Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“DAMPAK VIRUS COVID-19 TERHADAP HUKUM DAN PEMBANGUNAN

EKONOMI”

PERAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

DOSEN PENGAMPU

Dr. Mas Rara Tri Retno H., S.H., M.H.

DISUSUN OLEH

ENDY SATYA RAHMANTO, S.H. ( 19120040 )

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KADIRI
1

BAB 1

PENDAHULUAN

Virus Corona adalah sebuah keluarga virus yang ditemukan pada manusia dan hewan.

Sebagian virusnya dapat mengingeksi manusia serta menyebabkan berbagai penyakit, mulai

dari penyakit umum seperti flu, hingga penyakit-penyakit yang lebih fatal, seperti Middle

East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan Latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Bagaimana dampak korona virus / Covid 19 bisa mempengaruhi hukum dan pembagunan

ekonomi?

2. Bagaiman cara meminimalisir agar Korona Virus / Covid 19 tidak cepat mempengaruhi

hukum dan pembangunan ekonomi ?

TUJUAN PENULISAN

1. Menjelaskan dampak korona korona virus / Covid 19 bisa mempengaruhi hukum dan

pembagunan ekonomi.

2. menjelaskan cara meminimalisir agar Korona Virus / Covid 19 tidak cepat mempengaruhi

hukum dan pembangunan ekonomi.


2

BAB II

PEMBAHASAN

1. dampak korona virus / Covid 19 bisa mempengaruhi hukum dan pembagunan

ekonomi

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Coronaviruses (Cov) adalah

virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus

Corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang lebih parah seperti

Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah

(SARS-CoV). Virus Corona adalah zoonotic yang artinya ditularkan antara hewan dan

manusia. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Indonesia, perkembangan kasus COVID-

19 di Wuhan berawal pada tanggal 30 Desember 2019 dimana Wuhan Municipal Health

Committee mengeluarkan pernyataan “urgent notice on the treatment of pneumonia of

unknown cause”. Penyebaran virus Corona ini sangat cepat bahkan sampai ke lintas

negara. Sampai saat ini terdapat 93 negara yang mengkorfirmasi terkena virus Corona.

Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia membawa

dampak pada perekonomian dunia baik dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata.

China merupakan negara eksportir terbesar dunia. Indonesia sering melakukan kegiatan

impor dari China dan China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia.

Adanya virus Corona yang terjadi di China menyebabkan perdagangan China

memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia termasuk di Indonesia.

Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan kelapa sawit akan

mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat menyebabkan penurunan harga

komoditas dan barang tambang.


3

Penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal perdagangan

memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas mengalami penurunan yang

disebabkan karena China merupakan importir minyak mentah terbesar. Selain itu,

penyebaran virus Corona juga mengakibatkan penurunan produksi di China, padahal

China menjadi pusat produksi barang dunia. Apabila China mengalami penurunan

produksi maka global supply chain akan terganggu dan dapat mengganggu proses

produksi yang membutuhkan bahan baku dari China. Indonesia juga sangat bergantung

dengan bahan baku dari China terutama bahan baku plastik, bahan baku tekstil, part

elektronik, komputer dan furnitur.

Virus Corona juga berdampak pada investasi karena masyarakat akan lebih berhati-hati

saat membeli barang maupun berinvestasi. Virus Corona juga memengaruhi proyeksi

pasar. Investor bisa menunda investasi karena ketidakjelasan supply chain atau akibat

asumsi pasarnya berubah. Di bidang investasi, China merupakan salah satu negara yang

menanamkan modal ke Indonesia. Pada 2019, realisasi investasi langsung dari China

menenpati urutan ke dua setelah Singapura. Terdapat investasi di Sulawesi berkisar US

$5 miliar yang masih dalam proses tetapi tertunda karena pegawai dari China yang

terhambat datang ke Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan larangan perjalanan ke dan dari

China untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Larangan ini menyebabkan sejumlah

maskapai membatalkan penerbangannya dan beberapa maskapai terpaksa tetap

beroperasi meskipun mayoritas bangku pesawatnya kosong demi memenuhi hak


4

penumpang. Para konsumen banyak yang menunda pemesanan tiket liburannya karena

semakin meluasnya penyebaran virus Corona. Keadaan ini menyebabkan pemerintah

bertindak dengan memberikan diskon untuk para wisatawan dengan tujuan Denpasar,

Batam, Bintan, Manado, Yogyakarta, Labuan Bajo, Belitung, Lombok, Danau Toba dan

Malang. Di Eropa juga memberlakukan aturan dimana maskapai penerbangan harus

menggunakan sekitar 80 persen slot penerbangan yang beroperasi ke luar benua Eropa

agar tidak kehilangan slot ke maskapai pesaingnya. Bukan hanya di Indonesia yang

membatasi perjalanan ke China, namun negara-negara yang lain seperti Italia, China,

Singapura, Rusia, Australia dan negara lain juga memberlakukan hal yang sama

(www.cnnindonesia.com).

Virus Corona juga sangat berdampak pada sektor pariwisata. Data Badan Pusat Statistik

(BPS) menunjukkan bahwa wisatawan asal China mencapai 2.07 juta orang pada tahun

2019 yang mencakup 12.8 persen dari total wisatawan asing sepanjang 2019. Penyebaran

virus Corona menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia akan berkurang.

Sektor-sektor penunjang pariwisata seperti hotel, restoran maupun pengusaha retail pun

juga akan terpengaruh dengan adanya virus Corona. Okupansi hotel mengalami

penurunan sampai 40 persen yang berdampak pada kelangsungan bisnis hotel. Sepinya

wisatawan juga berdampak pada restoran atau rumah makan yang sebagian besar

konsumennya adalah para wisatawan. Melemahnya pariwisata juga berdampak pada

industri retail. Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado,

Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan dan Jakarta. Penyebaran virus Corona

juga berdampak pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena para

wisatawan yang datang ke suatu destinasi biasanya akan membeli oleh-oleh. Jika

wisatawan yang berkunjung berkurang, maka omset UMKM juga akan menurun.
5

Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2016 sektor UMKM mendominasi unit

bisnis di Indonesia dan jenis usaha mikro banyak menyerap tenaga kerja.

Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi dampak dari virus

Corona ini adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps

menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku

bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Kebijakan ini dilakukan untuk

menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek

pemulihan ekonomi global sehubungan dengan terjadinya Covid-19. Bank Indonesia

akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik untuk menjaga agar

inflasi dan stabilitas eksternal tetap terkendali serta memperkuat momentum

pertumbuhan ekonomi (www.bi.go.id).

Di lain sisi, virus Corona tidak hanya berdampak negatif, namun juga dapat memberikan

dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah terbukanya peluang

pasar ekspor baru selain China. Selain itu, peluang memperkuat ekonomi dalam negeri

juga dapat terlaksana karena pemerintah akan lebih memprioritaskan dan memperkuat

daya beli dalam negeri daripada menarik keuntungan dari luar negeri. Kondisi ini juga

dapat dimanfaatkan sebagai koreksi agar investasi bisa stabil meskipun perekonomian

global sedang terguncang.

Dampak yang disebabkan oleh virus Corona bukan hanya di Indonesia saja melainkan di

beberapa negara di belahan dunia. Pada tanggal 22-23 Februari 2020 telah berlangsung

pertemuan G20 yang diadakan di Arab Saudi. Anggota G20 ini terdiri dari Amerika

Serikat, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Perancis, Jerman, India, Indonesia,
6

Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris

dan Uni Eropa. Wabah virus Corona menjadi topik diskusi pada pertemuan tersebut.

Dalam pertemuan G20, negara-negara G20 menyampaikan simpati kepada masyarakat

dan negara yang terdampak virus Corona, khususnya China. Munculnya berbagai

tekanan global, salah satunya adalah Covid-19 mendorong negara-negara G20 untuk

meningkatkan kerja sama dengan mempererat kerja sama internasional. Negara-negara

G20 juga sepakat memperkuat pemantauan terhadap risiko global khususnya yang

berasal dari Covid-19, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai potensi risiko

dan sepakat untuk mengimplementasikan kebijakan yang efektif baik dari sisi moneter,

fiskal, maupun struktural (www.bi.go.id).

Arab Saudi yang menjadi Presidensi G20 pada tahun 2020 mengusung tema “Realizing

The Opportunity of The 21st Century”. Hal ini dilatarbelakangi perkembangan teknologi

yang sangat pesat sehingga mengubah tatanan perekonomian global menuju ekonomi dan

keuangan digital. Namun, partisipasi masyarakat dalam perekonomian khususnya

kelompok muda, perempuan dan UMKM dipandang belum optimal, sehingga

membutuhkan upaya untuk membuka akses kepada mereka dalam kegiatan

perekonomian melalui pemanfaatan teknologi. Selain itu, agenda Presidensi G20 adalah

pengembangan pasar modal domestik dan penguatan pengaturan dan pengawasan sektor

keuangan.

Di sektor keuangan, penguatan sistem keuangan melalui implementasi agenda reformasi

sektor keuangan dan pemanfaatan teknologi menjadi fokus para Menteri Keuangan dan

Gubernur Bank Sentral negara-negara G20. Rencana Financial Stability Board (FSB),

Committee on Payments and Market Infrastructure dan Standard Setting Bodies (SSBs)
7

dalam menyusun peta jalan (roadmap) penguatan sistem pembayaran lintas negara

disambut baik oleh G20. Gubernur Bank Indonesia menyampaikan dukungan Indonesia

atas agenda Presidensi G20 Arab Saudi khususnya cross borde payments dan transisi

LIBOR (London Interbank Offered Rate)

2. cara meminimalisir agar Korona Virus / Covid 19 tidak cepat mempengaruhi

hukum dan pembangunan ekonomi

Pertama, untuk mempercepat pengobatan dan pencegahan penularan yang lebih

luas, pemerintah harus menerapkan kebijakan at all cost seperti pengadaan alat

kesehatan penunjang pemeriksaan, ruang isolasi, dan Alat Pelindung Diri (APD).

Baca juga: Perdana, Pelabuhan Kuala Tanjung Layani Pelayaran Peti Kemas

Internasional Lalu menggratiskan biaya pemeriksaan baik yang terbukti maupun

tidak, ataupun hal-hal yang bersifat pencegahan seperti pembagian masker murah

dan sebagainya. Konsekuensi pembengkakan defisit anggaran, sejalan dengan

pendapatan APBN yang juga turun tajam, memang akan membebani pemerintah.

Namun, perhitungan kemanusiaan semestinya harus lebih dikedepankan

dibandingkan dengan kalkulasi ekonomi yang masih dapat ditanggulangi sejalan

dengan pulihnya ekonomi masyarakat.

Kedua, untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan

putaran roda ekonomi, pemerintah dituntut untuk dapat mengurangi beban biaya

yang secara langsung dalam kendali pemerintah, di antaranya tarif dasar listrik,

BBM, dan air bersih. Penurunan tarif listrik dan BBM tentu tidak akan terlalu

membebani keuangan BUMN dan BUMD, mengingat harga minyak mentah yang

turun ke kisaran 20 dollar AS per barel diperkirakan masih akan berlangsung

lama sejalan dengan potensi resesi global.


8

Ketiga, kebijakan pemerintah yang melakukan relaksasi Pajak Penghasilan baik

pekerja industri manufaktur (penghapusan PPh 21 selama enam bulan) ataupun

pajak badan untuk industri manufaktur (pembebasan PPh Impor 22 dan diskon

PPh 25 sebesar 30 persen) semestinya diperluas. Baca juga: Demi Keluarga di

Kampung, Kementerian BUMN: Kita Jangan Mudik! Pasalnya, perlambatan

ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh sektor industri manufaktur, tetapi

juga sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan relaksasi

pajak seperti pemberian potongan pajak, percepatan pembayaran restitusi, dan

penundaan pembayaran cicilan pajak kepada sektor-sektor lain, khususnya yang

terkena dampak paling parah, seperti sektor transportasi dan pariwisata.

Keempat, upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat bawah dengan

memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang mengalami

penurunan pendapatan dan mengalami PHK, perlu didukung oleh kebijakan untuk

menjamin kelancaran pasokan dan distribusi barang khususnya pangan. Di saat

seperti ini, potensi panic buying dan penimbunan sangat besar, sehingga

pengamanan aspek distribusi perlu diperketat. Baca juga: Perusahaan Pembiayaan

Nyatakan Siap Beri Kelonggaran Cicilan, tapi Ada Syaratnya Dalam situasi seperti

ini, sebagaimana di China, aparat militer dapat dioptimalkan dalam membantu

penanganan korban dan pencegahan perluasannya, termasuk membantu proses

pengamanan supply dan distribusi barang.

Kelima, penyaluran BLT juga perlu diikuti dengan ketepatan data penerima

bantuan dan perbaikan mekanisme dan kelembagaan dalam penyalurannya

sehingga dana BLT tidak salah sasaran dan diterima oleh seluruh masyarakat yang

semestinya mendapatkannya. Ini belajar dari pengalaman penyaluran bantuan

sosial selama ini yang belum terdistribusi secara merata khususnya bagi
9

masyarakat yang justru membutuhkan. Oleh karena koordinasi untuk validitas

data sampai dengan level kecamatan perlu dilakukan baik di tingkat pusat maupun

di tingkat daerah.

Keenam, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar memberlakukan kebijakan yang

mendorong lembaga keuangan untuk melakukan rescheduling dan refinancing

utang-utang sektor swasta, selain untuk UMKM, juga untuk usaha-usaha yang

menghadapi risiko pasar dan nilai tukar yang tinggi. Selain itu, Bank Indonesia

(BI) dan OJK perlu merumuskan kebijakan yang bersifat strategis untuk

mengatasi tingginya tingkat suku bunga perbankan yang menjadi salah satu beban

pelaku ekonomi, khususnya di saat perlambatan ekonomi seperti saat ini. Baca

juga: Lupa EFIN Tapi Layanan Tatap Muka Kantor Pajak Tutup? Begini

Solusinya

Ketujuh, membuka peluang untuk membuat terobosan kebijakan baru. Di sisi

fiskal, opsi pelebaran defisit anggaran melebihi yang batas yang ditetapkan

Undang-Undang Keuangan Negara diperlukan di tengah semakin banyaknya

kebutuhan belanja negara untuk memberikan insentif kepada perekonomian.

PENUTUP

Penurunan perekonomian China berdampak pada menurunnya perekonomian Indonesia,

khususnya di sektor perdagangan dan pariwisata Pemerintah perlu mencari alternatif

kebijakan dan strategi untuk mendorong perekonomian domestik tanpa harus bergantung

pada impor barang dari China dan juga mencari pangsa ekspor ke negara selain China.

Pemerintah juga perlu jeli melihat peluang di sektor pariwisata untuk menarik wisatawan

dari negara lain berkunjung ke Indonesia dan meningkatkan wisatawan domestik.


10

DPR RI perlu mendorong pemerintah untuk segera meningkatkan produksi domestik dan

penggunaannya oleh masyarakat, selain itu juga mendukung pemerintah mengembangkan

pariwisata di daerahdaerah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://duta.co/dampak-virus-corona-terhadap-perekonomian-global-khususnya-di-indonesia

https://money.kompas.com/read/2020/03/29/181925526/7-usulan-untuk-jokowi-agar-ri-

terhindar-dari-krisis-akibat-corona.

Anda mungkin juga menyukai