Anda di halaman 1dari 8

EFEKTIFITAS PROGRAM KARTU PRA-KERJA DI TENGAH WABAH

PANDEMI COVID-19

TUGAS MATA KULIAH METPEN


Oleh:

Indana Zulfa
NIM: 02040420011

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya


Magister Hukum Tata Negara
SURABAYA
2020
EFEKTIFITAS PROGRAM KARTU PRA-KERJA DI TENGAH WABAH

PANDEMI COVID-19

A. Issu Hukum

Sekarang ini seluruh dunia termasuk Indonesia sedang merasa keresahan

karena permasalahan tentang Covid-19 yang menimbulkan kerugian dalam berbagai

sektor kehidupan. Kerugian yang sangat terlihat yaitu dalam kesehatan

masyarakat, perekonomian dan dalam sektor lainnya. Contoh yang paling

terasa adalah pada sektor perekonomian. Karena banyak perusahaan yang

terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja, sehingga banyak sekali masyarakat

yang kehilangan mata pencahariannya. Artikel ini berisi pembahasan tentang

bagaimana peranan pemerintah dalam menangani masalah perlindungan hukum

terhadap Tenaga Kerja Indonesia pada masa Covid-19 dan mengapa perusahaan

mengambil kebijakan PHK di masa pandemic Covid-19 ini

Sejak Covid-19 menjangkiti hampir seluruh negara di dunia, hal ini

berdampak pada sektor-sektor fundamental dalam negara, seperti sector

perekonomian. Tak heran bila kemudian perekonomi-an Indonesia terlihat menjadi

lesu. Bagaimana tidak lesu, pasca pem-berlakuan social distancing dan yang

kemudian baru-baru ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21

Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Per-cepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), kemudi-an diikuti dengan

turunnya peraturan teknisnya, berupa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun

2020 tentang Pedoman Pembata-san Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan

Penanganan Co-rona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dimana beberapa pasal dalam

peraturan tersebut mengatur mengenai pekerjaan apa saja yang masih boleh dan tidak

boleh beroperasi di tengah pandemi, sekalipun boleh, maka hanya beberapa sektor

saja yang bisa bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH).

Hal ini tentu berdampak pada sektor formal dan informal lapangan pekerjaan.

Banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan

buruhnya. Hal ini berkaitan dengan Pasal 164 dan 165 Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang isinya menyatakan bahwa suatu

perusahaan berhak memutus hubungan kerja terhadap pekerja apabila suatu

perusahaan mengalami kerugian. beberapa pelaku usaha, mereka menganggap bahwa

kejadian pandemi Covid-19 ini dapat dimanfaatkan sebagai pembenaran bagi para

pengsuaha untuk mengurangi karyawan dalam bisnisnya sebagai upaya untuk

melancarkan strategi baru perusahaannya karena hal yang terjadi sekarang ini

dianggap sebagai force majeure dan pemutusan hubungan kerja dengan alasan

efisiensi.

Pasal 164 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan menyatakan, pengusaha dapat melakukan PHK pekerja/buruh karena

perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa atau force majeure. Pasal 164
Ayat (3) UU 13/2003 pengusaha juga dapat melakukan PHK pekerja atau buruh

karena perusahaan tutup bukan karena kerugian 2 tahun berturut-turut atau bukan

karena keadaan memaksa atau force majeure tetapi disebabkan oleh efisiensi. Menteri

Ketenagakerjaan, dalam pernyataannya terkait force majeure yang berkonsekuensi

kepada para pekerja dengan memutus hubungan kerja tidak mendukung alasan-alasan

perusahaan tersebut (Tri Pramesti, 2013).

Alasan Force Majeure bukan merupakan alasan yang tepat atau tidak dapat

dibenarkan oleh pemerintah karena menurut undang-undang pasal 164 ayat 3 tentang

ketenagakerjaan. Dalam hal ini isi undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan

hukum, dalam arti bahwa Pandemi Covid-19 tidak dapat dikategorikan sebagai force

majeure karena melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU IX/2011

menyatakan bahwa Pasal 164 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang

frasa “perusahaan tutup” tidak dimaknai “perusahaan tutup permanen atau perusahaan

tutup tidak untuk sementara waktu” (Willy Farianto, 2016). Oleh karena itu, pasal ini

tidak memiliki kekuatan hukum karena alasan efisiensi hanya bisa dipakai jika

perusahaan tersebut tutup secara permanen.

Pada kenyataanya beberapa perusahaan yang sudah mengeluarkan kebijakan

untuk memutus hubungan kerja tetap berdalih mereka tidak memiliki dana yang

cukup untuk membayar pesangon atau upah para pekerja, yang kemudian dijadikan

alasan untuk lari dari tanggung jawab perusahaan.


Hal tersebut menyalahi Peraturan ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa

perusahaan boleh tutup jika sudah mencapai kerugian selama 2 tahun. Sedangkan

Covid-19 ini belum mencapai atau memasuki 1 tahun. Alasan force majeure yang

dipakai oleh beberapa perusahaan tidak dapat diterima oleh beberapa kalangan.

Untuk itu demi mengatasi permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan

kebijakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dalam bentuk keadilan

terhadap para pekerja yang mengalami PHK, beberapa kebijakan yang dikeluarkan

oleh pemerintah salah satunya yaitu: Mengeluarkan Kartu Prakerja Lewat

Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja

melalui Program Kartu Pra-Kerja, kemudian disusul dengan dikeluarkan peraturan

teknisnya yakni, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25/PMK.O5/2020

tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban

Dana Kartu Prakerja, kartu ini pun resmi di-luncurkan.

Jika ditinjau dari kacamata Konstitusi, maka program Kartu Pra-Kerja ini

merupakan wujud pengimplementasian dari pasal 27 Ayat (2) UUD NRI tahun 1945

yang berbunyi: "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan." Jika dicermati, ada dua frasa inti di pasal tersebut, yakni;

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Bentuk Kartu Pra-kerja ini

sendiri hanya sebatas untuk memberikan penghidupan yang layak. Lalu untuk

pekerjaannya? Disini pemerintah pun tidak memberi ja-minan apakah setelah


mengikuti rangkaian kegiatan yang terdapat dalam program Kartu Pra-Kerja, akan

mendapat pekerjaan atau tid-ak.

Jika melihat kondisi sekarang, maka kurang tepat bilamana mengeluarkan

Kartu Pra-Kerja sebagai salah satu dari jaring penga-man sosial yang disediakan oleh

pemerintah di tengah wabah Covid-19 ini, karena yang dibutuhkan oleh masyarakat

sekarang adalah bantuan yang cepat dan konkret. Cepat disini dimaksudkan dengan

bantuan yang diterima langsung tanpa harus berhadapan dengan prosedural-

prosedural atau proses seleksi yang dapat menghambat waktu turunnya bantuan

tersebut. Konkret disini ialah bantuan terse-but dapat dirasakan manfaatnya secara

langsung. Kartu Pra-Kerja ini sendiri bisa dibilang merupakan bentuk

ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, sehingga

pemerintah pun hanya memberikan kail beserta umpannya (Kartu Pra-Kerja) untuk

mencari ikan (Pekerjaan) di danau yang sedikit ikannya (lapangan pekerjaan) dan

bersaing dengan pemancing lainnya (angkatan kerja).

Perlu diingat bahwa bantuan ter-sebut haruslah secara keseluruhan, bukan

hanya secara parsial sesuai amanat Sila ke-5 Pancasila, bahwa keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian tindakan perusahaan untuk melakukan

pemutusan hubungan kerja pada masa pandemi covid-19 ini terjadi tindakan

sewenang-wenang dikarenakan tindakan tersebut tidak sesuai dengan undang-undang

ketenagakerjaan. Kemudian disusul dengan kebijakan pemerintah yang mengeluarkan


kartu prakerja, dimana sangat tidak efektif dan tidak sesuai sasaran. Oleh karena itu

penelitian ini akan mengkaji kebijakan pemerintah pada masa pendemi covid-19 ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran pemerintah atas perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia

pada masa pandemi covid-19 ?

2. Bagaimana efektifitas program kartu prakerja di tengah pandemi covid-19 ?

C. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian normatif/dogmatik, yaitu penelitian yang di

konsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundangundangan atau

hukum di konsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku

manusia.Guna mempermudah dalam penelitian, di gunakan pendekatan agar bisa

mengetahui nilai ilmiah suatu pembahasan dan pemecahan masalah terhadap legal

issue yang di teliti. Pendekatan juga bertujuan untuk mendapatkan informasi dari

berbagai aspek mengenai isu yang sedang di coba untuk di cari jawabannya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan judul penelitian

ini adalah adalah pendekatan Undang-Undang (statute approach), dan pendekatan

kasus (case approach).

Pendekatan Undang-Undang di awali dengan mengetahui hierarki dari

perundang-undangan, sesuai terdapat dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang


pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan, hierarki perundang-undangan

terdiri dari:

1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Ketetapan MPR

3. Undang-Undang/Perpu

4. Peraturan Pemerintah

5. Peraturan Presiden

6. Peraturan Daerah Provinsi

7. Peraturan Daerah Kabupaten

Pendekatan kasus (case approach), yaitu pendekatan dengan cara menganalisis

kasus melalui peristiwa yang terjadi di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai