Anda di halaman 1dari 7

Dampak Covid 19 Terhadap Sektor Informal

WHO telah menetapkan wabah virus corona sebagai pandemik global, termasuk di
Indonesia sebagai salah satu negara paling terpapar, dimana angka korban terus bertambah
dengan penyebaran dan penularan yang makin cepat dan meluas. Pandemik ini berdampak
kepada beberapa aspek terutama aspek ekonomi terutama terhadap kelompok rentan.

Mereka menanggung akibat dari kebijakan pemerintah yaitu sosial distancing, karantina
rumah dan yang paling serius adalah karantina wilayah yang menyebabkan perekonomian
wilayah tersebut mengalami penurunan. Belum lagi pelarangan dan marjinalisasi UKM beserta
para pekerjanya dan konsumen mereka, para pekerja upahan serta pedagang dan pekerja di sektor
informal. Karenanya kebijakan dan tindakan pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus
corona perlu diikuti dengan skema perlindungan atau jaring pengaman sosial bagi kelompok
rentan dan marjinal yang terkena dampak. Terbaru, pemerintah mengeluarkan regulasi
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020.

Berikut dampak covid 19 yang terjadi terhadap sektor informal :

1. Potensi Naiknya Angka Pengangguran

Menaker Ida Fauziyah menambahkan, dari hampir 1,5 juta pekerja terdampak tersebut,
sekitar 10 persen mengalami PHK dan 90 persen dirumahkan. Artinya, PHK benar-benar
menjadi alternatif terakhir atau menjadi upaya terakhir pengusaha dalam mengantisipasi dampak
pandemi virus corona.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan per 20 April 2020, Menteri Ida


mengatakan, tercatat data total perusahaan, pekerja atau buruh formal dan tenaga kerja sektor
informal yang terdampak Covid-19, itu sektor formal yang dirumahkan dan di-PHK 84.926
perusahaan. sedangkan untuk jumlah pekerja atau buruh berjumlah 1.546.208 orang.

Sementara, untuk sektor informal yang terdampak, ada 31.444 perusahaan yang harus
merumahkan karyawan, dengan jumlah pekerja terkena PHK mencapai 538.385 orang. Jadi
totalnya antara sektor formal dan sektor informal, perusahaannya ada 116.370, dan Jumlah
pekerjanya ada 2.084.593 orang.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan para pekerja atau buruh di sektor
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi kelompok yang paling terdampak akibat
penyebaran wabah virus corona (Covid-19).

Ida mengatakan bahwa kelompok usaha di sektor UMKM yang banyak merumahkan
pekerjanya yakni industri pariwisata beserta turunannya, seperti hotel, restoran dan catering
(horeca)

2. Turunnya Pendapatan
Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mulai melakukan
pembahasan dengan Komisi XI DPR soal kondisi APBN karena dampak penyebaran virus
corona (Covid-19). Pandemi Covid-19 membuat pendapatan negara anjlok.

Dalam bahan rapatnya dengan Komisi XI DPR, Senin (6/4/2020), Sri Mulyani
menyatakan adanya tekanan yang luar biasa di APBN 2020.

"APBN alami tekanan luar biasa, penerimaan turun banyak karena sejumlah sektor
mengalami tekanan dalam. Outlook kita, APBN 2020, penerimaan akan kontraksi. Outlook
hingga hari ini pendapatan negara hanya Rp 1.760,9 triliun," papar Sri Mulyani.

Dalam paparannya, Sri Mulyani memperlihatkan, kondisi secara garis besar APBN 2020
adalah:

a) Pendapatan Negara turun dari target Rp 2.233,2 triliun menjadi Rp 1.760,9 triliun
b) Belanja Negara naik dari Rp 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun
c) Dari angka ini maka defisit akan naik dari Rp 307,2 triliun (1,76% dari PDB) menjadi Rp
853 triliun (5,07% dari PDB)

"Ini akibat langkah-langkah karena work from home (WFH) dan social distancing. Juga
kebutuhan untuk melindungi dunia usaha, sebabkan kenaikan kebutuhan untnuk mendorong dan
melindungi dunia usaha baik dalam bentuk pajak maupun tambahan pemberian relaksasi,"
ucapnya.

Dia mengatakan, outlook kondisi APBN 2020 tadi dibuat dengan berbasiskan asumsi
yang dikembangkan pemerintah. Asumsi ini akan terus diperbarui, dan kondisi APBN juga akan
terus berubah.

"Penerimaan Perpajakan turun akibat kondisi ekonomi melemah, dukungan insentif pajak
dan penurunan tarif PPh. PNBP turun dampak jatuhnya harga komoditas," ucapnya dalam
konferensi pers, Rabu (1/4/2020). Dari sisi perpajakan, sejumlah insentif yang degelontorkan
pemerintah untuk badan usaha antara lain penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 25
persen menjadi 22 persen untuk tahun pajak 2020 dan 2021. Sementara di tahun 2022, tarif PPh
Badan kembali turun mennjadi 20 persen. Penurunan tarif PPh Badan Go Public juga dilakukan,
yakni 3 persen lebih rendah dari tarif umum PPh. Rinciannya: 19 persen di tahun pajak 2020 dan
2021, serta 17 persen mulai tahun pajak 2022 dengan persyaratan tertentu (40 persen saham go
public dan syarat tertentu lainnya).

Untuk itu, dibutuhkan upaya pemerintah untuk melakukan penyelamatan dan mengambil
langkah-langkah luar biasa (extraordinary). Salah satunya, dengan memperlebar defisit anggaran,
yang diperkirakan 5,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dari
proyeksi dalam Undang-Undang APBN 2020 yakni 1,76 persen dan batasan maksimal defisit
tiga persen yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.

3. Pengurangan Gaji

Penyebaran virus corona yang begitu masif sampai saat ini menyebabkan pemerintah
menghimbau agar tidak keluar rumah. Pemerintah pun memberikan himbauan kepada
perusahaan untuk mempekerjakan pekerjanya dari rumah.

Tentunya ada sebagian perusahaan yang tidak dapat mempekerjakan pekerjanya dari
rumah (Work From Home/WFH). Jika diterapkan WFH, bisa saja perusahan itu malah
mengalami kerugian. Seperti industri yang bergerak di bidang pariwisata, konstruksi, dan
maskapai penerbangan saat ini mengalami penurunan penghasilan secara drastis. Menanggapi
penurunan penghasilan beberapa perusahaan ada yang memotong upah karena corona. Tujuan
memotong upah itu agar perusahaan bisa bertahan dalam menghadapi situasi pandemi corona
atau Covid-19.

Namun perlu diperhatikan, perusahan tidak dapat memotong upah pekerja secara
sepihak. Seperti yang terjadi di Magetan Jawa Timur, dimana perusahaan memotong upah
karyawannya secara sepihak. Sehingga membuat karyawan demo karena tidak ada
pemberitahuan terkait pemotongan upahnya.

Berdasarkan PP 78 tahun 2015 perusahaan dapat memotong upah karyawan hanya untuk
hal sebagai berikut: Denda Ganti rugi Uang muka Upah Pembayaran hutang atau cicilan hutang
pekerja/buruh; Sewa rumah dan/atau sewa barang-barang milik perusahaan yang disewakan oleh
pengusaha kepada pekerja/buruh.

Perusahaan yang memotong upah karyawannya untuk denda, ganti rugi, dan atau uang
muka harus dilakukan sesuai Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Atau Peraturan Kerja
Bersama. Sedangkan untuk pembayaran hutang atau cicilan hutang dan/atau sewa rumah atau
barang-barang perusahaan harus dilakukan perjanjian tertulis. Namun demikian, pemotongan
upah karena terjadi wabah penyakit tidak masuk dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Oleh
karena itu Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Surat Edaran Nomor M/3/HK.04/II/2020
Tentang Perlindungan Pekerja/Buruh Dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan Dan
Penanggulangan Covid-19, sebagai suatu pedoman bagi pengusaha dan karyawan dalam
menghadapi masa sulit ini.

Salah satu poin dari Surat Edaran tersebut berbunyi “bagi perusahaan yang melakukan
pembatasan usaha akibat dari kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan
dan penanggulangan Covid-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya
tidak masuk kerja, dengan mempertimbangangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran
maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh” Berdasarkan surat edaran tersebut perusahaan dapat
menentukan besaran dan cara pembayaran upah pekerjanya. Namun, harus dengan kesepakatan
dengan para pekerjanya. Perusahan hanya dapat memotong upah pekerjanya paling banyak 50%
dari upah yang diterima pekerja.

Jika Perusahaan memotong upah pekerjanya lebih dari 50% karena corona, maka ada
sanksi administratif berupa:

a) Teguran tertulis;
b) Pembatasan kegiatan usaha;
c) Penghentian seementara sebagaian atau seluruh alat produksi;
d) dan Pembekuan kegiatan usaha.

Kami menyarankan agar perusahaan tidak bertindak secara sepihak. Buatlah kesepakatan
dengan karyawan anda sebagai rujukan ketika masa pandemik Covid-19 nanti berakhir. Di saat
seperti inilah, penting bagi perusahaan bertindak dengan penuh kearifan. Begitu juga bagi
karyawan untuk dapat berbesar hati menyikapi dinamika yang terjadi.

4. Fenomena panic buying menyulitkan mereka karena persediaan kebutuhan diborong


oleh kaum atas

Penimbunan barang yang dilakukan oleh konsumen atau masyarakat ketika ada situasi
tertentu yang dipandang gawat atau darurat kerap dikenal dengan istilah panic buying. Perilaku
panic buying ini menurut Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of
Economics and Finance (INDEF) dipicu oleh faktor psikologis yang biasanya terjadi karena
informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat. Akibatnya, timbul
kekhawatiran di masyarakat sehingga menimbulkan respons tindakan belanja secara masif
sebagai upaya penyelamatan diri.

Terdapat dua bentuk kekhawatiran yang terjadi di masyarakat. Pertama adalah khawatir
kalau tidak belanja sekarang, bisa saja besok harga barang naik. Kedua, jika tidak belanja
sekarang, maka esok hari barangnya sudah tidak ada. "Seperti inilah kondisi panic buying yang
sekarang ini terjadi, terutama untuk masker," jelas Enny kepada Tirto.

Dalam ekonomi, maraknya orang yang memburu suatu barang, seperti masker,
memengaruhi sisi permintaan. Sebagaimana hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi
berlaku yaitu: jika terjadi permintaan tinggi karena tidak jumlah barang yang sedikit, maka harga
barang akan semakin mahal.

“Yang terjadi setelah kenaikan harga adalah penurunan daya beli masyarakat. Karena
misal uang Rp10 ribu yang tadinya cukup untuk beli masker, sekarang tidak cukup lagi karena
harganya dua kali lipat bahkan lebih. Artinya, masyarakat harus menyiapkan uang berkali-kali
lipat untuk membeli barang yang jumlahnya sama. Ini tentu bisa mengurangi daya beli
masyarakat,” jelas Enny.
Untuk mengantisipasi dan memitigasi terulangnya panic buying, maka diperlukan
kejelasan informasi dari otoritas yang berwenang, sebut Enny. Selain itu, informasi yang
disajikan pemerintah, idealnya tidak tumpang tindih. Jelasnya informasi yang diterima oleh
masyarakat, lanjutnya, dapat meredam tekanan psikologis masyarakat termasuk dari berbagai
macam berita hoaks.

Langkah konkret lain yang juga bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
membagikan masker secara cuma-cuma atau gratis kepada masyarakat. Hal ini seperti yang
pernah pemerintah RI lakukan saat mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan. Distribusi
pembagian masker ini pun bisa dilakukan secara fleksibel, seperti di pusat keramaian umum,
perkantoran, sekolah-sekolah, dan sebagainya.

“Sehingga masyarakat tidak merasa khawatir untuk membeli masker di pasaran dan tidak
dimanfaatkan oleh para pemburu rente yang menjual dengan harga yang amat mahal,” imbuh
Enny.

Memilih untuk panic buying atau berbelanja sesuai kebutuhan sepenuhnya ada di tangan
konsumen. Namun, ada baiknya untuk tetap menjaga tindakan agar tidak merugikan orang lain.
Sebab, dengan panic buying, boleh jadi yang diuntungkan adalah para pemburu rente dan,
sebaliknya, orang-orang yang benar-benar membutuhkan yang dirugikan.

5. Kemampuan menyicil pinjaman pada sektor keuangan formal terhambat

Perbankan tengah mengkaji kembali target bisnisnya tahun ini sejalan dengan tekanan
ekonomi yang kian membesar akibat dampak penyebaran wabah virus corona (Covid-19). Target
kredit yang dipatok sebelumnya akan diturunkan karena perlambatan ekonomi akan bikin
permintaan kredit menurun.

Bank Indonesia (BI) sebelum juga telah merevisi proyeksi pertumbuhan kredit tahun ini
jadi 6%-8% dari semula sebesar 9%-11%. Pemangkasan target tersebut dilakukan sejalan dengan
revisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 dari 5,0%-5,4% menjadi 4,2%-4,6%.

Pemangkasan target pertumbuhan ekonomi itu dilakukan sejalan dengan menurunnya


prospek pertumbuhan ekonomi dunia akibat penyebaran Covid-19 yang begitu cepat ke berbagai
negara. Wabah itu telah bikin rantai penawaran global terganggu, menurunnya permintaan dunia,
dan melemahnya keyakinan pelaku ekonomi.

BI melihat prospek pertumbuhan ekspor barang Indonesia melambat seiring dengan


menurunkan prospek ekonomi dunia tersebut. Ekspor jasa terutama sektor pariwisata juga
diprakirakan menurun akibat terhambatnya proses mobilitas antar negara sejalan dengan upaya
memitigasi risiko perluasan Covid-19.
Investasi nonbangunan berisiko melambat dipengaruhi menurunnya prospek ekspor
barang dan jasa serta terganggunya rantai produksi. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) salah
satu bank yang akan menurunkan target kredit tahun 2020. Bank pelat merah ini memprediksi
pertumbuhan kredit BRI akan lebih moderat dari target semula yakni 10%-11%.

"Dengan kondisi perlambatan seperti saat ini, pertumbuhan kredit BRI akan lebih
moderat. Tetapi kami masih mengkalkulasi kemungkinan perubahannya," ungkap Haru
Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI kepada Kontan.co.id, Jumat (20/3)

Sebagai bagian dari strategi jangka panjang fokus pada pengembangan segmen UMKM,
BRI telah mengurangi laju pertumbuhan kredit korporasi.

Bank ini masih cukup optimistis dengan pertumbuhan kredit UMKM tahun ini, terutama
jenis mikro.

Dengan kondisi ekonomi yang ada saat ini, tantangan segmen ritel dan menengah
diperkirakan akan berat. Oleh karena itu, kata Haru, BRI akan mengutamakan untuk menjaga
kualitas kredit di segmen tersebut dibanding dengan mengejar kuantitas penyaluran kredit.

Dengan proyeksi kredit yang kian melempem, BRI akan tetap berupaya menjaga pertumbuhan
laba. Strateginya, fokus pada pengumpulan dana murah dan peningkatan fee based income yang
berasal dari peningkatan transaksi perbankan melalui optimalisasi jaringan unit kerja serta
jaringan agen BRILink.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200406135219-4-150037/sri-mulyani-pendapatan-
negara-anjlok-rp-472-t-karena-corona

https://keuangan.kontan.co.id/news/ada-ancaman-virus-corona-sejumlah-bank-akan-revisi-
target-kredit-tahun-ini?page=1

https://smartlegal.id/galeri-hukum/lainnya/2020/04/07/perusahan-yang-memotong-upah-pekerja-
karena-corona-harus-sesuai-kesepakatan/

https://www.halloriau.com/read-ekonomi-128400-2020-04-12-15-juta-pekerja-dirumahkan-dan-
phk-akibat-pandemi-corona.html

https://tirto.id/panic-buying-dan-dampaknya-terhadap-ekonomi-eDDT

Anda mungkin juga menyukai