Anda di halaman 1dari 7

STUDI KASUS MENGENAI HAMBATAN DALAM BISNIS INTERNASIONAL

DI MASA COVID-19

Disusun untuk memenuhi tugas Bisnis Internasional

yang diampu oleh : Bu Shella Rizqi Amelia, S.Pd., M.Pd.

Anggota Kelompok :

1. Erna Purwita (01901013)


2. Lina Oktaviawati (01901026)
3. Anita Rachmawati (01901033)
4. Bogas Ahyaa (01901059)
5. Ishkak Syafruloh (01901005)

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS PERWIRA PURBALINGGA
TAHUN 2021/2022
I. PENDAHULUAN

Pada dasarnya kegiatan bisnis internasional tidak selalu berjalan secara lancar.
Terlebih pada kondisi krisis covid-19. Meskipun telah berlangsung sistem perdagangan
bebas, tetap saja masih ada hambatan yang menghampiri. Hambatan yang dialami yakni
hambatan dalam bentuk tarif dan hambatan dalam bentuk non-tarif. Di tengah pandemi,
gangguan disrupsi perdagangan internasional di masa pandemi membuat upaya
pemerintah menjaga daya beli masyarakat menjadi problematik karena masih
mengandalkan impor. Pandemi terus menyebar ke seluruh dunia, termasuk pandemi di
indonesia.

Dalam upaya menghentikan dan menenggulangi pandemi ini juga telah berdampak
disrupsi yang kuat tatanan perdagangan internasional. Selama masing-masing negara
melakukan adanya kebijakan lockdown di berbagai negara salah satunnya di indonesia
sendiri mengakibatkan berujung pada penggurangan tenaga kerja. karena indonesia
masih sangat bergantung pada impor. Pemerintah juga memerintahkan penutupan
pelabuhan air dan udara untuk menghalangi pengangkutan atau distribusi barang antar
negara.

Laporan Internasional Air Transport Association menunjukan penurunkan kuantitas


transportasi kargo internasional sampai bulan maret 2020 sebesar 23% dengan pekiraan
kerugian mencapai US$ 1,6 miliar. Keputusan Negara pembataskan ekspor untuk
melindungi pasokan dosmestik telah menurun dan menambah kompleksitas
permasalahan. Perubahan preferensi konsumsi akibat pandemi covid-19 mengakibatkan
mismatch antara penawaran dan permintaan. Pemerintah juga mengharuskan penutupan
pasar tradisional, sehingga membatasi akses konsumen terhadap pangan , sehingga
terjadi pemborosan pangan. (sumber:kumparan.com)
II. PEMBAHASAN

A. Dampak Kerjasama Internasional dengan Adanya Kebijakan Lockdown


Dibeberapa negara

Dunia saat ini sedang menghadapi teror virus corona (covid-19) yang mewabah
secara trans-nasional. Keamanan manusia (human security) dipertaruhkan akibat
gelombang trans-nasionalisasi virus. Jebolnya keamanan antar negara dan lemahnya
antisipasi (deteksi dini) memicu eskalasi penyebaran corona yang masif. Covid-19
menghantam orang apapun negara, agama, ideologi, etnis, warna kulit dan status
sosial-ekonominya.

Pandemi global covid-19 telah membawa embusan angin perubahan yang


drastis, menyapu negara-negara di dunia untuk menyesuaikan diri dengan dinamika
baru yang berubah. Hubungan internasional dan kebijakan politik luar negeri suatu
negara, tak menutup kemungkinan mengalami pergeseran saat ini maupun post-
corona. Bahkan covid-19 mengacam perdamaian dan keamanan internasional.
Dalam konteks hubungan internasional post-corona, menurut Kazuto Suzuki
(Profesor Politik Internasional dari Public Policy School of Hokkaido University
Jepang), bahwa wabah virus corona akan mengarah pada tatanan transisi, awal dari
kebangkrutan

Wabah virus Corona yang melanda seluruh dunia, mengharuskan tiap negara
untuk memberlakukan lockdwon. Perjalanan manusia antar negara, pergerakan
barang dan transaksi jasa antar negara dibatasi. Komunikasi antar negara pun
dilakukan secara virtual. Hubungan internasional yang bercorak globalis mengalami
ujian akibat wabah corona ini. Belum lagi ancaman resesi ekonomi global yang
berimbas pada kondisi domestik suatu negara.

Dalam kasus Indonesia, pemerintah maupun swasta dapat mengoptimalkan


instrumen teknologi digital untuk melakukan transaksi perdagangan secara online
melalui platform e-commerce. Pemasaran dan positioning produk-produk bernilai
tambah dapat didorong oleh pelaku diplomasi ekonomi.
Perwakilan Indonesia di luar negeri seperti Kedutaan besar Republik Indonesia
(KBRI), Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) dan warga diaspora dapat
membantu mempromosikan produk-produk khas Indonesia melalui media sosial.
Dalam darurat pandemi global, pemerintah Indonesia bukan hanya harus
memperkuat diplomasi kesehatan, tapi juga mengakselerasi diplomasi ekonomi,
termasuk diplomasi perlindungan WNI di luar negeri.

Dampak covid-19 terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik dan keamanan


nasional memerlukan mitigasi secara komprehensif. Mengatasi masalah corona
jangan sampai menghasilkan masalah baru. Kerja sama internasional baik bilateral,
regional dan multilateral yang saling membutuhkan tetap digalang dalam bingkai
solidaritas kemanusiaan.

B. Perubahan Sistem Perdagangan Internasional

Adanya pandemi yang melanda seluruh negara di dunia, membuat negara-negara


melakukan penyesuaian dalam menjalankan kegiatan perdagangan sebagai dampak
pandemik COVID-19. Terdapat 4 perubahan dalam sistem perdagangan
internasional.

1. Banyak negara mengamankan kebutuhan mereka dan perubahan perjanjian kerja


sama.

Adanya dampak Covid-19 membuat banyak negara mengamankan pasokan


kebutuhan merek, mulai dari makanan, obat-obatan, komponen, hingga
elektronika. Bahkan, jika perlu negara tersebut berupaya memproduksinya dari
dalam negeri. Hal ini bukanlah sebuah proteksionisme, tetapi hanya keperluan
untuk menjamin kemandirian dan interdependensi dalam prespektif industrial
point of view.

2. Negara-negara di dunia mencari rantai pemasokan yang lebih pendek.

Penyesuaian perdagangan lain yang dilakukan negara lain adalah dengan


banyaknya negara yang mencari rantai pasokan yang lebih pendek, dengan
memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara yang jaraknya lebih dekat.
3. Perubahan sirkulasi ganda yang dipimpin Tiongkok.

Penyesuaian perdagangan yang terakhir dilakukan disebut dual circulation atau


sirkulasi ganda yang dipimpin oleh Tiongkok. Merupakan sebuah sirkulasi yang
memandang bahwa ekspor dan konsumsi domestik menjadi sama pentingnya.

4. Dunia bisnis menyesuaikan diri dengan realita baru

Pandemi Covid-19 telah mengubah segalanya, termasuk kegiatan ekonomi.


Dunia bisnis kini harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Yakni
menempatkan manusia, lingkungan, transparasi, kedekatan, dan kolaborasi, menjadi
memiliki porsi-porsi tersendiri dalam mencapai tujuan bisnis.

5. Perdagangan internasional dalam konteks new normal

Saat ini perdagangan internasioal dalam konteks new normal, bahkan sebelum
pandemi Covid-19 merebak. Karena sebenarnya dunia sudah memasuki suatu proses
perubahan yang begitu masif dan cepat. Perubahan-perubahan besar tersebut
diantaranya adalah gangguan konstan yang didotong oleh Industri 4.0, komputasi
awan, kecerdasan buatan, internet of things, robotika. Lalu hilangnya kepercayaan
pada WTO dan adanya sistem perdagangan multilateral. Kemudian, tren
perdagangan ke arah kesepakatan perdagangan bikateral dan regional yang
menekankan nilai tindakan yang lebih sepihak.

C. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Pihak Terkait Dalam Perdagangan


Internasional

Terdapat beberapa dampak pandemi Covid-19 bagi perdanganan internasioanal.


Dampak tersebut yaitu adanya perubahan pola perdagangan global. Hal ini sebagai
akibat supply and demand yang terganggu, pelarangan ekspor impor dan beberapa
komoditas pangan dan kesehatan,serta perubahan pusat rantai pasok global dari
Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jerman. Selain itu, dampak lainnya adalah
peningkatan biaya logistik, kerjasama perdagangan tidak berjalan efektif selama
pandemi, dan ancaman resesi global.
Selama masa pandemi Covid-19, seluruh perwakilan perdagangan RI yaitu
Atase Perdagangan, Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) di 33 negara
termasuk Kamar Dagang, serta Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI)
kesulitan untuk melakukan pameran dan mengumpulkan para buyer.

Pembatasan sosial maupun lockdown yang diberlakukan di hampir seluruh


negara telah membuat upaya menjalin kerja sama perdagangan tidak berjalan
dengan efektif. Namun, target mendorong ekspor tetap dilakukan untuk
memanfaatkan potensi permintaan yang ada saat pandemi ini, seperti produk
makanan dan alat-alat kesehatan bila kebutuham dalam negeri telah terpenuhi.

Sementara itu, dampak lain dari pandemi terhadap perdagagan internasional


adalah potensi inflasi barang pokok dan penting akibat tertanggunya logistik dan
distribusi, perdagangan antar pulau terganggu, perubahan pola konsumsi
masyarakat, serta daya beli masyarakat melemah termasuk transaksi dagang dan
omzet pedagang kecil juga menurun.

Pandemi Covid-19 juga menimbulkan new normal yang menyebabkan


hilangnya kekuatan hegemoni kebijakan menuju multi kutub antara Amerika
Serikat, Cina, Uni Eropa, dan Rusia. Selain itu, kehidupan normal baru juga
menyebabkan sengketa wilayah tetap ada antara Laut Cina Selatan, perbatasan
India-Cina, perbatasan Pakistan India, Turki dan tetangga terdekatnya, Cina-Taiwan,
Malaysia-Filipina di Sabah.

D. Peran Pemerintah Sebagai Pengambil Kebijakan Terkait Regulasi


Perdagangan Internasional

E. Kebijakan yang Diambil Pemerintah dalam Mengatasi Dampak Pandemi


terhadap Bisnis Internasional

Ada beberapa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di masa pandemi


Covid-19 terkait dengan Bisnis internasional, diantaranya :
a. Fasilitasi ekspor di masa pandemi, salah satunya dengan memfasilitasi
kegiatan business matching secara virtual. Selain itu, pada masa pandemi ini,
Kementrian Perdagangan telah berhasil merealisasikan peningkatan ekspor
kopi ke Mesir dan rumput laut ke Korea Selatan.
b. Pemanfaatan forum kerja sama perdagangan internasional, seperti forum
G20.
c. Pengawasan barang beredar dan/atau jasa dalam perdagangan daring. Selama
pandemi , Kemendag telah menutup akun perdagangan daring yang menjual
alat kesehatan seperti masker, hand sanitizer, dan virus shoutout dengan
harga yang sangat tinggi dan berkualutas rendah.
d. Pemberian stimulus ekonomi nonfiskal, diantaranya penerbitan Surat
Keterangan Asal (SKA) barang ekspor melalui penerapan affixed signature
dan stamp.
e. Pengamanan penyediaan alat kesehatan, diantaranya melalui relaksasi impor
dan alat pelindung diri (APD) dan masker.
f. Menjaga stabilisasi harga dan jaminan stok barang kebutuhan pokok,
diantaranya melalui deregulasi kebijakan terkait pangan dan menjamin
kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok.

Anda mungkin juga menyukai