buruh, pengusaha,

serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha, dan

pemerintah/penguasa.

Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa

sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi

tenaga kerja dan pekerja/ buruh serta pada saat yang bersamaan

dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia

usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi

dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan

tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga

keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan

masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan

komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya

manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja

Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan

penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan Industrial. 11

3. Pekerja/Buruh

11
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Himpunan Peraturan PerundangUndang Tentang
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Industrial,… …, h. 71

12
Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan/

ketenagakerjaan, selain istilah ini sudah dipergunakan sejak lama

bahkan mulai dari zaman Belanda juga karena Peraturan Perundang-

undangan yang lama (sebelum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan) menggunakan istilah buruh. Pada zaman

penjajahan Belanda yang dimaksudkan buruh adalah pekerja kasar

sepeti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar, orang-

orang ini disebutnya sebagai “Bule Callar”. Sedangkan yang

melakukan pekerjaan dikantor pemerintah maupun swasta disebut

sebagai “Karyawan/pegawai” (White Collar). Perbedaan yang

membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan dan hak-hak

tersebut oleh pemerintah Belanda tidak terlepas dari upaya untuk

memecah belah orang-orang pribumi.12

Pekerja/buruh merupakan orang-orang yang bekerja pada

suatu tempat, pekerja tersebut harus tunduk kepada perintah dan

peraturan kerja yang diadakan oleh pengusaha (majikan) yang

bertanggung jawab atas lingkungan perusahaannya yang kemudian

atas pekerjaannya pekerjatersebut akan memperoleh upah dan atau

jaminan hidup lainnya yang layak. Hal ini didasarkan kerena adanya

hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha (majikan).

Pada jaman penjajahan Belanda dahulu yang dimaksudkan buruh

adalah orang-orang pekerja kasar seperti kuli, tukang, dan lain-lain.

Orang-orang ini oleh pemerintah Belanda dahulu disebut dengan blue


12
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo, 2008) h. 33

13
collar (berkerah biru), sedangkan orang-orang yang mengerjakan

pekerjaan halus seperti pegawai administrasi yang bisa duduk dimeja

di sebut dengan white collar (berkerah putih). Dalam perkembangan

hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk

diganti dengan istilah pekerja, karena istilah buruh kurang sesuai

dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada

golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni

majikan.

Menurut seorang pakar hukum perburuhan Imam Soerpomo

memberikan batasan mengenai hubungan kerja adalah “Suatu

hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan, hubungan

kerja hendak menunjukkan kedudukan kedua pihak itu yang pada

dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh

terhadap majikan serta hak-hak dan kewajibankewajiban majikan

terhadap buruh”. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha

dengan pekerja/buruh yang berdasarkan suatu perjanjian kerja, yang

mempunyai unsur pekerjaan yang harus dikerjakan selama

pekerja/buruh bekerja, mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah

Dalam RUU Ketenagakerjaan ini sebelumnya hanya

menggunakan istilah pekerja saja, namun agar selaras dangan

Undang-Undang yang lahir sebelumnya yakni Undang-Undang No. 21

Tahun 2000 yang menggunakan istilah Serikat Buruh/Pekerja.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

14
pasal 1 angka 4 memberikan pengertian pekerja/buruh adalah setiap

orang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk

apapun. Pengertian agak umum namun maknanya lebih luas karena

dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik

perorangan, persekutuan badan hukum atau badan lainnya dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan

imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini

diidentikkan dengan uang, padahal ada pula buruh/pekerja yang

menerima imbalan dalam bentuk barang.13

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menjelaskan tentang hak dan kewajiban seorang

tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya, yang mana Undang-

Undang tersebut berfungsi untuk melindungi dan membatasi status

hak dan kewajiban para tenaga kerja dari para pemberi kerja

(pengusaha) yang sesuai deBerkaitan dengan hak, maka

Pekerja/Buruh mempunyai beberapa hak, antara lain adalah sebagai

berikut:

a) Hak atas pekerjaan Hak atas pekerjaan merupakan salah satu

hak azasi manusia seperti yang tercantum dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat 2

yang menyatakan bahwa “tiaptiap warga negara berhak atas

pekerjaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.

13
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2000), Edisi Revisi, h. 33-35

15
b) Hak atas upah yang adil hak ini merupakan hak yang sudah

seharusnya diterima oleh pekerja sejak ia melakukan

perjanjian kerja dan mengikatkan diri kepada pengusaha

(majikan) atau pun ngan harkat dan martabat kemanusiaan

dalam ruang lingkup kerja. kepada suatu perusahaan dan juga

dapat dituntut oleh pekerja tersebut dengan alasan aturan

hukum yang sudah mengaturnya yaitu pasal 88 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

c) Hak untuk berserikat dan berkumpul untuk bisa

memperjuangkan kepentingan dan hak nya sebagai

pekerja/buruh maka ia harus diakui dan dijamin haknya untuk

berserikat dan berkumpul dengan tujuan memperjuangkan

keadilan dalam hak yang harus diterimanya.hal ini dialaskan

pada pasal 104 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa setiap

pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota

serikat pekerja/serikat buruh.

d) Hak atas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

Berdasarkan Pasal 86 (1) huruf (a)Undang-Undang

Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Setiap Pekerja/buruh

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan beberapa

hak, antara lain adalah sebagai berikut:

16
i. Hak atas pekerjaan merupakan salah satu hak azasi

manusia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat 2 yang

menyatakan bahwa “tiaptiap warga negara berhak atas

pekerjaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.

ii. Hak atas upah yang adil Hak ini merupakan hak yang

sudah seharusnya diterima oleh pekerja sejak ia

melakukan perjanjian kerja dan mengikatkan diri kepada

pengusaha (majikan) atau pun kepada suatu perusahaan

dan juga dapat dituntut oleh pekerja tersebut dengan

alasan aturan hukum yang sudah mengaturnya yaitu pasal

88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

iii. Hak untuk berserikat dan berkumpul Untuk bisa

memperjuangkan kepentingan dan hak nya sebagai

pekerja/buruh maka ia harus diakui dan dijamin haknya

untuk berserikat dan berkumpul dengan tujuan

memperjuangkan keadilan dalam hak yang harus

diterimanya.hal ini dialaskan pada pasal 104 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak

membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat

buruh. d. Hak atas perlindungan keselamatan dan

17
kesehatan kerja Berdasarkan Pasal 86 (1) huruf a

UndangUndang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa

“Setiap Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh

perlindungan.

F. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto mengatakan “Penelitian hukum merupakan

suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika

tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala

hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum

tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang

bersangkutan”14.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, 15

melalui studi kepustakaan dan metode penelitian sosiologis melalui

studi lapangan sebagai pelengkap : 16

1. Studi Kepustakaan

1.1. Sumber Data :

a. Bahan-bahan hukum primer berupa peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan masalah penelitian ;

14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press Tahun 1984 hal 43
15
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, , Penelitian Hukum Normatif , Suatu Tinjauan Singkat,,
Rajawali Pers, Jakarta, 2001, Hlm.13-14.
16
Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, Op. Cit.,Hlm. 14: Penelitian Hukum Sosiologis atau empiris
adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer.

18
b. Bahan hukum sekunder berupa literatur-literatur ilmu

hukum, hasil penelitian, dan dokumen resmi yang terkait

dengan masalah penelitian ;

c. Bahan hukum tertier berupa kamus hukum, kamus bahasa,

kamus pemerintahan, dan dokumen tertulis lainnya.

1.2. Teknik Pengumpulan Data : dilakukan dengan cara

menginventarisasi, mempelajari, mengkaji, dan

mengaplikasikan konsep-konsep, asas-asas dan norma-

norma hukum yang diperoleh dari bahan hukum primer,

sekunder dan tertier ke substansi masalah penelitian.

1.3. Teknik Analisa Data : dilakukan dengan metode deskriptif

yuridis, melalui proses interpretasi, penalaran konseptual dan

kontekstualitasnya dengan masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan :

2.1. Dilakukan dengan penetapan populasi dan sampel :

a. Populasi terdiri unsur pengusaha, pekerja dan

pemerintahan daerah

b. Sampel ditetapkan dengan teknik purposive sampling

(sampel bertujuan) terdiri atas :

1) 5 Pengusaha
2) 10 Pekerja/buruh
3) Kepala dinas ketenagakerjaan Kalimantan Barat
4) 10 Masyarakat Kabupaten Ketapang

19
1.2.Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang disusun

dengan pertanyaan/jawaban terbuka

1.3.Teknik analisa data : dilakukan dengan metode deskriptif

kualitatif. .

20

Anda mungkin juga menyukai