Anda di halaman 1dari 13

Abstrak

Penyebaran virus corona atau covid-19 semakin meluas di penjuru dunia.


Penyebaran ini pun mempengaruhi kegiatan ekonomi, termasuk industri
perbankan. Dalam riset yang dirilis belum lama ini,menyatakan pertumbuhan
ekonomi global, emerging market, dan kawasan Asia Pasifik direvisi 10
hingga 30 basis poin lebih rendah secara year to date. Perbankan Indonesia
pun tidak luput dari terkoreksinya laba dan NIM. Hal ini karena profitabilitas
perbankan Indonesia dipengaruhi rendahnya pendapatan bunga dan non-
bunga dan biaya provisi yang tinggi.Tantangan yang dihadapi antara lain
disrupsi pada rantai pasok barang dan jasa serta pelemahan permintaan.
Untuk mengatasinya, berbagai kebijakan moneter, fiskal, dan
makroprudensial pun diluncurkan.

Namun, kebijakan ini masih dilakukan secara parsial dan tidak merata, serta
butuh jeda waktu hingga hasilnya terlihat. Oleh karena itu, pertumbuhan
ekonomi global pun diperkirakan menurun pada kuartal I tahun ini dan akan
berlanjut di kuartal setelahnya. Beberapa risiko yang membayangi industri
perbankan antara lain perlambatan penyaluran kredit, penurunan kualitas
aset, dan pengetatan margin bunga bersih. Peningkatan rasio kredit
bermasalah dan credit costs juga menjadi risiko di tengah penyebaran virus
corona, khususnya di sektor food and beverage, pariwisata, supply chain,
perkapalan, ritel, dan transportasi domestik.

Kata Kunci : Manajemen Resiko, Krisis Ekonomi, Kredit Bank, Covid-19.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Coronaviruses (Cov)


adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut
COVID-19. Virus Corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit
yang lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan
Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). Virus Corona adalah zoonotic
yang artinya ditularkan antara hewan dan manusia. Berdasarkan Kementerian
Kesehatan Indonesia, perkembangan kasus COVID-19 di Wuhan berawal
pada tanggal 30 Desember 2019 dimana Wuhan Municipal Health Committee
mengeluarkan pernyataan “urgent notice on the treatment of pneumonia of
unknown cause”. Penyebaran virus Corona ini sangat cepat bahkan sampai
ke lintas negara. Sampai saat ini terdapat 93 negara yang mengkorfirmasi
terkena virus Corona. Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke
berbagai belahan dunia membawa dampak pada perekonomian dunia baik
dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata.

—Baca juga: Cara Parafrase Karil dan Tesis Universitas Terbuka—

China merupakan negara eksportir terbesar dunia. Indonesia sering


melakukan kegiatan impor dari China dan China merupakan salah satu mitra
dagang terbesar Indonesia. Adanya virus Corona yang terjadi di China
menyebabkan perdagangan China memburuk. Hal tersebut berpengaruh
pada perdagangan dunia termasuk di Indonesia. Penurunan permintaan
bahan mentah dari China seperti batu bara dan kelapa sawit akan
mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat menyebabkan penurunan
harga komoditas dan barang tambang.

Penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal


perdagangan memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas
mengalami penurunan yang disebabkan karena China merupakan importir
minyak mentah terbesar. Selain itu, penyebaran virus Corona juga
mengakibatkan penurunan produksi di China, padahal China menjadi pusat
produksi barang dunia. Apabila China mengalami penurunan produksi maka
global supply chain akan terganggu dan dapat mengganggu proses produksi
yang membutuhkan bahan baku dari China. Indonesia juga sangat
bergantung dengan bahan baku dari China terutama bahan baku plastik,
bahan baku tekstil, part elektronik, komputer dan furnitur.

Virus Corona juga berdampak pada investasi karena masyarakat akan lebih
berhati-hati saat membeli barang maupun berinvestasi. Virus Corona juga
memengaruhi proyeksi pasar. Investor bisa menunda investasi karena
ketidakjelasan supply chain atau akibat asumsi pasarnya berubah. Di bidang
investasi, China merupakan salah satu negara yang menanamkan modal ke
Indonesia. Pada 2019, realisasi investasi langsung dari China menenpati
urutan ke dua setelah Singapura. Terdapat investasi di Sulawesi berkisar US
$5 miliar yang masih dalam proses tetapi tertunda karena pegawai dari China
yang terhambat datang ke Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan larangan


perjalanan ke dan dari China untuk mengurangi penyebaran virus Corona.
Larangan ini menyebabkan sejumlah maskapai membatalkan
penerbangannya dan beberapa maskapai terpaksa tetap beroperasi meskipun
mayoritas bangku pesawatnya kosong demi memenuhi hak penumpang. Para
konsumen banyak yang menunda pemesanan tiket liburannya karena
semakin meluasnya penyebaran virus Corona. Keadaan ini menyebabkan
pemerintah bertindak dengan memberikan diskon untuk para wisatawan
dengan tujuan Denpasar, Batam, Bintan, Manado, Yogyakarta, Labuan Bajo,
Belitung, Lombok, Danau Toba dan Malang. Di Eropa juga memberlakukan
aturan dimana maskapai penerbangan harus menggunakan sekitar 80 persen
slot penerbangan yang beroperasi ke luar benua Eropa agar tidak kehilangan
slot ke maskapai pesaingnya. Bukan hanya di Indonesia yang membatasi
perjalanan ke China, namun negara-negara yang lain seperti Italia, China,
Singapura, Rusia, Australia dan negara lain juga memberlakukan hal yang
sama (www.cnnindonesia.com).

Virus Corona juga sangat berdampak pada sektor pariwisata. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wisatawan asal China mencapai
2.07 juta orang pada tahun 2019 yang mencakup 12.8 persen dari total
wisatawan asing sepanjang 2019. Penyebaran virus Corona menyebabkan
wisatawan yang berkunjung ke Indonesia akan berkurang. Sektor-sektor
penunjang pariwisata seperti hotel, restoran maupun pengusaha retail pun
juga akan terpengaruh dengan adanya virus Corona. Okupansi hotel
mengalami penurunan sampai 40 persen yang berdampak pada
kelangsungan bisnis hotel. Sepinya wisatawan juga berdampak pada restoran
atau rumah makan yang sebagian besar konsumennya adalah para
wisatawan. Melemahnya pariwisata juga berdampak pada industri retail.
Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado, Bali,
Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan dan Jakarta. Penyebaran virus
Corona juga berdampak pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) karena para wisatawan yang datang ke suatu destinasi biasanya
akan membeli oleh-oleh. Jika wisatawan yang berkunjung berkurang, maka
omset UMKM juga akan menurun. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada
tahun 2016 sektor UMKM mendominasi unit bisnis di Indonesia dan jenis
usaha mikro banyak menyerap tenaga kerja.

Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi dampak dari


virus Corona ini adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)
sebesar 25 bps menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps
menjadi 4.00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi
5.50%. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan
ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global
sehubungan dengan terjadinya Covid-19. Bank Indonesia akan mencermati
perkembangan ekonomi global dan domestik untuk menjaga agar inflasi dan
stabilitas eksternal tetap terkendali serta memperkuat momentum
pertumbuhan ekonomi (www.bi.go.id). Oleh karena itu penulis tertarik
membahasnya lebih dalam lagi tentang dampak wabah covid – 19 terhadap
kegiatan perbankan dan cara kerja manajemen resiko dalam menghadapi
wabah covid – 19 dengan menarik judul “MANAJEMEN RESIKO YANG
DITERAPKAN PERBANKAN SAAT MENGHADAPI PANDEMI COVID – 19
UNTUK MENJAGA STABILITAS EKONOMI DI INDONESIA”.

1. Rumusan Masalah
Baca juga:   Contoh Karil UT Jurusan Ilmu Komunikasi

1)      Apa itu pandemi covid – 19 dan dampaknya terhadap perekonomian ?

2)      Apa dampak yang ditimbulkan pandemi covid-19 terhadap aktivitas


perbankan ?

3)      Bagaimana sektor perbankan mengelola manajemen resiko saat


menghadapi pandemi covid-19 ?

1. Tujuan Penulisan

1)      Untuk mengetahui apa itu pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap


perekonomian.

2)      Untuk mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap kesehatan dan


aktivitas perbankan.

3)      Untuk mengetahui bagaimana penanganan dan penerapan Manajemen


Resiko yang dilakukan oleh perbankan.

1. Manfaat Penulisan

1)      Bagi Penulis, untuk mengetahui apa itu covid-19 dan dampanknya


terhadap perekonomian.

2)      Bagi Pembaca, untuk mengetahui cara menyikapi pandemi Covid-19


dan bagaimana penerapan Manajemen Resiko saat terjadi pelemahan
ekonomi.

PEMBAHASAN

1. Pandemi Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Perekonomian

Pandemi Covid-19 merupakan virus corona yang berasal dan pertama kali
muncul dari kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Di duga Covid-19
ini berasal dari hewan kelewar dan setelah di telusuri, orang-orang yang
terinfeksi virus ini merupakan orang-orang yang memiliki riwayat telah
mengunjungi pasar basah makanan laut dan hewan lokal di Wuhan, China.
Manusia merupakan mahluk sosial yang memungkinkan saling berinteraksi
secara langsung sehingga tingkat penyebaran pandemi Covid-19 semakin
pesat, hingga Kamis, 26 maret 2020 tercatat 198 negara yang terinfeksi oleh
Covid-19.
Indonesia merupakan salah satu negara yang terinfeksi pandemi Covid-19,
pada 26 Maret 2020 tercatat 893 orang positif virus Corona. Diantaranya, 35
orang sembuh, 780 orang di rawat, dan 78 orang meninggal. Salah satu
penyebab virus corona mudah menyebar di Indonesia adalah karena
Indonesia merupakan negara dengan Sektor pariwisata. Sektor pariwisata
merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan
perekonomian Indonesia dan memiliki kontribusi devisa terbesar kedua di
Indonesia setelah devisa hasil ekspor Kelapa Sawit.

Kinerja perekonomian Indonesia jelas akan ikut terdampak. Pertumbuhan


ekonomi dan kinerja perdagangan nasional diprediksi turut lesu sebagai
dampak melorotnya pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi perekonomian
global saat ini sangat menantang. Dia pun mengakui, memburuknya kondisi
ekonomi global akan memengaruhi ekonomi Indonesia. Kita pahami kondisi
ekonomi global sangat menantang. Selain dihadapkan pada pelemahan
ekonomi, sekarang ditambah dengan terjangkitnya virus novel corona
dampaknya tidak main-main. Angka revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi
global yang dilansir IMF adalah kondisi yang sama dengan kurun 2008-2009.
Pada kurun waktu itu, dunia dihadapkan pada krisis keuangan global yang
bermula dari Amerika Serikat.

Jika durasi Covid-19 bisa lebih dari 3 sampai 6 bulan, kemudian lockdown,


serta perdagangan internasional bisa drop di bawah 30 persen, penerbangan
drop sampai dengan 75 persen hingga 100 persen, maka skenario bisa
menjadi lebih dalam, pertumbuhan ekonomi bisa di kisaran 2,5 persen bahkan
0 persen. Berdasarkan perhitungannya hingga pekan kedua Maret 2020,
ekonomi Indonesia masih tumbuh di kisaran 4,9 persen. Jadi kalau kuartal I
masih 20 hari terakhir, dan itu menurun, hingga kuartal I diharapkan masih
tumbuh 4,5 persen hingga 4,9 persen.

Tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang loyo, kinerja perdagangan, pasar


keuangan, nilai tukar, hingga aktivitas bisnis juga diyakini bakal terdampak.
Ekonom Institute of Development Economics and Finance (Indef), Bhima
Yudistira Adhinegara, memproyeksi ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh
4,5 persen pada 2020. Angka ini lebih rendah dari proyeksi lembaga
pemeringkat internasional Moody’s yang memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebesar 4,8 persen pada tahun ini. Bhima menilai,
dampak virus corona ke laju pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ditelusuri
lewat korelasi hubungan ekonomi China dan Indonesia. Jadi, setiap 1 persen
penurunan pertumbuhan ekonomi China, ekonomi Indonesia bisa terpengaruh
0,3 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi disebabkan korelasi
perdagangan dan investasi Indonesia-China cukup besar. Indef
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China hanya sekitar 5 persen pada
2020, atau turun 1 persen dibanding 2019. Melambatnya pertumbuhan
ekonomi akan berkaitan langsung dengan turunnya pendapatan domestik
bruto (PDB). Jika growth hanya 4,5 persen maka PDB nilainya Rp 16.546
triliun. Ini berarti kita kehilangan Rp 127 triliun (dibanding 2019).

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi


Indonesia pada 2020 berkisar 5-5,4 persen, turun dari perkiraan semula di
kisaran 5,1-5,5 persen. Revisi perkiraan ini ada karena melihat adanya
pengaruh jangka pendek pemulihan ekonomi dunia pasca terjadinya Corona
Virus Disease 2019. Terlebih lagi, wabah ini sangat berpengaruh dan
berdampak pada sektor parisiwata, perdagangan, dan investasi. Terkait
prediksi IMF, Bank Dunia, dan Amerika Serikat, yang menyebutkan bahwa
ekonomi China akan turun 1 persen akibat wabah virus corona, Airlangga
menyebut bila durasinya lebih lama maka penurunannya pun akan lebih
dalam.

Ekonomi Indonesia Hari Ini

Pesatnya penyebaran virus corona mengguncang pasar saham global. Indeks


Harga Saham Gabungan (IHSG) pun tidak bisa menahan pengaruh anjloknya
pasar saham global. Segera setelah kasus pertama virus corona di Indonesia
dikonfirmasi oleh pemerintah, IHSG langsung anjlok. Bahkan, IHSG telah
merosot ke bawah level 4.000, saat tulisan ini tayang. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) Penutupan 23 Maret 2020. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
terus berupaya mencegah penurunan dalam di pasar saham. Pengawas
pasar modal ini mengeluarkan kebijakan baru untuk menahan penurunan
IHSG. Melalui surat bernomor S-274/PM.21/2020, OJK memerintahkan
kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghentikan kegiatan
perdagangan saham bila IHSG berada dalam tekanan.

Nilai tukar rupiah pun sama menderitanya dengan IHSG. Setelah bertahan
cukup lama di kisaran level Rp 14.000 per dollar AS, mata uang Garuda kini
menapaki level Rp 16.000 per dollar AS. Pada Rabu (18/3/2020) pukul 12.44
WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau berada di level Rp 15.222 per
dollar AS. Rupiah melemah 50 poin atau 0,33 persen dibandingkan pada
posisi pembukaan, yakni Rp 15.085 per dollar AS. Sementara itu, kurs
referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI)
menunjukkan pada Rabu (18/3/2020), rupiah berada di level Rp 15.223 per
dollar AS. Angka ini pun melemah dibandingkan sehari sebelumnya, yakni Rp
15.083 per dollar AS. Rupiah pun makin terpuruk pada Senin (23/3/2020),
bahkan perdagangan di pasar spot ditutup melewati level Rp 16.000 per dollar
AS, tepatnya Rp 16.575 per dollar AS.

Baca juga:   Contoh Karil UT Jurusan Hukum


Kurs rupiah di pasar spot pada Senin ini merupakan nilai tukar terendah
dalam sejarah hingga tulisan ini tayang. Di tengah sesi perdagangan, merujuk
data Bloomberg, rupiah sempat pula diperdagangkan di level Rp 16.625 per
dollar AS. Rupiah di Pasar Spot di Akhir Perdagangan 23 Maret 2020. Jisdor
pada Senin juga memperlihatkan penurunan nilai tukar rupiah yang terus
berlanjut. Dibuka di level Rp 16.005 per dollar AS, rupiah di Jisdor ditutup di
level Rp 16.608 per dollar AS.

1. Aktivitas Perbankan Saat Pandemi Covid-19

Penyebaran corona COVID-19 turut berdampak negatif pada kegiatan usaha


perbankan di berbagai negara. Namun, industri perbankan di sejumlah negara
mampu bertahan. FOMC (Federal Open Market Committee) mengumumkan
pengurangan 0,5 basis poin dalam kisaran target untuk suku bunga dana
federal, sehingga kisaran menjadi 1-1,25 persen, Gubernur The Federal
Reserve (The Fed) Amerika Serikat mengatakan. “Penyebaran Virus Corona
telah membawa tantangan dan risiko baru. Wabah ini juga mengganggu
aktivitas ekonomi di banyak negara dan telah mendorong pergerakan
signifikan di pasar keuangan,”. Penurunan suku bunga acuan oleh The Fed ini
merupakan penurunan pertama kali di luar jadwal reguler The Fed sejak 2008,
ketika ekonomi dunia dihantam krisis finansial. Pemotongan ini juga
merupakan level darurat pertama yang tidak terjadwal dan merupakan
penurunan suku bunga satu kali terbesar sejak krisis keuangan tahun 2008.

Hal yang sama diperkirakan juga melanda bank-bank di negara kawasan Asia
Tenggara. Pertumbuhan kredit, penurunan pendapatan bunga dan non bunga
bank-bank di kawasan Asia Tenggara diperkirakan juga mengalami
perlambatan. Rasio dana murah di Asia Tenggara berada di kisaran 48
persen, dan berakibat pada tekanan terhadap NIM seiring pemangkasan suku
bunga acuan.  COVID-19 menghantam sektor perbankan ASEAN melalui
pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah, yang mengakibatkan perlambatan
pertumbuhan kredit dan berujung pada menurunnya profitabiltias industri
perbankan. Fitch Ratings menilai, bank-bank di Thailand dan Singapura yang
bergantung pada pariwisata, kemungkinan paling terpengaruh COVID-19.

Berkurangnya pemasukan dari sektor pariwisata, terganggunya rantai pasok


manufaktur serta melemahnya permintaan ekspor, cenderung memberi
tekanan pada keuntungan perusahaan yang pada akhirnya dapat membebani
kualitas aset perbankan. Meskipun, sektor-sektor terkait pariwisata hanya
sebagian kecil dari portofolio kredit yang disalurkan perbankan Vietnam,
industri perbankan Vietnam cenderung menghadapi perlambatan
pertumbuhan kredit dan laba. Selain itu, modal terbatas yang dimiliki bank-
bank Vietnam tidak dapat membantu merangsang pertumbuhan kredit dalam
masa pemulihan dari serbuan COVID-19. Perlambatan pertumbuhan ekonomi
juga akan menguji kualitas pinjaman perbankan.
WHO Sebut Pembatasan Sosial Saja Tak Cukup untuk Atasi COVID-19
Perbankan Indonesia pun tidak luput dari terkoreksinya laba dan NIM. Hal ini
karena profitabilitas perbankan Indonesia dipengaruhi rendahnya pendapatan
bunga dan non-bunga dan biaya provisi yang tinggi. Tetapi banyak bank di
Indonesia yang memiliki pendapatan yang memuaskan serta buffer modal
yang besar. Sebagai catatan, rata-rata return on asset (ROA) bank-bank di
Indonesia sekitar 2 persen dan rasio tier 1 rata-rata 21,9 persen pada akhir
2019 Dampak COVID-19 lebih terasa pada kredit UKM yang sebesar 15
persen dari portofolio perbankan.

1. Strategi Penguatan Manajemen Resiko Yang Dilakuakan Dunia


Perbankan Indonesia

Bisnis Bank di Indonesia di tengah gejolak sentimen global virus Corona


masih difokuskan pada penyaluran kredit pada sektor yang tidak terlalu
dipengaruhi langsung oleh virus Corona dengan tetap menjaga aspek
manajemen risiko yang baik. Managing Director Chief Operating Officer PT
Bank DBS Indonesia, Aryo Bimo Notowidigdo, juga menyebutkan perusahaan
terus berupaya meningkatkan fee based income lain mulai dari segmen UKM,
koperasi hingga nasabah ritel. Kendati begitu, perbankan sudah mulai
mengambil langkah-langkah antisipasi agar tekanan ekonomi tidak
berdampak ke kualitas kredit.

Salah satunya, dengan meningkatkan pemantauan kredit kepada debitur yang


memiliki potensi tekanan tinggi akibat kondisi saat ini. Selain itu, juga
menyiapkan skema restrukturisasi, seperti memperpanjang masa
pengembalian kredit bila ke depan ada kasus-kasus kredit bermasalah.
Umumnya, sektor kredit yang berpotensi menyumbang NPL adalah pariwisata
dan perhotelan. Hal ini sejalan dengan turunnya minat wisatawan untuk
melancong saat isu penyebaran virus corona terus meluas. Bahkan, ketika
Indonesia pun sudah mengumumkan kasus positif virus corona perdana.

Suku Bunga BI Turun

BI sebagai penjaga utama stabilitas mata uang rupiah dan inflasi di Tanah Air
langsung mengeluarkan jurus-jurus moneter terkait pelemahan ekonomi saat
ini. Suku bunga acuan perbankan pun diturunkan seraya berharap segera
memberikan efek menetes ke industri perbankan untuk ikut penurunan ini.
Pada Kamis (19/3) lalu, usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), Gubernur BI
Perry Warjiyo mengumumkan penurunan suku bunga acuan 7Days Reverse
Repo Rate (7DRRR) di level 4,5 persen. 7DRRR ini menjadi acuan industri
perbankan dalam menentukan suku bunga pinjaman/kredit/pembiayaan. Perry
mengatakan kebijakan moneter di tengah wabah corona saat ini tetap
akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam
kisaran sasaran. BI tetap memperhatikan stabilitas eksternal yang terjaga
serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di
tengah perekonomian global yang melambat.

Pekerjaan terbesar BI sekarang tentu menjaga penguatan rupiah atas dolar


AS. Pada penutupan perdagangan Jumat (20/3), rupiah berada di level
15.960 per dolar AS. Rupiah sempat menembus 16 ribu per dolar AS atau
menyamai kerendahan saat krisis moneter 1998. Jika rupiah menguat maka
inflasi bisa terus terjaga. Suku bunga bank pun masih bisa direlaksasi.
Sebaliknya, jika rupiah makin melemah, inflasi bisa terancam, dan penurunan
suku bunga acuan bisa terancam. Intervensi masih menjadi kata maut BI
dalam menjaga stabilitas rupiah. BI melakukan triple intervention (tiga
intervensi) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan
fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-
deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.

Perry mengatakan sepanjang tahun ini BI sudah mengeluarkan uang hampir


Rp 300 triliun dalam rangka menjaga stabilitas rupiah di tengah wabah
corona. Jurus lainnya, BI memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan
dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas
Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020. Terkait
perbankan, BI ,memperluas kebijakan insentif pelonggaran Giro Wajib
Minimum (GWM) harian dalam rupiah sebesar 50 bps yang semula hanya
ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor,
ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-
sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.

Relaksasi Perbankan dari OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan mulai


menerapkan kebijakan relaksasi terhadap debitur yang terdampak wabah
Virus Corona baru atau Covid-19.  OJK menerapkan kebijakan pemberian
stimulus bagi perekonomian dengan menerbitkan POJK Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019
pada Kamis (19/3). Sekar Putih mengatakan dengan terbitnya POJK ini maka
pemberian stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret
2020 sampai dengan 31 Maret 2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif
dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran
Covid-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud.

Baca juga:   Contoh Karil UT Jurusan Ilmu Komunikasi 2

POJK mengenai stimulus perekonomian tersebut dikeluarkan untuk


mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan
akan menurun akibat wabah Covid-19. Kinerja ini bisa meningkatkan risiko
kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem
keuangan. Melalui kebijakan stimulus tersebut, perbankan juga memiliki
pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat
terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debiturnya.
Menurut Sekar, POJK itu diharapkan menjadi countercyclical dampak
penyebaran Covid-19 sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja
perbankan, khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem
keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang


terdampak penyebaran virus corona. Ini termasuk debitur UMKM dan
diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Juga, disertai
adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
dalam penerapan ketentuan (moral hazard). Kebijakan stimulus dimaksud
terdiri dari penilaian kualitas kredit atau pembiayaan atau penyediaan dana
lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk
kredit sampai dengan Rp 10 miliar. Selain itu, restrukturisasi dengan
peningkatan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah
direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa
batasan plafon kredit.

Relaksasi pengaturan tersebut berlaku untuk debitur non-UMKM dan UMKM,


dan akan diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan.
Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-
masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur. Dengan
beragam stimulus ekonomi sektor perbankan ini diharapkan sektor riil tetap
bisa bergerak. Pengusaha UMKM yang memiliki kredit bank bisa sedikit
tenang dengan adanya penurunan suku bunga, keringanan membayar cicilan
dalam hal ini cicilan bunga saja untuk periode tertentu, hingga bentuk-bentuk
kemudahan lainnya. Bagi debitur besar, stimulus perbankan ini bisa menjadi
jalan untuk merestrukturisasi kredit mereka. Stimulus ini bisa jadi cara untuk
menekan sekecil mungkin kredit macet debitur yang memang menjadi
ancaman industri bank.

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Wabah virus corona memberikan dampak hebat terhadap perekonomian


banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia. Yang paling tampak saat ini
adalah terguncangnya bursa saham global ke titik rendah, yang juga terjadi di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Industri manufaktur, usaha mikro kecil dan
menengah (UMKM), industri keuangan, hingga pendapatan individu
masyarakat pun ikut terhempas gelombang wabah corona ini. Tak heran jika
banyak negara memberikan stimulus ekonomi untuk mengurangi dampak
penurunan ekonomi.

Stimulus ekonomi juga diberikan pemerintah Indonesia. Pertama, untuk sektor


pariwisata. Pemerintah memberikan diskon tiket pesawat domestik dan hapus
pajak industri hotel dan restoran di daerah wisata utama. Kedua, stimulus
penghapusan pajak bagi pekerja. Dan ketiga di dunia perbankan dengan cara
diterbitkannya Peraturan dari OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus
Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak
Penyebaran Coronavirus Disease 2019. POJK ini stimulus untuk industri
perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret
2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-
debiturnya yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan segera
menerapkan POJK stimulus. POJK mengenai stimulus perekonomian ini
dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur
yang diperkirakan akan menurun akibat wabah virus Corona sehingga bisa
meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan
dan stabilitas sistem keuangan.

Melalui kebijakan stimulus ini, Perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih
luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan
memberikan kredit baru kepada debiturnya. POJK ini juga diharapkan menjadi
countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong
optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga
stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus OJK ini ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang
terdampak penyebaran virus COVID-19, termasuk dalam hal ini debitur
UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian
yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan (moral hazard).  Dengan
demikian, pembengkakan rasio kredit macet bank dan gagal bayar debitur
bisa terhindari sejak dini. Efek besarnya, ancaman PHK massal pun bisa
dielakkan dan daya beli masyarakat bisa tetap terjaga. Tentu, OJK dalam hal
ini harus benar-benar ketat dalam menyeleksi industri mana saja yang pantas
mendapat keringan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, Karta. 2020. “Stimulus Ekonomi Wabah Corona: Industri


Perbankan”,Artikel diambil dari internet pada 11 April
2020 melalui : https://republika.co.id/berita/q7iu7z282/stimulus-ekonomi-
wabah-corona-industri-perbankan

“Bank Dunia Gelontorkan Rp2.660 T Tangani Dampak Virus Corona” ,Artikel


diambil dari internet pada 11 April
2020 melalui : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200403012904-532-
489817/bank-dunia-gelontorkan-rp2660-t-tangani-dampak-virus-corona

“Bersiap Tameng Ekonomi untuk Dampak Wabah Corona” , Artikel diambil


dari internet pada 11 April 2020  melalui https://jeo.kompas.com/bersiap-
tameng-ekonomi-untuk-dampak-wabah-corona

Agustina, Alin. 2020.“Dampak Pandemi Covid-19 Pada Pertumbuhan


Ekonomi Indonesia”, Artikel diambil dari internet pada 12 April
2020 melalui : https://sukabumiupdate.com/detail/bale-warga/opini/66831-
Dampak-Pandemi-Covid-19-Pada-Pertumbuhan-Ekonomi-Indonesia

Chadiza, Dea. 2020. “Ketika Corona COVID-19 Menghantam Sektor Bank di


Berbagai”. Artikel diambil dari internet pada 12 April
2020 melalui : https://tirto.id/ketika-corona-covid-19-menghantam-sektor-bank-
di-berbagai-negara-eE1H

Herman. 2020. “Kebijakan Bank Indonesia Hadapi Dampak Virus Corona


Dinilai Sudah Tepat” ,Artikel diambil dari internet pada 12 April
2020 melalui : https://www.beritasatu.com/ekonomi/611015-kebijakan-bank-
indonesia-hadapi-dampak-virus-corona-dinilai-sudah-tepat

Istianur, Ilyas. 2020. “Atasi Dampak Corona, OJK Luncurkan Stimulus Kredit


Perbankan”, Artikel diambil dari internet pada 11 April 2020
melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4206570/atasi-dampak-corona-
ojk-luncurkan-stimulus-kredit-perbankan

Ika, Pipit. 2020. “6 Langkah BI Hadapi Dampak Corona”. Artikel diambil dari
internet pada 11 April
2020 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4220922/6-langkah-bi-
hadapi-dampak-corona

Azizah, Muftiyatul. 2020. “Dampak Virus Corona terhadap Perekonomian


Global Khususnya di Indonesia”. Artikel diambil dari internet pada 11 April
2020 melalui : https://duta.co/dampak-virus-corona-terhadap-perekonomian-
global-khususnya-di-indonesia

“Ini Strategi Bisnis Bank DBS di Tengah Sentimen Wabah Corona”. Artikel
diambil dari internet pada 12 April
2020 melalui : https://www.cnbcindonesia.com/market/20200306182802-19-
143106/ini-strategi-bisnis-bank-dbs-di-tengah-sentimen-wabah-corona

Sebayang, Rehiya. 2020. “IMF: Dampak Corona ke Ekonomi Lebih Buruk dari


Krisis 2008”. Artikel diambil dari internet pada 11 April
2020 melalui : https://www.cnbcindonesia.com/news/20200404140558-4-
149774/imf-dampak-corona-ke-ekonomi-lebih-buruk-dari-krisis-2008

Ika, Pipit. 2020. “Kondisi Sektor Jasa Keuangan pada Maret di Tengah Wabah
Virus Corona”. Artikel diambil dari internet pada 12 April
2020 melalui : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4212410/kondisi-sektor-
jasa-keuangan-pada-maret-di-tengah-wabah-virus-corona

“OJK Sebut Kredit Bermasalah Naik di Tengah Virus Corona”. Artikel diambil


dari internet pada 12 April
2020  melalui : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200305142617-78-
480788/ojk-sebut-kredit-bermasalah-naik-di-tengah-virus-corona

Sulistyo, Annisa. 2020. “Potensi Dampak Virus Corona ke Sektor Bank di


Beberapa Negara”. Artikel diambil dari internet pada 12 April
2020  melalui : https://finansial.bisnis.com/read/20200303/90/1208329/
potensi-dampak-virus-corona-ke-sektor-bank-di-beberapa-negara

Tags: Karil UT

Anda mungkin juga menyukai