Nama merek itu adalah AmbleFootwear. Dipilih nama Amble karena alasan unik dan menarik. Agit
mencoba mendesain ulang sepatu formal kulit menjadi lebih muda dengan mencampurkan antara
kenyamanan sneakers dan tampilan elegan sepatu kulit. Ia ingin agar orang-orang yang memakai Amble
akan mendapatkan penampilan tetap rapi dengan kesan leather, tetapi merasa nyaman seperti
memakai sneakers. Jadi, Amble merupakan gabungan konsep urban boot dan casualshoes. Tampilannya
seperti sepatu boot yang kuat dan tahan lama, tetapi tetap ringan untuk dipakai sehari-hari layaknya
sepatu kasual.
Hal itu dibenarkan Aldi, 28 tahun, yang sudah lebih dari setahun menggunakan sepatu Amble.
Menurutnya, Amble relatif nyaman. Dua kali membeli --seri Carter Black dan Jarvis yang rajutan warna
abu-abu-- ia mengaku puas, terutama terhadap kualitas sepatu. “Saya suka image yang dibentuk
Amble, coolkids aja kesannya. Cocok untuk anak muda yang workholic dan santai,” ujarnya. Selain itu,
harganya juga sangat cocok. Dengan kualitas dan look yang seperti itu, menurutnya, worthit.
Merek Amble menjadi salah satu brand lokal yang tergolong pionir bermain di e-commerce. “Dulu, pada
tahun 2009, ketika masih banyak brand yang menggunakan distribusi secara offline, Amble sudah
menggunakan cara online, seperti melalui forum jual-beli,” ungkap Agit. Ia merasa bangga karena
termasuk pelopor bisnis melalui online. “Tahun 2010 Amble sudah membuat website sendiri, sampai
sekarang,” lanjutnya. Alamat website-nya, www.amble.id.
Setelah sepuluh tahun berjalan, kini Amble rata-rata bisa menjual 1.000-1.500 pasang sepatu per bulan.
Amble telah memiliki produk alltime favorit yang terus diproduksi, tidak pernah berhenti. Di luar itu,
Amble juga memiliki produk seasonal yang diproduksi hanya dalam kurun waktu setahun, dan akan
berganti lagi di tahun berikutnya.
Sejak 2011, Amble telah berekspansi melakukan penjualan ke pasar internasional. Produk ini ada yang
masuk ke berbagai departmentstore, dan mal-mal. Penjualan terbanyak dari Instagram dan website. “Saya
juga menjual ke Malaysia, Singapura, Jepang, dan beberapa negara Eropa,” ujar Agit. Dengan mencetak
tegas pada setiap pasang sepatu kulitnya: “Made withproud in Indonesia”, Agit ingin mengibarkan
kebanggaan dan kepercayaan bahwa orang Indonesia punya kemampuan memproduksi sepatu berkualitas.
Karena performanya, beberapa kali Agit menerima penghargaan di bidang kewirausahaan. Di antaranya,
menjadi finalis International Young CreativeEntrepreneur (IYCE) Award tahun 2012. Menurutnya, tiap
tahun Amble mengalami kenaikan penjualan rata-rata 10-15 persen. Namun, ia mengaku belum puas. Ke
depan, ia telah menyiapkan langkah-langkah memperkuat produk dan jajaran pemasaran agar terus
meningkatkan penetrasi dan penjualan. Agit terus mengikuti perkembangan tren dan mengeluarkan desain
yang lebih segar dan inovatif, serta membuat desain yang timeless yang menjadi signature model Amble.
Untuk pelayanan online, walaupun konsumen tidak bertatap muka dengan shopassistant dan tidak melihat
barangnya secara langsung, Amble sengaja menghadirkan customerservice sebagai personal
assistant yang membantu konsumen berkonsultasi tentang produk Amble secara online. Targetnya,
konsumen dapat percaya dan mendapatkan barang yang sesuai dengan yang diharapkan.
“Selain itu, kami juga memudahkan pembayaran melalui beberapa pilihan dan memberikan garansi
penukaran bagi konsumen,” kata Agit yang mencoba melakukan storytelling dalam setiap kampanye
produknya. “Menurut kami, Amble bisa bertahan hingga sekarang bukan hanya karena kekuatan produk,
tetapi juga kekuatan cerita yang kami tanamkan di setiap produk Amble,” katanya bangga.
Intinya, Agit tidak mau gegabah dalam melakukan branding? Mengapa? Pengalaman empat tahun
pertama Amble mengajarkan prinsip kehati-hatian. Pasalnya, saat itu ia sempat terlena karena mendapat
respons positif dari pasar, sementara di sisi operasional, produksi, dan material masih terkendala.
“Membuat sepatu tidak semudah membuat produk fashion lain karena begitu kompleks, proses produksi
yang tidak singkat, dan banyak part yang harus dihadirkan,“ katanya menjelaskan. Itu sebabnya, untuk
membuat sebuah produk yang berkualitas, harus dibatasi Minimum Order Quantity (MOQ) yang cukup
besar.
Bagi Agit, di antara banyak tantangan, yang terbesar adalah mengedukasi konsumen agar percaya bahwa
produk lokal juga berkualitas dan tidak kalah dengan produk luar. “Pada 2009, saat kami baru mulai,
banyak orang yang memandang sebelah mata terhadap produk lokal. Maka, Amble tidak akan pernah
berhenti melakukan digital marketing secara simultan untuk menambah titik persebaran
dan newvisitorwebsite, serta mengelola konsumen lama agar terus loyal hingga akhirnya area persebaran
Amble meluas dari kota besar sampai kota-kota lainnya,” Agit memaparkan.
Didukung kurang-lebih 15 karyawan, target Amble tahun 2019 ini adalah mengeluarkan line-up produk
terbaru dengan teknologi yang lebih mutakhir, memberikan pengalaman berbelanja yang lebih menarik,
dan memperluas cakupan pasar di beberapa kota. “Amble juga akan bereksperimen dengan membuat
strategi digital marketing yang dikombinasikan dengan konten kreatif untuk menarik perhatian pasar
milenial,” kata Agit tandas. (*)
Sumber:
https://swa.co.id/youngster-inc/entrepreneur-youngsterinc/eksistensi-agit-membangun-bisnis-alas-kaki
Pertanyaan
Skor