Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

DAMPAK VIRUS CORONA TERHADAP PEREKONOMIAN DI

INDONESIA

DISUSUN OLEH :

 PUTRI DWI AGUSTIN

 PITRI ASTRIANI

 RAHAYU LESTARI

 MUHAMMAD FAUZI

 MUHAMMAD RAFLI

KELAS : X IPS 1

SMA NEGERI 17 GARUT

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWABARAT

2019/2020
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Makalah : Dampak Virus Corona Terhadap Perekonomian

Di Indonesia

2. Kelas : X – IPS 1

3. Wali Kelas : Rahmat Salman, S.Pd

4. Data Guru :

a. Nama Guru : Amir Suhudin, SE, M. M.Pd

b. NIP : 196902052005011009

Garut, 01 Maret 2020

Kepala Sekolah

Drs. H. Dadang Argo Purnomo, M.Pd.


NIP. 196203031987031013
DAMPAK VIRUS CORONA TERHADAP PEREKONOMIAN GLOBAL

KHUSUSNYA DI INDONESIA

Muftiyatul Azizah, S.Si., M.Mat, Dosen Tetap Stiesia Surabaya (duta.co/dok)

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Coronaviruses (Cov)

adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut

COVID-19. Virus Corona menyebabkan penyakit flu biasa sampai penyakit yang

lebih parah seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) dan Sindrom

Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). Virus Corona adalah zoonotic yang artinya

ditularkan antara hewan dan manusia. Berdasarkan Kementerian Kesehatan

Indonesia, perkembangan kasus COVID-19 di Wuhan berawal pada tanggal 30

Desember 2019 dimana Wuhan Municipal Health Committee mengeluarkan

pernyataan “urgent notice on the treatment of pneumonia of unknown cause”.

Penyebaran virus Corona ini sangat cepat bahkan sampai ke lintas negara. Sampai

saat ini terdapat 93 negara yang mengkorfirmasi terkena virus Corona.

Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia membawa

dampak pada perekonomian dunia baik dari sisi perdagangan, investasi dan

pariwisata.

China merupakan negara eksportir terbesar dunia. Indonesia sering melakukan

kegiatan impor dari China dan China merupakan salah satu mitra dagang terbesar

Indonesia. Adanya virus Corona yang terjadi di China menyebabkan perdagangan

China memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia termasuk di

Indonesia. Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan
kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat

menyebabkan penurunan harga komoditas dan barang tambang.

Penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal

perdagangan memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor migas dan non-migas

mengalami penurunan yang disebabkan karena China merupakan importir minyak

mentah terbesar. Selain itu, penyebaran virus Corona juga mengakibatkan

penurunan produksi di China, padahal China menjadi pusat produksi barang

dunia. Apabila China mengalami penurunan produksi maka global supply chain

akan terganggu dan dapat mengganggu proses produksi yang membutuhkan bahan

baku dari China. Indonesia juga sangat bergantung dengan bahan baku dari China

terutama bahan baku plastik, bahan baku tekstil, part elektronik, komputer dan

furnitur.

Virus Corona juga berdampak pada investasi karena masyarakat akan lebih

berhati-hati saat membeli barang maupun berinvestasi. Virus Corona juga

memengaruhi proyeksi pasar. Investor bisa menunda investasi karena

ketidakjelasan supply chain atau akibat asumsi pasarnya berubah. Di bidang

investasi, China merupakan salah satu negara yang menanamkan modal ke

Indonesia. Pada 2019, realisasi investasi langsung dari China menenpati urutan ke

dua setelah Singapura. Terdapat investasi di Sulawesi berkisar US $5 miliar yang

masih dalam proses tetapi tertunda karena pegawai dari China yang terhambat

datang ke Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara yang memberlakukan larangan perjalanan ke

dan dari China untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Larangan ini

menyebabkan sejumlah maskapai membatalkan penerbangannya dan beberapa

maskapai terpaksa tetap beroperasi meskipun mayoritas bangku pesawatnya

kosong demi memenuhi hak penumpang. Para konsumen banyak yang menunda

pemesanan tiket liburannya karena semakin meluasnya penyebaran virus Corona.

Keadaan ini menyebabkan pemerintah bertindak dengan memberikan diskon

untuk para wisatawan dengan tujuan Denpasar, Batam, Bintan, Manado,

Yogyakarta, Labuan Bajo, Belitung, Lombok, Danau Toba dan Malang. Di Eropa

juga memberlakukan aturan dimana maskapai penerbangan harus menggunakan

sekitar 80 persen slot penerbangan yang beroperasi ke luar benua Eropa agar tidak

kehilangan slot ke maskapai pesaingnya. Bukan hanya di Indonesia yang

membatasi perjalanan ke China, namun negara-negara yang lain seperti Italia,

China, Singapura, Rusia, Australia dan negara lain juga memberlakukan hal yang

sama (www.cnnindonesia.com).

Virus Corona juga sangat berdampak pada sektor pariwisata. Data Badan Pusat

Statistik (BPS) menunjukkan bahwa wisatawan asal China mencapai 2.07 juta

orang pada tahun 2019 yang mencakup 12.8 persen dari total wisatawan asing

sepanjang 2019. Penyebaran virus Corona menyebabkan wisatawan yang

berkunjung ke Indonesia akan berkurang. Sektor-sektor penunjang pariwisata

seperti hotel, restoran maupun pengusaha retail pun juga akan terpengaruh dengan

adanya virus Corona. Okupansi hotel mengalami penurunan sampai 40 persen

yang berdampak pada kelangsungan bisnis hotel. Sepinya wisatawan juga


berdampak pada restoran atau rumah makan yang sebagian besar konsumennya

adalah para wisatawan. Melemahnya pariwisata juga berdampak pada industri

retail. Adapun daerah yang sektor retailnya paling terdampak adalah Manado,

Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan dan Jakarta. Penyebaran virus

Corona juga berdampak pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)

karena para wisatawan yang datang ke suatu destinasi biasanya akan membeli

oleh-oleh. Jika wisatawan yang berkunjung berkurang, maka omset UMKM juga

akan menurun. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2016 sektor UMKM

mendominasi unit bisnis di Indonesia dan jenis usaha mikro banyak menyerap

tenaga kerja.

Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi dampak dari virus

Corona ini adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar

25 bps menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi

4.00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Kebijakan

ini dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di

tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global sehubungan dengan

terjadinya Covid-19. Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi

global dan domestik untuk menjaga agar inflasi dan stabilitas eksternal tetap

terkendali serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi (www.bi.go.id).

Di lain sisi, virus Corona tidak hanya berdampak negatif, namun juga dapat

memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah

terbukanya peluang pasar ekspor baru selain China. Selain itu, peluang

memperkuat ekonomi dalam negeri juga dapat terlaksana karena pemerintah akan
lebih memprioritaskan dan memperkuat daya beli dalam negeri daripada menarik

keuntungan dari luar negeri. Kondisi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai koreksi

agar investasi bisa stabil meskipun perekonomian global sedang terguncang.

Dampak yang disebabkan oleh virus Corona bukan hanya di Indonesia saja

melainkan di beberapa negara di belahan dunia. Pada tanggal 22-23 Februari 2020

telah berlangsung pertemuan G20 yang diadakan di Arab Saudi. Anggota G20 ini

terdiri dari Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China,

Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi,

Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris dan Uni Eropa. Wabah virus Corona

menjadi topik diskusi pada pertemuan tersebut. Dalam pertemuan G20, negara-

negara G20 menyampaikan simpati kepada masyarakat dan negara yang

terdampak virus Corona, khususnya China. Munculnya berbagai tekanan global,

salah satunya adalah Covid-19 mendorong negara-negara G20 untuk

meningkatkan kerja sama dengan mempererat kerja sama internasional. Negara-

negara G20 juga sepakat memperkuat pemantauan terhadap risiko global

khususnya yang berasal dari Covid-19, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap

berbagai potensi risiko dan sepakat untuk mengimplementasikan kebijakan yang

efektif baik dari sisi moneter, fiskal, maupun struktural (www.bi.go.id).

Arab Saudi yang menjadi Presidensi G20 pada tahun 2020 mengusung tema

“Realizing The Opportunity of The 21st Century”. Hal ini dilatarbelakangi

perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga mengubah tatanan

perekonomian global menuju ekonomi dan keuangan digital. Namun, partisipasi

masyarakat dalam perekonomian khususnya kelompok muda, perempuan dan


UMKM dipandang belum optimal, sehingga membutuhkan upaya untuk

membuka akses kepada mereka dalam kegiatan perekonomian melalui

pemanfaatan teknologi. Selain itu, agenda Presidensi G20 adalah pengembangan

pasar modal domestik dan penguatan pengaturan dan pengawasan sektor

keuangan.

Di sektor keuangan, penguatan sistem keuangan melalui implementasi agenda

reformasi sektor keuangan dan pemanfaatan teknologi menjadi fokus para Menteri

Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20. Rencana Financial

Stability Board (FSB), Committee on Payments and Market Infrastructure dan

Standard Setting Bodies (SSBs) dalam menyusun peta jalan (roadmap) penguatan

sistem pembayaran lintas negara disambut baik oleh G20. Gubernur Bank

Indonesia menyampaikan dukungan Indonesia atas agenda Presidensi G20 Arab

Saudi khususnya cross borde payments dan transisi LIBOR (London Interbank

Offered Rate). (*)

Hitung-Hitungan Dampak Ekonomi "Corona" bagi Indonesia

Berbagai peristiwa ekonomi, politik, dan sosial terus mewarnai prospek ekonomi

dunia. Namun, yang paling menggemparkan di awal 2020 adalah virus corona.

Virus yang diduga berasal dari konsumsi makanan ekstrem di China itu telah

merenggut nyawa kurang lebih 1000 orang.

Lembaga-lembaga internasional sudah mengeluarkan berbagai ulasan terhadap

dampak ekonomi virus corona bagi ekonomi China dan ekonomi global. Tanpa

virus corona, International Monetary Fund (IMF) Oktober tahun lalu memprediksi

ekonomi global tumbuh 3,4 persen, di mana China diproyeksi tumbuh 5,8 persen.
Volume perdagangan dunia diperkirakan tumbuh 3,2 persen. Ekonomi China

diprediksi melambat karena dampak perang dagang.

Dampak ekonomi virus corona diprediksi cukup signifikan, mengingat besarnya

kontribusi China terhadap ekonomi dunia. Ada beberapa ukuran yang bisa

disampaikan untuk mengetahui dampak tersebut bagi ekonomi global.

Pertama, kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) China terhadap PDB dunia

mencapai 15 persen, hanya selisih beberapa persen dibandingkan kontribusi

Amerika Serikat (AS). China menjadi salah satu negara yang mampu tumbuh di

atas 6 persen per tahun di tengah-tengah tekanan global misalnya perang dagang.

Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi

China terhadap pertumbuhan ekonomi global dapat melalui elastisitas. Pada 2019,

elastisitas pertumbuhan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi China

mencapai 0,49. Artinya, jika ekonomi China tumbuh 1 persen; maka ekonomi

global tumbuh 0,49 persen.

Kedua, China menjadi pusat produksi barang dunia. Porsi produksi barang China

mencapai 12,8 persen terhadap produksi barang di dunia; sedangkan kontribusi

dari jasa mencapai 4,8 persen. China dikenal mampu berproduksi dengan biaya

murah, meski kualitas yang tidak begitu prima.

Satu ukuran yang paling penting dari dominasi perdagangan China adalah surplus

neraca perdagangannya. Neraca perdagangan China ke AS surplus hingga

US$345 miliar pada 2019; sedangkan terhadap Uni Eropa surplus €109 miliar.

Ketiga, kekuatan wisatawan. Sebelum krisis keuangan global, China

tumbuh double digit, yang pada gilirannya mendongkrak pendapatan per kapita


penduduknya. Data Bank Dunia (2019) mencatat, PDB per kapita China naik dari

US$4.550 pada 2010 menjadi US$9.770 pada 2018. Mereka pun semakin leluasa

pelesiran ke berbagai negara.

Menurut catatan the World Travel and Tourism Council (2019), pertumbuhan

sektor perjalanan dan pariwisata dunia pada 2018 mencapai 4,2 persen; di mana

China berkontribusi hingga 25 persen terhadap pertumbuhan tersebut.

Lalu, bagaimana dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia?

Ekonomi China diprediksi akan tertekan pada triwulan I-2020. Senior

Fellow pada The Peterson Institute for International Economics Nicholas R Ladry

memprediksi, China hanya tumbuh 4 persen (Reuters, 2020). Namun ditekankan

bahwa dampak corona terhadap ekonomi China bisa mengecil jika kasusnya

semakin menurun.

Jika dibandingkan dengan kasus SARS (2003) di China, pengaruhnya pada

ekonomi global tidak begitu signifikan, karena porsi China terhadap PDB dunia di

bawah 4 persen. Selain itu, perusahaan-perusahaan China belum terintegrasi

signifikan dengan rantai pasokan global.

Dalam kaitannya dengan Indonesia, ada beberapa jalur pengaruh virus corona ke

Indonesia. Jalur pertama, tentu, lewat sektor perdagangan internasional. Porsi

ekspor Indonesia ke China sekitar 16 persen dan menjadi yang tertinggi

dibandingkan negara lain. Bahkan, peranan ekspor Uni Eropa saja hanya 9,24

persen terhadap nilai ekspor Indonesia. Komoditas Indonesia ke China didominasi

oleh bahan bakar mineral serta lemak dan minyak dari hewan maupun tumbuhan.

Faktanya, komoditas-komoditas tersebut relatif sulit mencari pasar baru ke


negara-negara lain. Data 2019 menunjukkan, ekspor Indonesia ke China masih

tumbuh sekitar 5,9 persen (yoy). Jika ekspor ke China turun, maka kemampuan

Indonesia untuk menurunkan defisit neraca perdagangan semakin melemah.

Artinya, kontribusi neraca perdagangan pada PDB diprediksi tetap negatif. Tahun

2019, neraca perdagangan (ekspor dikurangi impor) berkontribusi negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,49 persen.

Kedua, ada peningkatan kapasitas investasi langsung (foreign direct

investment/FDI) China ke Indonesia, yang berpotensi menurun karena corona.

Pada 2019, realisasi investasi langsung dari China menempati urutan ke dua

setelah Singapura, mencapai Rp 4,74 miliar. Dari segi kontribusi investasi China

ke Indonesia meningkat dari 2,15 persen pada 2015 menjadi 16,82 persen pada

2019.

Meski dalam berbagai hal dikeluhkan, seperti penggunaan tenaga kerja dari

China, dampak proyeksi penurunan investasi ke Indonesia patut diantisipasi.

Ketiga, tekanan wisatawan. Keputusan pemerintah untuk menghentikan

penerbangan dari dan ke China patut diapresiasi sebagai salah satu langkah

mengurangi penyebaran virus corona. Tetapi, hal itu sedikit banyak akan menekan

sektor pariwisata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan lalu lintas

wisatawan asal China mencapai 2,07 juta orang pada 2019. Angka tersebut

mencakup 12,8 persen dari total wisatawan asing sepanjang 2019.

Dari berbagai uraian di atas, pemerintah sudah sepatutnya mengantisipasi dampak

virus corona ke Indonesia baik lewat jalur perdagangan, investasi, dan pariwisata.

Sehingga, target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada 2020 dapat dicapai.

Anda mungkin juga menyukai